Tentang Profesionalisme Seorang Ibu Bekerja

Monday, September 19, 2016


Seperti yang saya prediksi, bahwa tulisan Dear Rekan Kerja, Maafkan Kami Para Working Mom, bakal menuai pro kontra. 

Sebenarnya tulisan itu ada sambungannya, tapi karena kepanjangan jadi saya potong jadi dua. Biar lebih enak juga bacanya, tapi memang berpotensi menimbulkan salah persepsi. Ngga apalah, memang saya pengen tau juga sih, komen dan respon para single worker terkait tulisan itu. And i got the point dari para single worker, sekaligus introspkesi diri juga.

Nah ini nih lanjutannya, baca sampai habis ya, biar ga perang dunia kita, hahahaha.

Memang bagi para single worker (ini bener ga ya istilahnya, kalau salah koreksi ya) kelakuan para working mom itu nyebelin banget yah. Soalnya sebenarnya, mau udah berkeluarga atau masih single, teteplah semua orang punya kepentingan masing-masing. Ngga hanya para ibu-ibu, para anak gadis dan anak lajang juga pengen dong weekend bisa kumpul sama keluarganya, pengen juga hang out bareng temannya.

Jadi stereotype bahwa si single lebih banyak waktu dibanding para pekerja yang berkeluarga terutama para ibu-ibu bekerja  itu SALAH.

Ngga hanya para single, bapak-bapak juga sering kena imbas nih akibat ulah para working mom kayak yang saya sebut di postingan sebelumnya. 

Iya, bapak-bapak juga kadang dituntut untuk lebih banyak menghabiskan waktu di kantor karena alasan emak-emak kan kudu ngurus anak. Walau saya working mom dan pengen dimaklumi kayak postingan saya ntu, tapi pas giliran suami harus lembur, bawaannya dongkol juga, hahaha i feel you para istri yang suaminya harus kerja lebih lama, pas giliran teman kantornya yang emak-emak ngga bisa ngantor atau cuti karena urusan domestik. Aku tauuuu perasaanmu.


Karena Gaji kita sama maka hak dan kewajiban kita sama

Betuuul. Saya setuju, 100 persen. Makanya di postingan kemarin saya tujuannya bukan untuk membenarkan apa yang biasa terjadi para working mom, tapi lebih kepada, saya mau minta maaf sama rekan kerja yang mungkin sebal saat working mom melakukan 6 hal itu. Dan menjelaskan kenapa kami begitu, siapa tahu para single ngga tau, kok kami kadang ngantukan, kok kami buru-buru pengen pulang, kok kami ngga suka ngumpul-ngumpul lagi sepulang kerja. Dan kenapa-kenapa yang lain.

Bukan untuk pembenaran, hanya pengakuan dari hati yang paling dalam, sungkem dulu sama rekan kerja single.

Tapi, apa bisa dikatakan bahwa para working mom itu ngga profesional atau ngga bisa profesional karena suka mencampuradukkan urusan kerjaan dan urusan keluarga ?



Eits, belum tentu dong ah. Yang namanya profesional, bukan berarti seseorang itu yang full perhatian ke kerjaan 100 persen tanpa pernah mengganggu kerjaan dengan masalah keluarga.

Yang profesional itu juga bukan berarti kerja dari pagi ke pagi lagi. Yang suka pulang malam, juga bukan berarti profesional. Karena ga ada hubungan antara lamanya seorang pekerja di kantor dengan profesionalisme.

Ngapain juga di kantor seharian, pulang malam, kalau hasil kerjanya ya gitu-gitu aja. Sebaliknya kalau bisa pulang teng go, ngapain lama-lama di kantor. Ya ngga sih?

Menurut saya , pekerja profesional itu adalah pekerja yang tahu apa yang menjadi kewajibannya, tahu tugasnya, melaksanakannya dengan baik dan tahu konsekuensi atas apapun yang  dilakukannya.


Saat seorang working mom, pulang teng go, ngga mau masuk pas weekend, apa dia ngga profesional?




