Cerita Di Balik Noda, Sebuah Inspirasi Jiwa

Saturday, April 6, 2013


Judul
:
Cerita di Balik Noda
Pengarang
:
ISBN
:
9789799105257
KPG
:
901130619
Ukuran
:
200 x 135 mm
Halaman
:
248 halaman
Harga
:
Rp 40,000

Cerita di balik noda,

Saat pertama kali membaca judul buku ini, apalagi melihat nama penulis di covernya, saya pikir ini buku sebangsa kisah dibalik kehidupan wanita malam atau gimana. Soalnya ada kata “noda” dan ditulis oleh Fira Basuki. Setahu saya Fira banyak mengangkat tema-tema perempuan dalam setiap karyanya. Hmm mungkin otak saya aja yang ngeres.


Setelah membuka halaman demi halaman baru saya ngeh kalau ini adalah kisah-kisah dibalik noda kotor pakaian  yang diadakan Rinso di facebook yang kemudian ditulis ulang oleh Fira Basuki.

Menyelami masing-masing kisah dibuku ini membuat saya terlempar ke masa lalu, saat saya masih berwujud gadis kecil. Banyak cerita yang tidak asing bagi saya, pernah saya alami atau pernah saya dengar dari orang-orang sekeliling. Namun seperti halnya suatu peristiwa yang berlalu di depan mata, tidak terlihat hal yang istimewa. Hanya saja saat membaca alunan kisah tersebut dalam sebuah tulisan, ternyata saya merasakan efek yang berbeda.

Saat membaca kisah “ Kucing dan Rezeki” ( hal 151 ), saya langsung teringat dengan adik bungsu saya. Sama seperti Azka yang diceritakan begitu mencintai kucing, hingga saat ada kucing mati terlindas mobil di jalanpun dibawanya pulang untuk dikubur.Padahal tentu saja kucing tersebut dalam kondisi kotor, berdarah-darah dan menjijikkan. Sejak itu, pintu portal dunia gaib kucing seperti terbuka bagi keluarga Azka, berkali-kali kucing mendatangi rumah mereka hanya untuk mati dan dikubur oleh Azka. Hal tersebut pernah juga kami alami. Entah bagaimana, rumah kami yang notabene masih terletak di tengah-tengah pemukiman selalu didatangi oleh kucing-kucing yang dengan sengaja dibuang oleh pemiliknya. Adik bungsu saya dengan telaten merawat mereka, memberi makan, memandikan hingga tidur satu tempat tidur. Di kisah itu disebutkan sejak kedatangan kucing-kusing itu rezeki seperti mengalir di keluarga Azka. Demikian juga yang terjadi dengan adik saya. Dalam situasi apapun, urusannya selalu dipermudah, dan banyak rezeki tak diduga menghampirinya. Siapa sangka dari hal kotor dan ketulusan hati, bisa mendatangkan rezeki.

Ada pula kisah yang membuat saya tersenyum bahagia. Seperti cerita “Pohon Kenangan” (hal 77). Saat membacanya saya merasakan dejavu, betapa berat bagi seorang anak,pun saat anak tersebut sudah beranjak dewasa untuk melepas rumah masa kecil mereka. Kisah ini juga pernah mewarnai keluarga saya, saat nenek saya meninggal dunia dan dikarenakan himpitan ekonomi rumah masa kecil ibu saya harus dijual. Saya menyaksikan berhari-hari ibu murung, dan saya sangat tahu bagaimana beratnya hati ibu saat menancapkan plang bertuliskan “ Rumah dijual” di depan rumah nenek. Untunglah penutup cerita tidak sama, karena setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya saya memutuskan untuk membeli rumah tersebut. Bukan main sumringah dan membuncahnya hati ibu saat niat itu saya utarakan. Kini rumah tersebut tetap menjadi milik keluarga, hanya berganti nama saja, menjadi nama saya, cucunya.

Satu kisah yang begitu membuat saya mengharu biru adalah “ Sarung Ayah” karya Fira Basuki (hal 55). Bisa ditebak,  kisah ini diangkat dari kisah nyata penulis saat kehilangan suami beberapa waktu yang lalu. Saya turut merasakan kehilangan yang dirasakan Hani dan Wulan. Kehilangan seorang yang menjadi sandaran hidup pasti menyakitkan. Seperti kebanyakan kisah kehilangan yang pernah saya saksikan di dunia nyata, bahwa ternyata usia bukanlah jaminan bahwa seorang dewasa bisa lebih kuat menghadapi badai. Justru ketegaran didapat dari seorang anak, yang bisa memendam kesedihannya seorang diri. Sarung yang masih meninggalkan aroma khas ayah menjadi pelipur lara Wulan, putri kecil Hani. Menyaksikan Wulan menangis tersedu sambil memeluk sarung ayah, membuat Hani yang selama ini berkubang dengan kesedihannya dan menarik diri dari kehidupan sadar bahwa putrinya ternyata juga terluka. Esoknya Hani mencuci bersih sarung ayah yang sudah kumal tersebut, membuat histeris Wulan. 

“Yang sudah meninggal tidak bisa kembali ke dunia, Sampai Kapan saya harus meratap?”. 

Benar sekali, kita tidak perlu sarung kotor untuk tetap mengingat aroma orang yang kita sayangi, tapi kenangannya akan tetap terpatri di hati walau telah berganti dengan sarung yang bersih dan wangi. Wangi seperti hati kita yang tidak akan pernah melupakan cintanya.

