Tips Menulis 1- Gradien Mediatama

Thursday, January 17, 2013





Memo Editor ~ Buatlah Sederhana


Standard
Membuat hal-hal yang rumit menjadi sederhana, terkadang tidaklah mudah. Apabila Anda membuat sebuah daftar persyaratan sedemikian detail, Anda akan menuai diprotes oleh audiens karena dianggap memperumit persoalan. Demikian pula sebaliknya, bila Anda menjadikan hal-hal yang telah biasa mereka alami sebagai ribet menjadi sebegitu sederhananya, audiens tetap gelisah untuk tidak memercayainya. Mereka akan membuat sejumlah pertanyaan tambahan yang diantarkan kepada Anda.

Sesi Pemotretan

Tuesday, January 15, 2013

Sejak menikah hampir lima tahun silam, bisa dihitung dengan jari saya dan suami berfoto dalam satu frame. Si akang selalu menolak kalau disuruh berpose. Padahal saya udah bosen masang PP di BB itu lagi itu lagi. pengennya punya foto terbaru gitu. 

Jadi kemarin saat makan di salah satu restoran sambil menunggu dapet meja, tejadilah beberapa adegan pemaksaan agar suami tercinta ini mau berfoto.

Udah dirayu-rayu dari mulai rayuan pulau kelapa sampai rayuan pulau seribu ngga mempan juga. Akhirnya pakai jurus ngambek ala ibu hamil. Lihatlah tatapan mata saya yang menghunus tajam.



Takut kualat sama istri, ia mulai lunak tapi tetap ngga mau lihat kamera. Terpaksa pakai cara kekerasan. Bekep erat-erat, tangan dipegang kuat-kuat. Jadilah pose yang sangat tidak indah ini.



Tiba-tiba lengah, saat adik saya yang merangkap juru foto memanggil kami berdua, terciptalah pose yang lumayan manis ini.


Dan akhirnya pasrah saja. Terserah mau bergaya atau ngga yang penting saya tetap pose pose sambil tersenyum tanpa menghiraukan si akang yang di samping menatap dengan pandangan " alangkah narsisnya istriku"


Sesi pemotretan pun gagal total dan ditutup dengan merdunya suara mba pelayan yang memanggil nama reservasi meja kami. :)

Mulutmu Harimaumu


Hari ini timeline media social baik twitter, facebook, blog, kompasiana ramai membicarakan pernyataan seorang calon hakim agung. Benarlah kata penyanyi Bob Tutupoli

“ Memang lidah tak bertulang,
Tak terbatas kata-kata
Tinggi gunung sribu janji
Lain di muluuut lain di hati”

Terselip salah kata sangat fatal akibatnya. Namun untuk kasus yang ini beda, bukan lain di mulut lain di hati, tetapi apa yang terucap di mulut mencerminkan isi hati. Menunjukkan minimnya rasa empati. Jangan berharap dapat simpati.

Saat kuliah dulu, ada seorang dosen saya yang kalau bicara kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah makian, kata-kata kotor. Mungkin bermaksud untuk mencairkan suasana kelas, tapi kalau ujung-ujungnya menganggap diri begitu hebat dan merendahkan orang lain , maka dapat disimpulkan apa yang terucap adalah cerminan isi hati.

“ Jika yang keluar adalah hinaan, bisa jadi yang tersimpan di dalam memang sesuatu yang hina”.

Sungguh sial nasib si calon hakim agung, maksud hati hanya bercanda, apa daya menuai luka. Angan untuk menjadi hakim agung pun tinggal sebatas mimpi. Konfirmasi di media sambil menitikkan air mata?. Rasa-rasanya public sudah jemu dengan sandiwara ala pejabat yang seperti pepesan kosong semata. Do you think Indonesian are idiot?, think again.
Balik lagi ke judul tulisan ini “mulutmu harimaumu”. Hati-hatilah saat bicara, termasuk hati-hatilah saat menulis. Jangan sampai termakan omongan sendiri. Jangan pernah mengatakan sesuatu yang mungkin akan kau langgar di kemudian hari.

Contoh ringan, jangan pernah mencibir pengguna blackberry, siapa tahu suatu saat kau akan menggunakannya karena tuntutan pekerjaan atau tuntutan lingkungan. Itu hanya contoh yang sangat kecil. Kau tak harus membenci sesuatu jika tak ingin bersinggungan dengannya. Sama halnya dengan kau tak harus menghina para pemuja jengkol jika memang kau tak ingin memakannya.

Ada seorang teman yang dulu sempat menulis bahwa ia tidak mengerti kenapa orang lain suka sekali berinterkasi di FB, namun sekarang ia addict di dalamnya. Hey, jaman berubah, seleramu bisa berubah friend.

Mulutmu harimaumu, berhati-hatilah.

Jangan pernah meremehkan kuis hunter hanya karena kau tak suka ikut kuis kecil-kecilan karena kau tak tahu betapa senangnya memperoleh hadiah yang kelihatan seperti noktah-noktah itu namun kalau dikumpulkan bisa menjadi gundukan noktah, membentuk garis , akhirnya menjelma lukisan yang indah. It’s called portofolio.

Jangan pernah menganggap penggila lomba blog berselipkan komersilitas sebagai penulis murahan. Karena suatu saat kala kau bosan dengan rutinitas bisa jadi kau tergiur untuk menyelam di dalamnya. Apalagi saat kau mengecap manisnya sebuah kemenangan.

Mulutmu harimaumu, berhati-hatilah

Begitu pun saat kau merasa statusmu adalah status terbaik di muka bumi. Jangan remehkan para ibu rumah tangga hanya karena kau bahkan mungkin tak akan sanggup selama 24 jam penuh berkutat di dalam istana kecilmu. Siapa tahu suatu saat kau terbentur pilihan hingga memaksamu melepaskan sepatu bertumitmu dan menikmati indahnya rengekan balitamu.

Pun cibiran sinismu terhadap para perempuan bekerja, yang berjibaku meringankan beban keluarga dan sedikit memberi kesempatan pada dirinya untuk mengaktualisasikan diri. Bisa jadi, dalam hitungan hari kau pun harus berlarian bersaing dengan matahari pagi demi rezeki yang kau bawa pulang saat matahari berganti dengan rembulan.

Mulutmu harimaumu, maka kerangkenglah dengan rantai yang akan menjagamu. Karena bisa jadi hari ini ia memakan lawan, besok-besok kau yang ditelannya

Mulutku harimauku, ia pernah melumatku bulat-bulat. Jangan sampai kau pun mengalaminya teman.

RIP M.Daming Sanusi

Blogger di Tahun 2013

Friday, January 11, 2013

Tahun ini menginjak tahun ke empat saya aktif di dunia yang benar-benar membuat saya merasa nyaman, adem tentram dan menjadi apa maunya saya. Dunia blogger. Kegiatan ngeblog ini sudah saya jalani sejak tahun 2009 akhir. Dan Alhamdulillah banyak sekali manfaat yang saya dapat dari aktivitas ini. DI samping sebagai terapi menulis bagi diri saya pribadi, sebagai ajang latihan menulis, mengeluarkan ide, dan yang ngga kalah menariknya adalah ajang mengais rezeki. Yup, rezeki itu bisa datang dari pintu dan dari media apa saja. Setidaknya itu menurut pengalaman saya.

Awalnya saya menganggap blog sebagai tempat curhat atau diary online istilahnya, namun lama kelamaan saya merasakan arti blog lebih dari itu. Semakin hari semakin ingin menulis yang bisa memberi manfaat kepada orang lain disamping sebagai ajang curhat. Bisa dibilang inginnya curhat tapi yang elegan gitu, jadi ngga sekedar tempat menggalau.

Di tahun 2012, saya banyak mendapat rezeki dari kegiatan blogging, dari sekedar ikut giveaway yang berhadiah kecil-kecil sampai ikutan lomba yang diadain oleh pihak professional. Rasanya begitu terpacu begitu melihat peserta yang mengikuti adalah para blogger senior yang sudah malang melintang dan tidak asing lagi di dunia bernama blog. Walau tidak banyak, beberapa tulisan yang saya ikuti berhasil menyabet juara, diantaranya:

§     Pemenang Pertama Lomba Blog Aktivis Award, dapet duit 
§     Pemenang ke-4 lomba Blog LG , dapet voucher belanja
§     Pemenang utama lomba Blog Streetdirectory, dapet Samsung Galaxy Pocket
§     Pemenang Pertama Lomba Blog Sharp, dapet TV LCD
§     Pemenang ke-4 Lomba Blog Modena, dapet Oven Toaster.
§     Pemenang lomba blog kerjasama Blogfam dan Gradien Mediatama, hadiahnya buku sama royalti
§     Finalis Lomba Blog Telkomsel Paling Indonesia, tulisannya dibukukan dan menjadi cinderamataTelkomsel 

Hadiahnya juga lumayan membuat saya menarik sudut-sudut bibir. Yeaaah, saya jadi semakin semangat ngeblog.

