Judul
|
:
|
Cerita di Balik Noda
|
Pengarang
|
:
|
|
ISBN
|
:
|
9789799105257
|
KPG
|
:
|
901130619
|
Ukuran
|
:
|
200 x 135 mm
|
Halaman
|
:
|
248 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp 40,000
|
Cerita di balik noda,
Saat pertama kali membaca judul
buku ini, apalagi melihat nama penulis di covernya, saya pikir ini buku
sebangsa kisah dibalik kehidupan wanita malam atau gimana. Soalnya ada kata “noda”
dan ditulis oleh Fira Basuki. Setahu saya Fira banyak mengangkat tema-tema
perempuan dalam setiap karyanya. Hmm mungkin otak saya aja yang ngeres.
Setelah membuka halaman demi
halaman baru saya ngeh kalau ini adalah kisah-kisah dibalik noda kotor pakaian yang diadakan Rinso di facebook yang kemudian
ditulis ulang oleh Fira Basuki.
Menyelami masing-masing kisah
dibuku ini membuat saya terlempar ke masa lalu, saat saya masih berwujud gadis
kecil. Banyak cerita yang tidak asing bagi saya, pernah saya alami atau pernah
saya dengar dari orang-orang sekeliling. Namun seperti halnya suatu peristiwa
yang berlalu di depan mata, tidak terlihat hal yang istimewa. Hanya saja saat
membaca alunan kisah tersebut dalam sebuah tulisan, ternyata saya merasakan
efek yang berbeda.
Saat membaca kisah “ Kucing dan
Rezeki” ( hal 151 ), saya langsung teringat dengan adik bungsu saya. Sama seperti Azka yang
diceritakan begitu mencintai kucing, hingga saat ada kucing mati terlindas
mobil di jalanpun dibawanya pulang untuk dikubur.Padahal tentu saja kucing
tersebut dalam kondisi kotor, berdarah-darah dan menjijikkan. Sejak itu, pintu
portal dunia gaib kucing seperti terbuka bagi keluarga Azka, berkali-kali kucing
mendatangi rumah mereka hanya untuk mati dan dikubur oleh Azka. Hal tersebut
pernah juga kami alami. Entah bagaimana, rumah kami yang notabene masih
terletak di tengah-tengah pemukiman selalu didatangi oleh kucing-kucing yang
dengan sengaja dibuang oleh pemiliknya. Adik bungsu saya dengan telaten merawat
mereka, memberi makan, memandikan hingga tidur satu tempat tidur. Di kisah itu
disebutkan sejak kedatangan kucing-kusing itu rezeki seperti mengalir di
keluarga Azka. Demikian juga yang terjadi dengan adik saya. Dalam situasi
apapun, urusannya selalu dipermudah, dan banyak rezeki tak diduga menghampirinya.
Siapa sangka dari hal kotor dan ketulusan hati, bisa mendatangkan rezeki.
Ada pula kisah yang membuat saya
tersenyum bahagia. Seperti cerita “Pohon Kenangan” (hal 77). Saat membacanya saya
merasakan dejavu, betapa berat bagi seorang anak,pun saat anak tersebut sudah
beranjak dewasa untuk melepas rumah masa kecil mereka. Kisah ini juga pernah
mewarnai keluarga saya, saat nenek saya meninggal dunia dan dikarenakan
himpitan ekonomi rumah masa kecil ibu saya harus dijual. Saya menyaksikan berhari-hari
ibu murung, dan saya sangat tahu bagaimana beratnya hati ibu saat menancapkan
plang bertuliskan “ Rumah dijual” di depan rumah nenek. Untunglah penutup cerita
tidak sama, karena setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya saya memutuskan
untuk membeli rumah tersebut. Bukan main sumringah dan membuncahnya hati ibu
saat niat itu saya utarakan. Kini rumah tersebut tetap menjadi milik keluarga,
hanya berganti nama saja, menjadi nama saya, cucunya.
Satu
kisah yang begitu membuat saya mengharu biru adalah “ Sarung Ayah” karya Fira
Basuki (hal 55). Bisa ditebak, kisah ini diangkat dari kisah nyata penulis saat kehilangan suami beberapa waktu yang lalu. Saya turut merasakan kehilangan yang dirasakan Hani dan Wulan.
Kehilangan seorang yang menjadi sandaran hidup pasti menyakitkan. Seperti
kebanyakan kisah kehilangan yang pernah saya saksikan di dunia nyata, bahwa
ternyata usia bukanlah jaminan bahwa seorang dewasa bisa lebih kuat menghadapi
badai. Justru ketegaran didapat dari seorang anak, yang bisa memendam
kesedihannya seorang diri. Sarung yang masih meninggalkan aroma khas ayah
menjadi pelipur lara Wulan, putri kecil Hani. Menyaksikan Wulan menangis
tersedu sambil memeluk sarung ayah, membuat Hani yang selama ini berkubang
dengan kesedihannya dan menarik diri dari kehidupan sadar bahwa putrinya ternyata
juga terluka. Esoknya Hani mencuci bersih sarung ayah yang sudah kumal
tersebut, membuat histeris Wulan.
“Yang sudah meninggal tidak bisa kembali ke
dunia, Sampai Kapan saya harus meratap?”.
Benar sekali, kita tidak perlu sarung kotor untuk tetap mengingat aroma orang
yang kita sayangi, tapi kenangannya akan tetap terpatri di hati walau telah
berganti dengan sarung yang bersih dan wangi. Wangi seperti hati kita yang
tidak akan pernah melupakan cintanya.
Masih banyak kisah lain di buku ini yang
akan mengaduk-aduk emosi. Ada 42 kisah inspiratif yang mengenyangkan jiwa dengan noda sebagai benang merahnya. Membuat
kita tersadar bahwa pelajaran hidup bisa didapat dari mana saja dan dari siapa
saja. Tak terkecuali dari seorang anak kecil.
Dari kisah “Bos Galak” dan “Siluman Tikus”, kita
belajar untuk berprasangka baik terhadap karakter, kondisi, dan situasi orang
lain. Saya dibuat malu, karena begitu seringnya saya berprasangka pada orang-orang di sekitar.
“Koki Cilik”, “ Master Piece”, “Baju
Kreatif”, “ Garuda di Dada Kiriku”, mengingatkan kita sebagai orangtua untuk
peka terhadap bakat terpendam si kecil.
Kita juga disadarkan dan seperti dipaksa
bercermin agar tidak segan untuk berbagi ke sesama dari kisah “ Diantara Sampah”,
“ Agi Tidak Pelit”, “ Celengan “, “Imlek Buat Lela” dan Nasi Bungkus Cinta”.
Selain itu, sebagai orang tua, cerita “
Kado Ultah”, “ Tak Jadi”, dan “ Sarung Ayah”, menyentil kita untuk tidak egois
dengan diri sendiri, karena ada sosok mungil tak berdosa yang membutuhkan kita.
Anak-anak adalah sumber kebijaksanaan hidup yang tak pernah kering jika kita mau melihatnya dengan cinta. Kenakalan mereka adalah kilau emas, dan kepolosan mereka adalah mentari pagi yang menghangatkan jiwa. ( Fira Basuki )
Dari kisah inspiratif para
ibu-ibu Indonesia ini, saya mengambil banyak hikmah. Sebagai calon ibu, buku ini
memberi banyak petunjuk untuk mendidik anak saya kelak. Membuat saya lebih siap
menghadapi dunia baru sebagai orangtua. Untuk tidak terburu-buru marah, untuk
lebih sabar, positif thinking, dan menahan diri dari keegoisan, keangkuhan dan prasangka yang menggelayuti jiwa dan pikiran.
Buku ini juga memberitahu saya agar membebaskan anak untuk mengeksplorasi
dunianya.
Mungkin tanpa sadar banyak
orangtua yang begitu mengkhawatirkan apa yang dilakukan buah hatinya, over protektif. Tidak boleh ini tidak
boleh itu. Jangan kesini jangan kesitu. Padahal dunia anak adalah dunia
bermain, masa yang penuh keingintahuan, dunia dimana fase belajar terhadap
hal-hal di sekelilingnya. Dan semua itu tidak akan bisa optimal jika sebagai
orangtua hanya larangan yang kita keluarkan. Padahal sejatinya, alam dan
lingkungan adalah guru paling mumpuni dan orangtua adalah pembimbing yang
diharapkan paling mengerti.
Buku Cerita di Balik Noda, bukan
sekedar menginspirasi, tapi memberi begitu banyak kepada kita pembacanya. Bukan hanya untuk para ibu, tapi juga calon orangtua, ayah, paman,kakak dan siapa saja. Hidup ini tak mungkin tanpa noda, putih bersih tanpa bercak. Bahwa
dibalik sesuatu yang kotor dalam arti harfiah atau kotor secara kiasan - kesalahan hidup- , bisa jadi banyak hal positif yang bisa kita
pelajari. Ada empati yang terasah, ada bakat yang terkuak, ada kepercayaan diri yang terangkat bahkan ada keceriaan yang
menguar. Bahwa noda bukanlah sesuatu yang harus dihindari, yang harus ditakuti.
Tak ada gading yang tak retak
Seperti laiknya sebuah karya yang masih merupakan buatan manusia, maka dibalik kepiawaian penulis menceritakan kembali kisah-kisah inspiratif ini, ada beberapa kesalahan kecil dalam pengeditan kalimat. Kesalahan yang sebenarnya tidak mengubah esensi dari isi buku ini, namun tentu saja akan lebih enak dibaca jika typo tersebut bisa diminimalisir.
Seperti pada kisah "Sarung Ayah", di awal cerita disebut nama si anak adalah Dewi, dan nama adik si Hani adalah Wulan, namun di tengah-tengah cerita, nama Dewi berubah menjadi Wulan.Terdapat ketidak konsistenan disini. Tapi saya masih bisa mengerti cerita yang dimaksud. ( Hal 55 )
Kemudian dalam cerita " Imlek Buat Lela". Terdapat salah penyebutan nama ( lagi ) dalam dialog.
" Gwen, sepeda ini kan sama persis. Bagaimana kalau sepeda yang baru untuk kamu, sementara yang lama kasih ke Lela. Kan sama saja.“
Lela memandangku dan berkata, "Nggak ah Ma. Masa kasih orang yang bekas?" (Hal 144 )
Di awal yang diajak bicara si Gwen, tapi yang menjawab kok malah Lela, seharusnya yang menjawab adalah Gwen.
Namun, mari kita abaikan kekurangan tersebut, dan nikmati rangkaian cerita sarat emosi di buku ini. Ibarat sebuah noda, kesalahan kecil tersebut hanyalah titik noda yang termaafkan dan menjadi masukan untuk buku-buku selanjutnya.
Tak ada gading yang tak retak
Seperti laiknya sebuah karya yang masih merupakan buatan manusia, maka dibalik kepiawaian penulis menceritakan kembali kisah-kisah inspiratif ini, ada beberapa kesalahan kecil dalam pengeditan kalimat. Kesalahan yang sebenarnya tidak mengubah esensi dari isi buku ini, namun tentu saja akan lebih enak dibaca jika typo tersebut bisa diminimalisir.
Seperti pada kisah "Sarung Ayah", di awal cerita disebut nama si anak adalah Dewi, dan nama adik si Hani adalah Wulan, namun di tengah-tengah cerita, nama Dewi berubah menjadi Wulan.Terdapat ketidak konsistenan disini. Tapi saya masih bisa mengerti cerita yang dimaksud. ( Hal 55 )
Kemudian dalam cerita " Imlek Buat Lela". Terdapat salah penyebutan nama ( lagi ) dalam dialog.
" Gwen, sepeda ini kan sama persis. Bagaimana kalau sepeda yang baru untuk kamu, sementara yang lama kasih ke Lela. Kan sama saja.“
Lela memandangku dan berkata, "Nggak ah Ma. Masa kasih orang yang bekas?" (Hal 144 )
Di awal yang diajak bicara si Gwen, tapi yang menjawab kok malah Lela, seharusnya yang menjawab adalah Gwen.
Namun, mari kita abaikan kekurangan tersebut, dan nikmati rangkaian cerita sarat emosi di buku ini. Ibarat sebuah noda, kesalahan kecil tersebut hanyalah titik noda yang termaafkan dan menjadi masukan untuk buku-buku selanjutnya.
Berani kotor itu baik, asal tahu cara membersihkannya. Karena kotor kita jadi tahu arti bersih. Takut kotor sehingga tidak melakukan apa-apa itu yang tak baik.
Jadi masih
takut dengan noda?
inspiratif :) bikin ane pen baca bukunya..
ReplyDeletesakseis ya tante Windiiiii...:D
seperti biasa selalu Ok
ReplyDeletewaaaaaaah, jadi ingat ama sarung suami heheh:) iya kalo jauh2 suka kangen baunya:D
ReplyDeletekompliiit.. mantap deeh..!
ReplyDeletewah jadi pngn baca bukunya :)
ReplyDeleteapik mbaaaak... lengkap
ReplyDeletelengkappp. moga menang, mba win ;)
ReplyDeletekompliit deeh..
ReplyDeletesukses ya Maak !