Showing posts with label jakarta. Show all posts
Showing posts with label jakarta. Show all posts

10 Things I Love About Jakarta

Sunday, September 2, 2012
Wah, ternyata sudah seminggu saya resmi meninggalkan Jakarta. Kota yang dulu saat saya masih di Medan menjadi kota yang paling sering kali saya cibir. Jakarta??? ih NO NO. Melihat keadaan kota ini di televisi saja sudah membuat saya bergidik. Macet, banjir, pencopetan, pemerkosaan, sampah dimana-mana. Gambaran tersebut selalu berulang-ulang ditayangkan, membuat saya selalu berfikir betapa kasihan orang-orang yang harus tinggal dan menetap di sana.

Kualat. Pernah dengar kata itu ?.

Saat saya duduk di sekolah menengah pertama dulu, setiap hari Jum'at pagi, di depan sekolah akan lewat serombongan ABRI. berlari-lari sambil menenteng senjata dan menyanyikan beberapa lagu. Saya dan teman-teman suka meneriaki mereka " Kodok ijo kodok ijo". Bahkan ada temen saya yang sering berujar. " Ih amit-amit dah sama mereka. Padahal katanya pamali bilang begitu. Benar saja, beberapa tahun kemudian teman saya yang ngomong gitu, nikah sama salah satu yang kami sebut "kodok ijo" itu. :).

Pun demikian. Saat masih bertugas di unit kerja yang lama, saya sering banget ngomong sama rekan kerja saya, " Biar dibayar berjuta-juta pun, aku ngga akan mau tinggal di Jakarta". Beuggh, ibarat kena tulah, setahun kemudian saya dimutasi ke Jakarta, oalah.


Dua tahun sudah saya tinggal di kota ini.  Pertama disini saya tinggal di apartemen Grand Tropic, full setahun. Gile, hidup berasa indah. Jauh dari suami agak terobati karena fasilitas yang diberikan kantor cihuy banget. Mau tidur, kasurnya empuk banget, mau makan tinggal ke restoran. Pengen olahraga, ada gym nya, Mau berenang tinggal nyemplung ke kolam renang. Mau nge-mall?, samping kanan ada mall taman anggrek, samping kiri ada Citraland, tinggal jalan doang.Pulang pergi ke diklat di jemput bis, aih enaknyoo.









Tiba penempatan dapetnya di kantor pusat. Ngekost di Benhil pulak. Ke Semanggi tinggal nyebrang. Mau makan? segala jenis makanan ada di benhil. Tanah abang dekat, Tamrin city tinggal ngesot, Blok M cuma sekali metromini, mau ke bandara bisa langsung masuk tol.  Ga ada yang susah.

Ternyata Jakarta tidak seperti gambaran saya selama ini. Ternyata lagi, tinggal di Jakarta itu menyenangkan. Apa-apa ada. Mau nyari apa aja semuaaaanyaa ada. Saya pasti bakal kangen sama kota ini.

Ada 10 hal yang bakal saya rindukan dari Jakarta :

1. Jakarta ga pernah mati lampu.



Baru hari pertama nyampe di Medan, udah disambut byar pett. Duuh, kalau udah gini, pengen banget bilang sama penduduk Jakarta kalau mereka beruntung banget ga pernah kena pemadaman bergilir.

2. Sinyal Penuh
Yup, di Jakarta tuh mau pakai operator apapun, sinyalnya masih bisa 3G deh. Kalo di Medan, okelah masih bisa 3G walau ilang timbul, seringnya sih GSM doang. Kalo di dalam rumah, hape diletakin di tempat yang tidak tepat udah langsung berubah jadi Edge, siigh. Rasanya percuma disini beli paket BB yang streaming Unlimited, lah ga bisa juga dipakai.

3. Wifi Dimana-mana


Saya memang seorang internet mania. Makanya menurut saya wifi itu salah satu penemuan terpenting abad ini. Kemarin-kemarin, kalau kuota modem saya udah tingggal mati segan hidup tak mau, saya tinggal kabur ke seberang kost-an. Disana ada Seven Eleven yangWifi nya lumayan kenceng. Cukup beli kopi or coklat se cup, saya bisa berjam-jam internetan gratis. Di Medan banyak juga, tapi butuh effort yang lebih besar. Kalau di rantau Prapat, huhuhu ga tau nih, belum survey juga.

4. Gampang Ketemu Para Ahli
Contohnya nih, mau ikut seminar menulis, banyak banget penulis dan penerbit yang ngadain, tinggal proaktif kita saja. Dan serunya, pembicaranya langsung penulis idola kita. Tak jarang para penulis tenar tersebut mengadakan jumpa fans, atau book signing di toko-toko buku seantereo Jakarta. Itu baru dalam dunia menulis. Mau dengerin ceramah agama??. Di istiqlal setiap minggunya pasti ada tuh ustad-ustad yang wara-wiri di televisi. Ga usah jauh-jauh ke istiqlal, di kantor saya sendiri sering mengundang penceramah yang notabene sudah diakui kehandalannya. Coba, kapan lagi dengerin Adyaksa Dault ceramah ( keren banget loh si bapak, bahasa arabnya kayak aer , lancaaar ). Di Jakarta kalau yang namanya mau belajar, kita bener-bener bisa berhadapan langsung dengan si master.

5. Kesempatan terbuka Luas


Masing-masing sih kembali ke pribadinya. Tapi, semua pilihan itu gampang dan tersedia di kota metropolitan ini. Kamu mau mengejar kebaikan, segala fasilitas tersedia, pesantren yang bagus, pengajian rutin yang terkordinir dengan baik, tempat-tempat penyalur bantuan. Pendek kata kalau mau dapet pahala gampang banget disini. Mau upgrade pendidikan, gampang banget, semua kursus ada di Jakarta. Mulai dari kursus jahit, masak, otomotif, bahasa. Istimewanya , kita bisa langsung diajar oleh yang terbaik. Suatu hal yang mungkin tidak didapat di tempat lain Namun, mau nyari tempat maksiat lebih gampang lagi. Segala jenis ada, mau yang kelas ecek-ecek sampai kelas yang Luxury.

6. Fasilitas Umum Lebih Baik


Walaupun masih banyak yang mencaci segala pelayanan publik di negeri ini, namun menurut pengalaman saya , di Jakarta tuh fasilitas dan pelayanan publik masih jauh lebih baik ketimbang di daerah. Sebutlah transportasi. Keluar gang saja, taksi udah ngider-ngider kesana kemari. Asal lu tahan di ongkosnya, kenyamanan bisa dinikmati tanpa perlu bersusah payah. Bandingkan dengan saat saya di Medan, keluar dari komplek perumahan yang masih dalam kawasan kota, nunggu taksi sampai hampir satu jam, tak satu pun yang lewat, tapi syukurnya ada pengganti taksi, yaitu becak motor, yiiiha. Kalau mau angkutan umum, busway masih merupakan alternatif yang bisa dipilih. Memang di jama-jam sibuk dan rute tertentu bisa seseknya minta ampun, sampe ga bisa bernafas. Namun saat weekend atau beberapa waktu yang tidak sibuk dan rute yang tidak favorit, naik busway sangat nyaman kok.

Itu baru transportasi, contoh lain rumah sakitnya. Banyak yang jelek, tapi banyak banget yang bagus, baik dari segi fasilitasnya maupun kualitas dokter-dokternya. Saat saya operasi gigi di salah satu RS gigi terkenal di Jakarta, saya tidak merasakan sakit yang berarti dibanding temen saya yang melakukan operasi yang sama di kota lain. Pipinya sampai bengkak dan susah makan berhari-hari, padahal saya satu jam setelah operasi sudah bisa langsung makan nasi padang.

Belum lagi sekolah. Segala sekolah yang bagus dan bermutu ada di Jakarta.

Namun kunci dari semuanya ya, asal kuat aja bayarnya :DD. Pokoknya yang penting pilihannya itu ada. Dibanding di daerah , bisa saja orang punya uang banyak namun yang diinginkan belum tentu ada.

7. Selalu Up To Date
Ya wajar aja sih, namanya juga ibukota. Semua barang yang terbaru bisa didapat di Jakarta. Buku-buku terbitan baru dengan gampang bisa dicari di toko-toko buku. Coba aja lihat di daerah kita yang jauh dari ibukota , harus sabar nunggu beberapa minggu bahkan beberapa bulan untuk bisa beli buku terbaru. Baju dengan gaya terbaru pun tersedia di mall-mall nya. Saya sering melihat bahwa jenis baju yang dijual di mall Jakarta dan di Medan walaupun departemen storenya sama, tapi modelnya beda, yang bagus-bagusnya ada di Jakarta, nyampe ke daerah biasanya pas udah cuci gudang.

8. Banyak diskon



Bener lo, tinggal di Jakarta itu kita bisa nikmati macem-macem diskon. Mulai diskon yang ditawarkan kartu kredit. Hampir pasti lebih dari 50 persen berlakunya di Jakarta. Apalagi kalau kita rajin mantengin situs-situs diskon, wah bisa untung banget lo, membeli atau menikmati barang dengan kualitas 100 tapi beli seharga 50 atau kurang.



9. Sumber Inspirasi
Dengan segala keruwetannya, Jakarta banyak memberi saya inspirasi dan ide untuk menulis. Segala macem karakter manusia ada di kota ini. Segala kejadian , gampang di temui. Mau nulis tentang perampokan, banyak banget tuh narasumbernya. Mau nulis tentang macet yang bikin pengen bunuh orang, tinggal plung langsung bisa mengalaminya dan merasakan sensasinya.

10. The Last But Not The Least



Terakhir , yang akan paling saya rindukan dari Jakarta adalah semua teman-teman saya selama dua tahun ini. Hiks sedih banget pisah dari mereka. Terutama, dengan my partner in Crime Deby Gurendo. Waaa, rasanya udah seperti menemukan belahan jiwa. Kemarin pas terakhir ketemu, saya sok ga ngerasa apa-apa. bersikap biasa seolah-olah besok masih ketemu, padahal nyampe kost langsung nangis bombay, huhuhu aganwatyy kangen banget niih.




And here i am. Kembali ke kota tempat orang-orang tercinta saya berada.

Sering kali, kita baru merasakan sesuatu itu terasa berarti saat sudah tidak di dekatnya lagi. Seperti itulah yang saya rasakan. Hargai apa yang kamu miliki saat ini, seburuk apapun itu. Dan hei, ga nyangka yah, ternyata Jakarta punya begitu banyak kelebihan. Daan ternyata lagi, di setiap hal yang buruk , pasti tersembunyi hal-hal baik. Tinggal bagaimana cara kita memandang saja. Bener juga kalimat yang dulu pernah saya baca. Jakarta, dibenci tapi dirindu.

Syukur Yang Tak Terucap

Friday, July 6, 2012

Suatu pagi Di Benhil

Di satu sisi kota, diantara rumah-rumah yang berdiri di atas sepetak tanah dengan harga melangit yang tak terjangkau akal. Bahkan oleh otak seorang bankir yang kerjanya menghitung angka-angka trilyunan rupiah setiap saat. Memantau pergerakan rupiah dari menit ke menit, menganalisa belasan digit yang entah siapa yang bisa menjamin bahwa angka tersebut real nyata adanya atau hanya merupakan pergerakan rekening tak berwujud yang bahkan tidak bisa diraba dengan indera.

Lihatlah kawan, orang-orang yang lalu lalang. Lihat ke kananmu  atau ke kirimu.

Tidak bisa, aku terlalu sibuk dengan musik yang menyumbat telingaku. Hanya dengan itu aku bisa menikmati pagi yang entah mengapa tak pernah ingkar janji.

Lihat lagi ke kanan dan ke kirimu
Langkah-langkah kaki yang berburu waktu. Kaki yang bahkan tak menginjak bumi, melayang diatas sebuah hak yang lebih tinggi dari kewajiban.
Wajah-wajah senada,bosan dijejali rasa yang sama.

Ini bukan tentang uang
Bukan tentang pergerakan saham
Bukan pula tentang harga
Bukan tentang ……

Ini tentang rasa. Tentang syukur yang sering terlupa. Mungkin ini penyebab pintu tertutup
Karena kita terlalu sibuk
Sekali lagi ini bukan tentang uang.
Ini tentang mimpi yang belum berwujud
Bukan mimpi kita

Sering kita tidak sadar kalau apa yang kita dapat hari ini adalah mimpi orang lain sejak dulu.

Saat sekolah ingin segera kuliah. Di kampus ingin segera bekerja. Setelah bekerja ingin usaha. Saat Usaha ingin pensiun.
Mungkin kitalah penyebab semua pintu tertutup
Atas syukur yang tak pernah terucap

Apa lagi yang dicari ???


"Para penumpang yang terhormat, dalam waktu beberapa saat lagi, kita akan segera mendarat di bandara Soekarno Hatta Jakarta. Waktu menunjukkan pukul enam belas lewat 20 menit dimana tidak ada perbedaan waktu antara Jogjakarta dan Jakarta “

“ Damn", sepertinya tidak akan cukup waktuku untuk mengejar penenerbangan berikutnya. 

Ternyata memilih armada yang berbeda untuk penerbangan lanjutan bukanlah ide yang brilliant, spare waktu selama dua jam yang telah kuperkirakan berantakan gara-gara alasan operasional yang sampai sekarang aku tidak tahu apa itu. Entah kenapa, para mba-mba petugas di counter ruang tunggu penumpang begitu membosankannya dengan selalu memilih alasan yang sama setiap pesawatnya delay, “ alasan operasional” fuih, alasan apa itu. Aku yakin kalau saja ada yang menanyakan alasan operasional yang dimaksud kemungkinan besar mereka tidak tahu dengan pasti apa itu. 

Yah beginilah nasib para penumpang di negeri ini, selalu harus mengalah dan cukup puas dengan sogokan kue kotak dan segelas air mineral, itu pun harus menunggu berapa lama waktu sesuai dengan pertauran yang ada. Oalaaaah…. Udah dirugikan pun tetap harus bersabar.

“ Para penumpang yang terhormat, anda dipersilahkan keluar melalui pintu depan di sebelah kiri anda”

Satu perstau  penumpang mengantri untuk keluar dari pesawat super murah yang tidak murah ini.
Dengan tergesa kuayunkan langkahku keluar dari gedung terminal 3 C . Terlihat terminal ini lain daripada terminal yang lain. Kesan mewah sengaja ditinjolkan disini. Restoran dan kafe yang mengisinya pun lebih berkelas.

Bandara, bagaimanapun mewahnya, tetap tak mampu mengusir aroma kesedihan dan perpisahan di setiap ruang udaranya. Beberapa orang menganggap bandara sebagai langkah awal untuk mencapai ke tempat tujuannya. Namun tak sedikit yang menjadikan bandara sebagai muara perjalanannya.

“Taksi”, 

“ Terminal 1 A, cepet ya pak, pesawat saya berikutnya jam lima”, kataku

Kulirik jam di pergelangan tanganku, masih ada waktu setengah jam lagi sebelum waktu boarding penerbangan berikutnya.

Jarak terminal 3C dengan 1 A tidaklah terlalu jauh, namun di hari jumat seperti saat ini, segala sesuatu menjadi tidak terukur. 

Untunglah supir taksi yang satu ini seperti mengerti kegelisahanku.Tak sampai sepuluh menit kemudian aku sudah berdiri di depan counter 27 armada singa udara ini. Tanpa membuang waktu kutunjukkan tiket dan tanda pengenalku.

“ Maaf mba, untuk tujuan penerbangan ke sumatera, di terminal 1 B. disini untuk tujuan Jawa dan luar sumatera.” Kata si petugas santun

‘ WHAT!!!!!! Pindah katanya, sejak kapan? 

Memang benar kata orang, saat kita lagi terburu-buru biasanya seluruh alam akan berkonspirasi menghambat jalan di depan kita dan menjadikan semua yang terjadi seolah-olah tidak ada yang benar. 

“ Sejak dua minggu yang lalu mba” jawabnya takjim

Hufft, tanpa berkata apa-apa segera aku mencari pintu keluar, dan berlari di sepanjang lorong yang menghubungkan terminal 1A dan 1B.

Dengan nafas yang masih terengah-enagh kuserahkan tiket dan tanda pengenalku ke mas-mas penjaga counter
.
“ Maaf mba, pesawat anda sudah take off”

Oh my God, lemaslah seluruh persendianku. Percuma saja sudah berlari-lari sepanjang lorong, ternyata masih tidak terkejar juga.  “ Kalau mba mau, kita bisa pesankan tiket untuk esok hari”

Aku sudah tidak mendengarkan lagi kata-katanya. Perlahan mataku berkaca-kaca. Ya , sudah menjadi kebiasaanku, kalau terlalu emosi pasti akan menangis. Dengan gontai kulangkahkan kakiku keluar ruangan .

Ponselku bergetar-getar, kulirik nama yang tertera di layar, ah suamiku
“ Gimana ade, dah berangkat belum”
Tanpa bisa dibendung, akhirnya aku menangis terisak-isak, "Huhuhu uda ketinggalan mas”

Kira-kira seperempat jam suamiku menenenangkanku. Kalau saja ada yang melihat, pastilah mengira aku sedang menerima kabar buruk dari keluarga. Memang tampaknya demikian. 

“ Mau kemana mba” sekonyong-konyong ada seorang pria menghampiriku. Ah aku malas menjawabnya, paling-paling calo bandara yang sering berkeliaran. Sudah terlalu sering aku melihat para calo yang menawarkan jasanya. Tampak seperti menolong namun karena mereka-mereka inilah terkadang harga tiket melonjak naik. Bukan pemandangan aneh lagi jika tadinya tiket sudah habis di internet, kira-kira satu jam menjelang keberangkatan  ada yang menawarkan dengan harga yang tentu saja sudah selangit. Namun melihat pakaian yang dikenakannya, sepertinya ia adalah salah seorang petugas di bandara ini. 

“ Medan”, jawabku singkat

“ Ketinggalan pesawat ya mba, kalau mba mau saya bisa bantu mencarikan tiket untuk penerbangan berikutnya, tapi nambah 300 ribu ya mba”

Wah, seperti mendengar nyanyian selamat datang aku mendengarnya. Tanpa pikir panjang akupun mengiyakannya. Dengan bantuan, orang yang bernama Doni ini akhirnya aku bisa mendapatkan tiket untuk penerbangan malam itu. Syukurlah.

***
Cerita itu terjadi dua tahun yang lalu. Saat aku memutuskan menerima tawaran promosi dari kantor. Awalnya hanya coba-coba, iseng-iseng berhadiah. Setelah beberapa kali test, ternyata dari kantor cabang tempat aku bekerja hanya aku satu-satunya yang dinyatakan lulus. Dilema pun melanda. Antara ingin mengaktualisasikan diri dan tanggung jawab terhadap keluarga. Dengan diskusi yang sangat singkat karena waktu yang mepet, suami mengijinkanku menerimanya. Setahun pendidikan membuatku harus berpisah darinya.

Sebenarnya hal tersebut sudah aku pikirkan sebelum memutuskan pilihan ini. Namun ternyata kenyataan yang ada jauh lebih berat dari yang kubayangkan. Apalagi ditambah dalam lima bulan aku harus OJT ( On the Job Training) di Jogjakarta. Lengkaplah sudah, bukan saja jarak tempuh yang semakin jauh, plus harus melakukan dua kali penerbangan ditambah lagi budget yang harus disisihkan semakin besar. Oh nasib….

Pacaran jarak jauh? itu sih biasa. Suami istri jarak jauh?, belum punya baby?, sungguh bukan  hal biasa.

Banyak temanku mempertanyakan keputusanku. Apalagi yang aku cari?. Jika seluruh kebutuhan hidup sudah terpenuhi, apalagi yang dicari??

Ya, Apalagi yang dicari ????

In Busway

Sunday, May 27, 2012

Pengalaman saya naik busway selama ini bisa dibilang so so lah, ga ada hal-hal menarik yang saya temukan. Orang berjubelan, berebut masuk  dengan gaya khas orang Jakarta. Earphone atau headphone yang tak pernah lepas seolah tidak mau diganggu oleh keadaan sekeliling.

Selama tiga hari berturut-turut kemarin, saya bolak-balik kos di daerah Sudirman ke Pusdiklat di bilangan Jakarta Selatan tepatnya di Ragunan. Pagi-pagi jam enam saya sudah harus keluar dari kos kalau mau tepat waktu sampai di tempat.  Dari halte Benhil saya hanya harus berganti busway sekali untuk sampai ke tujuan saya. Beruntung rute yang harus saya tempuh melawan arus pekerja di pagi hari. Jadi saya tidak perlu berdesak-desakan dengan para pekerja kantoran metropolitan. Demikian juga pulangnya, saya bisa naik di halte Ragunan yang mana merupakan pull pertama, jadi bisa dipastikan saya mendapat tempat duduk tanpa harus bersusah payah.

Saat saya naik di halte Ragunan, ada 5 orang cowok yang ikutan naik bareng saya. Masih muda, berpakaian ala kantoran rapi jali. Setelah seluruh kursi terisi, busway pun melaju. Saya berusaha tidur, karena tempat saya turun masih jauh, Dukuh atas yang notabene termasuk halte terakhir. Kira-kira tiga halte dari situ, di Duren Tiga seorang bapak naik, Usianya sekitar 60 puluhan. Cukup tua untuk bepergian sendiri. Kondisi di dalam busway lengang hanya saja semua kursi sudah terisi. Karena  itu, si bapak berdiri di seberang saya. Saya pikir secara nurani, akan ada salah satu dari pemuda tersebut yang merelakan kursinya untuk si bapak. Anehnya 5 orang pemuda sehat yang seger bugar tadi tak satupun yang berdiri dan mempersilahkan si bapak duduk. Mereka malah asik bbm an. Saya hitung satu sampai sepuluh, saya pandangi dengan tajam mereka, berharap ada yang mengalah dan mau berdiri, tapi sepertinya saya terlalu berharap. 

Oh yeah, saya tidak cukup tega untuk membiarkan si bapak terhuyung-huyung di sana. Padahal tujuan saya masih jauh banget. Its oke, sepertinya ngedumel di dalam hati bukan solusi yang tepat saat itu. Melihat tak seorang pun bergeming, saya segera berdiri dan menyilahkan bapak tersebut duduk. Senyum lebar dan lega  langsung menghiasi wajahnya. Saya ambil posisi berdiri senyaman mungkin di dekat pintu biar ada senderannya mengingat halte saya masih jauh banget.

Right. Saudara-saudara. That’ s Jakarta. Saya tidak tahu apakah ini terjadi sehari-hari atau hanya pas kebetulan saja saya mengalaminya, karena saya jarang naik angkutan umum selama disini. Kos saya terletak di belakang kantor, jadi saya jalan kaki setiap hari.Dan karena saya tidak terlalu hapal jalan-jalan disini saya lebih suka naik ojek kemana-mana.

Banyak sudah yang bercerita, yang menulis, yang membahas bahwa tingkat kepedulian masyarakat di kota ini setipis kulit bawang.Tapi saya tetap tidak percaya sebelum mengalami sendiri. Kata orang hidup disini membuat orang menjadi apatis, bisa jadi memang benar sekali. Saya tidak menghakimi si 5 orang pemuda tadi dan beberapa penumpang laki-laki di dalam  busway,bisa jadi mereka terlalu capek sepulang kerja. Atau mungkin hal tersebut memang sudah biasa. 

But to be honest, saya tidak mau menjadi bagian dari mereka. Mudah-mudahan anda pun bukan typical warga Jakarta seperti mereka.


Custom Post Signature