Showing posts with label agama. Show all posts
Showing posts with label agama. Show all posts

Iman dan Ilmu

Monday, May 22, 2017



Belakangan saya jadi sering kepikiran soal cara berfikir orang-orang yang saya kenal di dunia maya. Hmmm mungkin sekitar setahun atau dua tahunan ini kali ya.

Saya melihat saat ini begitu gampang orang melabeli seseorang dengan kata liberal, hanya karena ia menulis atau berpendapat sesuatu yang tidak seperti orang kebanyakan.

Padahal apa sih sebenarnya arti liberal itu sendiri? Kok seolah- olah setiap orang yang ga ga gampang percaya terhadap sesuatu atau yang gunain logikanya dalam mencerna hal-hal tertentu langsung dicap liberal, dicap terlalu menuhankan logika, sehingga hatinya mati. hak dezing.

( Baca : Catatan Aksi Bela Islam )

Apa yang salah dengan memikirkan dan mempertanyakan hal-hal dalam rangka untuk proses berfikir, berdiskusi. Masa kita ngga boleh berfikir?

Ya kan di agama juga ada dibilang " Aku dengar dan aku taat" Udah lakukan saja sesuai perintah Allah.

Nah, ini saya masih ngga ngerti kenapa bisa muncul orang-orang yang mengatakan kalimat ini. seolah-olah, orang yang berfikir dianggap membangkang. Padahal kalau kita mau menelaah, dan ngomongin asal muasal ajaran Islam, itu dimulai dari satu kata " Iqra' baca.


Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).

Baca.... baca.....

Iqra, membaca, menganalisa, mendalami, merenungi, menyampaikan, meneliti tidak sebatas pada membaca ayat-ayat yang bersumber dari Tuhan, kitab suci, tapi juga membaca dan merenungkan alam semesta.

Jelas kita dituntut untuk memiliki ilmu, mempelajari apa yang diciptakannya. Lha terus ngapain kalau kita disuruh belajar tapi ngga boleh berfikir.

Sialnya saya melihat suatu paradoks disini. Ngga suka dengan orang yang apa-apa pake logika, yang banyak berfikir tapi bangga banget saat ada seorang muslim yang berprestasi atau saat ada sebuah penemuan yang ternyata penemunya adalah seorang muslim.

Bangga yang sampai pada ngeshare disertai caption ' Subhanallah, seorang muslim ternyata yang menemukan lalalalalala."

Saat Zidan si pemain sepak bola dunia ternyata beragama Islam, kita dengan bangga bakal bilang " Wow Zidan ternyata muslim lho"

Ya ngga.

Atau saya salah? Kalau saya salah mohon koreksi.

Artinya apa?

Artinya, di dalam hati kita, kita ingin kan bahwa pemeluk agama Islam itu banyak yang punya prestasi, berilmu. Prestasi apa saja, boleh dalam sains, dalam bidang keartisan, perdamaian dunia, seni, olahraga, apapun.

Kita senang, saat ada ilmu baru di dunia kedokteran, atau di dunia antariksa yang ternyata telah diceritakan di Al Qur'an sebelumnya, yang ternyata berasal dari mempelajari Al Qur'an.

Seneng kan? Bangga kan?

Ya wajar-wajar saja, karena tentu itu akan menjadi sterotype positif terhadap pemeluk agama tersebut secara keseluruhan.

Nah, tapi kenapa, di saat yang bersamaan kita ketakutan saat ada orang yang sedikit aja berfikir, menunjukkan kepintarannya, atau menunjukkan bahwa ia memiliki ilmu yang mungkin tidak dimiliki kebanyakan orang, kalau dia membaca lebih banyak dibanding yang dibaca orang lain.

Kenapa?

Kenapa?

Atau jangan-jangan kita sendiri ketakutan, kalau orang terlalu pintar maka akan mempertanyakan segalanya dan berujung bisa mempengaruhi cara berfikir orang lain ?

Bahkan ada yang mengatakan, jangan terlalu banyak berfikir ah, jangan apa-apa dilogikain ntar malah jadi atheis lho?

Nah lho, berarti disini sebenarnya yang meragukan keimanan sendiri siapa? yang meragukan agamanya sendiri siapa?

Buya hamka pernah berkata, bahwa ilmu tanpa iman ibarat lentera di tangan pencuri.

Bisa digunakan untuk kejahatan. Bisa digunakan untuk memperkaya diri sendiri, untuk menyengsarakan orang, untuk merugikan orang, dan untuk membuat orang tidak tenang.

Persis seperti pencuri.

Yak benar, makanya orang-orang yang berilmu perlu ditundukkan dengan keimanan, agar ilmunya terpagari.

Namun, jangan lupa iman tanpa ilmu juga ibarat lentera yang dipegang oleh bayi.

Tahu kan bagaimana lentera di tangan bayi. Bisa jadi malah ngga bermanfaat, bisa pecah, mudah diambil, mudah diombang-ambing, dan mudah dikendalikan oleh siapapun.

Makanya saya ngga setuju banget jika ada orang atau siapapun yang banyak berfikir, mempertanyakan sesuatu, even yang dipertanyakannya adalah tentang agama, trus langsung dicap liberal. langsung dicap tidak sami'na wa ato'na.

Kok bisa seperti itu?

Kebayang ngga sih, lama-lama orang akan malas berfikir. ya udahlah, daripada dicap liberal, diberangus ya udah iyain aja. Ngga usah didebat. dengerin aja. Ngga usah dipikirin. Singkirkan semua buku-buku , bisa berbahaya, jangan kasih baca buku sastra nanti sok puitis, ngga usah baca buku filsafat ntar jadi mempertanyakan segalanya.

Pokoknya saya melihat orang-orang yang ada di sekitar saya terutama yang mengaku sebagai kaum agamais, maka mereka akan menolak saat ilmu pengetahuan bertentangan dengan dogma tapi di satu sisi bersorak saat dogma pas dengan ilmu pengetahuan.

Bukankah itu lucu.

Sebenarnya adalah sangat wajar jika ada beberapa hal antara ilmu pengetahuan dan agama/dogma bertentangan, ya karena dasarnya memang udah beda.

Kita harus menyadari dulu, yang namanya ilmu pengetahuan itu ya basisnya adalah keragu-raguan sedangkan agama dasarnya adalah iman-kepercayaan. 

Iman artinya percaya, percaya artinya tidak ragu, Ya uwis sampai kapanpun ngga akan ketemu kalau selalu dibentur-benturkan. Wong yang satu karena ragu-ragu, yang satu karena haqqul yakin.

Padahal ya bisa saja kalau ditelaah dan dipelajari lebih lanjut, mungkin memang tidak saling bertentangan, hanya yang namanya pengetahuan manusia kan terbatas ya, sesuatu yang saat ini diyakini benar bisa jadi akan ada penelitian ke depan yang menentangnya. Demikian pula yang saat ini dianggap salah, bisa jadi bertahun kemudian baru ditemukan bukti kebenarannya.

Lha iya, dulu bumi dianggap sentral alam semesta, sekarang ganti toh jadi matahari.

Dulu, kita taunya bumi satu-satunya planet yang ada, ternyata hanya setitik debu di alam semesta. Makanya kita dituntut untuk terus belajar, berfikir. Ngga ada yang salah dengan itu.

Mempertanyakan sesuatu bahkan mempertanyakan agama itu sendiri bukan berarti tidak percaya Tuhan, tidak percaya apa yang dikatakan kitabnya, ya bagaimanapun kembali ke kalimat tadi, iman tanpa ilmu akan mudah terombang-ambing, makanya kita harus berlimu biar semua ada dasarnya, biar keyakinan tidak sekedar ikut orangtua, tidak sekedar warisan tapi merupakan hasil berfikir, dan hasil meyakini dari hati yang telah melalui saringan logika.

Nah sekarang coba tanya ke diri masing-masing, agama yang kita anut saat ini beneran hasil rekonstruksi cara berfikir kita setelah dewasa atau memang masih bawaan warisan orangtua?

Jangan marah dulu, dan jangan langsung semena-mena mengatakan yang mempertanyakan ini liberal.

Pertanyaan ini perlu kita tanyakan ke diri masing-masing, bukan untuk meragukan keimanan sendiri, tapi lebih kepada mempertanyakan benarkah kita memang meyakini agama yang kita anut sekarang ini berdasarkan keihklasan kita?, berdasarkan proses berfikir kita?

Coba ini ditanyakan dulu dan dijawab dengan jujur.

" I'm not what happenned to me, I'm what i choose to become"

Kalau ini ditanyakan ke saya.

Tentu saya akan menjawab bahwa agama saya saat ini memang agama yang diwariskan orangtua saya. Makanya ngapain marah kalo dibilang bahwa agama yang kita peluk adalah agama warisan.  Namun seiring saya bisa berifikir, saya yakin bahwa Islam ini agama yang saya yakini.

Namun itu tak membuat saya merasa superior dan menganggap bahwa pemeluk agama lain kecil.

Karena saat kita yakin terhadap agama sendiri, kita sama sekali tidak perlu mengkerdilkan agama lain.

Saaf kita yakin dengan agama kita, maka kita  juga ga akan terombang-ambing dan parno sendiri saat rumah ibadah agama lain, berdiri di samping mesjid kita misalnya.

Lha kenapa harus takut, kenapa harus terusik? Kan udah yakin.

Namun kalau kita bisanya cuma teriak-teriak bahwa " Aku percaya apa yang dikatakan guru ngajiku, aku percaya apa yang dikatakan oleh ulama kami, aku percaya apa yang dikatakan kitabku" tanpa pernah berusaha miimal mempertanyakan dan mencari taulah sedikit itulah yang disebut dengan lentera di tangan bayi.

Kamu hanya percaya atas apa yang dikatakan orang. Makanya kamu berang saat ulama dihina, makanya kamu marah saat agamamu dihina.

Ngga, kalau kamu paham dengan baik, kamu akan berfikir ulang saat berang melihat ulamamu dihina, atau agamamu dilecehkan. Kamu akan mungkin berfikir, bahwa mereka yang menghina, mereka yang melecehkan, adalah orang-orang yang tidak tahu. Netijen sering menyebutnya sebagai " belum mendapat hidayah"

Kamu percaya hal ini, tapi sekaligus kamu mengingkarinya.

Bagaimana mungkin kita bisa marah kepada orang yang ngga tau apa-apa tentang agama kita.

Bagaimana mungkin kita akan terbakar emosi pada orang yang melecehkan Tuhan kita, padahal mereka ya memang belum kenal pada apa yang kita yakini.

Maka seharusnya, alih-alih terjadi perpecahan saling menghina atau saling mencap yang tidak sepemikiran dengan kata liberal, mungkin kita perlu baca sejarah tentang akhlak rasul yang kita junjung.

Nabi Muhammad sendiri banyak mencontohkan bagaimana lemah lembutnya ia terhadap umat beragama lain, bagaimana santunnya beliau terhadap orang yang tidak sepemahaman.

Ia tidak marah saat seorang Badui mengencingi mesjid. Karena ia tahu, si badui hanya tidak tau kalau itu salah. Alih-alih langsung menghardiknya, nabi malah membiarkan ia menyelesaikan hajatnya kemudian baru memberitahukannya, dan sekalian pula membersihkannya.

Kalau mau kita telaah lagi, kenapa rasul ngga langsung menghardiknya?, Karena alih-alih bikin orang mengerti bahwa mesjid bukan untuk dikencingi, malah mudharat yang ada. Si Badui bisa terkejut, malah bisa kelihatan auratnya, bisa malah pakaiannya kena najis, malah bisa saja karena kaget, kencingnya berhenti mendadak dan bisa jadi penyakit.

Ya ngga sih?

Pernah denger ngga, kalimat ini " Jika kita menghilangkan suatu kemungkaran, namun malah mendatangkan kemungkaran yang lebih besar maka sama saja kita melakukan kemungkaran yang pertama tadi plus ditambah kemungkaran yang datang karena perbuatan kita tadi. Dan tambahan kemungkaran itu sudah jelas maksiat.

Jadi mikirnya itu panjang, ngga cuma soal kemungkaran itu tapi rentetan di belakangnya juga harus dipikirin.

Kecuali kita dalam kondisi berperang, dan salah satu melanggar perjanjian,yang akibatnya bisa membahayakan nyawa pemeluk agama kita, tentu kita boleh berlaku tegas, angkat senjata pun jadi.

Tapi coba lihat kembali ke kondisi negara ini, apakah kita sedang perang?

Apakah keselamatan kita terancam?

Kita dianugerahi jumlah yang banyak, mayoritas, seharusnya kita yang menjadi change agent terhadap perwakilan diri seorang muslim bagi lingkungan kita.

Muslim tidak pemarah
Muslim tidak pengumpat
Muslim tidak pencaci
Muslim tidak rasis

Karena agama kita adalah agama pembawa kedamaian, rahmatan lil alamin.

Bukankah itu yang selalu kita katakan? Karena memang demikian seharusnya.

Bagaimana kita bisa menjadi rahamatan lila alamin, kalau saudara kita yang berbeda agama kita hindari.Bagaimana kita mau rahmatan lil alamin, kalau sesama muslim saja kita saling menghujat?

Jangan terlalu picik menganggap hidup ini cuma soal pilkada, atau cuma soal siapa yang lantang bersuara berada di pihak mana. Gsyfhchdgsh

Ngga sehitam putih itulah hidup ini.

Karena seharusnya memang benar ilmu itu bukan membuat orang hanya pintar berkata-kata, tapi ilmu itu seharusnya bisa membuat orang makin lembut hatinya.

Tapi tunggu dulu, kalau bagi kalian sekufu itu saat kita sama-sama membela Habib Rizieq, tentu itu keliru.

Atau kita sekufu saat kita sama-sama ingin negeri ini menjadi negara khilafah, ya mungkin memang  ngga sepaham.

" Tapi selama ini umat muslim sudah dizolimi, kita dibungkam, difitnah"

Coba dipikir lagi, apa iya seperti itu? Jangan-jangan kita kemakan pihak-pihak yang memang kerjaannya memecah belah bangsa ini.

Kita kurang berpengaruh di negeri sendiri?

Ya ayo bikin supaya punya pengaruh. Ngga usah jauh-jauh, ayo anak-anak muda muslim, ayo belajar lebih giat. Pelajaran ilmu agama penting tapi kalau kita ingin membuat perubahan nyata di negara ini, ya ilmu pengetahuan lain perlu dipelajari juga.

Jangan takut pada filsafat. Filsafat bukan membuat orang jadi sesat, tapi membuat orang lebih bijak, lebih bisa melihat dari sudut pandang yang lebih luas.

Orang dengan sudut pandang lebih luas, maka akan memiliki penglihatan lebih jernih, bisa melihat segala sisi, dan bisa melihat apa-yang mungkin tidak kelihatan saat jarak terlalu dekat.



Jangan ketakutan dengan ilmu di luar agama. Lha gimana mau bersaing di kancah politik kalau anak-anak kita hanya boleh bergaul sesama muslim, bagaimana bisa punya skill untuk berbaur dengan bangsa kita yang majemuk kalo dari kecil udah ditanam doktrin " Temenannya sama yang muslim aja ya" . Gimana atuh

Sudahilah dengan memberi pelabelan kepada sesama kita.

" Tapi mereka kadang suka duluan sih, memancing-mancing agar kita terbakar, menertawai agama kita"

Ya makanya jangan bikin jadi bahan tertawaan. Kalo baca berita sesuatu dicerna dulu, jangan asal senggol bacok ngga jelas. Dan biarin aja sih. Kalau mereka seperti itu ya jangan ikutan. kalau kita juga membalasnya, apa bedanya kita dengan mereka.

Harus ada yang memutus rantai itu. Dan kitalah yang harus memutusnya.

Ingat, apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain itu bukan tanggung jawab kita.

Tapi bagaimana kita bereaksi atas perlakuan mereka, maka itulah tanggung jawab kita.

" Kalau mereka terus menghina"

Kenapa sih selalu merasa terhina?

Mungkin saat ini ada yang merasa terzalimi, mungkin saat ini ada yang begitu bersemangat ingin menegakkan agama di tanah air tercinta ini, ghirahnya lagi meletup-letup. Tapi ingat, kita tidak tinggal sendiri, ada saudara-saudara kita yang beragama lain yang juga punya keinginan untuk aman damai disini, Yang ingin negeri ini lebih baik lagi.

" Lha siapa bilang mereka terancam? kapan kita mengancam, sudah beratus tahun Muslim mayoritas disini tapi ngga ada kok pernah terjadi pemaksaan, mereka aman selama ini"

Ya udah bagus kalau gitu, pertahankan. Namun itu kan perasaan kita, lha iya kitanya mayoritas, mereka belum tentu merasa demikian.

Kalau kita ingin dimengerti saat agama kita dihina, ya kita juga harus mau mengerti saat mereka merasa terancam. Karena ini sama-sama perasaan masing-masing yang mungkin pihak lain ngga meras.

( Baca : Alasan Saya Memahami Ketakutan Kaum Minoritas )

Makanya sama-sama membuktikan, bahwa satu sama lain tidak seperti yang selama ini dibayangkan.

Udah panjang banget nih, daripada saya ntar ngalor ngidul, balik lagi ke awal kenapa saya nulis ini.

Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang punya iman tapi tak berilmu sehingga malah layaknya lentera di tangan bayi

Bukan pula termasuk orang yang punya ilmu tapi tak beriman layaknya lentera di tangan pencuri.

Kebenaran hanya milik Allah, kita ini apalah, ngetik aja kadang typo, masih sok pula merasa yang paling mengerti segalanya. Lebih parah lagi, masih pula ngga mau berfikir, kemudian merasa paling mengerti tentang agamanya dan ngambil peran jadi Tuhan plus pemegang stempel pintu surga dan neraka. Halah










Catatan Aksi Bela Islam 212

Sunday, December 4, 2016




Sejujurnya saya bukanlah orang yang setuju jika sebuah aspirasi dituangkan dengan cara pengumpulan massa.

Di kantor, jika misalnya saya kurang setuju dengan atasan, atau melihat sebuah ketidakadilan, alih-alih memilih mencari orang yang sependapat dengan saya, saya lebih memilih membicarakannya langsung ke atasan.

Baca punya icha :


Baca punya Nahla :




Yah gimana pun juga , atasan kan bukan cenayang yang bisa tahu apa isi hati kita.

Tapi menurut pengalaman memang tidak semua hal yang kita tidak sukai atau tidak kita amini harus terang-terangan kita tunjukkan.

Ada kalanya diam adalah pilihan terbaik, atau menunggu saat yang tepat untuk membicarakannya. Karena bagaimanapun, yang namanya manusia memiliki keterbatasan. Ada banyak pertimbangan yang melatarbelakangi sebuah keputusan.Tidak mungkin seorang pemimpin bisa memuaskan semua pihak.

Yang bisa dilakukan hanyalah meminimalisir ketidakpuasan itu sendiri.

Nah terkait dengan aksi bela Islam beberapa hari lalu, sikap saya pun demikian.

Terlepas dari pro kontra soal Ahok, saya tetap di pemahaman, bahwa sebuah aspirasi tidak melulu harus dituangkan dengan cara pengumpulan massa.

Tapi itukan menurut saya. kalau ternyata menurut sebagian orang pengumpulan massa adalah sebuah media komunikasi yang dianggap paling efektif saat ini, ya monggo aja sih.

Kebetulan seharian kemarin pas tanggal 2, di kantor ada beberapa hal yang perlu dikerjakan, jadi saya ngga ngikutin aksi damai dari pagi. baru lihat televisi setelah jam 6 sore. Buka efbe sih sesekali, tapi sambil lalu aja.

Isinya berhamburan status haru dan ada banyak asma Allah dan takbir bertebaran.

Alhamdulillah, sebagai umat Islam tentu saya bahagia dan bangga melihat begitu banyak saudara seiman berkumpul dan tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan.

Yah kalaupun ada beberapa berita miring, ya wajar-wajar ajalah, namanya juga orang ramai, pasti ada percik-percik api disana sini, yang untungnya memang tidak sempat jadi kobaran api.

Paling yang agak saya sayangkan adaaa aja teman yang terpancing untuk membuat status "pembelaan diri", " Nyinyir tanpa maksud nyinyir (mbuhlah iki) hingga penghakiman dan pelabelan",  yang sebenarnya sama sekali tidak perlu dilakukan (menurut saya lho, menurut saya).

Karena apa?

Ya karena, seperti kata Ali Bin Abi Thalib

" Tak Perlu terlalu Keras menjelaskan siapa Dirimu
Yang menyukaimu tak membutuhkannya
Yang membencimu Tak mempercayainya"

Nah, seharian mengikuti temlen, membaca status yang lewat, gambar-gambar yang dishare, nonton youtube, saya terharu dan saya takjub, ada begitu banyak orang dan aksi berjalan tertib dan rapi.

Dari yang saya lihat, ada banyak hal yang sangat patut diapresiasi terkait aksi 212 kemarin.


1. Rumput Yang Aman Dari Injakan Massa


Saat SMA dulu, banyak halaman sekolah saya yang ditutupi rumput.

Plang-plang bertuliskan " Rumput jangan diinjak" pasti ada dimana2.

Dasarlah anak abege, udah ada tulisan gitu pun ya diinjek juga, alasannya biar cepet sampe, xixixi soale memang ada beberapa tempat yang kalo ga nginjek rumput, muternya jadi jauh.

(Baca : Warna Warni Sekolah Kenangan )

Melihat aksi 212 kemarin di televisi dan gambar-gambar yang berseliweran di temlen, saya langsung fokus pada ijo-ijo yang terpampang nyata baik dari foto udara dari atas, atau dari siaran di youtube.

Dari begitu banyak orang, ternyata rumput selamat dr diinjak-injak itu sungguh WOW menurut saya.

Angkat topi deh untuk seluruh peserta aksi.





Perkara menginjak rumput ini bukan hal sepele sih menurut saya, ini tentang menetapkan sesuatu sesuai fungsinya,tentang menaati aturan dan tentang menjaga lingkungan yang ada tanpa dirusak atas kehadiran kita.

Bukankah islam memang mengajarkan untuk menjaga lingkungan ?

Sekali lagi, bagi saya ini hal yang mengagumkan. Iya, saya mah anaknya mudah dibuat kagum sama hal remeh tapi penting.


2. Aparat Yang Berbaur dan Membantu Para Peserta Aksi

Fungsi aparat memang itu. Sebagai pengayom masyarakat, sebagai pelayan rakyat. 

Tapi entah sudah begitu lama, aparat ditempeli sterotype negatif yang selalu bersebrangan dengan rakyat.

Nah kemarin tuh saya melihat betapa para polisi benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengaman, dan pelindung peserta, sehingga aksi bisa berjalan dengan aman.

Apalagi melihat para TNI yang membantu peserta asal Ciamis untuk menumpangi bis sehingga bisa selamat sampai di Jakarta.

Melihat tidak ada bentrok antara aparat dan peserta aksi itu suatu hal yang menggembirakan bagi saya pribadi.



3. Orang-Orang Baik Masih Banyak di Sekeliling Kita

Para penjual roti dengan gerobak-gerobak bertuliskan " Gratis Untuk Para Mujahid"
Penjual dawet dengan gerobak bertuliskan " Gratis Untuk Peserta Aksi Super Damai 212"



Melihat mereka, saya langsung yakin, bangsa ini masih punya harapan seterang bintang kejora (kalau perumpaan salah, mohon dimaafkan).

Orang-orang baik di sekitar kita, adalah tanda bahwa bumi masih layak dihuni.

Dalam setiap keramaian, hal yang lumrah jika pedagang bakal mendapat keuntungan dari banyaknya peluang transaksi yang bakal terjadi. Namun, kali ini yang terlihat adalah keinginan untuk melayani, bukan mencari keuntungan.

Semoga kalian mendapat keuntungan berlipat ganda di lain waktu.


4. Para Difabel Yang Hadir

Oooh kalau ini membuat mrebes mili sih. Iya saya mah anaknya ngga mudah trenyuh biasanya, tapi melihat mereka, saya merasa makin optimis bahwa keterbatasan itu sebenarnya tidak ada.


Para Tuna Netra







Mereka luar biasa.

Ada malu yang diam-diam menyelinap ke relung hati.

(Baca: Semerbak Wangi Diantara Guyuran Hujan Aksi Bela Islam 212)

5. Presiden Yang Dirindukan

Ah iya, jangan protes dulu saat saya bilang presiden yang dirindukan. Karena memang kehadirannya adalah yang dinantikan para peserta aksi.

Kehadiran presiden , menurut saya semacam puncak dari aksi 212 kemarin.

Jokowi, seperti bagaimana ia biasanya, hadir di tengah ribuan atau jutaan rakyat yang ingin menyampaikan aspirasinya.

Tanpa seremonial, tanpa pengawalan berlebih, tanpa atribut kepresidenan. Dengan baju putih, menembus hujan, dia hadir sebagai jamaah sholat Jumat seperti yang lain.


Ini katanya fotonya editan sih, karena hujannya kok bisa keliatan banget gitu.
tapi tetep ini foto keren menurut saya ;)

Ini dialog yang saya kutip dari status Ainun najib

Trivia menarik dari ring 1 barusan:

  • Presiden bilang ke Mensesneg: "Saya yakin kita akan bisa menyelesaikan masalah ini, (tandanya) tahajud saya akhir-akhir ini terasa enak sekali."

  • Presiden ketika naik ke panggung di Monas hari ini melepaskan sepatu. Ditanya oleh Paspampres, kenapa pak? "Ini panggung dipakai tempat sholat."



Sudahlah, tak perlu memperdebatkan, " Nah kan bisa datang, kenapa yang aksi 411 ngga bisa datang".

Justru ini menunjukkan bahwa dia bukan orang yang gegabah dalam bertindak. sesimpel itu kok.

Atau ngga suara sumbang " Datang sih datang, tapi ngga menjawab tuntutan umat"

Duuuh budeeee, banyak maunya yah, serba salah semua.

Kalau niat baik dan perbuatan baik orang pun tak bisa memuaskan hatimu, maka pertanyakan kembali apa niatmu sebenarnya.


6. Monas Tetap Bersih dan Cantik Seperti Sedia Kala

Sholat Jum'at selesai, peserta aksi beranjak pergi, monas seperti tak pernah didatangi ribuan atau jutaan orang.

Bersih, bahkan lebih bersih dari saat sebelum aksi.

Two Thumbs Up.




Beberapa akhwat menyapu jalan, mengutip sampah, menyiram air di bekas koran yang lengket.

Yup, seperti saya tulis di atas tadi, tak perlu menjelaskan, cukup apa yang terlihat saja.

Islam itu cinta kebersihan, dan saya melihat itu kemarin di Monas.

***

6 hal istimewa dari aksi 212 yang bagi saya merupakan sebuah gambaran dan harapan, bahwa umat ini menginginkan kebaikan bagi negeri tercinta.

Bahwa sang pemimpin juga menginginkan yang terbaik.

Melihat aksi ini, saya jadi ikut terharu. Melihat wajah-wajah mereka , ah saya yakin mereka melakukannya Lillahi Taala.

Siapapun yang ingin memanfaatkan keikhlasan mereka, biarlah Allah yang membalas. Allah maha tahu isi hati setiap makhluk.

Namun, ada juga beberapa catatan yang bisa menjadi pengingat diri dan tidak boleh dianggap angin lalu.

Ditunjukkan bukan untuk mencela, bukan untuk mengingkari kebaikan yang ada, tapi sebagai bahan introspeksi.

1. Pencekalan Wartawan

Iya, ada beberapa video yang cukup mengganggu saya yang lewat di temlen, yaitu, video pencekalan terhadap para reporter Tivi.



Saat melihatnya, duh saya langsung menarik ke diri sendiri.

Membayangkan gimana kalau ada nasabah misalnya ngga puas dengan pelayanan di bank saya kerja, trus saat tau kalau saya pekerjanya, saya langsung dikata-katai.

Karena terkadang sebagai pekerja, ada hal-hal yang kita tau mungkin tidak menguntungkan nasabah, tapi namanya aturan perusahaan ya sebagai pekerja kita harus menjalaninya.

Saya ingat, dulu saat di Medan , jamannya PLN byar pet kayak minum obat, sehari bisa sampai 8 jam mati listrik, saat itu orang-orang yang bekerja di PLN kerap mendapat bullying dari masyarakat.

Saya tahu, karena adik saya kerja di PLN.

Betapa saat itu mereka bahkan menghindari memakai seragam kantornya demi tidak dikenali sebagai pekerja di perusahaan itu. Bahkan ada rumah pegawai PLN yang dilempari masyarakat sankin kesalnya mereka karena pemadaman listrik yang warbiasyak menjengkelkan.

Coba, coba bayangkan hal tersebut.

Seberapa kesalnya pun pada pemberitaan di tivi, si media, rasanya ngga pantas para pekerjanya mendapat perlakuan seperti itu.

Mereka sedang menjalankan tugas.

Maka, komen-komen seperti

" Siapa suruh mereka membuat berita yang selalu memojokkan muslim"

Atau

" Tidak ada asap maka tidak ada api, harus ngerti dong kenapa mereka berbuat demikian"

adalah sebuah bentuk ketidakdewasaan dalam bertindak, dan mengotori kedamaian yang diusung oleh aksi kemarin.

" Bagaimana Orang lain Bersikap Bukanlah Tanggung Jawabmu
Namun bagaimana kamu Bereaksi atas Hal tersebut, itu menunjukkan siapa dirimu"

Kendali toh tetap ada di tangan kita. Mau percaya pada media mana. Jangan biarkan tindakan orang lain memperngaruhi perilaku kita.

Lagian jangan meremehkan intelektual orang ah. Emangnya kalinn pikir, cuma kalian doang yang bisa tahu mana media yang beritanya berimbang mana yang ngga. Jadi ngga perlu mengkhawatirkan " Nanti masyarakat bisa salah kaprah dengan Islam"

Justru perilaku seperti itu yang bikin masyarakat bisa salah kaprah.

Biarkan mereka bekerja, menyajikan berita. kendali ada di tangan kita.


2. Status Baperan 


Kalau yang ini sih, ngga cuma terjadi saat ini, di situasi apapun pasti ada kaum baperan.

Merasa paling benar
Merasa paling punya ghirah, sehingga yang lain dianggap kurang beriman.
Berprasangka buruk bahwa orang lain berprasangka buruk terhadap aksi (nah lho mbulet kan)

Sampai bersusah payah sekali menjelaskan ke orang yang entah siapa.

" Pahami ya ini aksi damai, bukan politik, bukan soal etnis, bukan soal agama, bukan soal suku"

Lha makin dijelaskan malah makin membuat orang berfikir, ada apa?

Udahlah, jangan sampai gara-gara status kita, yang tadinya orang mulai membatin " Oooh bisa juga yah aksi ribuan /jutaan orang itu tertib" malah jadi berubah " Dih, apaan sih, nyolot amat "

Atau ngga status baperan berikutnya

" Ada jutaan orang, bukan ribuan "

Aduh, napa sih mba mas. 

Kalau memang jumlah bukan masalah, kenapa harus diributkan. Yang meluruskan dengan penjelasan secara logis juga jangan dibully atuh. 

Perkara jumlah memang bukan untuk eker-ekeran atau tanding-tandingan. Tapi ga ada salahnya pakai pendekatan paling logis sehingga ga gampang dipatahkan.

Sabar, pan pengakuan manusia ngga penting, yang penting Allah mencatat setiap langkahmu, bukan begitu?

Kembali ke Ali Bin Abi Thalib

" Tak Perlu terlalu Keras menjelaskan siapa Dirimu
Yang menyukaimu tak membutuhkannya
Yang membencimu Tak mempercayainya"

Masa kamu mau maksa semua orang mengerti dan memaklumi dan ngga boleh membiarkan orang berprasangka ?

Biarlah, biar orang menilai sendiri. jangan buang energy untuk sesuatu yang tidak bisa kau kendalikan.

Cukuplah Allah yang menilai.

***

Tak Ada gading yang tak retak

Pepatah kuno yang selalu didengungkan untuk pemakluman sebuah ketidaksempurnaan.

Tidak perlu defensif untuk sebuah cela. karena ketidaksempurnaan adalah sebuah pengingat dan peredam kejumawaan.

Saya percaya, masih ada harapan untuk bangsa ini.

Masih banyak orang baik di negeri ini

Masih ada pemimpin yang punya visi membangun negeri.

Terima kasih atas aksi yang sungguh di dalamnya terdapat banyak pelajaran dan hikmah.

Terima kasih untuk selalu mengingatkan dalan kebaikan.

Seperti firman Allah

" Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS.Yusuf :111)

Dan Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian.

" Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman allah)". (QS.Al-Baqarah:269)

Dan pada akhirnya saya harus minta maaf pada teman semua, jika ada kata kata atau status saya yang mungkin menyakiti hati siapapun.

Indonesia hebat
Islam rahmatan Lil alamin

Tonton videonya ini ya, sejuk banget melihatnya




Note: Foto-foto dari FB, kalau ada yang tidak berkenan, mohon memberitahu, akan saya hapus

#GesiWindiTalk: Alasan Saya Memahami Ketakutan Kaum Minoritas Terhadap Peristiwa 411

Thursday, November 10, 2016


Beberapa hari belakangan timeline saya rame membahas soal aksi damai 411.

Jadi #GesiWIndiTalk kali ini kami mau bahas itu aja.

Ngga sih kami ngga bahas soal aksinya, karena udah berlalu juga. Tapi disini kami mau bahas beberapa status dan komen yang isinya seolah-olah menyepelekan ketakutan warga minoritas atas aksi tersebut, dianggap lebay.

Utamanya Gesi nih, karena dia kan warga keturunan dan minoritas pulak, paket combo.

Baca apa yang dirasakan Gesi sebagai warga minoritas disini :


Saat Gesi mengungkapkan perasaanya, saya bisa mengerti banget kenapa dia sedih. Ya gimana ngga sedih soalnya ada spanduk yang berisikan kalimat Ganyang Cina segala. Kan bikin takut.

Korupsi Temannya Setan

Tuesday, November 5, 2013

Tiba-tiba sebuah amplop disodorkan begitu saja di meja saat saya sedang sibuk mengerjakan spreadsheet untuk menganalisa pengajuan kredit seorang calon debitur.

Eh apa-apaan ini, pikir saya.

“ Ini untuk ibu, makasi udah dibantu bu” kata bapak di hadapan saya.

Sosok Inspiratif Itu Bernama Perempuan

Saturday, April 27, 2013
Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mamiri Minggu Ketiga dengan Tema " Perempuan Inspiratifku"

Menurut saya sebaik-baik teladan adalah orang yang sudah tidak ada di dunia ini, alias sudah berpulang ke Rahmatullah. Karena kita sudah tahu akhir hidupnya dan benar-benar bisa memilah dan memilih mana yang patut dijadkan inspirasi mana yang tidak.

Bukan berarti sosok yang masih hidup tidak patut dijadikan teladan, namun kalau kita melihat seperti apa ia menutup harinya , lebih banyak pelajaran yang bisa kita petik.

Mengenai itu, saya memiliki tidak hanya satu tapi banyak perempuan inspiratif yang saya jadikan teladan dan tentu saja saya ingin seperti mereka.

Khadijah

Salah satu perempuan paling inspiratif di dunia yang fana ini adalah Khadijah, ummul mukminin, istrinya nabi Muhammad SAW. Kenapa? Apa karena dia satu-satunya istri nabi yang tidak dipoligami?. Hehehe, ngga ada hubungannya sama sekali, walaupun tentu saja kalau boleh meminta saya berharap menjadi satu-satuya istri dari suami saya.

Membaca literatur yang mengulas tentang beliau benar-benar membuat saya terpana. Bukan karena cerita tentang kecantikannya ataupun karena kekayaannya,namun karena begitu besar dukungan yang ia berikan untuk perjuangan Rasulullah menegakkan Islam. Seorang istri dengan kedudukan jauh di atas suami, dengan harta yang melebihi suami, namun tak membuat ia merasa dirinya berada di atas suami. Seorang istri, tetaplah partner suami seberapa berkuasanya pun ia.

Apakah itu istimewa?. Tentu saja, bagi saya hal tersebut sangat istimewa, karena saya banyak melihat perempuan jaman sekarang yang jika memiliki kedudukan lebih di atas suami, tiba-tiba menjadi arogan dan merasa memiliki hak untuk mengambil alih tongkat kepemimpinan keluarga. Ah semoga saya tidak akan seperti itu.

Aisyah Binti Abu Bakar

Sosok perempuan inspiratif kedua versi saya adalah Aisyah binti Abu Bakar, masih istrinya Rasulullah juga. Saya sangat mengagumi kecerdasan akalnya. Bayangkan, di usia yang sangat muda ia telah menjadi seorang istri pemimpin agama dan menjadi sumber jawaban segala tanya setelah Rasulullah wafat. Hampir sebagian besar hadist sohih berasal dari Aisyah. Betapa kuat ingatan perempuan salehah ini. Tidak hanya ilmu agama, bahkan hukum, kedokteran pun dikuasainya. 

Kalau mengingat sosok Aisyah, saya langsung menganalogikannya dengan perempuan karir pada masa ini. karena Aisyah salah satu istri yang sering ikut nabi berjuang ke medan perang. Bukan untuk ikut bertempur, tapi mendampingi dan membantu para korban perang. Ah sungguh iri dengan kepintaran yang ia miliki.

Novialia Lutfiatul

Istri nabi juga?
Bukan, dia bukanlah siapa-siapa. Pun saya tidak mengenalnya sama sekali. Kalau masih ada yang ingat tentang kecelakaan bis yang menewaskan dua mahasiswi kedokteran Undip beberapa waktu silam, maka dialah salah satu korban tersebut.