Nooooo, waktu kerja itu udah ada aturannya, dari jam 8 sampai jam 5 misalnya. Jadi sepanjang dia datang ngga terlambat, pulang teng go bukan dosa, dan ngga bisa dikategorikan " mentang-mentang ibu-ibu, enak aja pulang teng go".

Sepanjang kerjaannya sudah selesai, ngapain juga harus pura-pura sibuk di kantor, ya ngga?

Ngga profesional itu, kalau working mom telat melulu ke kantor dengan alasan nganter anak sekolah. Pulang cepat dengan alasan, mau jemput anak sekolah. 

Itu baru bisa dikategorikan ngga profesional.

Kenapa?

Karena ngantar jemput anak adalah sesuatu yang bisa diprediksi, sesuatu yang bisa direncanakan. Beda dengan anak sakit, atau pembantu ngga mudik. Itu terjadi sekali-sekali dan memang di luar kontrol. Makanya antar jemput anak sekolah ngga bisa dijadikan alasan terlambat atau pulang cepat. Karena saat seorang wanita bekerja, itu harus sudah dipikirkan dan dicari solusinya. Mungkin dengan bayar becak langganan, atau pakai jasa antar jemput sekolah. Kalaupun karena suatu hal, bicarakan dulu dengan atasan gimana baiknya.

Baca : (Finally day Care

Khawatir anak kenapa-kenapa?

Gampang. Antar anak lebih pagi, dan jemput anak lebih sore. Karena antar jemput anak bukan urusan manajemen, sehingga harus ikut memikirkannya.

Masalah kerja pas weekend?

Saya rasa ngga ada orang yang mau, entah itu single atau sudah berkeluarga. Tapi kalau memang kerjaannya mewajibkan demikian, terserah si working mom gimana. Kalau tidak memungkinkan, hmm mungkin perlu dipikirkan kembali keputusannya buat bekerja di bidang itu.

Saat seorang working mom, ga ngantor karena anaknya sakit, apa dia bisa kita katakan ngga profesional?

Iyes, kalau dia ngga ngasih kabar samsek, dan minta dianggap ketidakhadirannya itu dikategorikan sebagai ijin sakit. Ini namanya ngga profesional karena dia ngga mau rugi.

No, kalau dia memberi kabar, minta ijin ke atasan dan bersedia ketidakhadirannya di kompare ke pemotongan hari cuti.

Jadi, saat kita berhalangan hadir karena urusan pribadi, berlakulah profesional dengan memberi kabar, dan bersedia dipotong cutinya. Karena cuti itu kan hak pekerja, dan bisa digunakan dengan seijin atasan. Jadi dalam hal ini ngga ada yang dirugikan. Namanya juga darurat.

Ngga profesional, saat dia ijin karena anaknya sakit, rekan kerjanya jadi ketiban kerjaan yang seharusnya sudah diselesaikan tetapi masih menumpuk di mejanya.

Walaupun, ada yang namanya pekerja back-up, yaitu yang akan memback-up kerjaan kita saat kita ngga ada, tapi semestinya segala kerjaan yang udah ada deadlinenya, ya selesai sebelum deadline. Jadi, kalau udah tau hari Senin bakal ada rapat direksi misalnya, Jumat sudah diselesaikan segala data, presentasi, dll. Kalaupun ada keadaan darurat, dan menyebabkan kita para working mom, Senin harus absen, minimal rekan kerja ngga kelimpungan. Bahan sudah ada, tinggal presentasi doang mereka.

Makdarit, agar kesalahpahaman bisa diminimalisir, dan agar para working mom tetap bisa profesional dalam bekerja tanpa meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu, lakukan hal-hal ini.



1. Jangan Pernah Menunda Pekerjaan

Jangan pernah moms. Lakukan apa yang bisa dikerjakan hari itu ya di hari itu. Tingalkan kebiasan TARSOK nya ya. Ntar besok deh, ntar besok deh. Karena kita ngga tahu apa yang terjadi besok.

So, saat ternyata tiba-tiba anak kita demam, atau ART ngga balik, kita ngga ngerepotin rekan kerja dengan kerjaan yang semestinya sudah kita selesaikan. Mereka hanya akan ketiban kerjaan yang diberikan di hari itu, bukan utangan kerjaan kita. Beda kan ya.

2. Fokus Saat Bekerja

Yup, kita kerja itu ninggalin anak, jadi jangan sia-siain waktu di kantor (ngomong sama cermin). 

Kuncinya satu moms, Kalau di kantor jangan mikirin rumah, kalau di rumah jangan mikirin kantor. Itu aja.

Ini saya sih ya. Saya ogah banget bawa kerjaan kantor ke rumah, kalau di rumah saya miliknya anak-anak dan suami tentunya.

Kalau pekerja pria?

I dun no, mungkin pekerja pria punya pertimbangan sendiri. Saya khususkan ke para pekerja wanita yang sudah jadi ibu-ibu aja.

So, saat jam kantor, bekerjalah dengan maksimal. hingga saat jam menunjukkan pukul 5 sore, udah ngga ada lagi tanggungan kerjaan di hari itu. Jadi akan meminimalisir nyinyiran rekan kerja lain.

Lha apa yang mau dinyinyirin kalau kerjaan kita beres. 

Mau nyinyirin soal waktu pulang?

Baca kembali yang di atas tadi.

3. Be Fair

Yup, walau bagaimanapun kondisi kita sebagai working mom, jangan jadikan alasan itu buat seenaknya. Anak sakit? siapa yang mau. Pembantu ngga balik? siapa juga yang pengen.

Maka, saat itu terjadi, jangan minta keistimewaan dengan ngga masuk kantor tapi seolah-olah ngantor.

Maksudnya?

Ya kalau memang ngga masuk, minta ijinlah, dan perhitungkan ketidakhadiran kita sebagai cuti. 

Menurut saya itu fair, setidaknya dari sisi administratif.

Atau saat kita entah karena satu dan lain hal terpaksa terlambat, ya absen aja seperti biasa, dan jangan marah kalau gaji dipotong karena keterlambatan. Di kantor saya gitu, gaji dipotong sesuai waktu keterlambatan.

4. Gunakan Cuti Dengan Bijak

Karena alasan nomor 3 tadi, maka gunakanlah hak cuti kita dengan bijak. Kalau ngga penting-penting amat, ngga usah gunakan hari cuti. Simpan untuk keadaan darurat. 

Saya pribadi demikian, saya hanya cuti saat lebaran selama 5 hari. Sisanya 7 hari lagi saya gunakan untuk kepentingan pribadi dadakan, kayak anak sakit, ART ngga balik, acara kantor suami yang wajib dihadiri. Soalnya menurut pengalaman pribadi, dalam setahun itu pasti habis, hahahaha

5. Terbuka Dengan Atasan

Dan yang paling penting dari semuanya adalah selalu bicarakan segala sesuatu dengan atasan. Kasih tahu gimana kondisi kita. Saat anak sakit, kasih tau atasan. Minta ijin padanya, jangan diem-diem aja, biar bliau juga merasa dihargai dan ngga berfikiran negatif bahwa kita sengaja ngga ngantor.

6. Tepo Seliro Dengan Rekan Kerja

Jangan pernah berfikiran " Ah sebodo teuing sama rekan kerja yang penting bos ngga komplen"

Jangaaaan.

Walaupun, penilaian kinerja ada pada atasan, tapi kita kerja kan bukan sebagai robot ya, yang datang pagi, pulang sore, trus cuek beibeh dengan perasaan rekan kerja. BIG NO.

Rekan kerja adalah keluarga kedua kita, maka saling tenggang rasa akan menciptakan iklim kerja kondusif dan mencegah timbulnya nyinyiran dari mereka.

Saat mereka berhalangan kerja, kita juga harus siap membantu, menghandlenya. 

Percayalah, jika semua hal di atas kita lakukan, tidak ada alasan rekan kerja untuk merasa sebal dengan kita para working mom. Mereka kemungkinan besar akan memaklumi kondisi saat kita terpaksa absen.

Sampai saat ini, saya sudah 10 tahun bekerja. Begini pemetaan riwayat kerja saya :

2 tahun sebagai single worker alias anak gadis.

5 tahun sebagai pekerja berkeluarga tapi belum punya anak.

2,5 tahun bekerja sebagai working mom anak 1.

8 bulan bekerja sebagai working mom beranak 2.

Jadi, saya udah mengalami yang namanya jadi pekerja saat masih gadis, dimana bisa pulang sesuka hati, apalagi saat itu saya ngekos. Lagi semangat-semangatnya kerja,

Pulang jam 10 - jam 11 malam, biasa bangeeet bagi saya saat itu. Bukan karena paksaan kantor, tapi ya suka aja. Karena sejatinya saya ini perempuan yang gila kerja. Pantang berhenti sebelum selesai.#pasangiketkepala. Yang mana saat satu selesai, saya udah mau nyomot aja kerjaan lain. Yes, i'm workholic.... duluuu.

Heran ya, ngapain di kantor sampai jam 10 malam.

Ngga usah heran karena bagi saya yang saat itu masih single, kantor adalah tempat yang menyenangkan. Disana ada wifi yang bisa dipakai buat internetan, GRATIS wahahahaha. Malah kalau ngga inget bakal diusir ibu kost, bisa-bisa saya nginep di kantor.

Saat itu juga, kalau diajak kerja pas weekend, hayuk ajah. Toh ngga tiap weekend juga. Lagian seru juga sih haha hihi sama rekan kerja yang single juga. Malah kalau ada acara-acara kantor, yang menghandle mah kita semua, para single happy. Kalau ada acara, pastilah jadi panitia, ngurusin printilan sampai gajahan. 

Kenapa?

Karena seru. Dunia kerja saat single itu bagi saya seperti dunia hepi-hepi tapi digaji. Dimana belum mikirin cicilan KPR, ngga mikirin anak makan apa, ngga mikirin ART, xixixi hidup cuma untuk diri sendiri dan ortu tentunya.

Apapun tergantung diri sendiri aja.

Jadi, saat itu, produktifitas kerja juga gas poll, suka mencoba hal baru dan suka banget dikasih tanggung jawab.

Rekan kerja saya saat itu adalah ibu-ibu yang punya anak tiga. Dan kami sinerginya baik sekali. Gitu jam 5, saya dengan senang hati mempersilahkan blio pulang, kalau ada yang masih menggantung, serahkan sama eikeh. Dadah dadah sama kak Martha. (kalau baca).

Penilaian Kerja saya saat itu, beuuugh SANGAT BAIK, dong ah. Kompensasinya? bonus lebih gede dari yang kerja biasa aja. Hepi.



Setelah menikah tapi belum punya anak.

Tetap ritme kerja ngga berubah, masih poll, diajak kerja weekend masih okeh okeh aja. Yang berbeda hanya di jam pulang. Ngga bisa dong ah pulang sampai malam, mau dipecat apa sama suami hahaha. Tapi masalah lain-lain, samaaaa ngga ada yang berubah.

Kerja weekend, masih mau, tinggal ajak suami nemenin, beres.

Punya anak 1.

Kerja masih sama, pulang menyesuaikan pekerjaan. Kalau udah selesai saya pulang, belum selesai, saya ngga keberatan juga pulang malam, karena memang tanggung jawab pekerjaan udah ngga sama saat itu. Tentu sudah didiskusikan dengan suami. Tapi untuk kerja saat weekend, sorry to say, saya selalu menolak, Kalau ngga pentiiiiiiiiiiiiiiing banget, biasanya saya bakal nolak. Apalagi memang pekerjaan saya ngga memerlukan harus masuk pas weekend. 

Punya anak 2

Jujur, saat ini saya merasa saya agak ngos-ngosan menyesuaikan ritme kerja dan keluarga. Yah, iman aja bisa naik turun, apalah lagi semangat kerja. Jadi bagi saya sih fine-fine ajah. Langsung sungkeman sama kabag saya yang baca ini wahahaha.


Jadi, salah banget kalau ada yang bilang, seorang working mom itu ngga bisa profesional. Kecuali 6 hal yang saya tulis kemarin, rasa-rasanya memang benar menjadi seorang pekerja itu mau single atau sudah berkeluarga ya sama aja hak dan kewajibannya.

Jadi nulis ini nih, saya udah melewati masa-masa jadi pekerja saat single. Dan saya sukses sis menjalankannya .

Untuk Pekerja Single

Pesan saya untuk para pekerja single, saat ini adalah masa-masa keemasan kalian. Kalau mau ngejar karir, optimalkan saat ini juga, lari sekencang-kencangnya, gas poll. Karena ada masanya, kalian bakal banyak nginjek rem sama kopling dibanding gas. Dengarkanlah nasehat kakak seperguruan ini.

Kalau saat ini kalian sering sebal sama working mom, sebalnya ditahan ya untuk yang bener-bener menyebalkan saja. Dan catet dalam hati dan berjanji kalian ngga akan melakukannya saat udah berkeluarga dan punya anak nanti. (ntar cerita ya sama saya kalau kalian ngga melakukan hal-hal yang saya sebut xixixi).



Untuk Working Mom


Karena bekerja itu pilihan (kecuali bagi yang terpaksa), dan karena bekerja itu adalah bakat-bakatan, maka saat kamu merasa kok susah banget menyeimbangkan kerjaan dan keluarga, TRY HARDER. Mungkin manajemen waktumu kurang baik, mungkin cara bekerjamu kurang efektif. 


Kalau rekan kerja banyak yang komplain dengan kita, coba introspeksi, apakah kita terlalu sering minta dimaklumi tanpa menyeimbangkannya dengan hasil kerja.

Kalau udah berusaha keras, tapi ternyata kok selalu terbentur antara kepentingan keluarga dan pekerjaan, kok hidup jadi berantakan.

Mungkin itu saatnya memikirkan ulang keputusan untuk menjadi ibu bekerja. Siapa tahu ini saatnya berpindah tempat kerja ke yang lebih cocok dengan kepentingan keluarga, atau mungkin harus mencoba hal lain? 

Its up to you.

But the bottom line is, Menjadi ibu bekerja, bukan berarti kita harus tampil sempurna, dan melakukan semua hal perfect untuk disebut profesional.

Bekerja memang pilihan kita saat ini, tapi keluarga adalah yang utama. Jangan merasa bersalah berlebihan  atau merasa ngga perform kalau di waktu tertentu kita harus berdamai pada keadaan, karena memang peran utama kita adalah sebagai seorang ibu.

Menjadi ibu sekaligus wanita bekerja itu memang ngga gampang. Ya iyalah, kalau gampang mah semua orang sudah melakukannya. Tapi juga ngga susah. Jangan menyerah moms, jangan patah semangat. Kita bisa moms, karena kita adalah makhluk multi tasking.


Lagian, para single itu ngga tau aja yah, bahwa dituntut kerja lebih lama,lebih loyal, lebih lebih itu sudah pernah kita lewati. Saat ini kita ngasih kesempatan ke mereka biar lebih melesat karirnya. Karena sebagai ibu, ngasih makan anak sambil kutekan sambil main pokemon  aja kita bisa, apalagi cuma ngerjain kerjaan kantor.  #kemudian ditabok pekerja single, muahahaahaaaa.

Sekali lagi, rekan kerja , love you mmuah. 








21 comments on "Tentang Profesionalisme Seorang Ibu Bekerja"
  1. huhuhu keinget sama ibu saya yg juga working mom ternyata ribet banget yah? *brb bantu kerjaan rumah*

    ReplyDelete
  2. tulisan tulisan mak windi selalu jelas kerangka dan alur berfikir nya.. overall saya setuju banget sama postingan ini

    ReplyDelete
  3. Zaman dulu pas aku masih kerja kantoran ngga ngerasa ada masalah dengan si working mom. Oke-oke aja dan bisa maklum. Cuma kaaaan.. pernah sebel setengah mati gegara si working mom ini bolak balik cuti, sampe panjer cuti tahun depannya entah untuk keperluan apa aja gitu. Yang liburanlah, yang kontrol dokter ke Penang lah, adaaaa aja. Daku keki disuruh handle kerjaan dia bolak balik. Kok ya bisaaaa gitu cuti melulu. Sampe habis jatah cutinya dan pinjam cuti tahun depannya. Huh!

    ReplyDelete
    Replies
    1. waah kalo gitu ya ngga benerlah. masa mau liburan tapi mengorbankan orang. kalo ginu emng nyebelin bgt

      Delete
  4. Selama 4 tahun bekerja dengan status gadis ceria nan manis *dijambak* aku ga pernah tuh ngiri sama si working mom malah aqu ngiri pengen bet cpt nikah biar bisa anakku dibawa kekantor nyaksiin kesibukan emaknya, kenalan ma teman2 kantornya, tahu meja emaknya entahlah beda kepala beda persepsi. Sekarang aku udah jadi emak kalau inget tulisan yg kmrin bnyk izinnya gara2 keluarga emang bener, sering telat ngantor apalgi tapi aku ga pernah nelantarin tugas maka sepakat sama yg mba tulis "jangan pernah nunda kerjaan" krn ga tau kedepannya gmn dan jangn sampe di cibir satu kantor :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, pokoke selesain segera, biar ga ada tanggungan kerjaan

      Delete
  5. jadi working mom itu enggak mudah, aku kan working mom juga
    aku punya loh temen kerja yg masih single, tapi malah dianya yang malasan. wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahah kalo singlenya aja udah malas2, ntar pas jadi working mom kemungkinan dia resign, biasanya gitu hahahaha

      Delete
  6. saya adalah working mom yang cutinya gak pernah bersisa dalam setahun Mba, 12 hari jatah cuti itu selalu keambil, beda banget sama teman-teman yang lain yang bahkan jatah cutinya di tahun sebelumnya masih ada, hihihi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku jugaaaaaa, abis selalu. taspi kita working mom yang selalu tahu menempatkan diri yesss

      Delete
  7. kalo lihat temen2 yg working mom, saya salut banget sama mereka mbak. di kantor mikir macem2 soal kerjaan, sampai rumah tetep ga bisa leyeh2 karna ada anak2 yg harus diurusi. bentar lagi saya juga jadi working mom Insya Allah, semoga saya bs tetep profesional.

    ReplyDelete
    Replies
    1. beeeugh jangan ditanya mbaaa, aku pijet sebulan sekali wahahaha, kalo ngga tepaaaar

      Delete
  8. Jadi ada...yg pernah bilang males mempekerjakan wanita karena byk excuse. Heu

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, ngga salah juga sih, kadang ada juga para wanita yang excusenya ngga tanggung2 hahaha. makanya gimana diri kitanya ya mba, di kantorku para working mom banyak yang menduduki posisi decision maker.

      Delete
  9. hi mba.. senang sekali membaca post ini, satu spirit banget dengan saya :try harder, selama kita masih punya mimpi - mimpi ya.. terimakasih atas artikelnya yang to the point, inspiring, dan menyuarakan semangat yang sama. Btw Saya ibu 1 anak perempuan, bekerja di area supply chain =)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama2 mbaaa, aku juga kadang butuh disemangatin, biar saat down ngga kepikiran langsung resign hahahah. ayo mbaa sama2 ty harder, biar berkah, lho hahaha

      Delete
  10. seneng banget baca ini, dan saya sebagai working mom yang baru 5 tahun ini merasa memiliki bnyak kawan senasib dan sepenangungan..saya termasuk yg jarang ikut kumpul2 kalo ga perlu2 amat, mklum jadwal uda padet jemput anak sekolah dan kuliah juga,,sering telat kantor tapi kerjaan selesei sih,,teng go juga pulangnya, krn pengen cepet2 ketemu anak. mksh mba windi tulisannya

    ReplyDelete
  11. Hahahahahaha..Senyum2 kalo bayangkan orang sekantormu yang baca Win 😁😂 Stuju banget ni 😊

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature