Eh, saya nemu blog saya jaman dulu tahun 2007-an. Ternyata udah pernah bikin blog tapi kemudian lupa password jadi ga pernah diintip lagi.
Tulisan saat-saat menggalau, menuju usia 25 dan panik lihat orang-orang satu persatu menemukan belahan jiwanya. Syukurlah masa-masa itu sudah terlewati.
Apa kamu pernah mengalaminya?
Kenapa ya sulit sekali menentukan kapan waktu yg tepat untuk menikah. Akhir2 ini aku kepikiran terus soal nikah,apalagi temenku si Eka kayanya juga lagi pusing soal ini.
Apa iya ya kalo dah umuran 25 harus nikah?
Trus kalau belum ketemu orang yang tepat gimana ?.
Emang ada ya orang yg bener-bener tepat ?
Hmmm mungkin ga ada orang yg tepat hanya saja waktu yg tepat, nah kapan dong waktu yg tepat itu ?.
Tapi kalo ngomonginnya aja udah bikin seneng apalagi jalaninnya yah
Kalo kata seseorang menikah itu seperti makan nasi kotak, wih rasanya serem banget, aku kan ga suka nasi kotak.
Trus ada juga yang bilang menikah itu seperti main enggrang ( itu tuh
yang pake kayu panjang trus dinaikin ) .
Apalagi itu, kan susah naiknya,
harus jaga keseimbangan , harus hati2.
hmmm apa iya serumit itu ?
Menurutku menikah itu kaya makan coklat, manis , kadang2 eneg juga tapi pasti ketagihan hehe.
Halah sok tau amat nikah aja belum
sumber :http://windiwidiastuty.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal
Masa
kecil kuhabiskan di sebuah perkebunan sawit di pedalaman Sumatera Utara. Karena
ayah bekerja di salah satu perusahaan perkebunan disana, maka otomatis kami
sekeluarga pun harus tinggal di perumahan perkebunan tersebut. Kami menyebutnya
pondok atau emplacement. Yaitu suatu pemukiman yang disediakan perusahaan untuk
pekerja dengan golongan rendah.
Sudah
menjadi rahasia umum, kalau kehidupan di perkebunan masih berbau feodalisme.
Begitu pun dengan pengaturan tempat tinggal. Perumahan untuk karyawan pimpinan
( golongan staff) dipisahkan jauh dari perumahan karyawan pelaksana.
Seperti
lazimnya perusahaan perkebunan yang notabene lokasinya jauh dari perkotaan,
maka disini seluruh fasilitas yang menunjang kehidupan sehari-hari telah tersedia.
termasuk sekolah. Aku menghabiskan masa-masa SD ku di sebuah SD milik
perusahaan ayahku. Kalau kalian ingat film Laskar Pelangi, maka kira-kira
sekolahku adalah sekolahnya si Flo. Komplek perumahan kami bersebelahan dengan
perkampungan biasa. Persis seperti ceritanya si Ikal, di perkampungan tersebut
pun punya sekolah yang tentu saja sangat jauh fasilitasnya dibanding sekolahku.
Walaupun
ayahku hanya seorang karyawan biasa, namun karena ibuku juga bekerja sebagai
guru, maka taraf kehidupan keluargaku bisa dibilang termasuk golongan memadai.
Kami hidup berkecukupan, namun tidak sampai berlebihan. Masih bisa makan ayam
seminggu sekali, dan setiap dua minggu sekali ayah akan mengajak kami
sekeluarga pergi tamasya. Kadang ke pantai, pernah juga hanya duduk di lapangan
golf yang menghijau milik perusahaan.
Saat
itu tahun sembilan puluhan. Aku duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Setiap
hari akau diberi uang saku untuk jajan di sekolah sebesar Rp 200,-. Seratus
rupiah untuk sekolah pagi, dan seratus lagi untuk sekolah Madrasah Ibtidaiyah
sore hari. Jumlah tersebut lumayan besar pada saat itu, bisa untuk membeli
sepiring nasi gurih ( nasi uduk), atau mi goreng atau lontong sayur ditambah
segelas es sirup atau dua potong es lilin.
Teman
sebangkuku bernama Rani. Dia murid pindahan dari kebun lain. Orangtuanya
bekerja sebagai penderes ( orang yang menguliti kulit pohon karet untuk diambil
getahnya). Kalau digambarkan dengan tingkatan kasta, maka kasta penderes adalah
kasta sudra, kasta terendah.
Setiap
hari Rani membawa keripik singkong sambal merah ke sekolah. Ia menjualnya
kepada kami. Aku yang memang doyan pedas, menjadi pelanggan tetapnya. Harga
sebungkus keripik adalah Rp 25.
Teman-temanku
banyak yang sering menertawakan Rani, terkadang dia diolok-olok teman lelaki
yang usil. Namun, tak sekalipun aku melihat Rani merasa malu. Tetap saja secara
rutin dia membawa keripik-keripik jualannya. Bu guru sering memborong jualan
Rani. Memang ibu guruku, bu Salehah sungguh guru yang sangat baik dan mengasihi
muridnya. Tak salah kalau ia memiliki nama begitu indah.
Suatu
hari, aku tidak begitu ingat bagaimana kejadian persisnya. Namun teman-teman
laki-laki sangat jahil di hari itu. Mereka bercanda sambil menarik-narik rambut
beberapa anak perempuan. Syukurlah rambutku dipotong pendek sama mama, jadi
mereka tidak bisa menarik-narik rambutku.
Rani
yang kebetulan berambut panjang dan pada hari itu diekor kuda, menjadi
bulan-bulanan mereka. Bosan dengan acara tarik-menarik rambut, mereka beralih
ke permainan mengintip rok anak perempuan. Mungkin kalian masih ingat ulah usil
teman-teman semasa SD dulu. Dimana anak laki-laki mengikatkan rautan pensil
yang ada kacanya ke tali sepatu kemudian sambil berjalan pelan-pelan kakinya di
tarud persis di bawah anak perempuan yang berdiri, sehingga kelihatan warna CD
nya. Sambil tertawa-tawa mereka menjalankan aksinya, dan menyebut warna CD anak
perempuan. Lucu juga kalau mengingatnya.
Tapi
ternyata, yang terjadi tidak selucu yang kubayangkan, saat Rani yang menjadi
korban. Awalnya kami semua tertawa, namun setelah melihat Rani menangis, kami
terdiam. Teman lelaki yang iseng tadi tanpa minta maaf langsung kabur ke luar
kelas. Sebagai teman sebangku, aku turut merasa bersalah karena telah
menertawakan Rani. Untuk menebus rasa bersalahku, kuhibur ia. Rani ngambek,
lari keluar kelas dan tidak mau lagi mengikuti pelajaran berikutnya.
Ibu
guru Salehah menyuruhku mengantar Rani pulang ke rumah. Dengan berjalan kaki
kuantar Rani. Sepanjang perjalanan Rani diam. Aku sibuk bercerita tentang apa
saja agar Rani tertawa. Syukurlah tak berapa lama, mendengar ceritaku tentang Abunawas
yang sering didongengkan ayahku, Rani akhirnya tertawa juga.
Tidak
terasa, kami sudah sampai di rumah Rani. Saat melihat rumah Rani dari luar, aku
biasa saja. Rumahnya kecil, namun hal tersebut dapat dimaklumi, namanya juga
perumahan perusahaan, tentulah tidak mungkin besar, apalagi mengingat pekerjaan
ayahnya. Namun saat masuk ke rumahnya aku sangat terkejut. Rumahnya sangat
sempit dan hanya diisi beberapa perabot usang. Kursi busa yang sudah bolong
disana-sini dan busanya sudah terburai teronggok di sudut ruangan. Kulihat ada
sebuah kulkas model lama. Aku pikir, lumayan juga nih keluarga Rani punya
lemari es. Eh ternyata saat dibuka, isinya adalah pakaian. Jadi lemari es
tersebut adalah lemari es rongsokan. Pakaian di dalamnya, seperti hanya
dilemparkan masuk saja ke dalamnya, tanpa disetrika.
Rani
mempersilahkanku duduk di sofa. Terus terang saja, aku tidak tahu harus dimana
kuletakkan pantatku, karena beberapa kayu sofa sudah menonjol. Akhirnya
kuputuskan untuk duduk di lantai.
Karena
hari sudah siang, ibunya Rani mempersilahkanku makan siang. Wah senangnya.
Memang dari tadi perutku sudah berkerucuk minta diisi. Setelah mengambil nasi
dan menaruhnya di piring kaleng, mataku mencari-cari lauk yang akan menemani
nasi di piringku. Kulihat Rani mengambil sesendok sambal ke piringnya. Aku pun
megikutinya. Setelah itu, Rani kembali duduk dan langsung menyantap makanannya.
Aku masih sibuk lirak-lirik dimana gerangan lauk ikan atau telur berada.
Akhirnya
aku sadar, tidak ada lauk lain. Ya, menu makan siangnya adalah nasi plus
sambal. Bahkan kerupuk pun tidak ada. Dengan susah payah kuhabiskan nasi di
piringku. Hiks, ada yang nyesek di dadaku. Aku tidak menyangka teman sebangkuku
sesusah itu hidupnya. Padahal terkadang di rumah kalau ibu hanya masak telur
saja aku suka ngambek ga mau makan. Harus ada ikan di meja makan, baru aku selera
makan.
Setelah
selesai makan, Aku membantu Rani mencuci piring. Tak lama ibu Rani pamit mau
pergi, katanya mau mengambil cucian ke rumah tetangga. Untuk membantu menopang
hidup, ibunya menjadi buruh cuci di komplek situ.
Piring
sudah bersih. Rani mengajakku ke belakang rumah. Aku pikir mau duduk-duduk
dimanaaa gitu. Eh ternyata belakang rumah Rani adalah tanah perusahaan yang
sudah digarap dan ditanami dengan pohon singkong. Sambil tertawa-tawa Rani
mengajakku memanen singkong untuk dibuat keripik.
Baju
sekolahku jadi berlepotan tanah. Dengan semangat aku mulai mencabuti
pohon-pohon singkong tersebut. Wah ternyata tidak terlalu sulit. Cukup ditarik
batangnya, seluruh akar yang berisi umbi akan tercabut. Rani sangat senang aku
mau membantunya. Tak terlihat lagi kesedihan di wajahnya.
Cukup
banyak juga singkong yang kami panen. Setelah itu, Rani mengajariku cara
membersihkan singkong. Cukup dibuat irisan memanjang di kulitnya, kemudian
tinggal diputar, maka kulitnya akan terlepas semua. Takjub aku melihat temanku
yang satu ini. Di usia yang demikian belia, sudah ahli memotong-motong
singkong.
Setelah
dibersihkan, singkong-singkong tersebut kemudian diiris tipis-tipis memakai
alat khusus untuk mengiris yang terbuat dari plastik. Hahaha, aku seperti
bermain-main saja. Tak terasa sudah satu baskom irisan singkong yang kami
hasilkan.
Dengan
lincah tangan Rani menyalakan api di tungku. Setelah menyusun batangan kayu
bakar dan ranting-ranting, hap… api pun berkobar. Sebuah kuali ( penggorengan)
yang lumayan besar pun nangkring di atasnya. Bersama-sama kami menggorang
irisan singkong tadi.
Hari
sudah sore saat kami selesai menggoreng keseluruhan singkong di dalam baskom.
Kata Rani , harus menunggu ibunya untuk mencampur sambal di keripiknya. Ia
belum terlalu ahli membuat sambal.
Sungguh
aku tak menyangka selama ini keripik yang dijual Rani adalah hasil olahan
dirinya sendiri. Saat itu kami masih duduk di kelas tiga sekolah dasar.
Bayangkan masih berapa usia kami.
Tak
lama aku pun pamit pulang, takut ibuku khawatir. Rani membawakanku sekantongan
kecil keripik yang tadi kami goreng bersama.
Hari
itu aku mendapat pengalaman yang sangat luar biasa. Aku jadi tahu bagaimana
susahnya mencari uang. Aku juga jadi menyadari bahwa aku termasuk orang yang
beruntung. Tidak perlu bersusah payah, nasi beserta lauk pauknya sudah tersedia
setiap hari.
Mulai
hari itu aku berjanji akan setiap hari membeli keripik Rani, dan membantunya
menjual keripik-keripik tersebut di sekolah. Aku menyadari nilai perjuangan
hidup di balik harga sebungkus keripik.
Rani
telah mengajarkanku sebuah nilai kehidupan yang sangat berharga. Selama ini ia
tidak pernah merasa malu menjadi miskin.
Seperti
kata pepatah , Kaya bermanfaat, miskin
bermartabat.
Mungkin
ia belum bisa menerapkan dua kata pertama. Namun ia sudah menunjukkan bagaimana
mempraktekkan dua kata terakhir.
Terkadang kita baru bisa bersyukur
setelah melihat penderitaan orang lain.
Pada saat itulah kita sadar bahwa
kita termasuk orang yang beruntung
Salah
satu hal yang paling enggan dan sungkan untuk diungkapkan kepada pasangan
adalah masa lalu. Apalagi latar belakang pergaulan yang berbeda, pastinya
membuat berbahaya membicarakan tema sensitif ini. Banyak hal yang bisa kita pelajari
dari sebuah pernikahan, termasuk keterbukaan. Tapi, apa iya harus mengatakan
semuanya?
Ini adalah tahun-tahun awal pernikahanku. Aku ingin
berusaha membuatnya mengenalku apa adanya.Termasuk tentang masa lalu. Saat dia
bertanya tentang si A,si B kubiarkan ia tahu. Terus terang aku merasa begitu
malu dengan masa laluku yang diwarnai kejahiliyahan. Aku malu dengan karakterku
yang begitu terbuka, interaksi-interaksi masa laluku dengan teman-temanku yang
kebanyakan pria, yang dia katakan terlalu terbuka.
***
Apa kabar ndi… sekarang tinggal
dimana
Sebaris
SMS itu kuterima tadi sore. Melihat nama pengirimnya, seketika ada yang
berdebar di hati ini. Nama itu…. dulu pernah menghidupkan mimpi-mimpiku.
Menggoreskan warna warni di hatiku. Empat
bulan telah berlalu sejak kata” sah” diucapkan para saksi di pernikahanku. Ini
pertama kalinya ia berinteraksi kembali denganku. Sebersit senyum terbit di
bibirku. Ah, dia masih memikirkanku batinku.
Cepat
kutekan tombol delete di inboxku. Dia bukan siapa-siapaku lagi.
***
Mohon doanya, bulan depan aku akan
menikah,
Sebaris
SMS kukirim untuknya lima bulan yang lalu
“Yang bener ndi, dengan
siapa?,dimana kenalnya?,kapan? Kok cepat banget”
Bertubi-tubi
pertanyaan dilontarkannya. Saat itu aku tersenyum geli. Sudah setahun lebih
kami berpisah, belakangan hubungan aku dan dia sebatas teman saja. Seperti
istilah anak remaja, kami putus baik-baik, makanya tetap bisa berteman, karena
dulunya dia memang sahabat karibku.
Itulah
terekhir kali kami melakukan komunikasi. Setelah hari itu, aku sibuk dengan
kehidupan baruku. Kuharap dia pun demikian.
***
Pagi-pagi
saat bangun, aku lihat suamiku sudah duduk di depan TV. Wajahnya muram. Kulihat
ia sedang mengenggam handphoneku.
“
Ada telepon dari siapa mas” tanyaku
Ia
diam saja. Matanya memandang tajam ke arahku.
Aku
tak mengerti, merasa tak ada yang salah.
“
Kenapa kamu masih berhubungan dengan mantan-mantanmu” tanya suamiku
Pelan,
namun mampu membuatku terkesiap. Kuingat-ingat lagi. Sepertinya sms terakhir
kemarin sudah kuhapus.
Aku
diam saja. Menunggu ia selesai bicara.
“
Nih tadi malam, dia sms kamu, ngasi tau film kesukaanmu lagi tayang di
televisi” dingin suaranya sambil menyerahkan HP ku.
Aku
tertunduk malu. Dalam hati ada amarah yang tak terbendung. Mengapa masih
mengirimiku sms-sms murahan seperti itu.
Kulihat
suamiku termenung. Matanya menatap kosong ke depan, Kudekati dirinya.
“
Mas, ade ga tau, kenapa dia sms ade, jangan marah ya”
Kulihat
air mukanya mulai berubah, sedikit tenang. Sambil menghela nafas, dia
menatapku.
Hari itu dia menjelaskan panjang lebar padaku bahwa masa
lalu memang tidak bisa diubah.Itu
adalah bagian dari hidupku. Namun ia tidak suka aku masih berhubungan dengan
teman-teman lelakiku dahulu, apalagi mantan pacarku.Hari itu aku merasakan sesuatu yang
membuatku begitu sesak. Antara rasa malu, marah,cemas, menyesal dan semua emosi
yang begitu warna warni. Kadang kebenaran itu begitu menyakitkan . Hari itu aku
mendengar kriktik pertama dari dia, tentang kesleboranku pergaulanku..
Kecairan interaksiku dengan lawan jenis, meski aku hanya
menggangap sebatas teman, membuatku tersadar bahwa suamiku seorang yang mulia,
terjaga.
Kusadari,
diriku yang dulunya suka berhaha hihi sama setiap orang
pastilah sangat berbeda dengan dirinya. Malah dia mengatakan aku terlalu berani
menatap lawan bicara, yang akan berpotensi menimbulkan salah paham. Kadang
dalam hati aku masih membela diri bahwa kalau ada yang GR bukan salah aku dong,
masa aku harus menjaga hati setiap orang.
Sungguh betapa aku diam-diam selalu mensyukuri
kehadirannya. Aku memang malu dengan masa laluku, tapi aku semakin ingin
menjadikan dia bangga di masa mendatang.
Hari itu, aku belajar bagaimana menghargai rasa cemburu
yang mungkin muncul dihati para suami. Caranya menegurku membuatku berjanji
untuk tidak lagi membuatnya tak berkenan.. Bukankah cinta melatih kepekaan
untuk menghargai perasaan ?
Suamiku sayang …. Maafkan aku.
***
Kubuka
tutup belakang hpku. Kulepas simcard yang ada. Dengan mantap kupatahkan menjadi
dua.
Selamat
tinggal masa lalu.
Di
ambang pintu kulihat suamiku tersenyum sambil berjalan mendekatiku
Akhirnya malming ini saya isi dengan merenung. Merenung tentang malam minggu-malam minggu yang telah saya lewati dari masa muda dulu sampai sekarang ( jadi nyadar udah tua).
Sadar arti malam minggu sejak SMP. Di kampung saya dulu, setiap malam minggu ga pernah absen acara kawinan yang pastinya nanggep keyboard. Itu tuh hiburan di pesta dengan alat musik keyboard yang bisa dipastikan penyanyi asli bawaan si tukang keyboard ga sempet nyanyi, karena diborong semua sama tamu undangan dan orang dapur.
Kalau di kampung saya yang notabene masih termasuk daerah di Sumatera Utara, ada beberapa lagu wajib yang pasti ada. Yang pertama tuh, Boru Panggoaran, ni ceritanya tentang harapan dan doa-doa orangtua terhadap anak perempuannya. Saya ga tau pasti artinya soalnya pake bahasa batak , tapi yang pasti lagunya sediiih banget, soalnya banyak yang nangis kalo lagu ini dinyanyiin.
Ho do boruku… Tampuk ni pusu-pusuki
Molo matua sogot au Ho na manarihon ahu Molo matinggang ahu inang Ho do na manogu-nogu ahu
Setelah saya tanya mbah google, ga nyangka dia ngerti bahasa batak hehe, ini artinya:
Kaulah anak perempuan ku, harapan hatiku. Jika nanti aku tua
dan lemah, kaulah yang akan menguatkan dan meneguhkan aku.
Burju-burju ma ho
Na marsikkolai
Asa dapot ho na sinittani rohami
Sang ayah berkata
agar anak perempuannya rajin belajar dan mengutamakan pendidikan
sehingga dengan bekal pendidikan tersebut apapun cita-cita sang anak
dapat tercapai.
Ai ho do boruku Boru panggoarakki Sai sahat ma da na di rohami
Baik-baiklah kau bersekolah agar kau dapat meraih cita-cita
yang kau inginkan di dalam hatimu. Kaulah anak perempuan ku, anak
perempuan sulungku, capai lah cita-citamu.
Hiks, sedih kan yah lagunya. Walaupun saya bukan orang batak, jawa tulen, entah mengapa saya sangat suka lagu-lagu Batak, karena hampir semua lagunya mengandung makna yang sangat dalam.
Dengerin lah ini kalau ga percaya kelen
Lagu kedua yang wajib ada, adalah Uju di NgoLukkon
Nungnga matua au
Jala sitogu togu on i
Sulangon mangan ahu
Siparidion au
Alani parsahitokki.
Anak-anakku bersabarlah kalian buah hatiku untuk merawatku.karena aku sudah tua, harus dipapah kesana-kemari, makanpun harus disuapin, harus dimandikan. disebabkan penyakitku ini
Somarlapatan marende, margondang, marembas hamu
Molo dung mate au
Somarlapatan nauli, na denggan, patupaon mu
Molo dung mate au
Uju di ngolukkon ma nian
Tupa ma bahen akka nadenggan
Asa tarida sasude
Holong ni rohami, namarnatua-tua i
tidak ada artinya pesta dan tarian yang kalian buat kalau aku sudah meninggal, tiada lagi arti kebaikan yang kalian berikan padaku. Pada saat hidup beginilah kalian buat, supaya nyata kurasakan kasih sayang kalian terhadapku.
Ni lagu juga buat acara pesta yang hingar bingar jadi mellow.
Ya memang kebiasaan orang batak, saat orangtua meninggal akan mengadakan pesta dan tari-tarian . Filosofinya, si orangtua dianggap sudah berhasil membesarkan anak-anaknya sehingga akan dilepas dengan suka cita dan dimaksudkan untuk menghormati orangtua.
Dalem banget kan maknanya. Betapa kita sering melupakan orangtua kita dengan alasan kesibukan. Namun saat sudah tiada barulah kita sibuk berbuat sesuatu yang tak mungkin dirasakannya lagi.
Duh saya jadi sedih banget nih, apalagi ni sambil dengerin lagi I'll be there for u. Ya saya sering sekali tidak ada saat orangtua membutuhkan. Suka membantah omongannya, suka lupa nelpon sekedar nanyain kabar, karena ke (sok) sibukan saya. :((
Dan terakhir lagu yang ga mungkin absen yaitu Anak Medan. Kalau dengar lagunya pasti ketawa-ketawa deh, ni lagu lucu tapi menohok, menggambarkan kepercayaan diri, dan semangat pantang menyerah serta kesetiakawanan.
Anak medan, Anak medan,
Anak medan do au, kawan
Modal pergaulan boido mangolu au,
Tarlobi dipenampilan main cantik do au, kawan
Sonang manang susah happy do diau,
Nang pe 51, solot di gontinghi,
Siap bela kawan berpartisipasi,
378 Sattabi majo disi,
Ada harga diri mengantisipasi
Saya adalah seorang anak yang besar di Medan, saya bisa dan dapat hidup dengan hanya modal pergaulan atau persahabatan .Walaupun belati/pisau terselip dalam pinggang saya, dan selalu siap
untuk berpartisipasi membela kawan, tapi dalam hal tipu menipu, bongak
membongak saya selalu menghindarinya karena harga diri jauh lebih
penting dari semua itu.
Horas… Pohon pinang tumbuh sendiri
Horas… Tumbuhlah menantang awan
Horas… Biar kambing di kampung sendiri
Horas… Tapi banteng di perantauan
Anak medan, Anak medan,
Anak medan do au, kawan
Susah didonganku soboi tarbereng au
Titik darah penghabisan ai rela do au, kawan
Hansur demi kawan, ido au kawan
Selamat lah, pohon pinang walau tumbuh sendiri tapi tetap menantang
awan/angin, walaupun kambing dikampung sendiri tapi banteng di perantauan. ( ini lirik yg paling saya suka)
Aku ini Anak Medan kawan, saya tidak bisa melihat kesusahan dalam diri
sahabat/teman saya, titik darah penghabisan aku rela demi
memperjuangkannya, bahkan hancur demi kawan pun aku rela
Jadi jangan heran, kalau orang Medan bertemu yang pertama ditanya adalah
" Apa margamu", "Dimana kampungmu".
Ya itu dia, rasa setia kawan yang sangat tinggi.
Makanya kalau ada PPS baru datang ke Divisi terus memperkenalkan diri sebagai orang Medan, duh seneng banget berasa ada kawan gitu.
Saya juga selalu suka kalau bertemu dengan sesama orang Medan disini. karena saya bisa ngobrol menggunakan logat Medan saya tanpa ada yang ngetawain, hihihihi. Bisa bilang "kereta" untuk menyebut motor. Bisa bilang "pajak" untuk nyebut pasar, dan bisa bilang "pasar" untuk nyebut jalan raya, hahaha.
Duh jadi kangen banget sama Medan. Walaupun tuh kota dari tiga tahun yang lalu ya gitu-gitu aja.Paling nambah jembatan layang sebiji. Walaupun disana ga ada Centro, ga ada Metro ( tapi ada Sogo lho). Walaupun ga ada Dufan tapi ada Hillpark. Walaupun ga ada Busway tapi ada becak motor ( Jakarta aja ga punya). Walaupun ga ada Ciwalk tapi ada Merdeka Walk.
Ada Pajus (Pajak USU) yang jual segala macam barang bajakan. Ada burger murahan harga tujuh ribuan yang rasanya ga kalah sama Burgernya Mc D. Yang paling top, bisa makan durian sepuasnya. Bisa ngomong keras-keras tanpa harus mengatur volume suara. Bisa makan lontong sayur setiap pagi. Dan yang paling penting,... bisa ketemu keluarga saya terus, hiks.
Walaupun walaupun, tapi hati saya tetap ada di Medan.
Cuma di Medan, kamu bisa bilang " Matamu lae, kuculek nanti" sama orang yang bereng ke kamu
Cuma di Medan, bisa nawar belanjaan sampe seperempat harga.
Cuma di Medan, kamu bisa langsung akrab sama inang-inang di angkot.
Cuma di Medan, kamu bisa melanggar lampu merah dan merasa keren kalau ga ketangkep pak polisi
I really miss live in Medan anymore
Btw, tadi diatas saya ngomongin malam minggu ya, kok jadi curcol gini sih. Ya sud la, nasi sudah menjadi bubur, dibuang sayang, tambahain kerupuk sama ayam plus sambel aja deh biar jadi bubur ayam : )
Indi… yah kamu suka sekali
dipanggil dengan nama itu. Hanya satu orang yang memanggilmu dengan sebutan
itu. Hatimu mekar setiap kali mendengarnya. Senyummu akan terkembang lebar saat
ia menatapmu. Bahkan semua perhatian-perhatian kecilnya, membuat jantungmu
bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh pembuluh di tubuhmu
Ibuku adalah …………………….. sebuah bentuk cinta yang tak masuk akal
Saat tetangga sakit, ibuku adalah orang yang dengan segera akan membangunkan ayahku di tengah malam untuk mengantar si sakit dengan kendaraan yang dimilikinya. Bukan kendaraan mewah, hanya sebuah kijang second yang semua orang di kampungku tahu, bahwa si empunya dengan suka rela akan meminjamkannya pada mereka.
Saat namaku terpampang di Koran, sebagai salah satu peserta UMPTN yang lulus, ibuku langsung mengadakan acara syukuran malam harinya. Aku ingat, saat itu aku tidak mau ada kenduri di rumahku, aku bilang, “ aku malu”, itu bukan hal luar biasa yang harus diumumkan ke semua orang. Tapi ibuku, selalu ingin berbagi saat rezeki sekecil apapun singgah di hidupnya.
Mengingatnya, ada ngilu di hatiku. Betapa aku sering tidak peka pada rasa bangganya.
Pun saat wisuda sarjanaku. Aku bersikeras tidak mau berdandan di salon, dan di foto di studio foto. Ibuku bilang itu akan jadi kenang-kenangan. Namun bagiku, wisuda bukanlah hal luar biasa yang harus diabadikan, karena semua orang juga mengalaminya. Jadinya, satu-satunya foto wisuda ku yang ada hanyalah foto yang diambil oleh fotografer universitas.
Ya, aku terlalu malas untuk berurusan dengan hal-hal seperti itu.
