Emosi Menjatuhkan Gengsi

Wednesday, January 25, 2012
“ Para penumpang pesawat Lion air dengan nomor penerbangan JT 204 tujuan Medan, dipersilahkan naik ke pesawat udara ”


Akhirnya, setelah delay yang melelahkan selama dua jam, yang katanya akibat alasan operasional, dan aku yakin kalau ditanya lebih lanjut kepada para petugas maskapai udara tersebut lebih jelasnya alasan operasional yang bagaimana, mereka pasti tak bisa menjawabnya, maka satu persatu penumpang menaiki tangga pesawat termasuk aku.

“Some people do travel for the vacation , the other for work”
Bagiku, bepergian adalah karena alasan kerja dan keluarga.

Dengan ramah, pramugari mempersilahkan kami menuju ke kursi masing-masing. Kuarahkan mataku ke deretan kursi yang akan kududuki.

Hufft, seperti yang sudah-sudah, selalu saja ada penumpang yang dengan seenaknya menduduki kursi yang tidak sesuai dengan tiketnya.

Setiap bepergian, aku selalu berusaha mendapatkan kursi di pinggir jendela. Bukan karena ingin menikmati gumpalan awan, tetapi karena perjalanan yang sangat membosankan, sehingga aku akan  membunuh waktu yang tak mungkin mati selama dua jam di udara dengan menonton film dari laptopku atau hanya sekedar menulis satu dua hal yang melintas di kepalaku. Untuk itu, rasanya tempat yang paling nyaman adalah di sebelah jendela, agar bisa tenang tanpa dilalui oleh penumpang lain yang lalu-lalang ingin ke kamar kecil.

Aku menghembuskan nafas dengan keras, berharap si bapak yang menduduki tempat dudukku menyadari kekeliruannya. Dengan tampang jutek kubuka bagasi diatas kepalaku, sembari menyimpan ransel hitam yang tidak akan muat kalau kuletakkan di bawah kaki kursi.

Tampaknya bapak tersebut tak bergeming. Tetap santai sambil memandangi ke arah luar jendela, mungkin memperhatikan para petugas bandara yang sibuk disana.
Tanpa basa basi segera kutegur ia

“ Ehm bapak, kursi saya di sebelah jendela, mungkin bapak salah duduk” kataku ketus
Aku malas beramah tamah lagi, sudah capek tadi menunggu dua jam, masih harus berhadapan dengan hal-hal yang gak penting kaya gini.

“ Eh apa iya” katanya terkejut

“ Ia, benar “ jawabku dingin

Kulihat ia mengeluarkan tiket dari saku celananya.

“ Ngga kok mba, benar ini nomor kursi saya “ Katanya

IIIh sebel banget deh, udah salah ga mau ngaku lagi, pikirku

“ Ngga bapak, saya yang seharusnya disitu” kataku ga mau kalah

“ Kursi mba nomor berapa’ tanyanya kepadaku

bikin tambah kesel saja nih bapak.

Dengan kasar kukeluarkan tiketku dan kutunjukkan kepadanya, ‘ Nih” sodorku

“  Eh…. Kursi mba no 03 A , ini 04 A mba”




Oh my God, malunya……..

Daihatsu Xenia....., Cara Aman Berkendara


Yang lagi nyari mobil
Yang bingung tentang kualitas mobil
Yang ingin selamat naik mobil

Tidak perlu bingung lagi, ga perlu iklan berlebihan untuk mempromosikan suatu produk berkualitas.
Masyarakat sekarang sudah pintar, tahu mana yang beneran mana yang hanya iklan. Jadi percuma saja, mempromosikan suatu produk dengan model-model papan atas dan efek-efek visual yang super canggih kalau belum terbukti.

Kata orang mobil buatan Eropa paling bagus, body nya kuat, interiornya mewah, desainnya elegan, teknologinya canggih.

Tapi tetap saja mobil buatan Jepang yang paling laris.
Harga beli terjangkau, harga jual mahal, spare part ada dimana-mana. ga perlu pusing mikirin perawatan.

Soal keselamatan???
Renault..... lewat
Mercedes.............lewat
BMW............lewat

Daihatsu Xenia juaranya

Walaupun menabrak pembatas jalan, jumpalitan di trotoar, menghancurkan sebuah halte, dan menewaskan sembilan nyawa serta melukai beberapa orang tak bersalah, penumpang di dalamnya sehat walafiat tanpa tergores sedikit pun. Bahkan tidak menimbulkan ekspresi shock di wajah-wajah itu.

Jadi?? masih bingung memilih mobil??

Satu Pagi di Tugu Monas


“ Mak, besok pagi kita jalan-jalan ke Monas ya, kan minggu lalu ga jadi”  setengah merengek Ayuni, bocah berusia enam tahun itu menarik-narik sarung emaknya.

“ Iya, besok pagi-pagi kita kesana, sambil olah raga, tapi janji ya kamu ga minta jajan macem-macem”

Dengan kegembiraan khas anak kecil Ayuni mengangguk keras. Kuncir rambutnya bergoyang ke kanan ke kiri, seperti ekor kuda berkibas-kibas.

“ Sekarang kamu cuci piring dulu, habis itu tidur ya, biar besok seger” kata emak sambil menyetrika pakaian yang telah dicucinya hari ini.

Tanpa menunggu perintah kedua, Ayuni langsung mengumpulkan piring-piring kotor bekas makan malam tadi. Dengan penuh semangat dicucinya piring-piring tersebut.

****

Pagi yang cerah di bawah Monas yang menjulang. Anak-anak riang berlari kesana sini. Para remaja asik berjalan santai. Ada pula yang sibuk berfoto mengabadikan tugu emas tersebut.

“ Mak, Ayuni pengen naik delman”

“ Hussh, jangan macem-macem kamu, kan tadi malam udah janji ga minta ini itu, emak ga bawa duit” kata emak gusar.

Sudah seminggu ini, Ayuni selalu merengek minta ke Monas, belum lagi permintaanya barusan. Naik delman di Monas lumayan mahal untuk kantong buruh cuci seperti Mak Surti.

“ Kita jalan-jalan  aja yuk, nanti Ayuni emak belikan kerak telor” hibur emak

Perlahan bibir Ayuni yang tadinya megerucut, kini merekah lagi

“ Asssiik, ayo mak, tapi ntar kalo emak udah punya duit, Ayuni boleh ya mak naik delman”

Mak Surti hanya tersenyum tipis mendengar permintaan putri semata wayangnya itu .Dalam hati ia bertekad untuk bekerja lebih keras lagi. “ Hmm, sebaiknya aku mengambil juga cucian anak-anak kos di sekitar rumah untuk menambah penghasilan” gumamnya sambil lalu.


****

“ Ayo kita pulang Ayuni, nanti emak kesiangan nyuci” kata emak sambil menggandeng tangan kecil Ayuni.

Sambil mengunyah kerak telor yang dibelikan emak, Ayuni menelusuri trotoar bersama pejalan kaki lain. Mulutnya tak berhenti mengunyah, sesekali terdengar ocehan riangnya.

“ Mak, ntar kalo kita jadi naik delman, Ayuni mau duduk di depan, trus Ayuni mau nyanyi lagu naik delman, hihihihi, tuk tik tak tik tuk tik tak suara kaki kuda “  mulut mungilnya asik berceloteh tanpa menghiraukan riak di mata emaknya.

“ Iya nak, kamu boleh duduk dimana saja” lirih suara Mak Surti menjawabnya



Tiba-tiba seperti dalam adegan film action, sebuah mobil hitam meluncur cepat ke arah mereka. Mak Surti ingin berteriak, namun belum sempat pita suaranya menghasilkan nada, tubuhnya terlempar beberapa meter ke jalan menghantam kerasnya aspal yang masih dingin. Terekam  jelas di retinanya, tubuh mungil Ayuni terseret di bawah kolong mobil tersebut. Air mata beriak di sudut matanya seiring dengan hembusan nafas penghantar keabadian.

Sayup-sayup lirih terdengar bait lagu

“ Pada hari minggu kuturut ayah ke kota
Naik delman istimewa kududuk di muka
Kududuk samping pak kusir yang sedang bekerja
Mengendarai kuda supaya baik jalannya
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Suara kaki kuda”


Aku Benci kamu Hari Ini

Thursday, January 19, 2012

Tak berkedip mataku memandang tubuh yang terbujur di hadapanku. Sudah semalaman aku mengawasi, menjaganya tanpa kenal lelah.

Fuad nama pemuda itu, sejak kemarin air raksa yang berada dalam thermometer pengukur suhu tubuhnya, belum menunjukkan tanda-tanda akan beringsut turun. Dengan sabar kubelai tubuhnya , kuhalau makhluk-makhluk kecil yang berterbangan dengan suara mendesing agar tak terusik lelap tidurnya. Dengan lirih kusenandungkan lagu-lagu yang akan semakin menina bobokan siapapun yang mendengar.

Tik tok tik tok, bunyi jam dinding di kamar Fuad, jarum mulai bergeser sedikit demi sedikit dari satu titik ke titik berikutnya. Beberapa menit lagi hampir mendekati sepertiga malam.

Fuad mulai gelisah dalam tidurnya, posisi tubuhnya sudah bergeser kesana kemari. Sebentar ke kanan, sebentar ke kiri.

Aku pun gelisah melihatnya , tugasku adalah untuk menjaga tidurnya, perlahan kutiupkan angin lembut agar ia tenang kembali. Syukurlah sepertinya ia berangsur tenggelam lagi ke dalam mimpi indah yang menyelimutinya.

Kuelus  ubun-ubunnya dengan hati-hati, konon katanya hal itu akan memberi efek menenangkan. Matanya yang tadi berkedut-kedut mulai diam, dengkur halus terdengar dari sela-sela nafasnya. Ah betapa damai melihat ia terlena seperti ini.

Jarum jam masih berdetak, bergeser ke menit berikutnya.

Kulihat Fuad mulai bergerak-gerak kembali. Tangannya bergeser ke arah perut, raut wajahnya seperti sedang menahan sesuatu, mungkin ia ingin buang air kecil pikirku. Tapi , kalau ia bangun, tidurnya pasti akan terganggu. Kubisikkan kata-kata lirih di telinganya, menyuruhnya menahan sebentar sampai pagi hari. Kubelai rambut hitamnya, berusaha menidurkannya kembali.

Tirititit tididtitit tididitit…… Tiba tiba terdengar suara alarm dari sebuah benda si atas meja. Dengan terburu-buru aku berusaha menghentikan suara-suara itu. Tapi, ah aku tak mengerti bagaimana caranya, aku belum familiar dengan benda yang namanya henpon ini, yang kutahu biasanya jam weker, kalau alarm HP aku belum menguasai seluk beluk fitur-fitur di dalamnya.

Dengan pasrah, kulihat Fuad mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Menggeliat ke kanan dan ke kiri. Menguap sebentar,” Hooooam, Astaghfirullah hampir terlewat” gumamnya. Terlepaslah tali halus yang tadi kulingkarkan di kepalanya. Dengan susah payah ia berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dengan wudhu, lalu kulihat ia membentangkan sajadah. Tubuhnya sangat lemah, aku berusaha membujuknya agar tidak memaksakan diri, tampaknya ia tak mau mendengarkanku. Ah sakit hati ini. Dengan sekuat tenaga didirikannya rakaat demi rakaat sholat lail.

Ughhh dasar keras kepala, pikirku. Dengan galak kupandangi HP yang punya andil membangunkannya. Dengan penuh dendam aku menatapnya. “ Aku benci kamu hari ini” kataku . Ah percuma saja, ia hanya benda mati.

Bukan dia yang harus kubenci, Kualihkan pandanganku ke Fuad, dengan muak aku menatapnya “ Aku benci kamu hari ini, Fuad” ,

Dengan geram akhirnya kutinggalkan kamar itu. Besok aku akan datang lagi.


*****

Disini….., semua sudah berkumpul, melaporkan tugasnya masing-masing. Aku tertunduk malu , dengan takut-takut kutatap wajah di hadapanku , “ Maaf, saya gagal, imannya terlalu kuat” laporku pada si raja iblis.








Ada Dia Dimatamu

Tuesday, January 17, 2012
Untuk kesekian kalinya, aku dan kamu mendatangi tempat ini. Warung kopi Aceh di antara ruko-ruko pasar Petisah kota Medan. Katamu, ini satu-satunya tempat yang tidak akan mungkin didatanginya. Pertama, karena daerah ini tidak termasuk dalam list tujuan belanjanya. Kedua, karena interior warung ini yang sangat jauh dari seleranya, dan ketiga karena ia tidak suka kopi.

Ah alasan, pikirku, bilang saja karena semua yang disajikan disini murah, titik. Tak perlulah kau berbasa basi begitu. Aku mengenalmu, bahkan lebih mengenalmu dibanding dia yang katanya sangat mencintaimu. Sifat hematmu yang hampir mendekati pelit kepadaku, sebenarnya sudah mencerminkan posisiku di hatimu. Tapi aku tidak peduli. Bisa menghabiskan waktu berdua denganmu di sela-sela rutinitas pekerjaan kita pun sudah merupakan kesenangan yang langka.

“ Maafkan aku Tyra” katamu

Kata itu berulangkali kau ucapkan padaku. Aku tidak butuh itu. Seharusnya aku yang mengatakannya. Bersaing dengannya secara terang-terangan sama saja bunuh diri. Dia yang parasnya seperti Dian Sastro KW 1 manalah mungkin bisa dibandingkan dengan diriku yang bahkan untuk melamar menjadi SPG pun susah. Belum lagi bodynya yang setara dengan Titi Kamal, ah lengkaplah sudah kekuranganku. Hidupmu seharusnya sudah sempurna bersamanya, kalau saja aku tidak sekonyong-konyong hadir diantaranya. Jadi, akulah yang seharusnya meminta maaf, karena membuatmu dalam posisi ini.

“ Aku capek menghadapinya, Ty, gaya hidupnya membuatku hampir kehabisan nafas” keluhmu

Seperti yang sudah-sudah, kau pasti akan mengeluarkan uneg-unegmu di tempat ini. Tentang kelakuannya yang tidak menghargaimu, tentang hobinya yang menguras isi dompetmu, sampai tentang sikapnya yang mulai memata-matai gerak-gerikmu.

“ Bersamamu, aku tenang Tyra “ lanjutmu

Ah persetan. AKu sudah muak dengan kata-katamu barusan. Kalau memang seperti itu, kenapa tidak kau tinggalkan saja dia, dan memilihku. Bukankah itu yang kau inginkan, monolog dalam batinku.

“ Tapi aku masih begitu mencintainya Ty, dia memang keras kepala, tapi terkadang dia begitu manja padaku. Aku suka senyumnya, aku suka gesture tubuhnya, bahkan aku suka cara dia memonyongkan bibirnya saat marah padaku. Dia cinta pertamaku “

Serrrr, seperti sembilu kata-katamu. Sejenak kau lambungkan aku, beberapa detik kemudian aku terhempas lagi. Dasar lelaki. 

Baiklah ini terakhir kalinya aku menemuimu, aku tidak mau menjadi pesakitan seperti ini setiap harinya. Aku lebih berharga dari itu. Tekadku sudah bulat untuk mengatakannya padamu. 

Kau genggam tanganku. Aku menikmatinya, untuk terakhir kali pikirku. Kita saling menatap dalam diam. Tiba-tiba kulihat bayangan seseorang disana. Ada dia di matamu.

Ya, ADA DIA DIMATAMU.

Cepat kubalikkan tubuhku. Darahku berdesir. Disana berdiri seorang perempuan dengan segunung kemarahan. 

Aristy, istrimu sekaligus kakak kandungku.

Mati kamu, celakalah aku….


Custom Post Signature