Masih banyak kisah lain di buku ini yang akan mengaduk-aduk emosi. Ada 42 kisah inspiratif yang mengenyangkan jiwa dengan noda sebagai benang merahnya. Membuat kita tersadar bahwa pelajaran hidup bisa didapat dari mana saja dan dari siapa saja. Tak terkecuali dari seorang anak kecil.

Dari kisah “Bos Galak” dan “Siluman Tikus”, kita belajar untuk berprasangka baik terhadap karakter, kondisi, dan situasi orang lain. Saya dibuat malu, karena begitu seringnya saya berprasangka pada orang-orang  di sekitar.

“Koki Cilik”, “ Master Piece”, “Baju Kreatif”, “ Garuda di Dada Kiriku”, mengingatkan kita sebagai orangtua untuk peka terhadap bakat terpendam si kecil.

Kita juga disadarkan dan seperti dipaksa bercermin agar tidak segan untuk berbagi ke sesama dari kisah “ Diantara Sampah”, “ Agi Tidak Pelit”, “ Celengan “, “Imlek Buat Lela” dan Nasi Bungkus Cinta”.

Selain itu, sebagai orang tua, cerita “ Kado Ultah”, “ Tak Jadi”, dan “ Sarung Ayah”, menyentil kita untuk tidak egois dengan diri sendiri, karena ada sosok mungil tak berdosa yang membutuhkan kita.

Anak-anak adalah sumber kebijaksanaan hidup yang tak pernah kering jika kita mau melihatnya dengan cinta. Kenakalan mereka adalah kilau emas, dan kepolosan mereka adalah mentari pagi yang menghangatkan jiwa. ( Fira Basuki )

Dari kisah inspiratif para ibu-ibu Indonesia ini, saya mengambil banyak hikmah. Sebagai calon ibu, buku ini memberi banyak petunjuk untuk mendidik anak saya kelak. Membuat saya lebih siap menghadapi dunia baru sebagai orangtua. Untuk tidak terburu-buru marah, untuk lebih sabar, positif thinking, dan menahan diri dari keegoisan, keangkuhan dan prasangka yang menggelayuti jiwa dan pikiran. 

Buku ini juga memberitahu saya agar membebaskan anak untuk mengeksplorasi dunianya.

Mungkin tanpa sadar banyak orangtua yang begitu mengkhawatirkan apa yang dilakukan buah hatinya, over protektif. Tidak boleh ini tidak boleh itu. Jangan kesini jangan kesitu. Padahal dunia anak adalah dunia bermain, masa yang penuh keingintahuan, dunia dimana fase belajar terhadap hal-hal di sekelilingnya. Dan semua itu tidak akan bisa optimal jika sebagai orangtua hanya larangan yang kita keluarkan. Padahal sejatinya, alam dan lingkungan adalah guru paling mumpuni dan orangtua adalah pembimbing yang diharapkan paling mengerti.

Buku Cerita di Balik Noda, bukan sekedar menginspirasi, tapi memberi begitu banyak kepada kita pembacanya. Bukan hanya untuk para ibu, tapi juga calon orangtua, ayah, paman,kakak dan siapa saja. Hidup ini tak mungkin tanpa noda, putih bersih tanpa bercak. Bahwa dibalik sesuatu yang kotor dalam arti harfiah atau kotor secara kiasan - kesalahan hidup- , bisa jadi banyak hal positif yang bisa kita pelajari. Ada empati yang terasah, ada bakat yang terkuak, ada kepercayaan  diri yang terangkat bahkan ada keceriaan yang menguar. Bahwa noda bukanlah sesuatu yang harus dihindari, yang harus ditakuti.

Tak ada gading yang tak retak

Seperti laiknya sebuah karya yang masih merupakan buatan manusia, maka dibalik kepiawaian penulis menceritakan kembali kisah-kisah inspiratif ini, ada beberapa kesalahan kecil dalam pengeditan kalimat. Kesalahan yang sebenarnya tidak mengubah esensi dari isi buku ini, namun tentu saja akan lebih enak dibaca jika typo tersebut bisa diminimalisir.

Seperti pada kisah "Sarung Ayah", di awal cerita disebut nama si anak adalah Dewi, dan nama adik si Hani adalah Wulan, namun di tengah-tengah cerita, nama Dewi berubah menjadi Wulan.Terdapat ketidak konsistenan disini. Tapi saya masih bisa mengerti cerita yang dimaksud. ( Hal 55 )

Kemudian dalam cerita " Imlek Buat Lela". Terdapat salah penyebutan nama ( lagi ) dalam dialog.

" Gwen, sepeda ini kan sama persis. Bagaimana kalau sepeda yang baru untuk kamu, sementara yang lama kasih ke Lela. Kan sama saja.“
Lela memandangku dan berkata, "Nggak ah Ma. Masa kasih orang yang bekas?" (Hal 144 )

Di awal yang diajak bicara si Gwen, tapi yang menjawab kok malah Lela, seharusnya yang menjawab adalah Gwen.

Namun, mari kita abaikan kekurangan tersebut, dan nikmati rangkaian cerita sarat emosi di buku ini. Ibarat sebuah noda, kesalahan kecil tersebut hanyalah titik noda yang termaafkan dan menjadi masukan untuk buku-buku selanjutnya.

Berani kotor itu baik, asal tahu cara membersihkannya. Karena kotor kita jadi tahu arti bersih. Takut kotor sehingga tidak melakukan apa-apa itu yang tak baik.  

Jadi masih takut dengan noda?


8 comments on "Cerita Di Balik Noda, Sebuah Inspirasi Jiwa"

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature