Showing posts with label cerita bankir. Show all posts
Showing posts with label cerita bankir. Show all posts

Pulang

Friday, June 22, 2012
Yes, it's friday again. Selalu happy kalau jum'at tiba. Hari-hari lain seneng juga, tapi Jum'at itu menurut saya master of the day. Everything that we do in Jum'at is always be grateful and meaningful. 

Di kantor saya, Jum'at itu hari mudik sedunia. Jadi jangan coba-coba membuat rapat di hari jum'at sore, peserta rapatnya pasti sudah resah bin gelisah begitu jam dinding bergeser ke angka empat. Saya termasuk salah satunya. Hanya saja jika yang lain rutin pulang setiap Jum'at saya tidak. Paling banter dua minggu sekali. Khusus Jum'at ini saya ngga pulang, soalnya Rabu kemarin baru balik dari Medan.

Ngomong-ngomong soal mudik dan soal pulang, saya jadi inget acara di TV yang dulu sering saya tonton. Lupa saya nama acaranya, dimana seorang selebritis ditodong buat nunjukin isi tas atau isi dompetnya. Saya suka banget nih acara, soalnya terkadang banyak barang-barang aneh yang ga kepikiran tapi ada di tas mereka. Dulu ada artis yang bawa kaos kaki kemana-mana di dalam tasnya. 

Nah sekarang saya  mau ngulik isi tas saya. Mau mudik atau ngantor biasa, isi tas saya tuh ga ada bedanya. Ya itu-itu aja. 


Ini tas yang saya gunakan untuk kerja. Kalo mudik? ya ini juga. Dinas ke luar kota? ya ini juga. Sebagian orang mungkin punya beberapa tas kerja. Saya sih punyanya satu doang, kalo udah rusak baru beli lagi, hemat pangkal ga miskin. Lagian ini tas benar-benar multifungsi, walaupun bentuknya mungil ( 28cm x 23 cm ), tapi muat semua kebutuhan saya.


Apalagi bentuknya yang so simple. Sebelum ini saya pake ransel juga ke kantor, tapi ukurannya rada gedean dari yang sekarang, ga diisi apa-apa aja berat. Tapi kalau yang ini, dia ringan banget. Terus selain bisa dipake ngeransel, bisa juga dipake gaya selempang, atau cukup ditenteng saja. Keren kan.

Isi ransel saya ini nih :

Laptop



Laptop mini ini setia banget menemani saya selama dua tahun. Suami memberikannya sebagai hadiah ulang tahun saya yang ke 27. Semua kegiatan menulis saya terarsip disini. Tidak hanya itu, laptop ini juga yang menemani saya menghabiskan waktu-waktu luang di kos, nonton film, dengerin musik, internetan. TOP banget deh. Tapi sekarang sih udah mulai agak lemot. Kayaknya perlu diinstall ulang, soalnya virusnya juga udah beranak pinak di dalam.

Buku


1  
     Yang satu ini udah pasti gak mungkin ketinggalan, selalu ada di tas. Saya suka mati gaya kalau berada di bandara kelamaan.  Berhubung penerbangan kita kalau delay suka ga punya perasaan , maka saya selalu membawa penghilang suntuk yang paling ampuh. Tak terasa perjalanan dua jam pun lewat begitu saja. Kalau bukunya agak tipisan, biasanya saya bawa lebih dari satu. Biar kalau yang satu abis di baca masih punya stok yang lain. Pernah saya lupa bawa karena sebelumnya saya baca dulu di kantor, eh malah ketinggalan, terpaksa saya beli buku di bandara. Males banget, di bandara kan harga bukunya juga ga punya perasaan.


      Hard Disk External dan Paramex



Hard disk eksternal dan Paramex, dua benda yang wajib saya bawa. Hardisk ini berisi file-file film favorit saya. Isinya macem-macem, mulai dari film serial kayak Friends, Desperate Housewives, film-film blockbuster dan tentu saja serial Korea. Kecuali saat naik Garuda, saya pasti nonton film di pesawat. Favorit saya Friends, bisa ketawa ketiwi sendiri saya ga peduli sama penumpang di sebelah. Walau ipad udah merajalela dan nonton di laptop kayaknya udah ketinggalan jaman, saya enjoy aja, seruu.

Paramex??. Wah obat yang satu  ini juga gak boleh ga ada di tas saya. Saat migraine saya kambuh, ga ada obat lain yang bisa ngilangin sakitnya secepat obat murahan ini. Paling lama dua jam, wesewes ewes bablas pusingnya. Kata orang sih bahaya, tapi saya udah ketergantungan sepertinya.


Dompet dan Payung



Benda berikutnya adalah dompet dan payung. Dompet saya cukup praktis, bisa memuat hape, kartu-kartu dan duit. Kalau sampai ini hilang, bisa pusing saya. Biasanya saya ga masukin ni dompet ke dalam tas, dipegang saja. Karena ukurannya yang tidak terlalu besar, si dompet ini pernah ketinggalan di pesawat. Udah sampai di luar baru saya sadar, terpaksa deh balik lagi. 

Payung juga demikian. Cuaca yang sering berubah-ubah membuat saya memasukkan payung sebagai benda yang wajib saya bawa kemanapun. Agar tidak memberati tas, saya pilih payung yang ringan dan ukurannya kecil. Payung ini yang milihin suami saya, saat  kami jalan-jalan tiba-tiba turun hujan. Payung yang saya punya kan hanya satu, kecil lagi, jadi kami beli lagi satu buah, motifnya batik, lucu kan.

Kosmetik

Kemudian dompet kosmetik saya. Walau jalan kemana-mana harus tetap cantik dong. Isinya sih hanya kosmetik dasar, bedak, tabir surya, krim malam, lipstik dan eye shadow. Semua masuk dalam satu tempat. Dari semua kosmetik tersebut,  the must be taken item adalah krim malam. Katanya sih untuk mencegah penuaan dini, halah. Tapi bener lo,beda banget kondisi wajah saya kalau malamnya pake krim malam atau ngga. Keliatan lebih seger dan lebih cling cling gitu.

Mukena


And the last but not the least, mukena. Karena bahannya dari parasut, jadi bisa disumpel-sumpelin ke tas biar ga makan tempat. Dimana pun bisa langsung sholat tanpa harus ngantri memakai mukena mushola umum.

Semua muanya itu adalah benda-benda yang memang saya butuhkan. Tidak ada barang yang tidak penting yang saya bawa. Apalagi untuk pulang ke rumah, cukup bawa seperlunya saja. Karena memang seperti itulah konsep pulang. 

Pun dalam konteks pulang yang hakiki. Hendaknya kita hanya membawa dan memikirkan yang kita butuhkan selama perjalanan. Yang ga dibutuhkan,? mending ditinggal saja daripada nantinya malah memberatkan kita,



Speak English???

Thursday, June 21, 2012


Bahasa Inggris itu perlu kita kuasai. Bukan agar kita bisa lulus wawancara kerja, bukan untuk lulus test Toefl untuk melanjutkan S2, tapi biar gak malu-maluin.

Beberapa minggu yang lalu saya pulang ke Medan. Saya duduk di pinggir deket lorong. Di seberang kursi saya ada tiga orang bule. Mendengar logatnya sepertinya mereka dari Australia. Mereka ini berisik banget di pesawat. Gak tau ngomongin apa sambil tertawa cekikikan. Karena itu penerbangan malam, sejujurnya saya merasa terganggu, capek pengen tidur. Tapi karena suara mereka membuat saya tidak bisa tidur, akhirnya saya membaca buku saja lah. Kali ini saya membawa buku "Kau ,Aku dan Sepucuk Angpau Merah-nya Tere Liye. Soalnya saya niat mau ikutan lomba resensi novel tersebut.

Saya sudah hampir tenggelam dengan novel tersebut saat si bule di seberang saya berteriak-teriak dengan agak kencang " Speak English, speak english....." begitu katanya. Saya bingung, ni bule mau ngapain sih. Kembali diulangnya " Speak English??".

Karena penasaran saya pindahkan juga pandangan mata saya dari buku menuju ke si bule, pengen tau apa sih?. 

"Anyone speak english, i want to ask something" si bule masih teriak-teriak seperti gaya orang meneriakkan kalimat " Spaaaadaaa, anybody home??

Anehnya ngga ada satu pun yang merespon, bahkan pramugari yang lewat bablas aja. Wah saya kasihan juga , jangan-jangan dia butuh sesuatu pikir saya. Dengan sopan saya menjawab , " Yes, i can speak english a little, can i help you? " kata saya sok-sok an.

" Yes, How $%*&@$#%&H*&())_@&#%#&*!()_!_!*&@^@*!(!)",, tanya si bule kepada saya.Ngomongnya cepet dan belibet.

Saya bengong, mampus gue, ni bule ngomong apa sih. Dalam hati, keep it cool keep it cool, palingan dia cuma nanya tempat wisata, hotel atau travel. Saya tarik nafas dalam-dalam,and ......

" Pardon me?" , jiaaah cuma itu yang bisa keluar dari mulut saya. " Sorry miss, Could you speak slowly, i can't understand"

" I just wanna know, how much school fees for children in here?", i mean the price"

WHAT!!!!!!, di dalam pesawat di ketinggian 6000 kaki diatas permukaan laut, di jam tidur gini, si bule nanya tentang uang sekolah. Oh my God, saya sempet kaget sejenak. Masalahnya ni bule ngomong keras banget, saya jadi deg-degan jawabnya, takut englishnya belepotan, takut juga jawaban saya salah, wah bisa tengsin dong sama penghuni satu pesawat.

Akhirnya saya jawab juga tuh pertanyaan. " EHm, in Medan, for primary school, you must pay about one million rupiahs" 

Gileee, saya emang gak tau berapa uang sekolah anak jaman sekarang, ponakan saya belum ada yang sekolah, tapi kemarin sih saya denger temen kantor suami bilang dia daftarkan anaknya sekolah segitu.

Si bule manggut-manggut. 

"That's expensive or cheap for you?" tanya si bule lagi.
" It's expensive" jawab saya

" How about Jakarta and Bali?"

Duh cerewet amat si ni bule, batin saya dalam hati. Saat itu, suasana satu kabin tiba-tiba hening. Waduh, sepertinya banyak yang nguping pembicaraan kami. Ya gimana ngga, wong suaranya kaya nelen toa gitu.

" In Jakarta, it's more expensive from Medan, but in Bali i think it can more cheaper from Medan and Jakarta".

Si bule tampak berfikir. 

" But it's include a meal for the children" lanjut saya.

" There's no a free school in here?" , yeee ni bule maunya yang gratisan aja.

" Ehm, ada sih, eh there there kata saya" xixixixi, mulai oon
.
" There's a free school, but the facility is not good, so  the price is similar to facility that you can get, so it depends on you to choose the school for your child."

Dan sebelum si bule balik nanya lagi, saya cepet-cepet tambahkan, " So, any question?"
" Oh, oke, thank you so much" jawabnya sambil tersenyum manis.

Pyuuuuh, setelah itu cepet-cepet saya nunduk , konsentrasi ke novel lagi, takut ditanya-tanya si bule. Padahal dari ekor mata saya terlihat si bule masih pengen ngajak saya ngobrol.

Sebenarnya saya ga keberatan sih ditanya-tanyain, Masalahnya SUARANYA itu lho kenceng banget. Saya rasa sampe kabin  bagian belakang denger tuh para penumpang apa yang kami bicarakan tadi.

ok guys, Don't try this at home.

Btw, sebenernya uang sekolah anak TK or SD sekarang berapa sih ???. Dan pertanyaan besarnya adalah, ngapain tuh  bule nanya-nanya uang sekolah, hadeeeh.




Ada Harga Ada Rupa

Tuesday, June 19, 2012

Kalau rezeki memang nggak kemana. Jum’at kemarin sebuah surat nemplok di meja kerja saya. SPJ ( Surat Perjalanan Dinas) ke Medan, cihuuuy., bisa ketemu suami lagi, ah senangnya. Tanpa membuang waktu saya segera searching tiket via internet. And, wow harga tiket gila-gilaan, maklum hari Jum'at. Saya yang biasanya naik maskapai merah urung melihat nominal yang tertera. Segera saya buka website penerbangan yang lain. Dan akhirnya saya pilih naik Garuda Indonesia. Soalnya harganya lebih murah dari yang lain, Asiiik.

Selama ini saya memang selalu menggunakan maskapai singa merah itu, karena disamping jam terbangnya yang ada setiap waktu juga biasanya harganya paling terjangkau. Namun karena ini dadakan, apa aja yang penting pulang.

Begitu lampu kantor diredupkan jam setengah lima tanda jam kerja berakhir saya langsung melesat mencari taksi menuju bandara. Sampai di terminal 2F, saya pun check-in menuju counter yang tersedia. Wah, terus terang saja, saya baru dua kali ini naik Garuda, pertama kali karena sebuah accident ( nanti saya tulis deh tentang ini ) dan kedua ya kali ini. Melihat tempat check-in nya saya sedikit takjub, tidak seperti di terminal 1A,B atau C yang biasanya antrian panjang mengular., disini antriannya rapi banget. Semua penumpang berdiri di garis batas yang ditentukan, dan satu persatu maju ke meja check-in setelah dipersilahkan petugas. Persis seperti antian di Bank.

Counter Garuda
Counter Lain











Saat saya sampai di depan petugas Check-in saya pun segera memperlihatkan kode booking saya. Berhubung saya dalam tujuan dinas, maka saya membawa bagasi berupa sebuah koper yang tidak terlalu besar, biasanya saya Cuma nge-ransel aja kalau pulang. Saat koper di timbang si petugas berkata kepada saya,

Si Mas :  “ Maaf ibu, kopernya silahkan diikat dulu dengan tali disana” katanya sambil menunjuk ke arah belakang saya.

Disana terlihat petugas packing koper yang selalu ada di setiap bandara. Dalam hati saya bergumam, ah males, cuma ngiket pake tali gitu doang bayar sepuluh ribu.

Saya pun menjawab “ Emang harus ya mas”.
Si Mas: “ Harus ibu”
Saya : “ Emang ada aturannya?”
Si Mas : “ Ada ibu, aturan maskapai memang seperti itu, demi keamanan koper ibu”
Saya : “ Tapi koper saya udah dikunci kok, udah aman” saya masih ngotot
Si Mas : “ Tetap harus diikat ibu “ jawab si mas sopan.
Saya : “ Ya baiklah kalo memang harus”, dalam hati saya masih gak rela.

Sebelum saya berbalik, si mas berkata sambil tersenyum manis, “ Itu gratis ibu, gak bayar”

Saya melongo, duh maluuu banget, ketauan deh kalau saya ini master of  Singa terbang tapi newbie di Garuda. Apalagi di koper saya masih tersemat kertas bagasi dari maskapai tersebut.

Dan selanjutnya,saya segera menuju ke ruang tunggu. Wah sepanjang jalan menuju ke boarding room, saya benar-benar melihat perbedaan sangat mencolok antara terminal yang biasa saya jambangi ( terminal 1) dengan terminal Garuda. Sangat rapi, eksklusif dan nyaman. Tidak tampak orang selonjoran disana-sini seperti yang biasa saya lihat. Kursi di ruang tunggu juga lebih empuk ( saya mulai lebay).

Eskalator datar menuju Boarding Room
Dan saat masuk ke pesawat, saya bergumam dalam hati, “ Pantes harga tiketnya lebih mahal, worthed lah dengan fasilitas yang didapat”. Ukuran kursi lebih besar dan lebih nyaman. Lalu di depan masing-masing kursi terdapat sebuah layar mini dengan berbagai pilihan hiburan, film, musik, komedi,sampai  info tempat wisata dilengkapi dengan headset.  Oya FYI aja, colokan headset nya ada di lengan kursi. Soalnya awal-awal saya bingung nyarinya. Tapi ya gitu, entah karena excited atau karena kampungan, saya akhirnya cuma sibuk pilah-pilih acara, tukar chanel sana sini, malah ga ada satu pun yang bener-bener saya nikmati. Sampai akhirnya saya putuskan nonton film, kebetulan ada film korea disitu. Eeeh, baru lima belas menit saya tonton, ternyata udah nyampe Medan, padahal film nya enak tuh, tentang cowok cewek yang sama-sama divonis tumor dan selalu kebetulan bertemu di ruang praktek dokter, di restoran, sampai sama-sama membatalkan uang muka yang telah mereka setor untuk memesan gedung pernikahan. Wah penasaran lanjutannya.

Kabin Pesawat 
Karena sudah ada semacam televisi gitu, maka tidak ada lagi pramugari yang melakukan demo safety seperti di penerbangan lain. Syukurlah, bukan apa-apa, soalnya saya suka sebal dengan pramugari yang melakukan demo keselamatan, entah Ge-er entah apa, selalu terlihat tidak focus saat melakukan demo. Matanya kesana kemari, tidak berani kontak mata dengan penumpang, dan terkesan yang penting selesai, makanya sebelum instruksi keselamatan selesai dibacakan, si pramugari sudah buru-buru balik kanan. Kalau pramugari Garuda sih, mature banget deh, anggun dan sangat sopan.

Begitulah saudara-saudara, akhirnya saya selamat sampai di tempat, dan langsung merasa malas naik maskapai lain, somboooong hahahaha.  Tapi saya sadar, harga tiketnya itu loo, sekali jalan setara dengan tiket pulang pergi kalo pake maskapai lain. Baiklah saya terima pelayanan kurang memuaskan asal bisa sering ketemu suami. “Ada harga ada Rupa”.

Please jangan sampai anda mengulang ke-alay-an saya.




Mutasi

Thursday, June 7, 2012
Gerbong kepemimpinan di kantor saya tampaknya mulai berjalan lagi. Satu persatu pengumuman SK kepindahan mulai dibacakan. Ada yang promosi, ada yang hanya sekedar rotasi, bahkan ada yang demosi.  Beragam emosi mewarnai penugasan yang tidak mungkin ditolak tersebut.

Si X pulang kampung, pindah ke daerah asalnya, Alhamdulillah.
Si Y harus ke pulau nun jauh disana, Duuuh cuma bisa diem dengernya.

Saya..... cuma bisa menghela nafas ( lagi), karena namaku tidak tersebut. Padahal gosip-gosipnya saya dimutasi ( ini mah ngarep bukan gosip) :). Dan begitulah , hanya bisa memberi selamat kepada mereka yang dimutasi dan dipromosi.MySpace

" Bersedia ditempatkan di unit kerja seluruh Indonesia"

Sebaris kalimat itu merupakan senjata pamungkas pihak manajemen dalam mengambil keputusan memindahkan para pekerja dari satu unit kerja ke tempat yang lain. Beuuugh, gak nyangka ,baru kali ini saya menyesalkan kenapa wilayah Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke, kegedeaaan. Coba kalau Sumatera aja trus Medan jadi ibukota negaranya, kan asik ya. You Wish

Mutasi, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sejatinya, kita manusia seumur hidup tidak akan pernah terhindar dari yang namanya mutasi.

Mutasi dari  alam rahim, ke dunia, sampai nanti dimutasi kembali ke akhirat. Setiap perpindahan seharusnya membawa kita menuju ke tempat yang lebih baik lagi, dengan pengalaman baru, orang-orang baru dan cerita baru.

Ya sud lah, dinikmatin aja yang sekarang ini. Itung-itung jalan-jalan di ibukota sebelum kembali mendaki gunung lewati lembah, sambil tak lupa berdoa semoga segera didekatkan.

Hmmm, btw kapan ya daku di mutasi kembali ke pelukan suamiku tercinta, ihiir




In Busway

Sunday, May 27, 2012

Pengalaman saya naik busway selama ini bisa dibilang so so lah, ga ada hal-hal menarik yang saya temukan. Orang berjubelan, berebut masuk  dengan gaya khas orang Jakarta. Earphone atau headphone yang tak pernah lepas seolah tidak mau diganggu oleh keadaan sekeliling.

Selama tiga hari berturut-turut kemarin, saya bolak-balik kos di daerah Sudirman ke Pusdiklat di bilangan Jakarta Selatan tepatnya di Ragunan. Pagi-pagi jam enam saya sudah harus keluar dari kos kalau mau tepat waktu sampai di tempat.  Dari halte Benhil saya hanya harus berganti busway sekali untuk sampai ke tujuan saya. Beruntung rute yang harus saya tempuh melawan arus pekerja di pagi hari. Jadi saya tidak perlu berdesak-desakan dengan para pekerja kantoran metropolitan. Demikian juga pulangnya, saya bisa naik di halte Ragunan yang mana merupakan pull pertama, jadi bisa dipastikan saya mendapat tempat duduk tanpa harus bersusah payah.

Saat saya naik di halte Ragunan, ada 5 orang cowok yang ikutan naik bareng saya. Masih muda, berpakaian ala kantoran rapi jali. Setelah seluruh kursi terisi, busway pun melaju. Saya berusaha tidur, karena tempat saya turun masih jauh, Dukuh atas yang notabene termasuk halte terakhir. Kira-kira tiga halte dari situ, di Duren Tiga seorang bapak naik, Usianya sekitar 60 puluhan. Cukup tua untuk bepergian sendiri. Kondisi di dalam busway lengang hanya saja semua kursi sudah terisi. Karena  itu, si bapak berdiri di seberang saya. Saya pikir secara nurani, akan ada salah satu dari pemuda tersebut yang merelakan kursinya untuk si bapak. Anehnya 5 orang pemuda sehat yang seger bugar tadi tak satupun yang berdiri dan mempersilahkan si bapak duduk. Mereka malah asik bbm an. Saya hitung satu sampai sepuluh, saya pandangi dengan tajam mereka, berharap ada yang mengalah dan mau berdiri, tapi sepertinya saya terlalu berharap. 

Oh yeah, saya tidak cukup tega untuk membiarkan si bapak terhuyung-huyung di sana. Padahal tujuan saya masih jauh banget. Its oke, sepertinya ngedumel di dalam hati bukan solusi yang tepat saat itu. Melihat tak seorang pun bergeming, saya segera berdiri dan menyilahkan bapak tersebut duduk. Senyum lebar dan lega  langsung menghiasi wajahnya. Saya ambil posisi berdiri senyaman mungkin di dekat pintu biar ada senderannya mengingat halte saya masih jauh banget.

Right. Saudara-saudara. That’ s Jakarta. Saya tidak tahu apakah ini terjadi sehari-hari atau hanya pas kebetulan saja saya mengalaminya, karena saya jarang naik angkutan umum selama disini. Kos saya terletak di belakang kantor, jadi saya jalan kaki setiap hari.Dan karena saya tidak terlalu hapal jalan-jalan disini saya lebih suka naik ojek kemana-mana.

Banyak sudah yang bercerita, yang menulis, yang membahas bahwa tingkat kepedulian masyarakat di kota ini setipis kulit bawang.Tapi saya tetap tidak percaya sebelum mengalami sendiri. Kata orang hidup disini membuat orang menjadi apatis, bisa jadi memang benar sekali. Saya tidak menghakimi si 5 orang pemuda tadi dan beberapa penumpang laki-laki di dalam  busway,bisa jadi mereka terlalu capek sepulang kerja. Atau mungkin hal tersebut memang sudah biasa. 

But to be honest, saya tidak mau menjadi bagian dari mereka. Mudah-mudahan anda pun bukan typical warga Jakarta seperti mereka.


Custom Post Signature