Showing posts with label #GesiWindiTalk. Show all posts
Showing posts with label #GesiWindiTalk. Show all posts

Parenting Style

Thursday, April 13, 2017
Oke, #GesiWindiTalk udah berapa minggu absen ngomongin Parenting, wahahahaha, jadi minggu ini we came back to the laptop.

Kemarin ada yang request untuk topik parenting style, pengen tahu style parentingnya saya dan Gesi. Setelah kami bicarakan, ternyata kami ngga menemukan rumusan yang tepat, alias memang kami ngga pake style-stylean, mengalir apa adanya. Kalau saya pribadi, bukan karena ngga baca buku parenting atau apa, tapi karena saya yakin yang namanya orangtua itu pasti punya parenting style masing-masing yang biasanya disesuaikan dengan kondisi anak, dan kondisi dirinya sendiri.

Jadi ya bisa saja parenting stylenya itu ngga masuk gaya pengasuhan mana pun yang ada di teori-teori parenting.




Akhirnya kami putuskan ajalah untuk ngisi kuis.

Kuis seru yang lebih aplikatif, kita dikasih suatu kejadian, trus jawaban-jawaban kita tuh bakal nentuin seperti apa parenting style kita. Seru lho kuisnya. Pada ikutan ya disini :



Dan hasilnya, ternyata saya dan Gesi sama, sama-sama freewheeler mom, alias ortu yang bebas, tapi dengan level yang berbeda wahahahahaha. Setidaknya level free Gesi lebih tinggilah dari saya. No wonder sih.

Baca Punya Gesi :



Oke sebelum bahas hasil tes saya, maree kita bahas dulu satu persatu type ibu-ibu yang ada di kuis tersebut.

Menurut kuis tersebut, ada 3 type ibu-ibu dalam menerapkan metode parenting bagi anaknya .

Type Planner

Ini tipe ibu-ibu yang semuanya terplanning dengan rapi. 

You may be new to this parenting thing, but you'll be darned if you're caught unprepared. When you're not feeding, playing, or changing diapers, you're reading-and highlighting the umpteeen baby books on your nightstand. You find comfort in order, so you crave structure and live by a carefully crafted schedule.
Anaknya tidur di jam tertentu, rumah rapi, segala jadwal harus terencana. Ini ibu-ibu yang bakal mentsterilkan botol susu anak sebelum dipakai, bawa makanan bayi kemana-mana dengan jadwal makan yang teratur. 

Ibu-ibu type ini juga yang akan menerapkan segala  ilmu parenting dari para ahli dan menjadikan buku parenting sebagai kitabnya. bahkan soal menyapih anak pun akan dikonsultasikan ke dokter.

Oh sounds good. 

Karena memang hidupnya terencana, makanya saat tiba-tiba ada temen ngajak merayakan ultahnya udah pasti bakal ditolak, karena everything always be scheduled.

Burukkah type ini ? No
Baguskan ? Ya tergantung.



Type FreeWheeler

Ini ibu-ibu yang punya gaya parenting freestyle, alias gaya bebas, LOL.

Yang disebut freewheeler itu didefenisikan seperti ini

You seize every moment, whatever it may bring. You feel that common sense and intuition will serve you better than the latest best-selling parenting author. Some moms admire you for your ability to go with the flow; others wonder how you manage to keep it all together. Hey, it's all good, right?

Pokoke type ibu freewheeler ini yang semuanya pokoke sesuai kondisi ajah. 

Buku parenting ?

Hmm, bolehlah dibaca, tapi tidak jadi acuan.


Type Optimizer

Ibu-ibu type ini kalau saya lihat dari kuisnya, adalah type ibu yang ideal.

You're doing an amazing balancing act. Sure, you read the parenting guides, but you remain calm if you notice your baby starts teething (or crawling or talking) a few weeks later than the book says he should. You seek input from your mommy friends, your pediatrician, and your own mother, but you generally trust yourself to make good decisions. And although you aim to keep a schedule, you know missed naps and blown bedtimes happen. In short, you begin every day with a good plan and even better intentions, and when life gets in the way, you do whatever it takes to make the best of it. Brava, mama!
Di  buku parenting, ia tahu ilmu parenting, namun pada saat mempraktekkan, ya menyesuaikan. Pas sesuai buku dilakukan, ga sesuai kondisinya ya improvisasi.

Type ini punya scheduled tertentu juga untuk anaknya, tapi ngga saklek amat.

Kalau saya type yang mana ?

Seperti yang saya sebut di atas tadi, dari hasil menjawab si kuis itu ternyata saya type yang freewheeler #tutupmuka, hahahahah.

Saya setuju dengan hasilnya, kenapa? karena ya memang seperti itu yang saya lakukan.

Ini nih beberapa contoh pertanyaan di kuis yang menunjukkan saya freewheeler.

Soal Buku dan Teori Parenting


Kalau yang ini ya jelas, saya lebih khatam baca novel Twilight atau Harry Potter, dibanding baca buku parenting.

Oke ralat, sejujurnya saya tidak pernah baca buku parenting. Saya palingan cuma baca-baca artikel parenting yang kebetulan lewat di timeline saya, atau yang memang sengaja saya cari untuk kepentingan bahan tulisan di blog.

Bukan karena ngga percaya teori parenting, tapi karena...... ehmmm entahlah, saya tidak terlalu suka aja bacanya.Ya bacalah secukupnya doang di internet, ngga sampai yang khusus beli bukunya.

Huhuhu sungguhlah bukan ibu panutan.

Soal Hygenitas Peralatan Bayi


Duh ini juga failed bangetlah. 

Dari anak pertama sampai kedua saya ngga pernah punya yang namanya sterilizer. Itu, alat untuk mensterilkan botol biar bebas kuman. Saya tahu dulu banyak temen saya yang sampai beli sterilizer seharga setengah  jutaan lebih, karena takut anaknya terkontaminasi kumanlah, kan masih bayi. Sampai detergen bayi, pencuci botol pun beda dengan yang digunakan anggota keluarga lain.

Pokoke semua harus produk bayi., xixixi

Awal-awal iya banget sih gitu. Saya beli detergent yang khusus bayi, yang mild, yang anti bacteria. Trus pencuci botol juga wajib pencuci botol khusus bayi. Eh tapi lama-lama kok mahal ya, hahah makanya gitu abis satu kemasan, berikutnya ya udahlah, detergentnya ga apalah disamain, asal dikasi pelembut biar ga keras aja. 

Nyuci botol?

Ah elah pakai Sunlight aja napa, kok harus pake Sleek. Jangan lupa, Sunlightnya diencerin dulu, xixixi.

Jadinya malah ringkes dan hemat.

Makanya di pertanyaan kuis itu, ada soal apa yang saya lakukan kalau dot bayi saya jatuh?

Jawabnya, ya ambil, trus lap aja pake ujung baju, trus kasihkan ke anaknya lagi. 

Ngga dicuci dulu?

Ngga, kelamaan keburu anaknya nangis.


Soal Makanan Bayi

Ini sudah pernah dibahas. Saya penganut, yay untuk makanan instan anak. Yay bukan berarti anaknya dijejelin makanan instant terus lho, tapi ya ngga anti gitu sama makanan instant.


Kalau pergi makan ke luar gitu, saya bukan tipe ibu-ibu yang ngebekel makanan khusus untuk anaknya. anaknya ya dipilihin dari menu yang ada. Entah soup, entah kentang goreng, yang bisa dimakan anak-anaklah. Free

Soal Menyapih

Nah ini, persoalan ibu-ibu sedunia.

Kapan waktu yang tepat untuk menyapih anak. Kalau ngikutin teori parenting sih sampai 2 tahun, ada juga yang lebih lama dari itu. 

Kalau saya sih lebih percaya intuisi (((INTUISI))) untuk soal penyapihan.

Pokoke saya tahulah, kapan waktu yang pas untuk menyapih. Makanya Tara tuh ngga pakai WWL, ya bisa juga lepas nenen dengan aman sentosa. Tara saya susui itu sampai usia 2.5 tahun.

Eh giliran adeknya, ngga selama itu, 1 tahun 2 bulan udah ngga nenen lagi.

Kenapa?

I dun no, tiba-tiba Divya ngga mau aja nenen. Yo wislah, malah ngga ada drama.


Soal Jam Tidur Anak

Sungguhlah ini sampai sekarang masih menjadi peer maha besar bagi saya.

Sampai detik ini Tara dan Divya, bobonya selalu di atas jam 11.



Malam banget, sampai saya kadang ketiduran nungguin mereka tidur. Udahlah saya ngga mau atur-atur yang gimana, karena saya merasa mereka memang sengaja ngga mau bobo cepet, karena pengen main lama dengan saya.

Yo wislah, palingan saya yang ngantuk banget tuh besok paginya, karena kadang saya juga seneng sih mereka bobo lama, jadi lama juga nguyel-nguyelnya.


Soal Hang Out Bareng Sohib


Sejak menikah, apalagi setelah punya anak, saya memang jaraaaang banget kongkow-kongkow sama sohib saya. ya soalnya waktunya ngga pas sih, kebetulan sohib-sohib saya itu ibu bekerja semua, jadi ya mau ketemuan pasti harus jam pulang kantor. 

Perkara acara apapun di luar weekday pastilah susah banget dilakukan.

Namun, kalau untuk momen-momen spesial, saya pasti rela bangetlah ngabisin waktu sama mereka, pergi sendiri. Iyalah kan mau ocip-ocip sama sohib, bolehlah sekali-kali single-an dulu.

Di kuis ada tuh pertanyaan : 

It's your best friend's birthday, and she scored last-minute reservations at that new Italian restaurant. What do you do?


Off course saya bakal jawab : I tell her I wouldn't miss it for the world. Then I scramble for a babysitter.

Dan ini memang kejadian, pernah sohib saya yang tinggal di Sulawesi datang ke Medan. Kami udah ngga ketemuan selama ehhhhm 15 tahunan kali. Ya udah saya titipin anak ke ART, dan saya main sama sohib saya itu seharian. Ajak makan dia sampe puyeng plus ocip-ocip , lol.

Lho kok ngga bawa anak?

Anaknya mau kongkow sama temennya bukan sama tante-tante , hahahha.


Saya pikir, bolehlah sekali-kali nitipin anak ke ART dan hepi-hepi sama teman.
Iyes. 



Nah itu dia style parenting saya, freewheeler.

Tapi sebenarnya saya rasa sih ngga bebas-bebas amat, kalau mau jawaban lebih konkrit sepertinya saya masuk type kombinasi, antara optimizer dan freewheeler, halah belibet.

Iya soalnya, ada beberapa pertanyaan di kuis yang jawaban saya tuh menggambarkan i have plan.

Kayak pertanyaan ini nih soal nonton di bioskop. Saya mah pakai pilihan juga, ngga main masuk aja ke bioskopnya. Minimal lihat artisnyalah atau nanya referensi teman dulu.


Parenting style itu memang berbeda-beda bagi setiap ibu. Ngga ada yang benar ngga ada yang salah menurut saya. Karena namanya gaya pengasuhan itu banyak hal yang mempengaruhi.

Kita sih ngga usah susah-susah mencari tahu, "apa nih styleku", ngga perlulah. Pakai aja mana yang paling pas untuk kita, sesuaikan dengan kondisi anak dan kondisi kita juga tentunya.Yang utama anak bahagia  dan ibu bahagia.

So, ibu-ibu sekalian, mana nih dari 3 style di atas yang paling menggambarkan dirimu. Cobain tesnya yuk, biar ketauan , hahahahaha.

Salam freewheeler



Pentingkah Istri Memiliki Penghasilan Sendiri?

Thursday, March 30, 2017


Yang namanya berkeluarga itu rezekinya sudah diatur sebesar 100 %
Saat suami istri bekerja, maka rezekinya 100 %
Dan saat istri berhenti kerja, ya rezekinya tetap 100 %

Kalimat itu sering banget saya baca, yang menegaskan bahwa sebenarnya mau suami istri bekerja, atau hanya suami saja yang bekerja, yang namanya rezeki keluarga itu ngga akan berkurang.

Bener sih ya, saya setuju.

Nah, kalau demikian, banyak orang yang beranggapan, ya ngapain kalau begitu istri harus bekerja?

Bahkan ada juga yang berpendapat sebaiknya seorang istri itu ya di rumah saja, biarkan suami yang memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, karena suami istri itu punya tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Trus muncul pertanyaan, sebenarnya perlu ngga sih wanita atau istri itu memiliki penghasilan sendiri?

GesiWindiTalk hari ini mau ngomongin itu



Sebelum kesana saya mau cerita dulu sedikit mengenai keluarga saya.

Saya lahir dan dibesarkan di keluarga yang ayah dan ibunya bekerja. Ayah saya kerja di perkebunan sedangkan ibu saya guru. Dari kecil terbiasa melihat ibu saya bekerja dan menghasilkan uang sendiri membuat saya ya cara berfikirnya bahwa perempuan itu normalnya bekerja.

Makanya ngga heran, anak ortu saya, tiga orang perempuan, semua jadi ibu bekerja. Walau pada akhirnya adik saya yang paling kecil memutuskan resign saat harus ikut suami pindah tugas.

Suatu saat di masa kami anak-anak ,ortu saya sedang butuh-butuhnya biaya sekolah, eh ndilalah saat itu ayah saya terkena PHK dari perusahannya. Yang mengakibatkan kami sempat yang mendadak jatuh miskin.

Jatuh miskinnya ngga ngenes banget sih, masih bisa makan, punya tempat tinggal, tapi biaya sekolah sempat yang terengah-engah banget memenuhinya.

Nah saat itulah saya merasakan betapa peran ibu saya yang notabene bekerja menjadi penyelamat bagi kelangsungan hidup keluarga kami. Dan syukurnya, ayah saya ngga lama langsung dapat pekerjaan baru, sehingga roda ekonomi kembali on the track.

But, di masa-masa itu kami sekeluarga sempat bener merasakan yang namanya ngga punya duit itu gimana. Itu pulalah yang menyebabkan saya akhirnya dikirim ke sekolah gratisan (yang juga keren pastinya) di Sibolga sana. Sesuatu yang mungkin ngga akan terjadi kalau keluarga saya ekonominya baik-baik saja.

( Baca : Warna Warni Sekolah Kenangan )

Memang ini bukan semata soal karena ayah saya kehilangan pekerjaan, tapi juga karena perencanaan keuangan keluarga yang buruk.

Iyes, keluarga kami tidak punya tabungan sama sekali, sehingga saat terjadi sesuatu di luar kendali, maka ekonomi keluarga langsung oleng.

So, jika ada pertanyaan, pentingkah seorang istri punya penghasilan sendiri?

Saya akan jawab Penting Banget

Kenapa?

Ada banyak alasan,
  1. Bisa membantu keuangan keluarga
  2. Bisa membeli apapun keinginan kita tanpa harus menunggu pemberian suami
  3. Tidak tergantung ke suami
  4. Bisa berjaga-jaga jika kondisi darurat terjadi
  5. Bisa membantu keluarga tanpa mengganggu uang keluarga
  6. Untuk kualitas hidup yang lebih baik
  7. Rencana keuangan keluarga lebih cepat tercapai
  8. Biar lebih dihargai
  9. Agar lebih percaya diri
  10. dst...dst
Silahkan diteruskan sendiri. Seribu alasan bakal ketemu.

Namun jika pertanyaan diteruskan, haruskan seorang istri memiliki penghasilan sendiri?

Jawaban saya :Tidak Harus.

Kenapa?

Karena ini sangat tergantung dengan kondisi keluarga masing-masing.

Ada keluarga yang peran istri malah akan lebih terasa saat istrinya sama sekali tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan.

Contohnya presiden, gubernur, bupati, istri para pejabat, istri ustazah, istri guru, istri pegawai kantoran, istri siapapun yang memang perannya sebagai pure pendamping suami malah akan lebih optimal untuk keluarga mereka.

Namun ada juga keluarga yang peranan istri tidak hanya sebagai pendamping suami tapi juga partner pencai nafkah.

Ngga bisa dipukul rata.

Soal kepercayaan diri, bisa beli barang sendiri,dll .

Yang kayak gini mah alasan- alasan bisa terpenuhi tanpa harus memiliki penghasilan sendiri.


Makanya walau saya bilang istri memiliki penghasilan sendiri itu penting tapi, istri tidak harus memiliki penghasilan sendiri.

Wah kok bisa gitu?

Ya bisa aja.

Ini mungkin bisa dianalogikan dengan, pertanyaan: penting ngga pakai pensil alis untuk menunjang penampilan?

Jawabannya penting. Tapi kalau diterusian, harus ngga seorang wanita pake pensil alis untuk menunjang penampilan?

Ya ngga harus. Tergantung alisnya udah bagus ngga, perlu ngga dipensil alisin.

Sungguhlah analogi yang luar bisa cerdas, wahahahaha.

Nah, makanya soal alasan kenapa seorang istri itu penting memiliki penghasilan sendiri sebenarnya hanyalah point plus saja dari imbas memiliki penghasilan sendiri.

Lebih dari itu, ada yang urgensinya lebih lagi bagi seorang istri atau siapapun di dunia ini yaitu,

Bahwa kita harus bisa hidup tanpa ketergantungan berlebih kepada orang lain.

Makanya alasan yang paling sering mendasari pendapat bahwa istri harus punya penghasilan sendiri adalah alasan ketiga dan keempat.

Yup, berjaga-jaga dari kondisi darurat merupakan alasan nomor wahid dari urgensi istri memiliki penghasilan sendiri.

Namun apakah itu sepenuhnya benar?

Ngga juga

Di contoh keluarga saya, saat terjadi kondisi darurat, even ibu saya bekerja dan memiliki penghasilan sendiri ternyata kondisi keluarga tetap morat marit.

Dan di keluarga lain, saat suami duluan pergi, ternyata masih banyak istri tak memiliki penghasilan yang bisa survive.

Nah lho bingung kan?

Berkaca dari hal tersebut, saya mengambil satu kesimpulan, bahwa sebenarnya di luar soal pentingnya istri memiliki penghasilan sendiri, ada setidaknya dua hal mendasar yang harus dimiliki seorang istri yang lebih dari pentingnya memiliki penghasilan sendiri,yaitu


" MENJADI ISTRI YANG MANDIRI DAN MEMILIKI PERENCANAAN KEUANGAN YANG BAIK"

That's it.

Kenapa?

Seperti quote di pembuka tulisan ini, saya percaya bahwa yang namanya rezeki itu sudah ada yang atur. Sejelek-jeleknya nasib, tiba-tiba ditinggal suami pada saat kita tidak memiliki sumber penghasilan sendiri, sepanjang punya perencanaan keuangan yang baik, maka sebenarnya semua bisa banget aman terkendali.

Karena mau seberapa besar pun gaji suami ditambah gaji istri, jika tidak memiliki perencanaan keuangan yang baik, ya hasilnya nul putul.

Sebaliknya seberapa pas-pasan nya pun penghasilan suami, kalau dikelola dengan baik, maka ya keuangan keluarga juga akan baik-baik saja saat misal suami duluan pergi. Ini kan sunatullah ya, usia manusia pasti berakhir.

Nah, masalahnya, perencanaan keuangan keluarga yang baik, walaupun teorinya itu kata om Safir Senduk ataupun kata mba Ligwina Hananto " Tidak penting berapa penghasilanmu yang penting berapa yang bisa kau sisihkan", tapi pada kenyataannya jauh lebih gampang merencanakan keuangan keluarga saat duitnya memiliki jumlah yang secara kasat mata ada di angka tidak mefet.

Sederhananya, tentu lebih gampang mengatur uang 10 juta untuk kehidupan rumah tangga dengan 2 orang anak dibanding mengatur uang 3 juta misalnya.

Ya kaan ya kaaan?

Untuk memiliki keuangan yang lebih lega itulah, peran istri yang memiliki penghasilan sendiri jadi penting.



Memiliki penghasilan sendiri bukan berarti harus bekerja keluar rumah.

Untuk hal ini, saya ngga mau membuka perdebatan.

Perempuan punya pilihan mau bekerja di luar atau menjadi stay at home mom.

Pendapat pribadi saya, sepanjang suami masih mampu membiayai keuangan keluarga, jika istri memang tidak perlu untuk mencari nafkah, dan si istri serta suami juga merasa baik-baik saja, ya ngga perlu juga maksa untuk memiliki penghasilan sendiri.

Karena salah satu tujuan berkeluarga itu kan biar mencapai kesejahteraan bersama.

Isri memiliki penghasilan sendiri adalah salah satu tools.

Kalau tools itu ngga dibutuhkan ya ngga perlu dipaksa dipakai.

Ya ngga?


Makanya saya bilang disini bukan masalah bekerja di luarnya, atau memiliki penghasilan sendirinya, tapi kemandirian si istrilah yang menjadi pointnya, sehingga jika suatu saat amit-amit terjadi sesuatu yang mengharuskan seorang istri menjadi si pencari nafkah, maka dia ngga akan gagap terhadap perubahan yang terjadi.

Yup, itu Pointnya MANDIRI dan PERENCANAAN KEUANGAN YANG BAIK

Kita bahas satu-satu ya


MANDIRI

Mandiri itu maksudnya bukan tidak perlu bantuan suami, atau bisa apa-apa dikerjakan sendiri. Atau bisa beli barang apa-apa sendiri ngga minta suami. Ngga seperti itu.

Mandiri yang saya maksud adalah seorang perempuan harus memiliki sesuatu yang bisa diandalkan buat bertahan hidup. Life Skill lah istilahnya.

Makanya saya bolak-balik tulis di blog saya ini, saat seorang perempuan berubah status menjadi istri jangan pernah, saya bilang JANGAN PERNAH mengubur mimpi-mimpi kita.

Jangan pernah berhenti untuk mengasah kemampuan diri sendiri, jangan berhenti untuk menggali potensi yang ada. lakukan apa yang menjadi passion kita, jangan berhenti belajar.

( Baca : Wanita dan Cita-Cita Yang Meredup )

Saya mengagumi istri-istri yang tidak pernah merasa bahwa dinding rumah adalah pembatas dirinya dengan dunia luar.

Ada seorang teman saya yang dulunya bekerja , sama seperti saya seorang banker. Saat menikah ia resign. Namun ia tidak pernah berhenti mengasah diri. Saat ada waktu luang yang dilakukannya adalah kursus menjahit. Selesai kursus menjahit, ada waktu lagi ia gunakan untuk kursus memasak.

Selalu ada hal yang bisa dilakukan, dan saat ini bahkan ia sudah bisa mendapat penghasilan dari hobi menjahit dan memasaknya itu.

Saya juga punya seorang teman yang dulunya saat kuliah lulus dengan IPK Cum laude. Begitu menikah, ia menjadi Stay At Home Mom. Tapi bukan sembarangan Stay At Home Mom, dia yang dulu gape meramu berbagai bahan kimia di laboratorium, kini ahli meracik berbagai macam bumbu menjadi aneka hidangan lezat.

Dan ngga, suami mereka ngga yang kekurangan, hidup mereka malah jauh dari kata cukup alias berlebih. Saya yakin jika amit-amit terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka mereka tidak akan gagap, minimal dalam hal ekonomi keluarga.

So jadilah perempuan yang mandiri, jadilah istri yang memiliki sesuatu yang bisa diandalkan untuk bertahan hidup.




PERENCANAAN KEUANGAN YANG BAIK

Point kedua yang terpenting adalah perencanaan keuangan keluarga.

Berkaca di kasus keluarga saya.walau ibu saya bekerja, namun saat ayah kehilangan pekerjaan bisa dibilang kami cukup kocar-kacir menghadapinya. Padahal ibu saya punya penghasilan sendiri.

Iya kami selamat melewatinya, namun sungguh masa-masa yang kalau diinget bisa bikin mbrebes mili lah.



Dan itu semua terjadi karena tidak adanya perencanaan keuangan yang baik.

Maka, seorang istri , apapun kondisinya, mau bekerja mau tidak bekerja, mau punya penghasilan atau tidak punya penghasilan saat ini, mau punya suami kaya atau suami pas-pasan, penting banget bisa mengelola keuangan keluarga dengan baik.

Rencanakan... Apapun selalu rencanakan.

Buat target-target yang masuk akal.

Misal : gaji suami 5 juta, ya targetnya pengeluaran maksimal Rp 3,5 juta. Sisanya untuk tabungan, untuk investasi, untuk asuransi, untuk dana pendidikan anak, terserahlah, sesuaikan dengan tujuan keuangan keluarga masing-masing.

( Baca : Perencaaan Keluarga Ala Ibu Bekerja )

Setiap keluarga tentu memiliki formula yang berbeda-beda. Temukan dengan trial and error. Yang pasti jangan besar pasak dari pada tiang.



Saya amat mempercayai bahwa rezeki itu sudah diatur yang maha Kuasa. Tugas kitalah menjemput rezeki itu dan mengelolanya dengan baik.

Namun bukan berarti kita pasrah aja terhadap apapun kondisi kita. yang namanya manusia itu tugasnya adalah berusaha termasuk berusaha mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang bisa menimpa.

Memiliki penghasilan atau tidak memiliki penghasilan bukan issue utama bagi seorang istri (menurut hemat saya), apalagi soal bekerja atau tidak bekerja. Karena memang ada perempuan yang suka bekerja, hobinya bekerja, passionnya bekerja (seperti saya), ada pula perempuan yang memang hobinya ya mengerjakan segala urusan rumah tangga.



Yang pasti, mau punya penghasilan atau tidak, mau bekerja atau tidak, seorang istri (menurut saya) penting untuk memiliki sebuah keahlian dan Penting pake banget bisa mengatur keuangan keluarga dengan baik

Jadi bu ibu yang sekarang bekerja, dimanapun, mau kerja kantoran, mau kerja MLM, ga perlu ya setiap hari ngajak orang untuk harus punya penghasilan sendiri dan menganggap istri yang ngga punya penghasilan itu afalah istri yang ngga produktif.

Ngga semua istri harus punya penghasilan sendiri.

Dan bu ibu yang saat ini ngga punya penghasilan sendiri juga ga perlu stress,merasa kok kurang keren nih, kok aku ga bisa punya uang sendiri.

Ngga perlu gitu juga.

Yang penting, selalu prepare diri. Kalau memang punya keahlian dagang silahkan diasah dengan berlatih jualan. Punya keahlian masak,ya masak aja terus sampe jadi ahli, punya keahlian nulis, ya terus berlatih nulis.

Karena yang namanya manusia, mau seorang istri atau bukan, mau laki atau perempuan memang selayaknya memiliki keahlian untuk bertahan hidup dan tidak melulu tergantung pada orang lain.


Kalau menurut kalian nih, seberapa penting seorang istri memiliki penghasilan sendiri?


  • Penting Banget
  • Penting Aja
  • Ngga Penting
  • Biasa Aja
  • Ngga peduli
  • Tergantung (tergantung apa?)


Plis ikutan sumbang pendapat dong, pengen tau pendapat kalian. Atau buat post sendiri dan tag saya yah.

Belanja Impulsif

Wednesday, March 22, 2017
Belanja Impulsif




Katanya  wanita dan belanja itu kayak saudara kembar satu mamak satu bapak. Dimana ada wanita hepi-hepi bareng, biasanya ujung-ujungnya belanja.

Bagi sebagian wanita belanja itu kayak sebuah terapy, makanya setelah belanja biasanya dia hepi. Stress di pekerjaan, lari ke mall, belanja ina inu, balik-balik bahagia. Besoknya stress maning, xixixi.

Ada juga yang melakukan kegiatan belanja sebagai me time. Iya me timenya itu belanja, hahaha mahal ya bok.

Ada juga yang menjadikan belanja sebagai sarana piknik, sarana hiburan. Jadi tiap weekend, pikniknya ke mall, ujung-ujungnya belanja.

Ada juga. yang memposisikan belanja ya cuma sebagai kegiatan biasa kayak kegiatan rutin lainnya.

Kalau belanjanya sesuai kebutuhan sih sebenarnya ngga apa-apa.

Nah, sialnya banyak wanita yang belanja atau membeli sesuatu karena alasan ngga logis. kayak ih karena lucu, atau ngga karena warnanya pink, pokoknya pink is a must. Bahkan ada yang belanja karena ya pengen aja, masa pengen dilarang sih T____T.




Nah, model-model belanja yang tanpa perencanaan ini nih yang disebut belanja impulsif.


Jalan-jalan ke mall, niatnya cuma jalan doang, eh mampir ke counter kosmetik, tiba-tiba udah segambreng masuk ke kasir.

Atau lihat-lihat ol shop, trus, tung tung tung, masuk aja ke chart.

Belanja yang semena-mena ini, bener-bener bikin bahagia sesaat, udah gitu pusing sampai migren, LOL.

Dua hari yang lalu, saya abis ngambek dengan suami.

Ngambek yang sampai ngga mau ngomong seharian. Ngambek level ngga mau ada di satu ruangan sama masteg. kalau Mas Teguh di dapur, saya ke kamar. Doi ke kamar, saya ke ruang tamu, doi ke ruang tamu saya ke dapur. Duh rumah seuprit, tempat ngumpet jadi ngga variatif, xixixi.

Apa sebab?

Soalnya saya lagi bete. Saya bete karena duit saya kok cepet banget abisnya bulan ini. Jadi saya ngadu ke suami, dengan harapan bakal ditambahin uang jajannya, eh malah dinasehatin panjang lebar. Tentang berhemat, tentang lalalalalala, yang membuat saya bete beratlah pokoknya. Udah tau orang lagi masygul , bingung entah kemana larinya duit gaji, eh malah diomelin, kan bikin pengen mamam sawi pait ya,LOL

Usut-punya usut ternyata memang di sebulanan kemarin, saya melakukan yang namanya belanja impulsif.


Belanja yang ngga pake mikir, trus main beli-beli aja.

Baca punya Gesi :


Abis itu pas lihat saldo di rekening, langsung berurai air mata, huhuhu. Entah hapa-hapa yang saya beli bulan lalu, sampe malu lihat saldo sendiri .



Padahal kalau pakai skala 1 sampai 10, level kegemaran belanja saya itu sebenarnya berada di angka 5, alias sedang-sedang saja. Saya ngga hobi banget belanja, tapi ya kalau diajak belanja hepi. Tapi bukan type orang yang stress trus belanja. 

Bukan ngga mau, tapi dana ngga mendukung cuy.

Dulu aja pas mau lahiran anak pertama, yang kebanyakan orang excited buat belanja macem-macem keperluan bayinya, eh saya malah lebih milih nitip ke kakak ipar dan adek saya. 

Kebanyakan barang-barang yang saya punya, kayak baju, tas gitu, yang beliin adek atau kaka ipar saya, sangkin malesnya saya belanja. jadi mereka biasanya saat jalan-jalan kemana trus nemu barang bagus yang kira-kira saya bakal suka, langsung dibeli, besoknya saya suruh ganti uangnya, huuuu.

Nah, tapi dalam sebulanan ini, saya bener-bener yang lost control sampe berasa boroooos banget.

Hasil bongkar-bongkar struck belanja, ini nih 3 pengeluaran saya di bulan kemarin dan sebenernya di bulan-bulan sebelumnya juga jadi pos terbesar pengeluaran saya yang sukses bikin saya bokek mendadak.

1. Skincare

Yup, saya pernah cerita di blog ini, kalau saya suka banget nyoba-nyobain skincare. Dan kalau beli tuh, langsung sepaket-sepaketan gitu. Pokoke kalau udah di counter kosmetik, saya lemah bangetlah. Ditawar-tawarin mba SPG, iman langsung lemah, tiba-tiba udah nenteng aja kantong belanjaan isi skincare.

( Baca : My Daily Make Up )

Jadi kebetulan kemarin pas bulan Januari kan saya ultah. Ditawarin kado sama suami. Karena ngga tau mau beli apa, saya jadinya jajan skincare, sepaket, yang harganya bikin nangis. Huhuhuhu saya bahagia tapi sedih, sedih tapi bahagia.

Sedih, karena sekarang mikir, kalau dibeliin emas kan mayan tuh dapat beberapa gram. Tapi bahagia karena dikasi kado yang saya pengen T____T

Padahal kado yah, tapi tetep aja bikin nyesek. Ah elah hidupku ribet amat sik.

Perkara skincare ini, saya pernah juga belanja yang ngga masuk akal.

Saat itu saya lagi ke bogor, nginep di hotel Santika. Bawahnya hotel Santika itu kan Mall Botani Square. Jadi malam-malam saya makan di mall, abis makan jalan-jalanlah lihat-lihat mall, trus mampir ke counter bodyshop. Eh ada payung unyu banget, warna putih, tapi kalau kena hujan ntar dia berubah warna jadi pink. Kyaaa kyaaa saya langsung mupeng.

Tapi, untuk dapetin payung itu harus belanja dulu sejuumlah tertentu. Demi payung saya belanja skincare segambreng, Iyes seimpulsif itu, aaaaaaak. Saya ngga ngerti gimana cara ngeremnya.

Payung yang bikin saya belanja skincare segambreng



2. Sepatu

Ini juga ngga ngerti, kok sebulanan kemarin, dalam waktu sebulan ternyata saya beli sepatu sebanyak...........4 buah, oh my God. Padahal ya kakinya cuma sebiji, tapi bisa-bisanya beli sepatu 4 biji dalam waktu singkat.

Jadi ceritanya, kemarin tuh dapat job, yang bayarannya voucher belanja marketplace gitu.

Buka webnya, pilih-pilih eh naksir sepatunya, beli deh.



Trus ada job yang dilakukan kemarin-kemarin udah selesai, eh bayarannya voucher belanja maning. Lihat-lihat , naksirnya ke sepatu lagi. 

Cuuus, si sepatu baru nyampe ke rumah.



Ini nih sepatunya, yang minat beli silahkan lho. Masih gres,belum saya pakai.

Trus, pas jalan-jalan sama suami ke mall, ditawarin mau beli apa. Karena saya istri yang baik hati dan tidak sombong, saya minta........SEPATU... again.


Trus dua hari kemudian jalan-jalan sama ade saya, nemu sepatu ini. Aaaaargh.


Dan yang dipake, cuma itu lagi itu lagi.

Mungkin saya punya penyakit, syndrom sepatu. I hate it.


3. Spa, Pijet, Salon, dan Kawan-kawannya.

Iyaaaa saya hobi banget ke salon. Bukan buat permak wajah atau apa, tapi buat dipijet-pijet sama mbanya.

Ternyata yah di dua bulan ini ampun banget pengeluaran saya untuk dipijet-pijet. Sampe ..... pokoknya kalian ngga bisa membayangkan berapa yang saya habiskan di salon, yang akhirnya kemarin bikin Mas teguh ceramahin saya panjang lebar.

Karena apa?

Karena Me time saya itu SALON.

SALON is my life

I Love SALON so much.

( Baca : Me Time )

Aaaargh, saya suka banget beli voucher-voucher salon or spa sekali beli 10 biji, biar dapet diskon. Dan itu habisnya cepet banget.

Dalam sebulan mungkin saya empat kali pijet. 

Ditotal-total, pengeluaran karena belanja impulsif ini mencapai sekian sekian juta, aaaaargh. Pantesan suami marah kemarin .



Belum pernah terjadi dalam sejarah, saya seboros ini. Kayaknya memang karena kurang piknik nih, jadi pikniknya ke mall. Jadi pikniknya ke salon, jadi pikniknya cuci mata di olshop.

Pokoke saya kapok deh, ga lagi-lagi belanja tanpa perhitungan gini.

( Baca : Biar kere Yang Penting kece )

Kalian, pernah ga melakukan belanja impulsif. Trus gimana cara ngatasinya, kasih tau saya dong.



Film Paling Bikin Baper

Wednesday, March 8, 2017

Hai haaaaai, hari ini GesiWindiTalk ganti banner. Wuwuwuwuwuwu excited banget, hahaha.

Sangkin excitednya , kita sampai ngga bisa mikir tema yang serius, ya udahlah bahas yang ringan-ringan tapi bikin baper. Lol



Ngomongin film memang ngga ada matinya. Karena film itu kalau dihayati dan diresapi ceritanya pasti banyak banget yang bisa diambil hikmahnya.

Baca Punya Gesi:


Saya sebenarnya bukan orang yang hobi banget nonton film. Nonton film itu bagi saya cuma sebagai hiburan doang, bukan hobi atau kegemaran. Jadi kalau pas senggang , ngga tau ngapain mungkin saya bakal nonton film. kalau ngga penegn ya ngga nonton.

Jadi saya bukan penikmat film kayak orang-orang, yang setiap ada film baru bakal nonton, atau merencanakan nonton film anu jauh-jauh hari. Nggaaaa, .

Tapi, walau demikian, ada beberapa film yang berkesan banget bagi saya dan sempet bikin baper berat. Huhuhu, bapernya ini bisa baper hepi, bisa juga baper sedih. Emak baperan, apa-apa bisa jadi baperlah, lol.

Ini berdasar tingkat kebaperan, makin ke bawah bapernya makin maksimal.


1. UP

Aaargh film ini bikin baper parah. Saya nontonnya sampe nangis (tapi ngga yang nangis bombay sih). abis nonton langsung mellow, nelfon suami, trus nangis lagi.

Film ini menceritakan tentang dua anak kecil carl and Ellie yang memiliki mimpi untuk berpetualang. Mereka sahabatan dari imut-imut sampai akhirnya menikah. Mereka menabung setiap hari demi perjalanan impian ke air terjun surga.



Seiring berjalannya waktu, si istri Ellie divonis dokter ngga bakal bisa punya anak . Duh pas bagian ini, hati saya mencelos, langsung keinget diri sendiri. Iya waktu nonton ini, saya udah beberapa tahun menikah dan belum ada tanda-tanda punya anak. jadi sambil nonton, berasa melihat diri sendiri.

Mereka menua bersama, sampai Ellie meninggal, dan Carl menjadi ya duda tua pada umumnya. yang suka marah-marah, ngga semangat, dan murung.

Hingga suatu hari, ia teringat akan mimpi-mimpinya bersama Ellie saat kecil dulu. Dengan berbekal sisa tenang tuanya, dan balon yang udah dipasangnya di atas rumah, maka Ellie terbang menuju air terjun surga.




Huhuhu ni film bikin sedih, bikin terharu, tapi bikin seneng, bikin kita merasa " Wah ternyata impina itu memang harus dikejar, jangan dibiarkan teronggok di sudut angan saja"

Meijing, betapa film animasi gini yang kelihatan ringan ternyata isinya berat boook. Yang belum nonton, tontonlah, rekomended banget.

Laaf



2. AADC 

Terbaper berikutnya adalah AADC. Huhuiiii iyalah, siapa sih yang ngga baper.

Nonton AADC itu saat kuliah. Lagi pacaran sama someone yang udah jadi mantan.

Kenapa baper?

Karena pas nonton, saya merasa seolah-olah jadi Cinta. Why oh why hahahaha.

Pokoke Cinta is me. I am Cinta.

Bagian paling baper adalah saat Cinta mutusin ngga berhubungan sama Rangga karena teman-temannya ngga suka Rangga.

Oh Shit, ini pernah banget saya alamin. Suka sama orang tapi teman-teman rese ngga setuju. Cuma satu kata yang bisa mendeskripsikannya

NELANGSA.

Pengen kelihatan pura-pura ngga butuh, padahal hati keinget terus. Kalau ketemu doi, pengen kelihatan " Aku ngga suka kamu, jangan dekati aku" , karena di sekeliling ada teman-teman kita, padahal dalam hati pengen teriak " I Miss You", huhuhu.



I feel You Cinta, i feel you , Lol

Iya ni film pokoke bikin baper.

Tapi yang pertama doang yah, AADC yang kedua saya nontonnya biasa aja. Nonton sama suami, dan yah saya pikir saya udah cukup dewasa untuk ngga melakukan apa yang dilakukan si Cinta di AADC 2, wahahahaha

( Baca : Alumni Hati )


3. Kuch Kuch Ho Ta Hai


Hwaaa, fansnya Sahrul Khan mana suaranyaaaa.

Film yang kalau diitung-itung entah sudah berapa kali saya tonton.  Pertama nonton pas SMA, di ruangan Audio Visual Asrama . Iya saya anak asraman, asrama saya keren, ada ruangan bioskopnya hahahha.

( Baca : Warna-Warni Sekolah Kenangan )

Kenapa fil ini masuk film terbaper saya?

Karena, lagi-lagi pas nonton ini keadaan saya pas banget kayak si Anjali, wahahahaahha. yee ngaku-ngaku aja buuu.

Kan ada tuh adegan si Anjali mau nikah, udah pakai baju pengantin, Trus bimbang, gundah gulana, menentukan apakah dia akan menikahi Amman atau kembali ke pelukan Rahul, ooooooouch.

Adegan terbaper, gundah gulana,
Merasa inilah takdirku
aku akan merana setelah itu
Oh Tuhan beri keajaiban

Thanks God, ga jadi nikah sama dia ;)


Ngga sih, kondisi saya bukan sama persis mau nikah gitu, tapi di saat yang sama, saat itu hati saya sedang mendua. Lagi sama seseorang tapi pikiran ke orang lain.

Trus saat akhirnya, Amman menyerahkan Anjali ke Rahul, huhuhu saya nangis, terharu sampe baper kepikiran gimana kalau itu terjadi padaku. Gimana kalau pas aku mutusin nikah sama seseorang ternyata aku meragu. Meragu trus melihat si pujaan hati ada di depan mata, available, bisa dimiliki saat itu, tapi harus menyakiti hati seseorang yang udah pakai baju pengantin.

Ouch, baperlah.

Syukurnya itu ngga pernah terjadi di saya, hanya sekedar pertanyaan gimana-gimana.


4. Personal Taste

Maaf pemirsah, ternyata ngga banyak film yang membuat saya baper. Hanya tiga film itu doang.

Yang keempat ini, bukan film, tapi serial Korea. Yang main Lee Min Ho.

Aaak, nonton ini saat saya LDR an sama suami. Saya di Jakarta suami di Medan.

Ngga ada hubungan sih dengan LDR-annya, tapi karena nontonnya pasti pas malam, di kost-an , jadi bapernya lebih berasa.

Karena nontonnya udah lama, saya udah agak lupa ceritanya.

Adegan terbaper, saat si Cewek datang ke acara nikahan temannya, sahabatnya banget, yang tinggal serumah sama dia, yang ngerti segala-galanya tentang dia. Eh ternyata, pasangan si teman cewek adalah PACARNYA dia, huhuhu sedih banget.



Baper parah pengen nangis gila. bayangin kalau saya di posisi dia, udah saya cabik-cabik tuh sohib kayak gitu. And yes she did it. Di pesta pernikahan itu, si cewek ngamuk  hahaha.

Trus terbaper lagi, ya kelanjutannya. Saat si Lee Min Ho yang pura-pura gay, akhirnya jatuh cinta sama si cewek ini. Adegan-adegannya so sweet. Apalagi di bagian ehm ehm nya, so sweeeeet. Laaaf.


Ini adegan si cewek lagi kecewa gimana gitu sama pacarnya,
 trus min Ho datang dan langsung kiss si cewek, DISAKSIKAN sang mantan pacar, aaaaak.

Gara-gara nonton ini saya sempet bikin tulisan fiksi, hahahahaha, duh malu.

( Baca : Segores Rindu Untukmu )


Duh kayaknya cuma 4 film itu aja deh yang bisa bikin saya baper, sampai yang kepikiran, sampai yang kebawa ke hati. Sampe yang pas inget adegannya, saya bisa nangis, saya bisa nyesek, dan bisa ketawa bahagia seolah-olah saya yang ngalamin.

Cih, ternyata selera film saya ya begitu itu yah, hahahaha.

Kalau kalian, ada ngga film yang bikin kalian baper banget. Baper yang sampe ikut merasa kalian adalah si pemeran di film itu., Lol.

And kalau ada yang punya rekomendasi film yang bisa bikin saya mendalami sampai menusuk ke hati, tolong kasih tau akuuuuuuh.




Membawa Anak Ke Event Bloger ?

Wednesday, March 1, 2017
Membawa anak ke event blogger?


Jadi lagi rame nih soal sikap dan attitude blogger saat menghadiri sebuah event. Saya ngga mau bahas soal gimana attitude blogger seharusnya yah, karena namanya attitude itu mah berlaku umumlah dimanapun. Berhubungan dengan kepantasan, ngapain diajar-ajarin. Karena terkadang pantas menurut kita belum tentu pantas untuk orang lain, begitupun sebaliknya.

Saya dan Gesi mau bahas soal membawa anak ke event blogger aja.


Baca punya Gesi


Lho kok anaknya dibawa-bawa ke event, emang mau kondangan apa? , LOL

Bagi pembaca yang bukan blogger, saya jelasin dikit yah. bahwa yang namanya blogger itu sekarang ini udah sering banget dijadikan partner oleh brand-brand untuk mempromosikan atau memperkenalkan produk mereka.

Jadi kerap kali seorang blogger diundang untuk menghadiri event yang diadakan mereka, dengan tujuan agar blogger tahu apa yang ingin mereka sampaikan ke masyarakat luas, menuliskannya di blog untuk kemudian dishare biar semakin banyak orang yang tahu.

Tujuannya tentu saja agar masyarakat lebih aware dengan produk mereka.



Nah, terkadang ada beberapa blogger yang suka membawa anaknya untuk mengikuti event, sehingga terkadang mengganggu jalannya acara. Yah gimana namanya anak-anak , ngga semuanya kan kalem. Ada yang suka lari sana lari sini, ada yang suka teriak-teriak, ada yang suka mondar-mandir, bahkan ada yang hobinya gegulingan di karpet. Lucu yah.

Iya lucu, tapi jadi tidak lucu kalau itu dilakukan di event yang kadang memerlukan konsentrasi dan suasana tenang agar peserta atau undangan lain bisa tenang mendengarkan materi yang disampaikan.

Sebenarnya perkara bawa anak ke event ini memang sungguhlah masalah maha besar di dunia perblogeran.

Kenapa?

Karena ini adalah rantai setan yang susah putus.

Begini .

Hidup kebanyakan perempuan khususnya yang sudah punya anak , tidaklah sama dengan para single happy ataupun perempuan yang belum punya anak. Terkadang ada rasa jenuh yang menghampiri. Ngga cuma ibu rumah tangga, even ibu bekerja pun mengalaminya. Beberapa ada yang mengatasinya dengan menyalurkan hobinya ataupun kemudian menemukan passionnya dalam dunia blogger.

( Baca : Ekspektasi vs Realita Setelah Jadi Ibu )

Ngeblog menjadi sebuah me time, menjadi sebuah terapi, menjadi sebuah hiburan yang membuat para ibu ini tetap bisa menjalani hidup dengan normal disamping drama-drama keseharian yang you knowlah.



Setelah ia meluangkan waktu untuk ngeblog sembari mengasuh anak, eh ternyata ngeblog itu bisa menghasilkan uang. Maka para bloger ibu-ibu ini pun semakin semangat ngeblog. karena ternyata bisa banget menghasilkan uang tanpa meninggalkan anak.

Kemudian seiring perkembangan jaman, ternyata selain bisa menghasilkan uang melalui job berupa tulisan di blog, ada juga kegiatan blogger yang lain yaitu menghadiri event.

Event bloger ini bagi sebagian ibu tidak hanya sekedar untuk cari job yang korelasinya materi, tapi juga sebagai ajang untuk keluar dari sarangnya. Ketemu dengan teman sesama bloger tentulah sangat menyenangkan setelah sepanjang hari berkutat dengan pekerjaan rumah. Bahkan bagi ibu bekerja pun, menghadiri event blogger itu juga menyenangkan, karena ada banyak ilmu dan ya ketemu teman sesama bloger disana. Maka bagi mereka pergi ke event itu sekaligus sebagai hiburan, bahkan me time.

Eh tapi karena dia punya anak, maka menghadiri event itu kadang bisa jadi dilema tersendiri.

Pengen hadir, tapi anak sama siapa?
Mau hadir, tapi boleh bawa anak ngga ya?
Mau hadir, kalau bawa anak, ntar mengganggu acara ngga ya?
Ngga hadir ajalah, tapi kan sayang acaranya kayaknya seru.
Ngga hadir ajalah, tapi lagi butuh keluar rumah nih, suntuk di rumah aja
Ngga hadir, tapi nanti kalau aku nolak, aku ga bakal diundang event lagi, kan sedih.
Ngga hadir, tapi gimana dengan eksistensi, gimanaaaa? eh
Masa gara-gara event anak ditinggal sih, bawa aja ah.
Kalau setiap event ga boleh bawa anak, kapan aku hadir di eventnya, anakku kan ngga ada yang jaga.
Kalau nunggu ada yang jaga anak, kapan ilmuku nambah?



edebre
edebre
edebre
Terusin sendiri



Nah lho, ternyata dibalik kehadiran bloger yang bawa anak ke event itu mungkin sebelumnya sudah ada perang batin terlebih dahulu.

Xixixi, ini saya cuma nebak-nebak lho, tauk bener atau ngga.

Iya, kemungkinan seorang blogger yang bawa anaknya ya karena alasan-alasan di atas. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa jangan sampai kegiatan apapun untuk dirinya membuat ia harus meninggalkan anak. bisa jadi dulu dia adalah ibu bekerja yang kemudian resign, maka akan terjadi semacam monolog ke diri sendiri seperti ini

" Aku dulu memutuskan berhenti kerja biar deket anak, setelah di rumah aku jadi punya waktu ngeblog. Setelah aku seneng ngeblog , kok aku malah ninggalin anak untuk kegiatan ngeblog, jadi ngapaan aku berhenti kerja kalo begitu?"

Itu baru satu, yang lainnya ya kayak yang saya tulis di atas. Keinginan untuk bertemu teman, untuk mengupgrade diri, untuk me time, untuk keluar dari rutinitas, untuk cari duit, apalah, bisa apa saja.

( Baca : Ngeblog Itu yang kayak Gini Lho)

Maka membawa anak ke event jadi semacam hal yang lumrah bagi para blogger tersebut. Dengan alasan

" Kan udah nanya ke pembuat acara"
" Kan anakku yang penting anteng ngga ganggu orang"
" Kan gw ngga nyenggol hidup lu"
" Kamu ngga tau sih rasanya punya anak gimana"

Yang intinya adalah, membawa anak seharusnya tidak menjadi issue di kalangan blogger, bukan hal yang harus dipermasalahkan. Karena ibu dan anak harusnya ngga jadi masalah mau dimanapun berada bersama-sama. Kalau harus ninggalin anak mending jadi pekerja kantoran sekalian, ngapain jadi blogger.

Gitu terus loopnya muter. Makanya saya bilang rantai setan.

Benarkah demikian?

Biar ngga los fokus, saya bahas hanya tentang bloger yang datang ke event dan dibayar aja ya. kalau ngga dibayar ntar lain lagi ceritanya.

Kalau ditanyakan ke saya pribadi, membawa anak ke event blogger itu yay or nay, saya bakal jawab

Tergantung orangnya#Plak.

Bagos ya sis, jawabannya sangat idealis banget, cari aman aja, lol.

Ngga ding, saya bakal jawab NAY

Why?

Dalam hal ini, saya menyamakan membawa anak ke event itu sama dengan perkara membawa anak ke kantor. Menurut saya itu sama dan sebanding.

Karena walau bloger itu bukan pekerjaan resmi, dan yang namanya blog itu adalah jurnal yang ditulis secara personal, namun saat seorang bloger memutuskan untuk menerima job, atau mendapat uang dari blognya maka sepantasnya dia memposisikan dirinya saat menerima job or kerjaan itu sebagai kegiatan profesional.

( Baca : Tentang Profesionalisme Ibu bekerja )

Yang saya maksud profesional disini, berarti ada guideline yang jelas. Iya saat menulis di blog, kamu itu adalah personal, namun saat menerima job ya kamu jadi pekerja, karena kamu dibayar dan disitu ada kewajiban yang harus kamu lakukan atas sejumlah imbal jasa yang kamu terima.

Tapi kan blogger bayarannya ngga gede?

Siapa bilang. Yuk hitung.

Misal gaji pekerja pegawai biasa Rp 4 juta/bulan.
Berarti sehari = 4 juta/ 25 = Rp 160.000,- perhari.

Blogger dibayar berapa tiap datang event?

Wew saya ngga tau jawaban kalian apa. Tapi saya kira pasti di atas itu, dan pastinya acara ngga seharian kayak di kantor bukan?

Oke, mungkin ada alasan, kan blogger ngga digaji setiap hari beda dengan pegawai kantoran, but tetep kan yah dia dibayar, yang artinya dia bekerja

So, bisa yah kita bilang blogger yang nerima job untuk datang ke event dan dibayar, maka sama dengan sedang bekerja. Yang bayar brand, yang kerja dia  bersama bloger lain, para wartawan, dan awak media lain.

Clear.

Nah, karena blogger tidak hadir sendirian disana, sama dengan seorang karyawan tidak bekerja sendirian di kantor, maka kita sebagai pekerja tidak bisa seenaknya sendiri. Tidak bisa kita hanya berfikir, ah yang penting aku udah ijin sama bos, ah yang penting anakku anteng ngga ganggu orang, ah kalau anakku ngga dibawa trus anakku sama siapa di rumah.

Untuk jawabannya kembali, coba bayangkan kalau pertanyaan itu ditanyakan kepada ibu bekerja.

Ya sami mawon. Saat seorang bloger memutuskan untuk nerima job or menghadiri event dan dibayar, sebaiknya ia sudah memikirkan konsekuensinya. Ini konsekuensi yang bisa diprediksi ya, beda sama kondisi ibu bekerja yang tiba-tiba anaknya sakit atau tiba-tiba ARTnya pulang kampung ngga bilang-bilang .

( Baca : Dear Rekan Kerja, Maafkan Kami para Working Mom )

Kecuali untuk event yang memang mandatorynya membawa anak ya. Kayak event susu, or playground, or tema-tema parenting yang memang mengharuskan bawa anak, maka membawa anak jadi sesuatu yang wajar-wajar saja.

Ini memang harus bawa anak


Tapi jika bukan acara yang diperuntukkan untuk kehadiran anak, walaupun di undangan tidak tertulis " dilarang membawa anak" ataupun pihak penyelenggara sudah mengizinkan sebaiknya seorang bloger harus berfikir ulang untuk membawa anaknya ke acara.

Saya kasih tau alasanya.


  • Orang lain yang sedang bekerja, tentu ingin bekerja secara tenang (ingat sama dengan kerja di kantor)
  • Anak-anak memang menggemaskan, namun akui saja mereka itu kadang berisik, kadang lari-lari kesana kemari, kadang nangis, kadang guling-guling, kadang minta makan, minta dikawanin ke kamar mandi, mondar-mandir dan yang pasti mereka bosenan, kalau udah bosen biasanya cranky, nangis. Wah banyak deh. Yang tentu saja itu bisa menganggu orang lain yang saat itu sedang bekerja dan berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya dengan sebaiknya.
  • Saat kita membawa anak ke tempat kerja, tentu kita ngga akan seratus persen konsen ke kerjaan. Semulti tasking multi taskingnya perempuan, tetep aja kalau ada anak di samping kita, pasti pikiran kita terbelah, ekor mata kita pasti ngikutin gerak-geriknya. Akibatnya apa yang disampaikan di acara ngga akan maksimal kita perhatikan or dengarkan (padahal kita dibayar untuk itu)
  • Mau ngga mau saat anak kita berisik, atau nangis, atau berbuat selayaknya anak-anak, kita jadi menuntut orang sekitar untuk mengerti. karena saat misal anak kita nangis trus orang sebelah bilang " Ssssst diem dek" kita pasti tersinggung. ya ngga sih?
Nah itu tuh alasan yang harus kita pikirkan. Jadi ngga semata soal diri kita pribadi, tapi ada hak orang lain juga disana dan tentu saja karena kita bekerja atas nama blog kita yang artinya blog kita itu diwakilkan oleh diri kita sendiri sebagai brandnya, ya kita juga harus menampilkan personal yang mencerminkan branding kita (halah belibet)

Kok susah sih?

Lha iya, siapa bilang bekerja itu gampang. 

Ngeblog itu ngga susah, boleh seenaknya kamu, semaunya kamu sesuai tujuan ngeblogmu, karena memang blog itu sifatnya personal. Namun saat kamu memutuskan memperoleh uang dari blog, menjadikan blog sebagai sumber penghasilan, ya bersikaplah profesional.


Saya ngga ngomongin soal urusan dapur ya. Iya dapur orang siapa yang tau. Mau kamu nerima rate berapapun untuk job yang kamu terima itu urusanmu, tapi saat melibatkan orang lain, itu jadi ngga hanya urusan diri kita sendiri.

Terus bagaimana? kalau penghasilan saya dari blog dan anak saya ngga ada yang jaga, saya harus gimana?

Mungkin bagi blogger yang memang penghasilannya dari ngeblog, hadir ke event dan meninggalkan anak menjadi sesuatu yang mustahil, karena ngga ada anak yang jaga. Nah saat seperti itu, mintalah bantuan pak suami. Kalau memang memungkinkan ajaklah suami ke tempat acara, minta bantuan suami untuk jaga anak, kalau bisa ya ngga usah masuk ke tempat acara juga, karena alasan dia atas tadi. Tapi tentu kamu harus pastikan bayarannya sebanding dengan pengeluaranmu.



Kalau ngga bisa?

Ya ada baiknya, kamu pilih opsi untuk tidak menghadirinya. Toh job bisa dalam bentuk lain, ngga harus dari event.

Iya,ngga ada salahnya lho,menolak event kalau memang kondisi kita ga memungkinkan

Kalau kamu tetep kekeh mau bawa anak, anak-anak guwe kok, penyelenggara aja ngga melarang, sebodo teuing sama orang lain.

Ya ngga apa. It's up to you, but ya kamu juga ngga boleh marah kalau ada orang yang merasa terganggu.

Sama dengan membawa anak ke kantor or ke tempat kerja karena berbagai alasan, ya kita juga harus siap kalau ada yang komplain baik terang-terangan komplain ke kita atau komplain sambil bisik-bisik.

Saya pribadi sebagai ibu bekerja beberapa kali membawa anak saya ke tempat kerja, biasanya sih ke acara semacam outing kantor gitu yang acaranya cenderung santai. Tapi tetap anaknya ngga ikutan ke acara. Dia di kamar or main di hotel, sementara saya mengikuti acara kantor. Sehabis acara baru saya main sama anak.

Ni tara ikut ke kantor hari Sabtu pas saya lembur


Karena apa?

Karena memang kantor, or tempat kerja bukanlah tempat yang tepat untuk anak. Bahkan di sekolah yang notabene penuh dengan anak-anak, sangat jarang kan kita lihat ibu gurunya ngajar sambil bawa anak. Kalaupun ada , tentu ada yang akan merasa tidak nyaman. 

So, terserah kamunya mau menganggap pekerjaanmu or profesimu ini sebagai kerjaan ecek-ecek atau kerjaan yang harus disikapi secara profesional. Apapun itu kembalinya ntar ke diri sendiri kok.

But sekali lagi, ini murni pendapat pribadi saya dengan sudut pandang saya yang notabene sehari-hari sebagai ibu bekerja, punya dua anak, dan memiliki support system yang baik.

Makanya walau saya Nay untuk membawa anak ke event, tapi saya juga ngga ngejudge ibu-ibu yang bawa anak. Saya mengerti kemungkinan mereka punya pertimbangan sendiri.

Dan karena saya memang pilih-pilih banget untuk ikut event, jadi ya pengalaman soal berinteraksi dengan ibu-ibu blogger yang bawa anak ke event itu belum terlalu banyak.

Pernah sekali di acara susu yang notabene memang acara parenting, tapi formatnya seminar, banyak banget ibu yang bawa anak. padahal sudah disediakan playground di luar ruangan untuk anak. tapi ga ada yang mau naruh anaknya disitu, hampir semua bawa anaknya masuk ke ruangan. Saat itu saya kasihan dengan narasumbernya, karena dia ngga bisa ngomong, suaranya ketutup dengan suara tangisan dan teriakan anak-anak. MC nya sampai berkali-kali meminta agar anak-anak dibawa ke playground saja.

Saya yang duduknya agak di tengah, yah lumayan denger sayup-sayup, ngga tau gimana yang duduk di belakang.

Mungkin memang perlu dipikirkan bagaimana baiknya agar kedua pihak bisa terakomodir dengan baik tanpa pihak lain dirugikan

Membawa anak ke event bukan hal yang memalukan, percayalah itu sama juga dengan membawa anak ke kantor juga bukan hal yang memalukan. Tapi kita harus ingat bahwa dalam hal bekerja, ada guideline yang harus kita ikuti. Karena kita kerja ngga sendirian, ada orang lain juga yang berhak melakukan pekerjaannya dengan baik.

Namun, penting diingat juga, bahwa kondisi tiap orang berbeda, jadi ngga bisa juga kita sembarangan menjudge orang. yah kembalilah ke pilihan masing-masing.

#sungkemdulusamaemakemak





Sex Education Untuk Anak, Perlukah?

Thursday, February 23, 2017
Sex education untuk anak, perlukah?



Kalau pertanyaan ini diajukan kepada orangtua manapun saat ini,pastilah jawabannya beragam.

Ada yang akan langsung menjawab perlu, dan saya yakin pasti masih ada yang menjawab tidak perlu.

Yang menjawab tidak perlu, kebanyakan adalah orangtua yang masih menganggap sex adalah sebuah hal yang tabu dibicarakan.

Ngisinin, malu,rikuh, ngga enak.

Padahal, yang namanya sex itu kan sesuatu yang alamiah pada manusia, jadi seharusnya ngga perlu malu membicarakannya, jika dalam koridor dan tujuan yang tepat.

Apalagi belakangan, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak semakin sering terjadi, hiii bikin parnoan. Apalagi saya, yang punya dua orang anak perempuan. Eh tapi ngga hanya anak perempuan sih, anak laki-laki juga sama saja perlakuannya.



Jujur saja, saya sempat kecolongan dalam memberikan sex education kepada Tara. Walau sudah sering membaca soal sex education, saya sempat berfikir " Ah nanti sajalah, sebentar lagi, belum saatnya".

Sampai entah gimana, suatu hari (auuuuuu, udah kayak dongeng belum nih), waktu saya menemani Tara bobo sambil minum susu (Tara minum susu sambil tiduran), saya lihat tangan kiri Tara dimasukin ke celananya.

Jadi tangan kanan pegang botol susu, tangan kiri dimasukin celana. Saya ngga kaget sih, soalnya sebelumnya kan saya sudah punya ponakan dan pernah melihat hal yang sama. Sambil sayang-sayang Tara, langsung saya bilang " Tara, tangannya ngga boleh dimasukin ke celana, kotor ya".

Eh ternyata Taranya marah. Setiap saya keluarin tangganya, langsung ditepisnya. " Bundaaaaaa....... Tara mau pegang", saya ambil tangannya, gitu lagi. Duh T________T.


Ternyata kata ART saya, Tara memang udah sering begitu.

Pernah juga pas pipis, saya melihat Tara ketawa-ketawa sendiri. Saya pikir dia lagi ngapain ternyata sambil cebok dia pegang-pegang kemaluannya dan merasa geli sendiri.

Nah, disitulah saya langsung dhueng gitu " Ah iya ternyata aku belum pernah ngasih edukasi ke Tara soal sex) huhuhu.




Nah, bagi ibu-ibu yang pernah mengalami hal serupa, yaitu melihat anaknya memegang kemaluannya, atau menggesek-gesek kemaluannya, atau malah memegang kemaluan temannya, ngga usah cemas, ngga usah malu dan ngga usah khawatir ya bu.

Ternyata, memang pada anak, ada yang tahapan psikologi yang memang wajar terjadi.

Kebetulan, saya punya seorang teman kantor yang istrinya adalah penggiat di dunia anak, namanya mba Fadhila Wulandari. Kemarin, saya dapat edukasi penting nih dari si mba Wulan soal tahapan psikoseksual anak ini. Saya bagi sekalian disini biar banyak yang tahu.

Jadi, mba Wulan mengatakan bahwa tahapan psikologi anak ini, menurut Sigmund Freud dinamakan tahapan psikoseksual. Ketika anak yang sedang mengalami fase ini, namun terlewat tanpa arahan maka akan berpengaruh pada terbentuknya perilaku anak ketika mereka telah dewasa 😢

Oleh karena itu penting sekali bagi orangtua untuk memahami tahap perkembangan psikoseksual anak sehingga kita bisa melakukan upaya penguatan pijakan kepada mereka sehingga mampu menghantarkan setiap fase tersebut dengan tepat dan tuntas 😍💪

Nah tahapan psikoseksual menurut Sigmud Freud ada beberapa fase :

1. Fase oral 

Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. 

Freud menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda (mainan, jari jemari, dll) kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh anak 👨‍👨‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👦🍼

Menyusui merupakan salah satu fase untuk pemenuhan fase pertama ini. Maka aktifitas menyusui hingga 2 tahun memberikan efek psikologis yang besar kepada anak. Salah satunya ketika sang anak telah dewasa, kelak ia memiliki konsep diri yang baik 👍🏻

2. Fase anal 

Berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (toilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus).

Mengeluarkan feses dari anus adalah hal yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan orang dewasa di sekitarnya 😊😇

Di fase ini, pembiasaan toilet training (tidak dibiasakan memakai diapers sehari2) di usia yang tepat, akan berpengaruh pada kemampuan pengendalian dirinya 👍🏻

3. Fase Pahllic.

Berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelaminnya. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus komplex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan😀😊

Pada tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. Maka ada kasus yg ditemukan (di sekolah saat toilet training) seorang anak perempuan yang berusaha menyentuh penis anak laki2. Kemudian diberikan penguatan pijakan tentang konsep diri terkait ciri-ciri gender dan stereotype yang melekat 😎

4. Fase Latensi

Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas. Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas. Maka pada masa ini, perlu pendampingam intensif dari ortu untuk menyiapkan pijakan ketika menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki - laki

5. Tahap Genital

Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas. Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui hubungan seksual dengan lawan jenis


Pyuuuuh, tuh kan, ternyata fase memegang kemaluan di anak itu memang ada.

Nah, masih menurut mba Wulan nih, ada hal-hal preventif yang bisa dilakukan orangtua agar setiap tahapan psikoseksual ini bisa terlewati dengan baik.

1. Memahami tahapan psikoseksual untuk bekal penguatan pijakan sesuai tahapan perilakunya. Sehingga kita bisa memberikan respon yang tepat jika hal tersebut dialami oleh anak kita 👍🏻

2. Menggunakan buku sebagai media pendukung pembelajaran. 

Mungkin untuk saat ini belum banyak buku sex education. Nah untuk buku, orangtua harus mendampingi anak saat membacanya, biar tidak salah pengertian.

Jangan asal marah dengan buku yang beredar,  karena harusnya ya orangtua aware juga terhadap apa yang dibaca anaknya.  Temanin kalau bisa malah,  saat anak membaca.

3. Ketika kita melihat indikasi anak melakukan perilaku yang memasuki tahapan psikoseksual. Maka kita berikan pernyataan tidak langsung sesuai fakta tentang apa yg kita lihat  ☺😎

(Contoh : "Bunda melihat, ada yang menggesekkan alat kelamin" "Adik sedang apa? Apa yang dirasakan?" Berikan respon yang wajar, sehingga bisa terjalin komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak. Bereaksi marah menghambat anak mendapatkan arahan yang tepat terkait perilaku tersebut 👍🏻

Ketika bisa berkomunikasi dua arah lanjutkan dengan memberikan pijakan logis tentang sebab akibat perilaku tersebut ditinjau dari kesehatan


Begitu ya bu ibu, jadi jangan langsung panik-panik ngga menentu kalau melihat anaknya sampai di tiap fase psikoseksualnya itu.

Balik maning ke pengalaman pribadi. Dulu Tara itu saya dapati suka memegang kemaluannya di usia 2 tahunan, masih kecil banget kan. Tapi ngga apa, walau masih kecil gitu, anak-anak sudah bisa kok diberitahu.

Ada beberapa hal yang saya lakukan dalam hal memberi sex education kepada Tara, dan mudah-mudahan Tara bisa nangkepnya.

Memberi Tahu Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan

Kirain gampang, ternyata agak susah, hahahaha.

Jadi Tara saya beritahu perbedaan laki-laki dan perempuan dengan bahasa yang mudah dipahaminya. Caranya ngga gimana-gimana sih. Misal saat Tara mau sekolah, kan Tara pakai jilbab, jadi saya bilangin, " Tara pakai jilbabnya, anak perempuan pakai jilbab dulu ya"

Trus dia bakal nanya " Puan puan itu apa bunda" xixixi

Ya udah jelasin aja sekalian. "Perempuan itu kayak bunda, kayak tante, kayak oma, adek Divya, kalau papa itu laki-laki"

Trus Taranya bingung, malah lanjut nanya.

"Ibu guru bunda"
"Ibu guru perempuan"
"Oma"
"Oma perempuan"
"Pak satpam"
"Pak satpam laki-laki"

Gituuu terus sampe habis semua yang dikenalnya. Tapi gitu saya yang balik nanya, eh ketuker ketuker T_____T.

Ngga apa, lakukan aja terus sambil dikasih tau bedanya perempuan sama laki-laki.

" Bunda, bunda pakai ini ya"( Tara nunjuk-nunjuk bra saya di lemari)
"Iya, soalnya bunda perempuan jadi pakai beha,kalau papa ngga karena papa laki-laki"

" Bunda pakai itip ya (lipstik)"
" Iya, kan bundanya mau cantik, karena bunda perempuan, kalau papa ngga pake lipstik, karena papa laki-laki"

"Karena papa ganteng ya bundaaa"



Hal-hal seperti itulah.

Kayak kalau sholat bunda dan Tara pakai mukena, papa pakai peci.

Tara ngga boleh mandi sama papa, karena Tara perempuan papa laki-laki.

Saya belum bisa memastikan apakah Tara mengerti benar dengan apa yang saya bilang, tapi paling tidak dia udah bisa nyimpulin satu hal.

" Bunda kalau abang-abang itu laki-laki ya, kalau kakak kakak itu perempuan" xixixixi.


Memberi Tahu Area Tubuh Mana Yang Tidak Boleh Disentuh

Yup, kita bisa lho mengajarkan ke anak bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh orang. Kalau di saya, saya melakukanya di saat-saat saya bisa nunjukin bagian tubuh Tara dengan jelas.

Saat apakah itu?

Yak benar. Saat mandi.

Sampai sekarang Tara masih suka mandi bersama saya. Jadi ya udah sekalian mandi saya kasih

Saat mandi, sekalian saya kasih tahu mana bagian-bagian tubuh yang ngga boleh dipegang oleh orang lain selain saya.

Bagian dada, perut dan daerah seputar celana.

Biar gampang dicerna anak, sebelumnya saat mau bobo gitu saya kasih Tara nonton video edukasi sex untuk anak ini. Video ini lumayan jadi favorit Tara selain Upin Ipin, soalnya bahasanya mudah dimengerti anak-anak.

Tonton ya





Memberi Tahu Bahwa Dia Tidak Boleh Disentuh oleh Orang Asing

Abis nonton videonya, saya tanya lagi soal isi video. Tara suka banget nih permainan tanya jawab begini.

Saya : " Tara, Tara ngga boleh ya dicium atau dipegang-pegang sama sembarangan orang"
Tara : " Iya bunda"
Saya : " Kalau dicium satpam boleh ngga"
Tara : " Ngga boleeeh"
Saya : " Tukang becak?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Bapak satpam?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Abang gojek"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Kalau ada yang pegang Tara, tara harus ngapain?"
Tara : " Teriak, jangaaaaaaan, tidak boleeeeeh"

Persis deh kayak anak yang teriak di video itu

Taranya ngerti ngga?

Sepertinya sih ngga terlalu ngerti, tapi karena sering diulang-ulang, saya berharapnya dia inget.


Mengajarkan Rasa Malu

Ini saya lakukan misal kalau dari kamar mandi abis mandi harus pakai handuk ke kamar. Handuknya dililit dari dada sampai mata kaki. Taranya sih seneng banget, dia suka karena berasa orang dewasa.

Kadang Taranya masih suka juga sih lari aja dari kamar mandi langsung ke kamar, saya bilangin aja " Ih malu ih Tara, masa telanjang-telanjang, malu ih"

Lama-lama dia malah minta handuk sendiri, kalau handuknya ga ada kadang ga mau keluar dari kamar mandi. Tapinya kadang dia lupa juga.


Pokoke ngga pantang menyerah deh memberi sex education ke anak.

Hal-hal itu sifatnya memang hanya preventif tapi penting dilakukan. Nah ntar kalau anaknya udah lebih gede bisa dijelaskan sekalian alasan logisnya.

Kalau di usia Tara ini palingan saat dia pegang-pegang kemaluan , saya melarangnya dengan  alasan kotor, bau, kalau udah gedean dikit bisa dijelaskan dari segi kesehatan.

Jangan memberi alasan "Tidak boleh, pokoknya tidak boleh"

Wah anaknya malah makin penasaran ntar. Kok ga boleh sih, kok dilarang sih.

POKOKNYA TIDAK BOLEH.

Karena mereka berhak tau kenapa sesuatu itu dilarang, biar tidak mengulanginya lagi dengan sukarela.

Intinya, sebagai orangtua kita harus tahu tahap-tahap perkembangan anak termasuk tahapan soal psikoseksualnya, biar kita bisa mempersiapkan juga reaksi kita kalau menemukan anak kita yang udah mulai penasaran dengan alat kelaminnya. Jangan malu atau merasa awkward membicarakannya.

Kenapa?

Ya karena kalau ngga dari kita,  dia bakal dapat informasinya dari luar,  dari temannya,  dari tivi.  Iya kalau bener,  kalau aneh-aneh gimana.

Kayak jaman kita dululah,  saya ngga pernah dapat pendidikan sex.  Saya tau istilah masturbasi aja dari teman.  Bukan dari buku pelajaran.

Makanya dulu penasarannya kayak apa sama yang namanya sex.

Makanya saya ngga mau anak saya ngga tau apa-apa kayak saya dulu trus mencari tau dari teman,  dari novel (((NOVEL))) . Pembaca Fredy S  mana suaranyaaaaa, xixixux.

Pokoke saya pengennya anak saya ngga merasa sex itu sesuatu yang tabu, tapi juga ga menganggap itu boleh dilakykan sembarangan. Dari hal-hal kecil yang diajarkan sedari dini semoga malah bisa lebih mengontrol keingintahuannya.

Respon dan arahan yang tepat, mudah-mudahan bisa memberi pemahaman yang baik bagi anak, dan menghindarinya dari perilaku seksual yang menyimpang serta melindunginya dari kekerasan dan pelecehan seksual.



Nah gimana nih, sudahkah kita memberi sex education kepada anak?, Menurut ibu-ibu disini perlu ngga sex education ke anak?, cerita dong gimana cara kalian memberi sex education ke anaknya.

Custom Post Signature