Sex education untuk anak, perlukah?
Kalau pertanyaan ini diajukan kepada orangtua manapun saat ini,pastilah jawabannya beragam.
Ada yang akan langsung menjawab perlu, dan saya yakin pasti masih ada yang menjawab tidak perlu.
Yang menjawab tidak perlu, kebanyakan adalah orangtua yang masih menganggap sex adalah sebuah hal yang tabu dibicarakan.
Ngisinin, malu,rikuh, ngga enak.
Padahal, yang namanya sex itu kan sesuatu yang alamiah pada manusia, jadi seharusnya ngga perlu malu membicarakannya, jika dalam koridor dan tujuan yang tepat.
Apalagi belakangan, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak semakin sering terjadi, hiii bikin parnoan. Apalagi saya, yang punya dua orang anak perempuan. Eh tapi ngga hanya anak perempuan sih, anak laki-laki juga sama saja perlakuannya.
Jujur saja, saya sempat kecolongan dalam memberikan sex education kepada Tara. Walau sudah sering membaca soal sex education, saya sempat berfikir " Ah nanti sajalah, sebentar lagi, belum saatnya".
Sampai entah gimana, suatu hari (auuuuuu, udah kayak dongeng belum nih), waktu saya menemani Tara bobo sambil minum susu (Tara minum susu sambil tiduran), saya lihat tangan kiri Tara dimasukin ke celananya.
Jadi tangan kanan pegang botol susu, tangan kiri dimasukin celana. Saya ngga kaget sih, soalnya sebelumnya kan saya sudah punya ponakan dan pernah melihat hal yang sama. Sambil sayang-sayang Tara, langsung saya bilang " Tara, tangannya ngga boleh dimasukin ke celana, kotor ya".
Eh ternyata Taranya marah. Setiap saya keluarin tangganya, langsung ditepisnya. " Bundaaaaaa....... Tara mau pegang", saya ambil tangannya, gitu lagi. Duh T________T.
Ternyata kata ART saya, Tara memang udah sering begitu.
Pernah juga pas pipis, saya melihat Tara ketawa-ketawa sendiri. Saya pikir dia lagi ngapain ternyata sambil cebok dia pegang-pegang kemaluannya dan merasa geli sendiri.
Nah, disitulah saya langsung dhueng gitu " Ah iya ternyata aku belum pernah ngasih edukasi ke Tara soal sex) huhuhu.
Nah, bagi ibu-ibu yang pernah mengalami hal serupa, yaitu melihat anaknya memegang kemaluannya, atau menggesek-gesek kemaluannya, atau malah memegang kemaluan temannya, ngga usah cemas, ngga usah malu dan ngga usah khawatir ya bu.
Ternyata, memang pada anak, ada yang tahapan psikologi yang memang wajar terjadi.
Kebetulan, saya punya seorang teman kantor yang istrinya adalah penggiat di dunia anak, namanya mba Fadhila Wulandari. Kemarin, saya dapat edukasi penting nih dari si mba Wulan soal tahapan psikoseksual anak ini. Saya bagi sekalian disini biar banyak yang tahu.
Oleh karena itu penting sekali bagi orangtua untuk memahami tahap perkembangan psikoseksual anak sehingga kita bisa melakukan upaya penguatan pijakan kepada mereka sehingga mampu menghantarkan setiap fase tersebut dengan tepat dan tuntas 😍💪
Nah tahapan psikoseksual menurut Sigmud Freud ada beberapa fase :
1. Fase oral
Kalau pertanyaan ini diajukan kepada orangtua manapun saat ini,pastilah jawabannya beragam.
Ada yang akan langsung menjawab perlu, dan saya yakin pasti masih ada yang menjawab tidak perlu.
Yang menjawab tidak perlu, kebanyakan adalah orangtua yang masih menganggap sex adalah sebuah hal yang tabu dibicarakan.
Ngisinin, malu,rikuh, ngga enak.
Padahal, yang namanya sex itu kan sesuatu yang alamiah pada manusia, jadi seharusnya ngga perlu malu membicarakannya, jika dalam koridor dan tujuan yang tepat.
Apalagi belakangan, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak semakin sering terjadi, hiii bikin parnoan. Apalagi saya, yang punya dua orang anak perempuan. Eh tapi ngga hanya anak perempuan sih, anak laki-laki juga sama saja perlakuannya.
Jujur saja, saya sempat kecolongan dalam memberikan sex education kepada Tara. Walau sudah sering membaca soal sex education, saya sempat berfikir " Ah nanti sajalah, sebentar lagi, belum saatnya".
Sampai entah gimana, suatu hari (auuuuuu, udah kayak dongeng belum nih), waktu saya menemani Tara bobo sambil minum susu (Tara minum susu sambil tiduran), saya lihat tangan kiri Tara dimasukin ke celananya.
Jadi tangan kanan pegang botol susu, tangan kiri dimasukin celana. Saya ngga kaget sih, soalnya sebelumnya kan saya sudah punya ponakan dan pernah melihat hal yang sama. Sambil sayang-sayang Tara, langsung saya bilang " Tara, tangannya ngga boleh dimasukin ke celana, kotor ya".
Eh ternyata Taranya marah. Setiap saya keluarin tangganya, langsung ditepisnya. " Bundaaaaaa....... Tara mau pegang", saya ambil tangannya, gitu lagi. Duh T________T.
Ternyata kata ART saya, Tara memang udah sering begitu.
Pernah juga pas pipis, saya melihat Tara ketawa-ketawa sendiri. Saya pikir dia lagi ngapain ternyata sambil cebok dia pegang-pegang kemaluannya dan merasa geli sendiri.
Nah, disitulah saya langsung dhueng gitu " Ah iya ternyata aku belum pernah ngasih edukasi ke Tara soal sex) huhuhu.
Nah, bagi ibu-ibu yang pernah mengalami hal serupa, yaitu melihat anaknya memegang kemaluannya, atau menggesek-gesek kemaluannya, atau malah memegang kemaluan temannya, ngga usah cemas, ngga usah malu dan ngga usah khawatir ya bu.
Ternyata, memang pada anak, ada yang tahapan psikologi yang memang wajar terjadi.
Kebetulan, saya punya seorang teman kantor yang istrinya adalah penggiat di dunia anak, namanya mba Fadhila Wulandari. Kemarin, saya dapat edukasi penting nih dari si mba Wulan soal tahapan psikoseksual anak ini. Saya bagi sekalian disini biar banyak yang tahu.
Jadi, mba Wulan mengatakan bahwa tahapan psikologi anak ini, menurut Sigmund Freud dinamakan tahapan psikoseksual. Ketika anak yang sedang mengalami fase ini, namun terlewat tanpa arahan maka akan berpengaruh pada terbentuknya perilaku anak ketika mereka telah dewasa 😢
Oleh karena itu penting sekali bagi orangtua untuk memahami tahap perkembangan psikoseksual anak sehingga kita bisa melakukan upaya penguatan pijakan kepada mereka sehingga mampu menghantarkan setiap fase tersebut dengan tepat dan tuntas 😍💪
Nah tahapan psikoseksual menurut Sigmud Freud ada beberapa fase :
1. Fase oral
Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat.
Freud menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda (mainan, jari jemari, dll) kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh anak 👨👨👧👧👩👩👧👦🍼
Menyusui merupakan salah satu fase untuk pemenuhan fase pertama ini. Maka aktifitas menyusui hingga 2 tahun memberikan efek psikologis yang besar kepada anak. Salah satunya ketika sang anak telah dewasa, kelak ia memiliki konsep diri yang baik 👍🏻☺
2. Fase anal
Berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (toilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus).
Mengeluarkan feses dari anus adalah hal yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan orang dewasa di sekitarnya 😊😇
Di fase ini, pembiasaan toilet training (tidak dibiasakan memakai diapers sehari2) di usia yang tepat, akan berpengaruh pada kemampuan pengendalian dirinya ☺👍🏻
3. Fase Pahllic.
Berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelaminnya. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus komplex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan😀😊
Pada tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. Maka ada kasus yg ditemukan (di sekolah saat toilet training) seorang anak perempuan yang berusaha menyentuh penis anak laki2. Kemudian diberikan penguatan pijakan tentang konsep diri terkait ciri-ciri gender dan stereotype yang melekat ☺😎
4. Fase Latensi
Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas. Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas. Maka pada masa ini, perlu pendampingam intensif dari ortu untuk menyiapkan pijakan ketika menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki - laki
5. Tahap Genital
Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas. Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui hubungan seksual dengan lawan jenis ❤
Pyuuuuh, tuh kan, ternyata fase memegang kemaluan di anak itu memang ada.
Nah, masih menurut mba Wulan nih, ada hal-hal preventif yang bisa dilakukan orangtua agar setiap tahapan psikoseksual ini bisa terlewati dengan baik.
1. Memahami tahapan psikoseksual untuk bekal penguatan pijakan sesuai tahapan perilakunya. Sehingga kita bisa memberikan respon yang tepat jika hal tersebut dialami oleh anak kita 👍🏻
2. Menggunakan buku sebagai media pendukung pembelajaran.
1. Memahami tahapan psikoseksual untuk bekal penguatan pijakan sesuai tahapan perilakunya. Sehingga kita bisa memberikan respon yang tepat jika hal tersebut dialami oleh anak kita 👍🏻
2. Menggunakan buku sebagai media pendukung pembelajaran.
Mungkin untuk saat ini belum banyak buku sex education. Nah untuk buku, orangtua harus mendampingi anak saat membacanya, biar tidak salah pengertian.
Jangan asal marah dengan buku yang beredar, karena harusnya ya orangtua aware juga terhadap apa yang dibaca anaknya. Temanin kalau bisa malah, saat anak membaca.
3. Ketika kita melihat indikasi anak melakukan perilaku yang memasuki tahapan psikoseksual. Maka kita berikan pernyataan tidak langsung sesuai fakta tentang apa yg kita lihat ☺😎
(Contoh : "Bunda melihat, ada yang menggesekkan alat kelamin" "Adik sedang apa? Apa yang dirasakan?" Berikan respon yang wajar, sehingga bisa terjalin komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak. Bereaksi marah menghambat anak mendapatkan arahan yang tepat terkait perilaku tersebut ☺👍🏻
Ketika bisa berkomunikasi dua arah lanjutkan dengan memberikan pijakan logis tentang sebab akibat perilaku tersebut ditinjau dari kesehatan ☺☺
Begitu ya bu ibu, jadi jangan langsung panik-panik ngga menentu kalau melihat anaknya sampai di tiap fase psikoseksualnya itu.
Jangan asal marah dengan buku yang beredar, karena harusnya ya orangtua aware juga terhadap apa yang dibaca anaknya. Temanin kalau bisa malah, saat anak membaca.
3. Ketika kita melihat indikasi anak melakukan perilaku yang memasuki tahapan psikoseksual. Maka kita berikan pernyataan tidak langsung sesuai fakta tentang apa yg kita lihat ☺😎
(Contoh : "Bunda melihat, ada yang menggesekkan alat kelamin" "Adik sedang apa? Apa yang dirasakan?" Berikan respon yang wajar, sehingga bisa terjalin komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak. Bereaksi marah menghambat anak mendapatkan arahan yang tepat terkait perilaku tersebut ☺👍🏻
Ketika bisa berkomunikasi dua arah lanjutkan dengan memberikan pijakan logis tentang sebab akibat perilaku tersebut ditinjau dari kesehatan ☺☺
Begitu ya bu ibu, jadi jangan langsung panik-panik ngga menentu kalau melihat anaknya sampai di tiap fase psikoseksualnya itu.
Balik maning ke pengalaman pribadi. Dulu Tara itu saya dapati suka memegang kemaluannya di usia 2 tahunan, masih kecil banget kan. Tapi ngga apa, walau masih kecil gitu, anak-anak sudah bisa kok diberitahu.
Ada beberapa hal yang saya lakukan dalam hal memberi sex education kepada Tara, dan mudah-mudahan Tara bisa nangkepnya.
Memberi Tahu Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan
Kirain gampang, ternyata agak susah, hahahaha.
Jadi Tara saya beritahu perbedaan laki-laki dan perempuan dengan bahasa yang mudah dipahaminya. Caranya ngga gimana-gimana sih. Misal saat Tara mau sekolah, kan Tara pakai jilbab, jadi saya bilangin, " Tara pakai jilbabnya, anak perempuan pakai jilbab dulu ya"
Trus dia bakal nanya " Puan puan itu apa bunda" xixixi
Ya udah jelasin aja sekalian. "Perempuan itu kayak bunda, kayak tante, kayak oma, adek Divya, kalau papa itu laki-laki"
Trus Taranya bingung, malah lanjut nanya.
"Ibu guru bunda"
"Ibu guru perempuan"
"Oma"
"Oma perempuan"
"Pak satpam"
"Pak satpam laki-laki"
Gituuu terus sampe habis semua yang dikenalnya. Tapi gitu saya yang balik nanya, eh ketuker ketuker T_____T.
Ngga apa, lakukan aja terus sambil dikasih tau bedanya perempuan sama laki-laki.
" Bunda, bunda pakai ini ya"( Tara nunjuk-nunjuk bra saya di lemari)
"Iya, soalnya bunda perempuan jadi pakai beha,kalau papa ngga karena papa laki-laki"
" Bunda pakai itip ya (lipstik)"
" Iya, kan bundanya mau cantik, karena bunda perempuan, kalau papa ngga pake lipstik, karena papa laki-laki"
"Karena papa ganteng ya bundaaa"
Hal-hal seperti itulah.
Kayak kalau sholat bunda dan Tara pakai mukena, papa pakai peci.
Tara ngga boleh mandi sama papa, karena Tara perempuan papa laki-laki.
Saya belum bisa memastikan apakah Tara mengerti benar dengan apa yang saya bilang, tapi paling tidak dia udah bisa nyimpulin satu hal.
" Bunda kalau abang-abang itu laki-laki ya, kalau kakak kakak itu perempuan" xixixixi.
Trus dia bakal nanya " Puan puan itu apa bunda" xixixi
Ya udah jelasin aja sekalian. "Perempuan itu kayak bunda, kayak tante, kayak oma, adek Divya, kalau papa itu laki-laki"
Trus Taranya bingung, malah lanjut nanya.
"Ibu guru bunda"
"Ibu guru perempuan"
"Oma"
"Oma perempuan"
"Pak satpam"
"Pak satpam laki-laki"
Gituuu terus sampe habis semua yang dikenalnya. Tapi gitu saya yang balik nanya, eh ketuker ketuker T_____T.
Ngga apa, lakukan aja terus sambil dikasih tau bedanya perempuan sama laki-laki.
" Bunda, bunda pakai ini ya"( Tara nunjuk-nunjuk bra saya di lemari)
"Iya, soalnya bunda perempuan jadi pakai beha,kalau papa ngga karena papa laki-laki"
" Bunda pakai itip ya (lipstik)"
" Iya, kan bundanya mau cantik, karena bunda perempuan, kalau papa ngga pake lipstik, karena papa laki-laki"
"Karena papa ganteng ya bundaaa"
Hal-hal seperti itulah.
Kayak kalau sholat bunda dan Tara pakai mukena, papa pakai peci.
Tara ngga boleh mandi sama papa, karena Tara perempuan papa laki-laki.
Saya belum bisa memastikan apakah Tara mengerti benar dengan apa yang saya bilang, tapi paling tidak dia udah bisa nyimpulin satu hal.
" Bunda kalau abang-abang itu laki-laki ya, kalau kakak kakak itu perempuan" xixixixi.
Memberi Tahu Area Tubuh Mana Yang Tidak Boleh Disentuh
Yup, kita bisa lho mengajarkan ke anak bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh orang. Kalau di saya, saya melakukanya di saat-saat saya bisa nunjukin bagian tubuh Tara dengan jelas.
Saat apakah itu?
Yak benar. Saat mandi.
Sampai sekarang Tara masih suka mandi bersama saya. Jadi ya udah sekalian mandi saya kasih
Saat apakah itu?
Yak benar. Saat mandi.
Sampai sekarang Tara masih suka mandi bersama saya. Jadi ya udah sekalian mandi saya kasih
Saat mandi, sekalian saya kasih tahu mana bagian-bagian tubuh yang ngga boleh dipegang oleh orang lain selain saya.
Bagian dada, perut dan daerah seputar celana.
Biar gampang dicerna anak, sebelumnya saat mau bobo gitu saya kasih Tara nonton video edukasi sex untuk anak ini. Video ini lumayan jadi favorit Tara selain Upin Ipin, soalnya bahasanya mudah dimengerti anak-anak.
Tonton ya
Memberi Tahu Bahwa Dia Tidak Boleh Disentuh oleh Orang Asing
Bagian dada, perut dan daerah seputar celana.
Biar gampang dicerna anak, sebelumnya saat mau bobo gitu saya kasih Tara nonton video edukasi sex untuk anak ini. Video ini lumayan jadi favorit Tara selain Upin Ipin, soalnya bahasanya mudah dimengerti anak-anak.
Tonton ya
Memberi Tahu Bahwa Dia Tidak Boleh Disentuh oleh Orang Asing
Abis nonton videonya, saya tanya lagi soal isi video. Tara suka banget nih permainan tanya jawab begini.
Saya : " Tara, Tara ngga boleh ya dicium atau dipegang-pegang sama sembarangan orang"
Tara : " Iya bunda"
Saya : " Kalau dicium satpam boleh ngga"
Tara : " Ngga boleeeh"
Saya : " Tukang becak?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Bapak satpam?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Abang gojek"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Kalau ada yang pegang Tara, tara harus ngapain?"
Tara : " Teriak, jangaaaaaaan, tidak boleeeeeh"
Persis deh kayak anak yang teriak di video itu
Persis deh kayak anak yang teriak di video itu
Taranya ngerti ngga?
Sepertinya sih ngga terlalu ngerti, tapi karena sering diulang-ulang, saya berharapnya dia inget.
Mengajarkan Rasa Malu
Ini saya lakukan misal kalau dari kamar mandi abis mandi harus pakai handuk ke kamar. Handuknya dililit dari dada sampai mata kaki. Taranya sih seneng banget, dia suka karena berasa orang dewasa.
Kadang Taranya masih suka juga sih lari aja dari kamar mandi langsung ke kamar, saya bilangin aja " Ih malu ih Tara, masa telanjang-telanjang, malu ih"
Lama-lama dia malah minta handuk sendiri, kalau handuknya ga ada kadang ga mau keluar dari kamar mandi. Tapinya kadang dia lupa juga.
Pokoke ngga pantang menyerah deh memberi sex education ke anak.
Hal-hal itu sifatnya memang hanya preventif tapi penting dilakukan. Nah ntar kalau anaknya udah lebih gede bisa dijelaskan sekalian alasan logisnya.
Kalau di usia Tara ini palingan saat dia pegang-pegang kemaluan , saya melarangnya dengan alasan kotor, bau, kalau udah gedean dikit bisa dijelaskan dari segi kesehatan.
Jangan memberi alasan "Tidak boleh, pokoknya tidak boleh"
Wah anaknya malah makin penasaran ntar. Kok ga boleh sih, kok dilarang sih.
POKOKNYA TIDAK BOLEH.
Karena mereka berhak tau kenapa sesuatu itu dilarang, biar tidak mengulanginya lagi dengan sukarela.
Intinya, sebagai orangtua kita harus tahu tahap-tahap perkembangan anak termasuk tahapan soal psikoseksualnya, biar kita bisa mempersiapkan juga reaksi kita kalau menemukan anak kita yang udah mulai penasaran dengan alat kelaminnya. Jangan malu atau merasa awkward membicarakannya.
Kenapa?
Ya karena kalau ngga dari kita, dia bakal dapat informasinya dari luar, dari temannya, dari tivi. Iya kalau bener, kalau aneh-aneh gimana.
Kayak jaman kita dululah, saya ngga pernah dapat pendidikan sex. Saya tau istilah masturbasi aja dari teman. Bukan dari buku pelajaran.
Makanya dulu penasarannya kayak apa sama yang namanya sex.
Makanya saya ngga mau anak saya ngga tau apa-apa kayak saya dulu trus mencari tau dari teman, dari novel (((NOVEL))) . Pembaca Fredy S mana suaranyaaaaa, xixixux.
Pokoke saya pengennya anak saya ngga merasa sex itu sesuatu yang tabu, tapi juga ga menganggap itu boleh dilakykan sembarangan. Dari hal-hal kecil yang diajarkan sedari dini semoga malah bisa lebih mengontrol keingintahuannya.
Respon dan arahan yang tepat, mudah-mudahan bisa memberi pemahaman yang baik bagi anak, dan menghindarinya dari perilaku seksual yang menyimpang serta melindunginya dari kekerasan dan pelecehan seksual.
Nah gimana nih, sudahkah kita memberi sex education kepada anak?, Menurut ibu-ibu disini perlu ngga sex education ke anak?, cerita dong gimana cara kalian memberi sex education ke anaknya.
Ini saya lakukan misal kalau dari kamar mandi abis mandi harus pakai handuk ke kamar. Handuknya dililit dari dada sampai mata kaki. Taranya sih seneng banget, dia suka karena berasa orang dewasa.
Kadang Taranya masih suka juga sih lari aja dari kamar mandi langsung ke kamar, saya bilangin aja " Ih malu ih Tara, masa telanjang-telanjang, malu ih"
Lama-lama dia malah minta handuk sendiri, kalau handuknya ga ada kadang ga mau keluar dari kamar mandi. Tapinya kadang dia lupa juga.
Pokoke ngga pantang menyerah deh memberi sex education ke anak.
Hal-hal itu sifatnya memang hanya preventif tapi penting dilakukan. Nah ntar kalau anaknya udah lebih gede bisa dijelaskan sekalian alasan logisnya.
Kalau di usia Tara ini palingan saat dia pegang-pegang kemaluan , saya melarangnya dengan alasan kotor, bau, kalau udah gedean dikit bisa dijelaskan dari segi kesehatan.
Jangan memberi alasan "Tidak boleh, pokoknya tidak boleh"
Wah anaknya malah makin penasaran ntar. Kok ga boleh sih, kok dilarang sih.
POKOKNYA TIDAK BOLEH.
Karena mereka berhak tau kenapa sesuatu itu dilarang, biar tidak mengulanginya lagi dengan sukarela.
Intinya, sebagai orangtua kita harus tahu tahap-tahap perkembangan anak termasuk tahapan soal psikoseksualnya, biar kita bisa mempersiapkan juga reaksi kita kalau menemukan anak kita yang udah mulai penasaran dengan alat kelaminnya. Jangan malu atau merasa awkward membicarakannya.
Kenapa?
Ya karena kalau ngga dari kita, dia bakal dapat informasinya dari luar, dari temannya, dari tivi. Iya kalau bener, kalau aneh-aneh gimana.
Kayak jaman kita dululah, saya ngga pernah dapat pendidikan sex. Saya tau istilah masturbasi aja dari teman. Bukan dari buku pelajaran.
Makanya dulu penasarannya kayak apa sama yang namanya sex.
Makanya saya ngga mau anak saya ngga tau apa-apa kayak saya dulu trus mencari tau dari teman, dari novel (((NOVEL))) . Pembaca Fredy S mana suaranyaaaaa, xixixux.
Pokoke saya pengennya anak saya ngga merasa sex itu sesuatu yang tabu, tapi juga ga menganggap itu boleh dilakykan sembarangan. Dari hal-hal kecil yang diajarkan sedari dini semoga malah bisa lebih mengontrol keingintahuannya.
Respon dan arahan yang tepat, mudah-mudahan bisa memberi pemahaman yang baik bagi anak, dan menghindarinya dari perilaku seksual yang menyimpang serta melindunginya dari kekerasan dan pelecehan seksual.
Nah gimana nih, sudahkah kita memberi sex education kepada anak?, Menurut ibu-ibu disini perlu ngga sex education ke anak?, cerita dong gimana cara kalian memberi sex education ke anaknya.