Seperti saya katakan di awal tulisan, bahwa akhir hidup seseorang bisa menjadi isnpirasi bagi kita. Saat membaca kabar kecelakaan tersebut, tak lama berselang banyak yang menshare blog pribadi Novia. Membaca tulisan-tulisannya membuat saya merinding, terharu sekaligus merenung. Bahwa apa yang kita tulis nantinya akan menjadi peninggalan kita. Bahwa dunia maya dan media sosial yang hampir tiap saat kita berinteraksi di dalamnya bisa menjadi gambaran jejak perjalanan hidup kita.

Dari Novia saya menyadari hal tersebut, dan sungguh tulisan-tulisannya begitu menginspirasi dan membuat pembaca semakin dekat kepada penciptaNya. 

Saya ingin seperti dia. Meninggalkan tulisan yang bermanfaat dan mengakhiri kehidupan dengan kenangan indah di hati orang-orang yang mengenalnya. 

Perempuan inspiratif, tak harus seseorang yang berprestasi menyilaukan. Mereka ada di sekeliling kita, berinteraksi dengan keseharian kita. Bisa seseorang yang kita kenal, atau malah hanya bersinggungan di dunia maya.

Dan hey, bisa jadi kamu adalah sosok perempuan yang juga menginspirasi orang lain. Berbahagialah jika itu terjadi.





Ya Allah Beri Aku Kekuatan. Aida MA

Tuesday, January 8, 2013
Memasuki usia kehamilan ke 5 bulan ini saya semakin berhati-hati dalam bersikap. Katanya di usia ini bayi sudah bisa mendengar dan ikut kontak batin dengan ibunya. Makanya saya diingatkan suami untuk lebih menjaga emosi, ngga gampang marah, dan menjaga kata-kata yang keluar dari bibir saya. Setiap malam, saya luangkan waktu untuk bercerita kepada si calon buah hati ini. Untung saya tinggal dengan tante yang punya anak masih kecil-kecil jadi ada stok bacaan anak yang bisa saya bacakan, ngga perlu beli. Kisah-kisah para nabi dan kisah bermakna. Saat itulah saya merasakan " me time" dengan bayi saya.

Kalau mengingat-ngingat perjalanan panjang saya sampai hari ini rasanya bersyukur banget untuk setiap tetesan rezeki yang diberi Allah. Namun ada saat-saat saya teringat masa-masa berat yang saya jalani. Bukan bermaksud mengingat yang sedih-sedih, tapi hanya berbagi kisah saja.

Betapa berat rasanya, 4,5 tahun menikah belum ada tanda-tanda kehidupan di rahim saya. Gerah rasanya setiap ada orang yang bertanya tentang isi perut saya. Tidak di acara pertemuan keluarga, di undangan, lebaran bahkan ketemu teman lama pun pertanyaannya sama. Ngga cukup sampai disitu, SMS, BBM-an, bahkan teman FB pun seperti tak bosan-bosannya menanyakan pertanyaan yang itu-itu saja.

" Sudah isi win?".  " Jangan ngejar karir aja, inget umur lo".

Duuh Sedih sekali rasanya. Hati saya seperti teriris-iris saat mendapat serbuan pertanyaan seperti itu. Terkadang sempat terlintas di benak saya, Ya Allah apa salahku, mengapa ujian ini begitu berat. Secara tidak sadar saya jadi menarik diri dari pergaulan. Saya jadi enggan ke acara kumpul-kumpul keluarga seperti arisan. Acara kantor suami pun sering saya hindari, karena pembicaraannya ngga jauh-jauh dari tentang anak dan printilannya. Kalau hanya bicara anak sih saya senang mendengarnya, tapi kalau udah sampai ke semua mata menuju ke saya, hih rasanya kayak didakwa, apalagi saya merasa ada sebagian kecil yang menuduh seolah-olah sayalah sumber masalah ketidakhamilan ini. 

Saat mudik lebaran pun, saya jadi enggan keluar rumah, Kerjaan saya hanya mendekam di kamar. Saat suami mengajak saya bersilaturahmi ke tetangga  dengan enggan akhirnya saya ikut juga. Soalnya kan setahun sekali, masa ngga sowan. Tapi, lagi-lagi perasaan saya harus terlukai dengan pertanyaan menyebalkan itu. Apalagi ditambah tatapan mengasihani. Saya paling tidak suka dikasihani orang. Akhirnya acara silahturahmi pun berbuah amarah bagi saya. 

Bersyukur saya memiliki suami yang sabarnya luar biasa. Ia yang selalu menguatkan saya. Walaupun saya tahu di dalam hatinya juga pasti merasakan hal yang sama dengan saya. Sering di malam-malam sepi, di sujud-sujud saya berdoa, " Ya Allah beri aku kekuatan menjalani semua ini". Saya tidak ingin menggugat Allah, saya percaya semua adalah takdirNya, dan saya sungguh ikhlas akan semua ketentuanNya. Namun sebagai manusia biasa, ada keterbatasan dalam diri untuk menerima rasa terpuruk dan tak berdaya.

Mungkin yang bertanya pada saya tersebut tidak tahu bagaimana usaha saya dan suami yang tak kunjung putus. Ikhtiar dalam menjemput rezeki yang dinanti-nantikan semua pasangan. Mulai dari periksa ke dokter. Ngga main-main, periksa kesuburan itu menyakitkan saudariku. Bayangkan sakitnya saat anda haid, kalikan sepuluh. Entah berapa jarum suntik yang menembus kulit saya. Periksa darah, periksa hormon, semua diperiksa. dari mulai luar sampai ke dalam. Namun bersyukur ternyata semua normal, saya tidak sampai mengalami yang namanya rahim ditiup, karena katanya luar biasa sakit. Saya pun tidak harus minum obat apapun karena hasil pemeriksaan tidak ada yang bermasalah di diri saya.

Disamping waktu, tenaga, tekanan psikis, tidak sedikit biaya yang harus kami keluarkan. Sekali datang ke dokter sudah bisa dipastikan minimal 1,5 juta melayang dari dompet. Sempat disarankan oleh salah seorang dokter agar kami menjalani inseminasi buatan atau sekalian bayi tabung. Tapi kami menolaknya, karena kami yakin Allah punya rencana yang lebih indah untuk keluarga kami.

Tidak putus asa, kami mencoba cara alternatif. Saya pernah dipijet, katanya untuk memperbaiki letak rahim, siapa tahu rahim saya terlalu naik atau terlalu turun. Dan pijet itu juga sakit saudariku, percayalah. Awalnya saya enggan melakukannya karena toh dokter sudah bilang saya baik-baik saja, namun tak tega rasanya melihat ibu saya. Beliau yang menyarankan saya untuk pijet, katanya siapa tahu berhasil. Ya sudahlah ngga ada ruginya pikir saya. Mencari tukang pijet juga bukan perkara mudah. Kami sempat ke pelosok desa di Siantar, saat ada yang bilang disana ada tukang pijet yang sudah banyak membuat oarng hamil. Ternyata saat kami akan mengunjungi, si nenek tukang pijet keburu dipanggil Ilahi. Benar-benar ujian kesabaran.

Masih tidak cukup, kami pun menerima saran-saran orang. Dari mulai makan kurma ijo yang katanya berkhasiat, disuruh makan delima hitam, segala macam yang katanya berkhasiat. Bahkan dari seorang teman yang 11 tahun baru dikarunia anak kami mendengar cerita yang lebih miris lagi. Sampai harus minum ramuan yang pahitnya luar biasa, makan torpedo kambing, segalanya dicoba. Namun saya tidak sampai seekstrim itu. Kurma ijo kami konsumsi, karena menurut hemat saya kurna memang berkhasiat untuk kesehatan. Saya lebih percaya dengan khasiat alami makanan yang terjamin kesehatannya dibanding mencoba-coba ramuan yang saya tidak yakini. Segala sumber protein kami konsumsi, mulai dari kecambah, kerang, segala macam seafood  sampai madu.Empat tahun berlalu, tak satupun usaha tersebut membuahkan hasil

Hai, saudariku, lihatlah ikhtiar kami. Percayalah kami menginginkannya lebih dari siapapun, lebih dari orang-orang yang bertanya, yang begitu perhatiannya setiap saat tanpa kenal lelah melempar pertanyaan bernada sama.

Rezeki, jodoh pertemuan, maut, semua sudah tertulis di Lauhul Mahfudz-Nya. hanya Dia yang tahu kapan saat itu sampai pada kita. Rezeki tidak akan tertukar, baik waktu maupun takarannya.

Sungguh, untuk semua perasaan sakit, terhina yang saya terima bertahun-tahun tersebut rasanya lunas dalam sekejab, hilang tak bersisa. Saya berterima kasih untuk semua bentuk perhatian yang mungkin tidak saya pahami dari orang-orang sekitar saya. Saya yakin Allah tak akan memberi ujian kepada hambanya melebihi batas kemampuannya.

Teruntuk semua wanita yang sedang menunggu kehadiran si buah hati, semoga Allah memberi kekuatan kepada kita dalam penantian panjang yang hanya Dia yang tahu kapan berujung. 

Teruntuk Saudariku yang lain, masih ingin bertanya?. Think Again


Siapa Yang Teroris, Siapa Yang Dituduh ???

Saturday, September 15, 2012


Baru baca berita tentang tuduhan MetroTV terhadap Rohis, sebagai tempat rekrutmen dan kaderisasi teroris. Ya ampuun, aya-aya wae. Yakin seratus persen yang nurunin berita itu pasti dulunya ngga pernah ikut Rohis di sekolahan dan salah mengartikan kata Teroris. Gara-gara berita itu, saya lihat status temen di FB, ortunya langsung nelfon dan ngingetin dia untuk ga terlalu aktif di Rohis, malah kalau bisa ngga usah ikutan Rohis.

Bukannya bermaksud mau ikut-ikutan heboh mengomentari, hanya saja heran kok sekarang gampang banget ya ngeluarin tuduhan terhadap semua kegiatan yang berbau keagamaan terhadap kegiatan teror. Orang pakai cadar dibilang teroris, jenggotan teroris, celana ngatung dituduh teroris. Lah yang beneran teroris malah asik melenggang kesana kemari dan dianggap orang suci.

Sebagai seorang mantan Rohis jaman sekolahan dan jaman kuliahan dulu saya sangat geli membaca berita tersebut. Setahu saya sih dulu saya ikut Rohis dengan kerelaan, ga pake dipaksa-paksa. Trus kegiatan ROhis tuh malah bagus banget untuk remaja, apalagi jaman sekarang. Kalau saya sebagai orangtua , mungkin nantinya saya malah lebih tenang kalau anak saya aktif di Rohis. Ngga ada tuh kegiatan Rohis yang mendatangkan mudharat. Di Musholla kita baca Qur'an, membahas isi Al Qur'an, ikut bantu mentoring keagamaan adik kelas, yang semuanya itu isinya mengajak kebaikan, mendekatkan diri ke agama yang malahan belum tentu bisa diajarkan orangtua di rumah. Dan semua kegiatan itu tidak menganggu kegiatan belajar mengajar sama sekali. Wong dilakukan di jam istirahat atau kalau kuliah di sela-sela pergantian jam kuliah. 

Setiap minggu dulu saya dan temen-temen Rohis dikasih tugas buat menghapal ayat-ayat pendek, ntar minggu depan kita setor tuh hapalan. Makin lama ayat yang dihapal makin panjang, lama-lama kalau emang anaknya punya daya ingat yang kuat bisa hapal Al-Qur;an deh. Ada juga kajian rutin mingguan, yang materinya ngga berat-berat amat, seperti menyemangati kita-kita yang kuliah dengan biaya pas-pasan. Ajakan menghormati orangtua, kewajiban menuntut ilmu. Pokoknya, bagus lah buat remaja yang terkadang suka kebablasan kalau ngga ada yang ngingetin.

Trus ya kalau ada temen yang kesusahan, misalnya ngga bisa bayar uang kuliah, ntar dari pihak Rohis kita bakal urunan buat bantu temen tersebut, kalau belum cukup kita ajak juga temen-temen di luar Rohis ikut nyumbang. Malah ngajarin ukhuwah yang erat.  

Saya inget dulu saya punya grup nasyid favorit namanya Izzatul Islam. Lagunya bagus-bagus dan selalu mengobarkan semangat. Suatu saat mereka mau konser di Semarang, wah saya pengen banget nonton, tapi ngga punya duit. Temen Rohis yang tau tanpa mikir langsung membelikan saya tiket untuk nonton. Wih, ikut Rohis itu membuat kita nemuin temen-temen dengan hati seluas Samudra dan sebening embun.

Belum lagi, pernah ada mahasiswa di jurusan lain di Fakultas Teknik yang terancam DO karena ngga mampu bayar kuliah,penyebabnya dia diusir keluarganya ( saya kurang jelas masalahnya apa), tapi yang jelas Rohis yang turun langsung ke tiap jurusan, ngumpulin iuran buat dia, trus nyariin tempat tinggal buatnya sampai masalah dengan keluarganya selesai. Itu ROhis yang saya tau.

Trus kegiatan lain yang saya ingat ya, kami rutin mengadakan bazar sembako bersubsidi yang kami bagikan di desa-desa terpencil, pemerintah aja belum tentu ngadain kegiatan begituan. Belum lagi kegiatan ngumpulin baju layak pakai untuk nantinya dibagi-bagikan ke orang ngga mampu. Nah lho, ikut Rohis tuh malah mengasah rasa empati , melatih toleransi dan menyingkirkan rasa egois di dalam diri. Bahkan lagi yah, dulu di Rohis saya ada juga kok yang ngga pakai jilbab ya ikutan Rohis, dan diterima dengan baik, ngga ada tuh paksaan buat pakai jilbab seketika itu juga. Namun  pelan-pelan, mungkin karena sering dengar kajian dan mendapat hidayah akhirnya teman tersebut memutuskan mengenakan jilbab juga.

Apa ada kegiatan keagamaan yang ngajarin teror?

Ya mungkin ada, tapi menuduh rohis sebagai tempat rekrut teroris ya sungguh terlalu.

Mungkin perlu liputan khusus soal Rohis kali ya biar ga salah kaprah

Saya Rohis dan saya bukan teroris.

Kun Fayakun

Thursday, March 15, 2012


Katakanlah alam semesta ini terbentuk oleh sebab akibat. Dan kita manusia dan segala isinya terhubung secara tidak kasat mata oleh benang yang bernama takdir. Sesuatu tidak akan terjadi kalau yang lain belum terjadi. Si A tidak akan menjadi A kalau B belum menjadi B.

Jadi apa yang dilakukan Jono akan berpengaruh terhadap Joni dimana bila Joni tidak melakukan itu maka Juminten akan gagal melakukan yang lainnya sehingga kalau Juminten gagal akibatnya Jumadi tidak akan berhasil melaksanakan misinya, maka dunia akan kacau balau .

Ibarat sebuah lukisan yang terbentuk dari campuran berbagai warna, dari ratusan garis yang dihubungkan oleh beribu titik. Semua saling terhubung menciptakan harmoni sehingga sim salabim jadilah lukisan bunga matahari.

Sebenarnya saya mau ngomong apa sih??

Jadi gini ceritanya, tadi siang saya lagi di toilet kantor. Disitu ada cewek yang sebelahan sama divisi saya . Selama ini kalau ketemu di kamar mandi, di mushola, di lift, saya dan dia tidak pernah saling sapa. Tapi hari ini saya tergerak untuk menyapanya.

Adegan di Toilet

Sambil cuci tangan di wastafel, lirik-lirik ke kaca, sapa ngga ya, sapa ngga ya. Sapa ngga sapa ngga sapa. Oke .

Setelah basa-basi nanyain udah sholat belum, bicarain ac yang terlalu dingin, trus percakapan berlanjut.

Saya :“ Mba udah lama ya nikahnya?”
Si Mba : “ Iya, udah 6 bulan”
Oooo ( dalam hati, masih lamaan aku dong udah 4 tahun )
Si Mba : “ Udah punya baby mba ?”

Detik itu saya  langsung menyesal menyapa, tau gitu dari tadi diem aja, daripada ditanyain pertanyaan itu lagi. Namun demi kesopanan saya pun menjawab

Saya : “ Belum mba, hehehehe ( dalam hati meringis)
Si Mba ; “ Wah sama dong mba, saya juga belum ( pelukan berasa senasib)

Dan seterusnya akhirnya saya dan dia malah mengobrol panjang lebar . Banyak banget yang kami omongin yang menghantarkan kami ke satu kesimpulan. Semua hal ada sebab akibatnya.

Setelah keluar dari toilet saya jadi mikir. Hmm bener juga yah kata si mba tadi bahwa semua itu udah ada yang ngatur, jadi ga perlu sedih kalo belum dapet apa yang kita inginkan.

Nah disinilah saya mulai berpikir tentang alam semesta seperti yang di paragraph pertama tadi. Jadi saya mau menganalisa, bagaimana proses terlahirnya seseorang ke dunia yang fana ini. Hasil analisa sementara saya begini.

Memiliki anak itu, bukan hanya antara si suami dan istri. Bukan pula tentang ayah, ibu, dan anak itu kelak. Tapi ada suatu system yag lebih besar dari itu. Bahwa kehadiran seorang manusia di bumi ini ada pengaruhnya dengan kehadiran orang lain.

Dalam kasus ini, saya mengambil contoh, saya dan suami yang terpaut usia sebanyak lima tahun.

Di dalam AlQuran dikatakan, bahwa sejak seorang anak di dalam kandungan, maka telah ditulis tentang rezeki, jodoh dan umur, dan jalan hidupnya. Saat suami saya lahir, maka malaikat menulis di dalam kitab lauhul mahfuz nya.

Nama : Teguh S
Rezeki : Bekerja di perusahaan X di sumatera utara
Jodoh : Windi Widiastuty, bertemu di usia 29 tahun.Beda usia 5 tahun
Umur : YYY, penyebab : ZZZ

Saat suami saya dilahirkan pada Juni tahun 1978. Pada bulan itu terjadi ledakan pertama wahana antariksa di GEO (Geostationary Earth Orbit) .Yang mana saat itu Ayah dan ibu saya masih pacaran di Medan. Dua tahun kemudian, saat suami saya baru selesai disapih ibunya, ayah dan ibu saya memutuskan menikah.

Karena saya sudah ditakdirkan untuk berjodoh dengan suami dimana saya dan suami tertulis terpaut 5 tahun, maka saya harus lahir di tahun 1983,makanya saya tidak bisa menjadi anak pertama ibu saya. Ahirnya tahun 1981 setahun setelah pernikahan mereka abang saya lahir.

Dimana saat abang saya masih di dalam kandungan, ditulislah jalan hidupnua, ia akan berjodoh dengan seorang wanita bernama Roslina yang terpaut umurnya sebanyak 4 tahun, maka saat itu orang tua kakak ipar saya kelak pun harus sabar menunggu mendapatkan bayi perempuannya demi kesesuaian cerita tadi.

Nah di satu sisi, kelak saya akan dikenalkan ke suami melalui salah seorang teman kuliah saya yang nantinya adalah teman kerja suami. Nantinya di saat abang saya masuk sekolah, saya merengek-rengek kepada ibu saya untuk ikut sekolah, akhirnya saya kecepetan 1 tahun masuk SD. Sehingga usia saya dan teman kuliah saya tadi harus berbeda 1 tahun, Dia harus lebih tua dari saya. Maka harus diatur pula kapan tepatnya lahir teman saya tersebut. Karena saya lahir tahun 1983, maka di tahun 1982 dia harus brojol, sebutlah namanya Wati.

Sementara itu, pada tahun 1960, seorang bayi laki-laki lahir, kita namakan di Albert. Jalan hidupnya tertulis nantinya di umur 40 dia akan menjadi atasan saya di perusahaan Y. Nah karena di jalan hidup saya, saya akan kerja di BRI pada usia 22 tahun. Berarti usia kami akan terpaut sebanyak 18 tahun.

Maka saya harus lahir saat Mr Albert umur 18 tahun, dan suami saya umur 5 tahun dimana teman saya Wati harus berusia 1 tahun.

Terserah mau percaya atau tidak, mau setuju atau tidak. Analisa saya tersebut, akhirnya membawa kesadaran penuh kepada saya. Bahwa kelahiran seseorang itu sangat banyak hal yang mempengaruhi. Bukan tingkat kesuburan suami dan istri, bukan pula factor kuantitas bertemu. Tapi memang system yang sudah diatur sampai rigit terkecil oleh yang Maha Kuasa.

Kun maka Kun. Ga pake tawar menawar.

Mau ada gunung meletus, gempa bumi, tsunami kalau memang seorang bayi harus lahir, ya lahir dengan selamat. Tidak peduli seberapa dahsyat bencana yang ada.

Kemarin-kemarin saya sempat sediih banget, kalau ada yang nyinggung-nyinggung soal isi perut saya. Kejadian saat lebaran. Baru rumah pertama bertandang saya langsung diberondong dengan pertanyaan, " Udah isi Belum?, ditunda ya?, kapan lagi ?. Duuuh, kalau saja yang nanya itu tahu bagaimana perasaan saya. Tapi sekarang, saya ingin selalu berpositif thinking padaNya. Karena sudah begitu banyak doa-doa saya yang dijabahNya, kalau ada satu dua yang belum terkabul, hanya belum waktunya saja.

Teman-teman pasangan suami istri senasib, saya ingin mengatakan hal ini. Mungkin terlalu sering kita mendengar orang berkata “ Sabar, semua ada waktunya”. Atau “ Coba berobat kesini, manjur lho”. Terlalu sering pertanyaan-pertanyaan yang mengusik telinga kita. Bisa jadi pertanyaan itu memang bentuk kepedulian, atau hanya ingin tahu saja, atau apalah yang hanya si penanya yang tahu. Tapi pastinya dibalik semua itu, memang ada suatu rahasia yang membuat kita harus menunggu lebih lama dari orang lain.

Siapa tahu, calon baby kita kelak harus lahir beberapa tahun setelah seorang pria soleh dihadirkan dulu melalui rahim seorang wanita di suatu tempat yang entah, jika bayi itu perempuan. Siapa tahu, nantinya ia akan menjadi penemu bahan bakar yang terbuat dari debu pada tahun 2028  sehingga lahirnya harus tepat hitung mundur saat ia berumur 25 tahun.

Atau bisa jadi calon bayi kita harus menunggu untuk meramaikan hiruk pikuk dunia ini, karena si pemilik alam rahim itu sendiri, Sang Rahim ( Maha Pengasih) masih ingin mengajarinya banyak hal di sana

Anggap saja, Yang Kuasa masih ingin mendengar doa di sujud-sujud panjang kita. Mungkin pula, dia ingin menguatkan mahligai rumah tangga kita dengan membuat kita selalu mendukung satu sama lain. Ia terlalu sayang kepada kita sehingga ingin memberi suatu rasa nikmat dengan dosis tinggi yang mungkin  orang lain tidak rasakan pada saat kita menerima titipannya kelak

Apapun itu, seperti yang sudah-sudah, sebagai pemeran di panggung sandiwara ini kita harus mengikuti skenario yang sudah di tulis Nya.




Custom Post Signature