DP KPR 0 %?

Saturday, February 18, 2017



Rame-rame soal DP 0% yang kemaren sempet disinggung-singgung bakal diterapkan dalam pembiayaan KPR, membuat banyak orang bertanya-tanya.

Bener ngga sih DP 0% itu bisa dilakukan?

Awal mendengarnya, saya agak mengernyit, Haaaah emang ada pembiayaan KPR dengan DP 0 %.

0 % lho bukan 0 rupiah.

Lho beda ya?

Beda lah.

Yuk mari kita bahas.

Untuk memiliki rumah di Indonesia saat ini, masih banyak masyarakat yang menggantungkan diri kepada pembiayaan dari bank yang disebut dengan KPR.

Untuk KPR udah pernah saya tulis nih : Hal-Hal yang harus kamu ketahui sebelum mengajukan KPR.

Dalam pembiayaan KPR, Bank Indonesia sudah menetapkan aturan pembiayaan yang boleh diberikan bank kepada debitur yang disebut LTV (Loan To Value). Atau bisa juga kita sebut dengan porsi pembiayaan bank dibanding dengan harga rumah/properti yang akan dibiayai.

Besarnya LTV, berbeda-beda tergantung type rumahnya.

PBI No.18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit ...


Yup, jadi, bank tidak boleh memberikan kredit sebesar nilai total rumah, karena itu akan menyalahi aturan regulator yaitu BI. Maka, si debitur harus menyediakan DP atau uang muka sebesar prosentase yang tidak dibiayai bank.

Misal nih, mau beli rumah Rp 400 juta.
Maka bank hanya akan membiayai sebesar Rp 400 juta x 80% = Rp 320 juta
Sisanya sebesar Rp 80 juta, debitur yang menanggulangi.


DP 0 Rupiah

Nah, dengan adanya aturan LTV dari BI tadi, maka tentulah debitur memiliki keterbatasan dalam mengajukan kredit ke bank, ya karena ada DP yang harus disediakannya itu.

Iyes, pada kenyataannya, ternyata banyak banget orang yang pengen punya rumah tapi ngga memiliki uang muka. 

Dan pada kenyataannya juga, yang terjadi adalah banyak banget saat ini orang mengambil KPR di bank dengan DP  0 rupiah.

Hah, kok bisa?

Ya bisa saja, apa sih yang ngga bisa dilakukan.

Ingat ya DP 0 rupiah, bukan DP 0 %.

Caranya, ya harga rumah dinaikin dulu, biar perhitungan komposisi antara pembiayaan bank dapat sesuai aturan LTV BI.

Misal: harga rumah 400 juta.
Harusnya dapat kredit maks 80% nya yaitu Rp 320 juta.

Kalau antara penjual dan pembeli sepakat bilang harga rumahnya 500 juta ya ketemu nilai kreditnya sebesar; Rp 500 juta x 80% = Rp 400 juta.

Sepanjang sama dengan penilaian bank, dan sepanjang RPC (Kemampuan Bayar) debitur masuk, jalanlah.

Kenapa ada kata sepanjang sama dengan penilaian bank?

Karena untuk menghitung pemberian kreditnya bank tidak berpatokan kepada nilai transaksi tetapi kepada nilai rumah menurut penilaian bank. Jadi bisa saja harga rumah dibeli seharga 250 juta, tapi menurut penilaian bank harganya 300 juta.

Kok bisa?

Misal kalau kamu beli rumah dari orang yang butuh duit (rumah second ya berarti), harganya bisa murah kan ya, padahal secara nilai pasar lebih tinggi.

Begitu juga sebaliknya. Kamu bilang harganya 1 milyar pun , kalau menurut penilaian bank harga rumahnya cuma 500 juta, ya yang dipake yang 500 juga.

Dan ada kalimat sepanjang, kemampuan bayar debitur masuk hitungan.

Jadi percuma juga naikin harga, kalau gajimu ngga mencukupi, ya sama aja, ngga akan bisa.

Clear ya.


Inilah yang disebut dengan DP 0 rupiah. Karena memang debitur ngga ngeluarin uang sama sekali untuk DPnya.

Tapi, di perhitungan bank, ya tetep tertulisnya harga rumah Rp 500 juta.
LTV 80% = Rp 500 juta x 80% = Rp 400 juta
Sisanya Rp 500 juta- Rp 400 juta = Rp 100 juta, dianggaplah sebagai sharing si debitur.

Apakah debitur ngeluarin uang sebesar 100 juta?

Ya ngga, wong harga rumahnya cuma 400 juta. Jadi seolah-olah kamu ngga bayar DP, padahal itungannya ya kamu bayar DP. Mbuletlah mbuh. 

Ga ada susahnya lah. Apa sih yang ga bisa diatur di dunia ini. Wong itu cuma nilai di atas kwitansi pembelian. Sak karepmulah tulis berapa asal masih sesuai dengan harga penilaian bank, ya ini bisa dilakukan.

Ini legal?

Ya kagaklah.  Ini mah mark up.



But, apakah bisa dilakukan?

Balik lagi,kalo ngomong bisa ngga bisa, apa sih yang ngga bisa kalau udah niat.


Banyak ngga yang melakukan?

Ya banyak pake banget.

Hayooo kamu mungkin salah satunya. Ini namanya nafsu besar tenaga kurang. Ngga usah tersinggung, saya ngga sedang judge kamu kok, karena ini memang kenyataan yang terjadi.

Kalo menurut kalian cara itu benar, ya okelah , DP 0 rupiah  bisa banget dilakukan.

Ingat sekali lagi 0 rupiah, bukan 0 %.

Ini harus dibedain. Karena di perhitungan bank, tetep LTV nya 80-90% sesuai aturan BI tergantung type rumahnya. 

Jadi ya bank taunya kamu menanggung sharing sebesar DP 10-20%.

Bank rugi ngga?

Sepanjang, RPC  atau perhitungan komposisi gaji kamu masih mencukupi sesuai aturan bank dan sepanjang penilaian rumahmu sesuai dengan penilaian bank or appraisal (ga semua bank pake appraisal),ya bank ngga rugi. Marketing banknya mah seneng-seneng aja . Makin besar pembiayaan makin cepat target tercapai. Ahsek

Tapi sekali lagi, itu dilarang oleh BI karena bank dilarang memberi pinjaman untuk menanggulangi DP.

Debitur rugi ngga?

Rugi cuuuuuy.

Lho kok bisa rugi, gimana ceritanya?

Ya rugilah, wong nilai rumahnya aslinya ngga segitu kok, tapi seolah-olah segitu.

Apa saja kerugiannya?

  1. Kamu bakal rugi di pembayaran pajak. Pajak itu dibayar berdasarkan nilai transaksi , yang besarnya cukup lumayan lho, sekitar 5-8 %an. yang harusnya kamu cuma bayar Rp 20 juta untuk harga rumah Rp 400 juta, akhirnya kamu harus bayar sebesar Rp 30 juta.
  2. Kamu bakal rugi di biaya provisi. Biaya provisi itu besarnya biasanya 1% dari plafond. 
  3. Dan biaya-biaya lain yang dihitung berdasar nilai transaksi.
  4. Off course cicilanmu juga besar
Tapi, kebanyakan debitur ngga peduli dengan kenyataan ini, yang penting bisa dapat rumahnya tanpa harus mikirin DP.

Ya silahkan saja, jika memang marketing yang melayani kamu oke oce memenuhinya dan siap menanggung risikonya.


KENAPA ADA DP OR SHARE DEBITUR?


So, kenapa sih BI netapin pake LTV segala, jadi harus pakai DP?. Bikin susah org ngambil KPR aja. Dasar ngga pro rakyat.

Jadi begini ya.

Seperti yang saya sebut di atas tadi, BI menetapkan LTV sebagai batasan pemberian kredit oleh bank.

Kenapa kok pakai dibatasi?

Ya karena bank bukan ibu bapakmu yang ngasih semuanya,dan kamu cuma modal dengkul.

Eh salah ya hahaha.

1. Ada Risiko

Karena, yang namanya pemberian kredit itu ada risiko.

Salah satu risikonya adalah debitur ga bayar angsuran. 

Itu yang dikasi duit, bukan daun, Jadi bank akan membagi risiko itu ke debitur juga.

Dengan adanya sharing dari debitur maka diharapkan si debitur punya moral hazard buat melunasi utangnya.

Contoh nih ya:

Kamu beli rumah harga 400 juta, dibiayai bank 320 juta sesuai aturan BI, trus kamu berarti harus sediain dana sebesar 80 jutanya. Kamu bakal berfikir 20 kalilah kalau mau nunggak. Karena untuk memiliki rumah itu kamu udah keluar duit.