Ia hadir di setiap awal langkahku. Tak pernah ingkar sekalipun.
Ibuku selalu ada di setiap fase hidupku.
Ia bukan type penyemangat di balik layar. Pertama kali aku mengikuti test untuk mencari pekerjaan setelah lulus, ia mengantarkanku ke tempat ujian. Di luar dugaan ternyata ibuku menunggui sampai aku selesai ujian. Katanya, biar aku semangat. Ah ibu
Apa yang dilakukannya, terkadang tidak masuk akal bagiku.
Bahkan saat aku diterima bekerja di perusahaan tempat aku mencari nafkah sekarang, ibu lagi-lagi mendampingi di hari pertama kerjaku. “ Ibu takut kalau nanti penempatanmu di pelosok desa, kamu belum tahu tempatnya”, katanya
Saat itu usiaku…. 22 tahun, bukan usia yang pantas untuk diantar ke tempat kerja.
Tapi itulah ibuku dengan segala keunikannya.
Saat hati remajaku mengharu biru. Ibu tiba-tiba hadir di depan asramaku. Perjalanan delapan jam Medan-Sibolga tak menyurutkan langkahnya. Tidak ada nasehat panjang lebar seperti yang kuperkirakan. Tidak ada pertanyaan mengapa dan bagaimana. Yang dilakukannya hanya mengajak makan martabak mesir kesukaanku, Sorenya aku sudah bisa tersenyum manis lagi di depan teman-temanku.
Ibuku adalah …………… sebuah cinta yang tak pernah terucap
Entah sejak kapan tepatnya aku menyadari, ternyata aku tak pernah mengucapkan kata “ ibu, aku cinta kamu”. Aku lebih sering berkata “ ibu, aku rindu” untuk menggantikan kata cinta yang ingin keluar.
Dan aku lebih suka menunjukkan cintaku dengan berbuat hal-hal yang membuat sudut-sudut bibir ibuku tertarik beberapa senti ke belakang dengan binar bahagia di matanya.
Mungkin bagi sebagian orang, begitu mudah mengucapkan kata cinta. Namun, setelah kupikir-kiri lagi, bukan hanya kata cinta yang tak pernah kuucapkan, kata maaf pun baru berbilang angka saja keluar dari bibirku. Tepatnya saat lebaran tiba. Entah…..
Dalam sebuah lagu, kasih ibu sepanjang masa, maka bagiku kasih ibu tak ada masanya.
Menjejaki hidup ibuku, seperti masuk ke dunia “ ah itu hanya ada di dunia sinetron “.
Selama 28 tahun aku menghirup udara dunia ini, hanya separuhnya kuhabiskan benar-benar berada satu atap dengannya. Selebihnya, aku lebih banyak berada jauh dari jangkauan matanya. Namun kasihnya tak terbatas gugusan pulau yang merentangi.
Darinya, aku mengetahui kata “ berjuang sampai titik keringat terakhir”. Bukanlah sebuah slogan, tetapi benar nyata dan benar ada.
Bagaimana pun sulitnya kondisi keuangan kami, pendidikan merupakan hal yang paling harus diperjuangkan. Tidak ada hal yang bisa menghalanagi cita-cita kami , keempat anaknya. Dengan terseok-seok, bahkan sedikit jatuh dan lebam disana-sini akhirnya di tangannya kami tuai keberhasilan.
Ibuku adalah……. Sebuah cawan kasih yang tak pernah kering.
Ibuku adalah…… Sebuah melodi yang tak pernah sumbang
Ibuku adalah…… Sebuah pelita yang tak pernah padam
Hai! Selamat datang di Windiland. Saya ibu dua putri cantik. Sehari-hari saya bekerja sebagai banker. Blog ini isinya keseharian saya sebagai ibu bekerja, dan all about parenting. Selain itu saya juga menulis tentang beauty, fashion, pregnancy,breastfeeding. Blog ini sesekali juga menerima sponsored post. Enjoy
Windi Teguh
Hai! Selamat datang di Windiland. Saya seorang financial planner, content creator dan juga banker. Blog ini isinya seputar financial, kehidupan wanita bekerja, parenting dan relationship. Blog ini sesekali juga menerima sponsored post. Enjoy