Pengalaman saya naik busway
selama ini bisa dibilang so so lah, ga
ada hal-hal menarik yang saya temukan. Orang berjubelan, berebut masuk dengan gaya khas orang Jakarta. Earphone atau
headphone yang tak pernah lepas seolah tidak mau diganggu oleh keadaan
sekeliling.
Selama tiga hari berturut-turut
kemarin, saya bolak-balik kos di daerah Sudirman ke Pusdiklat di bilangan
Jakarta Selatan tepatnya di Ragunan. Pagi-pagi jam enam saya sudah harus keluar
dari kos kalau mau tepat waktu sampai di tempat. Dari halte Benhil saya hanya harus berganti
busway sekali untuk sampai ke tujuan saya. Beruntung rute yang harus saya
tempuh melawan arus pekerja di pagi hari. Jadi saya tidak perlu berdesak-desakan
dengan para pekerja kantoran metropolitan. Demikian juga pulangnya, saya bisa
naik di halte Ragunan yang mana merupakan pull pertama, jadi bisa dipastikan
saya mendapat tempat duduk tanpa harus bersusah payah.
Saat saya naik di halte Ragunan,
ada 5 orang cowok yang ikutan naik bareng saya. Masih muda, berpakaian ala
kantoran rapi jali. Setelah seluruh kursi terisi, busway pun melaju. Saya
berusaha tidur, karena tempat saya turun masih jauh, Dukuh atas yang notabene
termasuk halte terakhir. Kira-kira tiga halte dari situ, di Duren Tiga seorang
bapak naik, Usianya sekitar 60 puluhan. Cukup tua untuk bepergian sendiri. Kondisi
di dalam busway lengang hanya saja semua kursi sudah terisi. Karena itu, si bapak berdiri di seberang saya. Saya
pikir secara nurani, akan ada salah satu dari pemuda tersebut yang merelakan
kursinya untuk si bapak. Anehnya 5 orang pemuda sehat yang seger bugar tadi tak
satupun yang berdiri dan mempersilahkan si bapak duduk. Mereka malah asik bbm
an. Saya hitung satu sampai sepuluh, saya pandangi dengan tajam mereka,
berharap ada yang mengalah dan mau berdiri, tapi sepertinya saya terlalu
berharap.
Oh yeah, saya tidak cukup tega untuk membiarkan si bapak
terhuyung-huyung di sana. Padahal tujuan saya masih jauh banget. Its oke,
sepertinya ngedumel di dalam hati bukan solusi yang tepat saat itu. Melihat tak
seorang pun bergeming, saya segera berdiri dan menyilahkan bapak tersebut
duduk. Senyum lebar dan lega langsung menghiasi wajahnya. Saya ambil posisi berdiri senyaman mungkin di dekat pintu biar ada
senderannya mengingat halte saya masih jauh banget.
Right. Saudara-saudara. That’ s
Jakarta. Saya tidak tahu apakah ini terjadi sehari-hari atau hanya pas
kebetulan saja saya mengalaminya, karena saya jarang naik angkutan umum selama
disini. Kos saya terletak di belakang kantor, jadi saya jalan kaki setiap hari.Dan
karena saya tidak terlalu hapal jalan-jalan disini saya lebih suka naik ojek
kemana-mana.
Banyak sudah yang bercerita, yang
menulis, yang membahas bahwa tingkat kepedulian masyarakat di kota ini setipis
kulit bawang.Tapi saya tetap tidak percaya sebelum mengalami sendiri. Kata orang
hidup disini membuat orang menjadi apatis, bisa jadi memang benar sekali. Saya
tidak menghakimi si 5 orang pemuda tadi dan beberapa penumpang laki-laki di
dalam busway,bisa jadi mereka terlalu
capek sepulang kerja. Atau mungkin hal tersebut memang sudah biasa.
But to be honest, saya tidak mau
menjadi bagian dari mereka. Mudah-mudahan anda pun bukan typical warga Jakarta seperti
mereka.
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)