Karena saat kamu nunggak KPR, maka rumahmu akan disita. tentu kamu akan berfikir banget untuk menunggak, karena disitu ada duitmu lho sebesar Rp 80 juta, sayang banget.

Beda cerita kalau semua dibiayai bank. Sebodo teuing, anggap aja lagi nyewa.

Ngerti kan?.



2. Perlindungan Harga Kepada Konsumen


BI itu melindungi konsumen juga. Dengan adanya aturan LTV ,pihak pengembang ga akan semena-mena menentukan harga rumah.

Apa hubungannya?

Lha ya kayak ilustrasi saya di atas.

Harga rumah yang seharusnya 400 juta, dimark up jadi 500 juta. Bisa dibayangin ngga ntar harga rumah bisa jadi berapa kalau ga ada aturan ini.


3. Mencegah Bubble Property


Yup agar tidak terjadi bubble property, alias pembelian properti terus menerus seperti balon yang menggelembung semakin besar.

Maksudnya?

Ya biar orang ga ambil kredit seenak udel.

Jadi semacam lingkaran setan gitu lho.

Kredit rumah gampang, tanpa DP ----->  orang jadi gampang ambil kredit -----> makin banyak permintaan ----> harga rumah melambung ----> trus gitu sampai terjadi bubble yang menggelembung besar-besar  dan akhirnya dhuaaaar pecah. Terjadi krisis properti. 

Ini seperti kejadian Sub Preme Morgan di Amerika tahun 2008.

Dimana, saat itu sektor property dikuasai oleh para spekulan yang bekerjasama dengan developer dan bank. Kredit properti diberikan dengan syarat sangat ringan. bahkan orang yang ngga layak dibiayai pun dibiayai, sampai akhirnya harga rumah turun di pasaran karena banyaknya rumah yang tersedia di pasaran.

Lho kok bisa banyak rumah tersedia di pasar?

Ya itu, karena pemberian kredit dengan syarat ringan tadi. yang ngga mampu pun dikasih (karena seharusnya ada sharing tadi), jadi banyak yang nunggak. Banyak yang nunggak, rumah ditarik, kemudian dijual lagi di pasar, gitu terus sampai ketemu titik dimana kesediaan rumah lebih banyak dibanding permintaan. Seperti hukum supply demand, maka semakin besar persediaan dibanding permintaan ya otomatis harga akan terjun bebas.

Simpelnya, lha kalau harga rumah seperti rumah yang kemarin kita kreditkan di bank sebesar Rp 400 juta, ternyata saat ini di pasaran cuma 100 juta, ngapain lagi kita cicil.

Maksudnya?

Ya , rumah itu kan ada nilai investasinya.

Kalau ternyata harga rumah kita yg dulu dibeli 400 juta tapi sekarang harganya hanya 100 juta aja, ya mending ngga usah nerusin angsurannya. Mending nunggak, tinggalin rumahnya, trus beli rumah yang sekarang ada di pasar.

Masuk akal kaaaan?

Lha wong kemarin kita beli rumahnya ngga pake modal kok.

Itulah yang terjadi di Amerika, akhirnya banyak debitur KPR yang menunggak ---- rumah kembali ke bank --- bank jual ke pasar --- persediaan rumah banyak ----harga rumah terjun bebas.

Ketemu kan mengapa memberi KPR tanpa DP itu bisa membahayakan ekonomi negara Saudara-saudara.

Jadi, intinya. Aturan LTV itu diberlakukan bukan karena ga pro rakyat or kebijakan dp 0 persen harusnya didukung atau gimana.

Tapi ga sesederhana itu mikirnya . Ada implikasi rentetannya.

Memang niat baik harus diapresiasi. Tapi yang masuk akal juga.



Tapi ada lho bank2 syariah yang syaratnya DP nol rupiah? Masa ga percaya?

Percayaaaa..... banget.

Ngga cuma bank syariah, bank konvensional juga bisaaaaaa, kalau kamu pakai cara di ilustrasi saya yang atas.

Nol rupiah lho, bukan nol persen.

Artinya sebenarnya kamu bukan ngga dikenai DP, tapi DPnya dibebankan ke kamu melalui kredit. Gitu lho jeng. Tapi emang untuk bank syariah LTV bisa sampai 85%nya sih.

Jadi coba dipahami benar-benar regulasinya dan jangan asal telan gimmicks-gimmicks yg ditawarkan olah siapapun.

Tapi, ada lho developer yang diiklannya menyebutkan DP 0 %, DP 0 rupiah, masa bohong?

Nggaaaaa ngga bohong.

Itu bahasa marketing aja begitu.

Faktanya, beban DPmu, nanti bakal dialokasikan ke biaya lain. Bisa ke biaya admin, yang udah dihitung oleh mereka.

Tapi ada lho program rumah murah yang DPnya malah cuma 1 %. Kok kamu masih ngga mau terima

Mba, mas itu namanya program pemerintah yang DP nya disubsidi pemerintah. Jadi misal si debitur cuma bayar 1 %, maka pemerintah yang subsidi sisanya.

Artinya apa?

Ya tetap ngga 0 %.


Kok Kamu Yakin Gitu Sih bilangnya. Pasti karena kamu ngga suka sama pihak tertentu?

Ini kagak ada hubunganya sama apa-apa cuy. Apa keuntungan gw.

Karena yah, yang namanya regulasi itu kalau dilanggar, ancamannya serius.

Emangnya kalian pikir bank-bank itu mau ambil risiko itu. Emangnya kalian pikir developer-developer itu begitu entengnya melanggar aturan regulator.

Ya ngga mungkinlah.

Jangan ngomong soal apapun bisa terjadi lalalalalala ya.

Lha ya iya. Ini bahasannya dari segi aturan yang ada saat ini.

Kalau soal mungkin atau ngga , ya mungkin banget dilakukan, wong aturan yang buat manusia. Tapi ya ada risikonya.

Apa pemerintah mau ambil risiko?

I dun know.

Kalau memang pemerintahannya mau subsidi prosentase DP debitur ditanggung mereka, ya bisa aja terlaksana.

Dananya dari mana?

I dun no. Jawab aja sendiri.


Tapi memang yg penting niat. Niat baik tentu harus didukung


Itu .


Disclaimer : isi tulisan opini pribadi, tidak mewakili institusi manapun.
11 comments on "DP KPR 0 %?"
  1. Meskipun bacanya sambil muter otak akhirnya paham juga aku mbak. Nambah pengetahuan soal cicilan rumah, untung udah punya rumah. Tinggal mobilnya, apa bisa DP 0% juga ya. Hihihi :D

    ReplyDelete
  2. Mba Windiiii makasii banget udah nulis ini.. haha.. Aku yg buta KPR2an jadi rada paham kan.. :D Izin share yah mba..

    ReplyDelete
  3. jadi dp 0% itu gak mungkin bisa dilakukan yaa Mbaa, adanya dp 0 rupiah dengan balasan nilai angsuran yang otomatis lebih tinggi, jadi jangan senang dulu dengan pengumuman rumah tanpa dp karena sesungguhnya itu hanya permainan kata2,hihihi

    btw sepertinya ada typo deh Mbaa, yg 420rb, bukannya seharusnya 420jt yaa

    ReplyDelete
  4. Ini yang kemarin aku pikirkan juga (halah), tapi ngga ngerti cara nulisnya gimana. Hahaha..

    Ya..niat baik memang harus didukung Mba..wkwkwkwk.. Yah gitu deh.. Dun know what to say. Kalo udah benci ya apapun jd salah, kalo udah cinta ya apapun jadi indah.

    ReplyDelete
  5. Makasih Kak Win, jadi paham soal DP rumah. Jangan gampang tergiur sama DP kecil (atau yg 0 % itu) berarti yak. Kalo emang mau punya rumah, seenggaknya bisa nyiapin Dpnya dulu. Jangan modal dengkul. Wkwk

    ReplyDelete
  6. Terima kasih ulasannya... Salam kenal Mbak Windi...

    ReplyDelete
  7. Kuncinya.. jangan curiga :p

    Kalau dari sisi awamnya sih, mikir-mikir juga mau DP 0 rupiah, pasti jatohnya cicilan dan bunganya bakal gede juga.

    ReplyDelete
  8. Mbaaak, nanti boleh ku link yaaa :D

    ReplyDelete
  9. Izin share ya mba windiii 😀

    ReplyDelete
  10. sangat membantu artikelnya kak, izin share ya... makasih sudah berbagi.. jadi tahu saya..

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature