Showing posts with label Fiksi. Show all posts
Showing posts with label Fiksi. Show all posts

Kalau Dodo Lagi Galau

Saturday, May 26, 2012


“ Sudah lah, jangan mengejarku terus, aku udah capek menghadapi kamu” Rara berbalik meninggalkan Dodo.

“ Tunggu Ra”, Dodo berlutut

Rara terkejut melihatnya. “ Apa-apaan sih kamu, malu tauk dilihat teman-teman” dengan gelisah Rara celingak celinguk kanan kiri takut temen-temennya memperhatikan adegan konyol ini.

Saat itu sedang jam istirahat sekolah. Rara dan Dodo bertengkar di tangga perpustakaan. Sebab musababnya, karena Rara minta putus. Rara ga tahan dengan sikap Dodo yang cemburuan. Sebenarnya Rara masih sayang banget sama Dodo. Tapi sikap Dodo yang sangat protektif membuat Rara gerah. Kalau udah cemburu Dodo suka lebay.

Seperti hari ini. Gara-gara Rara lebih memilih ke perpustakaan buat baca buku “Manusia Setengah Salmon’-nya Raditya Dika. Dodo ngerasa diduain. Katanya kenapa Rara lebih suka mendengar celotehannya Dika dari Dodo, sebenarnya yang pacarnya Rara siapa, Dika atau Dodo??.

Rara frustasi berat. Belum lagi Dodo yang maunya ngantar kemanapun Rara pergi. Rara merasa ga punya ruang lagi untuk bernafas lega.

“ Aku kan pengen jagain kamu Ra” alasan Dodo setiap kali mengantar jemput ia kemanapun. Ke kantin diantar, ke perpus diantar, ke koperasi diantar. Bahkan Rara mau ke toilet pun, Dodo bersedia mengantar. Full service . Kadang Rara berfikir, Dodo itu pacar atau satpam yah?

“ Jagain aku dari apa??” tanya  Rara sebel

“ Dari cowok-cowok yang jelalatan ngeliatin kamu, abis kamu cantik banget sih”

Aaaarghh, Rara pusing punya cowok kaya model Dodo.

Kembali ke tangga perpustakaan.

“ Jangan tinggalin aku, aku ga bisa tanpa kamu” Dodo memandangnya dengan pandangan memelas

“ Kamu gila yah, cepat berdiri” perintah Rara gusar

“ Iya aku emang udah gila, aku tergila-gila sama kamu Ra”

Dulu, hati Rara pasti akan lumer mendengarnya. Tapi sekarang Rara sudah bertekad untuk tegas kepada Dodo.

“ Ngapain kalian disitu” tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari bawah tangga.

Pak Sihombing , guru BK SMA Teladan sudah berdiri sambil berkacak pinggang.

“ Dodo, kamu kenapa berlutut gitu” tanyanya lagi

Duuuh Rara malu setengah mati, saat ini ingin sekali ia ketemu Dementor, biar segera dibawa kabur, ke Azkaban pun ga apa-apa deh.

“ Eh ini pak, saya lagi mengumpulkan serpihan” jawab Dodo kalem.

“ Serpihan apa?” tanya pak Sihombing lagi, sambil memperhatikan ke lantai yang bersih mengkilap. Mas Darno, cleaning service sekolah elite ini memang kerjanya selalu bersih.

“ Serpihan hati saya yang diberantakin Rara pak”

Dhueeeng, Rara melongo, Duh Gustiiiiii. Dementor mana Dementor. Sambil berharap Dementor datang, Rara merogoh-rogoh sakunya berharap segera menemukan tongkat sihir dan melancarkan mantra ‘Avedra Kedavra” ke Dodo, serta mantra “ Obliviate   “ ke Pak Sihombing sehingga si bapak lupa ingatan.

“ Hmm ya sudah, Rara kamu bantuin Dodo ngumpulin serpihannya, kasihan kalau ada anak lain yang terkena beling” Jawab pak Hombing santai sambil berlalu.

Nah Lho…. Apa-apaan ini. Rara menyimpan kembali tongkat sihirnya ke dalam saku. Rupanya pak Sihombing sudah terlalu tua untuk mengerti bahasa percintaan anak jaman sekarang.

Rara jadi teringat awal perkenalannya dengan Dodo.

Waktu itu Rara dan Dodo sama-sama anak baru di SMA ini. Rara yang imut dan manis, sering dikerjain kakak senior. Biasalah, dimana sih senior cowok yang ga gatel-gatel badannya lihat adik kelas bening dikit. 

Karena sering dikerjain Rara jadi terkenal.  Dodo sering mencuri-curi pandang ke arah Rara, tapi belum berani kenalan. Maka saat Rara pingsan karena kepanasan dan dibawa ke ruang UKS, Dodo pun pura-pura ikutan sakit. Biar bisa berduaan dengan Rara.

Di ruang UKS, Rara yang sudah sadar kaget melihat Dodo disitu. Sebelum Rara berkata apa-apa, Dodo sudah membuka suara.

“ Ah, akhirnya ketemu juga “ katanya
“ Ketemu apaan “ tanya Rara
“ Ketemu yang ngambil tulak rusukku” jawab Dodo
“ Kamu ngapain disini” tanya Rara tanpa mempedulikan gombalan Dodo
“ Soalnya tulang rusukku sakit, jadi aku ikutan sakit” jawab Dodo malu-malu
Rara kaget, “ Apa?? Tulang rusuk kamu sakit, wah bahaya itu, kamu harus segera ke dokter” panik Rara mendengarnya
“ Tenang, tenang, tulang rusuknya sekarang dah sembuh kok, jadi aku juga udah baikan” Dodo tersenyum simpul
“ Aku akan baik-baik aja selama kamu baik-baik juga” lanjut Dodo.

Hihihi, barulah Rara mengerti. Wajahnya merona malu. Tersipu-sipu.

“ Kenalin, gue Dodo, boleh tau gak nama lengkap kamu” dengan gentlemen Dodo mengulurkan tangannya ke Rara, yang disambut dengan kernyitan di kening Rara.
“ Buat apa kamu tahu nama lengkap aku” tanya Rara ketus
“ Biar ga salah nama waktu berdoa dalam sholat, doa minta jodoh” , eeeaaaa

Dodo lucu, makanya Rara suka. Kalau dirinya lagi bête, Dodo pasti menghibur dengan kata-kata konyolnya.

Seperti hari itu, saat Rara manyun gara-gara nilai ulangan matematikanya jeblok.
Dodo : “Ra, kamu tau ga, persamaan kamu dengan matematika”
Rara: “Apa?”
Dodo : “ Sama-sama susah ditaklukkan, semakin sulit semakin bikin penasaran “. 

Hihihi, Rara mulai tersenyum sedikit.

D : “ Trus Ra, tau gak bedanya kamu sama rumus matematika?”
R : “ Apa emangnya”
D: “ Kalau rumus susah diingat, kalau kamu susah dilupakan”

Hahaha , tuh kan Dodo tuh selalu menghibur Rara. Makanya Rara sayang banget sama Dodo.
Tapi, emang sih belakangan Dodo terkena penyakit lebay akut. Soalnya, Dodo mendengar desas desus, bahwa Rara ditaksir sama Dion, kakak kelas yang keren mampus. Pemain basket, ketua OSIS. Jadi bisa dimaklumi kalau Dodo merasa posisinya sebagai calon pendamping hidup Rara mulai terancam.

Untuk menenangkan hatinya, Dodo ingin menguji Rara.

D: “ Ra, kamu tau kak Dion ga “
R : “ Kak Dion??? Kyaaaa yang mukanya kaya Lee min Ho itu , ya tau dong, ih Dodo kuper ah”

Glek, Dodo nelen ludah. Hatinya mulai gamang. Ga berani nanya lagi, takut menerima kenyataan. Tapi..

D : “ Ehmmm, Ra kalau kak Dion ngajakin kamu pacaran, kamu mau ngga”
R : “ Apaaa???, oh my God, ya mau laa. Cuma cewek bego yang ga mau sama kak Dion, Dodo sayang”

Huh, Dodo tersenyum kecut. Sebel dia sama Rara, bilangnya sayang tapi kok mau aja diajak pacaran sama orang lain.

Sejak itu Dodo ngintilin kemana pun Rara pergi. Dodo takut banget Rara berpaling dari dirinya.
Sampai kejadian hari ini di perpustakaan, akhirnya Rara marah besar dan mau mutusin Dodo. Hiks, hati Dodo sedih banget.

Setelah pak Sihombing pergi, tak lama Rara pun beranjak meninggalkannya. Tinggallah Dodo sendiri di tangga perpustakaan, mengutipi remahan hatinya yang terserak .

***

Sudah dua hari ini Rara tidak masuk sekolah. Rara bilang ia tidak mau ditemui Dodo. Rara bilang dia mau cooling down sementara waktu. Yaela Rara, kok kayak mesin pabrik aja sih, pakai cooling down segala. Dengan pasrah Dodo harus menerimanya, karena kalau ngga, Rara mengancam akan langsung mengeluarkan SPPP ( Surat Pernyataan Pemutusan Pacar ). Dodo belum sanggup.

Hari itu untuk membunuh waktu yang ga mungkin mati walau ditusuk pakai pedang, ditembak pake senapan angin, akhirnya Dodo mengambil motornya dan berkeliling-keliling kota sambil melihat-lihat keramaian yang ada  ( eh kok kya lirik lagu anak TK sih).

Di sepanjang jalan pikirannya dipenuhi Rara, Rara dan Rara. Lihat orang makan es krim inget Rara. Ya Rara suka banget es krim rasa strobery. Waktu Dodo tanya , kenapa Rara suka rasa strobery. Rara jawab, karena strobery asem, jadi biar dia ga terlalu fokus sama wajah Dodo yang asem. Rara jahat.

Lewat di depan Dunkin Donuts, Dodo inget Rara lagi. Waktu itu Rara lagi sedih, karena si Miaw kucing kesayangan Rara kelindes truk sampah di depan rumah. Dodo berusaha menghibur Rara sepenuh hati.

D: “ Ra,kamu tau ga kenapa aku suka banget Triple coklat
R: “ Hmm”
D: “ Soalnya , coklat diluar coklat di dalam, sama kaya kamu, cantik di luar cantik di dalam.”

Rara ngelirik tajam ke Dodo. “ Gak lucu tauk”, Rara masih manyun

Dodo ga kehilangan akal, misinya untuk membuat Rara tersenyum kembali harus berhasil.
D: “ Ra, kamu tau gak kenapa si Miaw ninggalin kamu”
Mata Rara berkaca-kaca lagi.
D: “ Sebab, kemarin Si Miaw bilang kalo dia dikirim kesini untuk jagain kamu, nah sekarang tugas dia dah selesai, dia mo nemuin keluarganya di surga.’
R : “ Trus yang jagain aku siapa dong”
D; “ Kan udah ada aku”
Rara tersenyum tipis. “ Dodo iiih”, sambil mencubit Dodo, Rara udah tersenyum kembali.
Huuft Dodo lega.

Aargh, kemana pun Dodo melangkah, ada Rara dimana-mana. Dengan lunglai kahirnya Dodo memutuskan kembali ke rumah. Mau tidur aja. Siapa tau bisa ketemu Rara di mimpinya.

Bahkan dalam mimpi pun Rara tidak mau bertemu dengannya. Huhuhu Rara…. Dodo kangen, Dodo tersedu-sedu sambil memeluk guling. Karena tidak bisa tidur, ia memutuskan menulis surat buat kekasih hatinya Rara.

Setelah satu jam berkutat dengan suratnya, akhirnya kelar juga. Dodo pun bisa tidur sambil tersenyum, membayangkan Rara akan kembali seperti semula setelah membaca surat cintanya.

Keesokan pagi, Dodo bergegas memacu motornya ke rumah Rara. Suratnya ia titipkan ke Bik Minah, pembantunya Rara. Dodo takut Rara marah kalau Dodo maksa ketemu.

Rara bingung saat bik Minah menyodorkan surat bersampul merah jambu itu. Hmm mana wangi lagi. Dengan penasaran Rara membaca isi surat Dodo.

Dear Rara,…
Saat ini kamu pasti sudah tertidur lelap di atas kasur empukmu. Sedangkan Dodo masih menatap foto Rara yang seperti pengen keluar dari bingkainya.
Ada apa dengan kamu Rara…..
Apa Dodo harus lari ke hutan terus ke pantai, agar Rara mau ketemu Dodo lagi.
Rara,… kamu tahu, diatas langit masih ada langit. Di bawah tanah masih ada tanah. Namun diantara langit dan tanah masih ada Dodo yang tulus mencintaimu.
Rara…. Sejak ketemu kamu, Dunia Dodo seperti berhenti berputar. Jam Dodo tiba-tiba rusak. Karena waktu pun ikut berhenti.
Melihat senyumanmu, tenggorokan Dodo seperti dihujani sebongkah es batu, karena tiba-tiba lidah Dodo membeku.
Walaupun Dodo harus sakit gigi setiap hari, karena manisnya senyuman yang Rara lemparkan dan Dodo telen bulat-bulat, Dodo rela Ra, rela…..
Rara….. kalau ada orang yang bilang bahwa tidak ada manusia yang sempurna, maka Dodo bisa pastikan orang itu belum pernah ketemu Rara.
Rara, plis …. Jangan cuekin Dodo. Dodo resah tanpamu.
Love
Dodo

Dodo apaan sih. Dengan gemas diraihnya BB Onix 2 whitenya. Sambil tersenyum Rara mengetik sebaris kalimat untuk Dodo. 

"Dodo, kamu udah boleh ketemu Rara sekarang, bisul di jidat Rara udah sembuh."

Sent



NB: Tulisan ini diikutkan pada Lomba cerpen Alay bin Lebay Diva Press, dan GAK LOLOS  MySpace

Selamat menikmati kegaringan cerita ini MySpace


Cinta Pertama vs Matematika

Friday, May 25, 2012


Tak kenal maka tak sayang………….

“Matimatian”  itu plesetan temen-temen SD ku dulu untuk si ilmu durjana ini ( parah istilahnya). Seingatku dulu satu kelas ber-40 siswa ( jangan tanya kenapa satu kelas banyak banget siswanya ya) hanya aku sendiri yang tidak anti matematika.

Matematika bagiku ibarat cinta pertama. Sama-sama tidak terlupakan, bikin deg-degan saat ketemu,, kalau tidak bisa menghadapinya bikin panas dingin. Pokoknya cinta monyet banget lah, benci-benci tapi rindu.

Waktu itu usiaku baru lima tahun tapi aku sudah kayak cacing kepanasan saja di rumah ingin sekolah, akhirnya demi kemashalatan umat ibuku mendaftarkanku di SD sebelah rumah.  Wow senangnya hatiku membayangkan akan memakai seragam merah putih seperti abangku. 

Tapi apa mau dikata, ternyata kepala sekolah tak mengizinkanku sekolah dengan alasan umurku belum cukup. Dasar anak ingusan yang belum bisa menerima penolakan, akupun menangis terisak-isak di ruangannya maksa mau ikutan belajar. Akhirnya dengan berat hati si Kepala sekolah mengizinkanku duduk di kelas satu dengan syarat aku harus bisa mengerjakan soal-soal matematika sebagai test masuk. Hehe siapa sangka di umurku yang masih balita itu aku sudah bisa mengerjakan soal –soal penambahan dan pengurangan yang disajikan. Sejak itu kecintaanku pada matematika seperti cintaku pada pacar pertama.

Tak dinyana, kepala sekolah tempatku menuntut ilmu adalah mantan guru matematika, maka tersalurkanlah cintaku yang menggebu-gebu .

“ Saban hari matematika “ itu adalah kata-kata pertama yang dikatakan pak Kepsek saat masuk di kelasku. Saat itu aku duduk di bangku kelas enam, Ibarat mendapat mak comblang gratis aku mendengarnya.

Mulai hari itu, pelajaran utama di kelasku adalah matematika. Setiap tidak ada guru yang mengajar atau lebih dikenal dengan istilah ‘jam kosong’ maka si kepsek akan masuk ke kelas dan memberikan soal-soal matematika. Dan yang paling membuat bahagia adalah siapa yang pertama kali bisa menyelesaikan soal maka boleh istirahat sebelum waktunya atau pulang paling awal . Coba… , apa gak semakin cinta saja sama pacar pertamaku ini.

Berapa hasil penjumlahan 1+3+5+7+9+11+13+ …………+87+89+91+93+95+97+99. 

Pak kepsek menulis soal di papan tulis. Dengan iming-iming bisa pulang paling awal, kami sekelas berusaha menjadi yang tercepat menghitung penjumlahan tersebut. Tapi eitts, selama ada aku di kelas ini  jangan harap ada yang bisa pulang duluan. 

Dalam satu menit aku sudah maju dan menyerahkan kertas kerjaku.

“ Yak satu orang, …....perempuan, !” dengan suara dramatis pak kepsek mengumumkan. Membuat seisi kelas jadi gerah .

Nah benar kan , kataku di awal tulisan ini, matematika itu ibarat cinta pertama, ia membuat kita bahagia sekaligus membuat kita merasa special.

Hmm ,pasti kalian penasaran bagaimana caraku menghitung dengan cepat penjumlahan sepanjang itu. Gampang aja kok. Aku menamainya rumus “ membunuh ular”.  Rumus ini khusus untuk penjumlahan bilangan ganjil berurutan. Bayangkan kita mau membunuh ular, ( soalnya panjangnya kayak ular sih):

1.      Tangkap kepalanya
2.      Tangkap ekornya
3.      Potong di tengah badannya
4.      Lalu plintir dengan memangkatkan dua
5.      Dapet deh hasilnya

Untuk soal diatas , jadi begini nih 1+99 = 100, 100/2 = 50, pangkatkan 2 . hasilnya 2500. Masih gak percaya?? Hitung aja sendiri.


 
 Cat: Tulisan ini diikutkan dlm lomba FTS cinta Matematika , dan gak lolos juga, parrrah :). Tapi tetap pantang menyerah  MySpace

Payung Ungu Amela

Thursday, March 22, 2012




 “ Mama, Amela mau payungnya yang warna ungu ya ma”

Sore itu sehabis latihan menari di sanggar tari tante Citra, Amela langsung laporan sama mama. Dua bulan lagi sanggar tari Bina Karya, tempat Amela menghabiskan tiga hari dalam seminggu setiap sore sepulang ngaji di madrasah ibtidaiyah, akan tampil di salah satu televisi swasta dalam acara “Pentas Seni Anak Indonesia”.

Mereka akan membawakan tari payung, jadi setiap anak harus mempunyai payung kecil sebagai property tarian mereka. Latihan dimulai minggu depan. Amela gembira sekali, dari tadi bibir mungilnya asik berceloteh kepada mamanya. Mama tersenyum melihat antusias Amela yang begitu menggebu-gebu.

“ Kata mba Putri, nanti akan dipilih sepuluh orang ma untuk ikut acara itu” sambil mengunyah nasi yang disuapkan mama ke mulutnya, Amela masih bercerita.

“ Amela pengen ikut ma”

“ Iya Amel, makan dulu yah, nanti dilanjutkan ceritanya, ntar kamu keselek lho” 

“ Payungnya ungu ya ma, jangan lupa” 

Hihihi walaupun sudah diingatkan mama, tetep saja Amela melanjutkan ocehannya. Dasar bocah.

***

 Tubuh mungil amela meliuk-liuk lincah mengikuti  alunan musik dari soundsystem di sanggar tari Bina Karya. 

Amela memang suka sekali menari. Setiap mendengar musik di televise ataupun dari tape mobil otomatis dia akan mengikuti gerak-gerik para penyanyi imut imut itu , apa tuh namanya, hmm ya ya “ Cherry Belle”.

Pinggul goyang ke kiri, goyang ke kanan. Berputar-putar. Ah lucu sekali melihatnya.

Diam-diam mama sering memergoki Amela lagi mematut-matut diri di kaca sambil menari. Terkadang ia menirukan tarian yang sering diperagakan sinden di Opera Van Java. Selendang mama pun jadi korban untuk melengkapi aksinya. Selendang diikat di pinggang, kadang ia mengalungkannya di bahu. Mulailah Amela mengibas-ngibaskan selendang tersebut persis seperti aksi lempar sampur.

“ Iya jeng, anak saya si Amela tuh gimana yah…. gak bisa diem di rumah. Bawaannya mau nari aja. Pusing saya melihatnya"

Mamanya Amela mengeluhkan kebiasaan Amela yang selalu always, menari dimanapun. Bahkan kemarin waktu mama minta Amel bantuin nyusun piring di meja makan untuk makan malam, sambil membawa piring dan gelas kakinya melonjak-lonjak riang. Malang si manis tiba-tiba muncul, kaki Amela tersandung si Manis,Prang…. Tak ayal piring dan gelas di tangan Amela mendarat dengan suara krompayangan di lantai. Hihihihi, 

“ Ya sudah jeng, Amela dimasukin ke sanggar tari aja, kayak anak saya.

“ Horeeee, Amela seneng banget waktu mama mengantarkannya ke Bina Karya, sanggar tarinya Tante Citra, adik mama.

Dan sekarang, mama sedang memperhatikan putri bungsunya itu menari. Ah Amela memang berbakat.

Mama menyempatkan diri menjemput Amela sepulang dari kantor, sekalian mau ngasi kejutan ke Amela. Mama sudah membawa payung ungu yang diminta Amela. Payung kecil yang sangat cantik.

“ Baik, latihan hari ini cukup. Minggu depan kita akan mulai berlatih tari payung ya ya. Jangan lupa bawa payungnya ya,’ kata Mba Putri, guru tari Amela

***

Mama mengelus lembut kening putri bungsunya itu. Terdengar dengkuran halus Amela. Titik-titik keringat membasahi dahinya. Secara berkala mama mengganti kompres hangat di kening Amela.

Ya, sudah tiga hari ini Amela demam,mama langsung izin tidak masuk kantor untuk merawat Amela. Padahal minggu depan adalah jadwal Amel tampil di televisi. Mudah-mudahan Amela segera sembuh, kalau tidak ia pasti kecewa sekali tidak dapat ikut di acara tersebut.

Pagi tadi demamnya sudah turun. Amela sudah kelihatan sehat. Karena sudah tiga hari tidak kerja, pagi ini mama kembali berangkat ke kantor. Lagian Amela sudah baikan, bisa ditinggal dengan si mbok.

***

Sudah lebih dari tiga jam, mama memandangi foto putri bungsunya. Amela tersenyum manis sekali. Perlahan, airmata merembes kembali di pipinya. Bahunya terguncang-guncang menahan isak yang berdesakan ingin keluar. Penyesalahan yang menggerogoti hatinya tidak bisa hilang begitu saja.

“ Maafin mama Amel” lirih suara mama sambil mengelus foto Amela.

Tadi siang pemakaman Amela telah selesai dilaksanakan. DBD, penyakit itu yang merenggut nyawa kecil Amela.

Mama tidak tahu kalau demamnya Amela beberapa hari yang lalu disebabkan virus Dengue penyebab DBD. Maka saat panas tubuh Amela turun di hari keempat, keesokan harinya mama langsung memutuskan masuk kantor, meninggalkan Amela dengan si mbok. 

Ternyata saat itu justru fase kritis nya Amela, dimana demam terlihat seolah-olah sembuh, padahal kenyataannya telah terjadi pembocoran pembuluh darah. Harusnya Amela banyak minum cairan saat fase ini. Tiap jam ia harus minum dan harus buang air kecil 4-6 jam sekali. Si mbok mana ngerti hal-hal kaya gitu. Apalagi dilihatnya Amela seperti sudah sehat. Memang masih lemas, tapi suhu badannya normal.

***

“ Amela ini payung kamu sayang, mama letakin disini ya, biar kamu ga kehujanan”

Mama menancapkan payung itu di atas makam Amela. Sambil tersenyum sendu , mama meninggalkan TPU tersebut.

“ Mimpi indah Amela, menarilah bersama bidadari “

Payung ungu itu memayungi nisan Amela. 


Gambar dari sini


Gaun Merah

Wednesday, March 14, 2012
Pagi ini, kulakukan kegiatan yang sudah hampir setahun ini aku lakukan setiap hari. Ya, sebagai seorang buruh cuci di kost-kostan milik Pak Abdul ini, pekerjaanku setiap pagi hari adalah berjalan dari satu pintu kamar ke pintu kamar, mengambil baju kotor milik para penghuni kost yang berjumlah 20 orang, dan membawanya ke kamar mandi belakang untuk segera kucuci. Siang hari, kujemur pakaian-pakaian itu berjejer di tali jemuran yang dipasang di atas bangunan kostan Pak Abdul ini. Sore harinya, pakaian-pakaian tersebut , baik yang sudah kering maupun masih lembab, kusetrika dan kulipat rapi agar pagi harinya pakaian-pakaian tersebut sudah tertumpuk rapi di depan pintu kamar masing-masing  penghuni kostan.

Aku sudah berada di depan pintu kamar no. 16. Penghuni kamar ini adalah Mba Siska, seorang perempuan mungkin berumur sekitar 18 tahunan, seumuran dengan anakku satu-satunya Yuni. Sepertinya Mba Siska ini adalah anak orang kaya. Hal itu aku simpulkan dari baju-baju yang ia miliki, yang setiap hari ia letakkan di depan pintu kamarnya untuk kucuci. Tak terkecuali hari ini.
Saat kuangkat sehelai kaos dari depan pintu kamar Mba Siska, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Melongoklah dari dalam kamar sebuah wajah perempuan ayu yang sedari tadi melintas di pikirku, Mba Siska.

“Bik, ini satu lagi bik.”, kata Mba Siska kepadaku seraya menyerahkan sepotong pakaian kepadaku. Sebuah gaun merah tanpa lengan.

“Bik, tolong khusus yang ini nyucinya hati-hati ya Bik. Karena gaun ini bahannya gampang melar, jadi tolong yang ati-ati ya Bik nyucinya.”, ucapnya lagi menambahkan.

“Iya Mba Siska. Saya akan hati-hati nyuci baju ini.”, kataku menjawabnya sembari menganggukan kepala.

“Sabtu ini udah bisa kering kan Bik? Soalnya lusa mau saya pakai buat ke pesta” tanyanya.
Kupikir sejenak.

“Sabtu kan. Itu artinya masih 4 hari lagi. Semoga saja hujan tidak turun nanti siang.”
“Bisa Mba. Saya janji Sabtu sudah tertumpuk rapi di depan kamar ini Mba.”, jawabku meyakinkannya.

“Oke Bik. Saya masuk kamar lagi ya.”, kata Mba Siska kepadaku. Segera dia menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Aku pun kembali sendiri di depan pintu kamarnya. Kuteruskan lagi pekerjaanku mengambil potong demi potong pakaian yang diletakkan di ember yang ada di depan tiap pintu kamar.

Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi yang ada di belakang kost-kostan ini.

****
Kukucek perlahan gaun merah milik Mba Siska. Benar-benar perlahan, karena aku takut gaun ini menjadi rusak atau melar. Memang bahan gaun ini terasa lebih lembut dan gampang melar.

“Harga gaun ini pasti mahal. Mungkin sama dengan gajiku sebulan disini yang cuma empat ratus ribu.”

Sengaja kupisahkan gaun merah itu dari cucianku lainnya. Kuletakkan ke dalam ember tersendiri, terpisah dari pakaian kotor lainnya yang kurendam dalam baskom warna hitam. Pokoknya aku benar-benar ingin menjaga agar pakaian itu tidak kusut, tidak melar dan tidak rusak. Gaun itu istimewa bagiku.

Andai saja anakku bisa mengenakan gaun seperti ini di hari ulang tahunnya besok, pasti dia akan senang sekali”
“Tapi mana mungkin aku bisa membelikannya...”
Rasanya aku ini tak pantas disebut ibu yang baik, yang setiap anaknya ulang tahun tak pernah sekalipun memberi hadiah”

Perlahan, air mata mengalir turun dari mataku.

******
Sambil menyeterika pakaian yang telah dicuci emak siang tadi, Yuni bersenandung lirih. Takut membangunkan emak yang terbaring di bilik sebelah. Emak lagi tidak enak badan, demam. Tidak biasa-biasanya emak begitu, sepertinya emak lagi banyak pikiran.

Ia selalu terhibur kala menyeterika pakaian-pakaian itu. moment yang sangat dinikmatinya. Ah beruntungnya mereka bisa mengenakan pakain-pakaian bagus ini pikir Yuni. Pakaian sekeranjang besar itu sudah hampir selesai, saat matanya tertumbuk pada sepotong gaun merah.

Perlahan diangkatnya gaun itu, seukuran dengan tubuhnya. Hmm indahnya. Tiba-tiba terlintas dipikirannya untuk sekedar mencoba, sepertinya pas.

Yuni tersenyum –senyum sendiri melihat bayangannya di cermin. Oh cantiknya. Gaun itu melekat sempurna di tubuh rampingnya, seolah memang dijahit sesuai ukurannya. Yuni membayangkan ia mengenakan gaun itu besok. Pasti semua orang akan terkagum-kagum melihatnya.

“ Yuni, apa yang kamu lakukan”

Suara emak membuyarkan lamunan Yuni. Entah sejak kapan emak berdiri di ambang pintu.

“ Cantik ya mak?” tanyanya

Emak tak kuasa menahan desakan air yang menggenangi retinanya. Hatinya sendu.

“ Ayo cepat buka, nanti rusak” perintah emak tergesa
Yuni segera menuruti omongan emak. Susah payah ia meraih risleting di belakang gaun. Dengan cepat ditariknya turun.

Krekk….

Ada hening menakutkan yang tercipta bersamaan dengan terlepasnya gaun itu dari tubuh Yuni.


NB: Tulisan ini adalah tulisan saya (@winditeguh) dan (@rbennymurdhani)

Baca Tulisan Bennymurdhani disini

Custom Post Signature