Tahun 2013 ini saya yakin kesempatan untuk berkarya dan menunjukkan eksistensi semakin terbuka bagi para blogger yang memang serius ingin terjun sebagai blogger. Hey, blogger juga profesi lo, ngga kalah bergengsi dibanding profesi sebagai penulis novel atau cerpenis.  

Saya melihat para pihak owner produk komersial semakin menyadari pentingnya promosi melaui dunia maya. Apalagi promosi melalui para blogger yang cenderung lebih membumi dan terasa nyata, karena disampaikan dengan bahasa sehari-hari dan jauh dari kesan ngiklan. Apalagi dana yang dikeluarkan sangat jauh dibawah standar promosi melalui media lain seperti radio, surat kabar ataupun televise. Makanya saya yakin di tahun 2013 ini semakin banyak lagi lomba blog yang melibatkan produk-produk dengan branded yang sudah dikenal luas di masyarakat.

Tidak hanya untuk review produk, bahkan untuk meperkenalkan toko online yang baru buka, atau di dunia nyata istilah kerennya Grand Opening pun sangat mudah dilakukan dengan melibatkan para blogger.  Dari segi ekonomi, lingkungan, budaya juga para pihak yang terlibat di dalamnya mulai menyadari peranan para blogger dalam menyebarkan dan mensosialisasikan program-program yang ingin mereka sasarkan ke masyarakat luas. Terlihat dari berbagai lomba blog di tahun 2012 seperti lomba AIDS, lomba budaya batik, lomba yang diadakan MPR, DPR, hingga lomba bertema lingkungan yang tentu saja dibutuhkan kemampuan lebih dari sekedar curhat untuk mengikutinya apalagi sampai memenangkannya.

Para blogger sepertinya akan semakin menemukan suntikan semangat double di tahun 2013, karena semakin banyak juga komunitas blogger yang akan menampung dan mewadahi kegiatan ngeblog. Ngeblog akhirnya menjadi suatu kegiatan yang diakui di dunia kepenulisan dan di dunia pergaulan. Ibaratnya para blogger itu anak gaulnya dunia maya.

Namun walau demikian, saya tidak terlau mendukung kegiatan ngeblog yang hanya mengejar page view, atau komentar sebagai tolok ukur keberhasilan seorang blogger. Karena banyaknya silent rider yang cenderung hanya suka membaca tanpa pernah meninggalkan jejak. Walau tak dapat ditampik, kualitas tulisan akan sangat bepengaruh terhadap jumlah kunjungan dan jumlah komentar. Namun, jangan sampai hal tersebut membuat para new blogger berputus asa.

Ke depan di tahun 2013, sebagai blogger sejati, saya ingin kegiatan ngeblog ini tidak hanya membawa manfaat secara moril dan psikologis. Kepuasan batin tetap menjadi hal yang utama, karena bagi saya ngeblog itu salah satunya untuk mengalihkan pikiran sejenak dari padatnya kegiatan di dunia kerja sehari-hari. Ke depannya, semoga ngeblog bisa mendatangkan income bagi saya dan membuka peluang lebih besar baik dalam hal pergaulan, kemampuan menulis dan mungkin juga dalam hal pekerjaan.

So, tahun 2013 ini saatnya para blogger unjuk gigi dan mendulang manfaat lebih dari kegiatan ngeblog. 

Are You ready???


Tulisan ini diikutkan dalam Liga Blogger Pekan Pertama Tahun 2012


Cara Buat Shortlink Di Twitter

Karena keseringan ikut lomba jadi dipaksa buat nyari-nyari yang sebelumnya ngga diketahui. Sekarang ini para penyelenggara lomba mewajibkan pesertanya untuk memilki akun twitter, trus kita juga harus mentwit url tulisan kita. Nah terkadang url yang di twit harus dalam bentuk shortlink.

Caranya gampang banget kok, cekidot


  1. Masuk ke https://bitly.com/
  2. Login dengan menggunakan akun twitter kita.
  3. Trus muncul tampilan berikut :

4. Copykan Url yang mau kita buat shortlinknya di dalam kotak yang ada tulisan Paste a Link Here, Enter
 5. Ntar muncul tampilan berikut


6. Yang dilingkari merah itu adalah Shortlink yang udah jadi
7. Copykan aja ke twitter kita
8. Udah jadiiii.

Gampang kaan. Ngga hanya untuk twitter lo, untuk ke FB juga  bisa. Selamat Mencoba :)

Aku Berbatik, Cause I Love Batik

Thursday, January 10, 2013
( Pemenang 3 Lomba Blog Berbatik.com )


Sebelum batik sepopuler seperti saat ini, saya tahu kain batik hanya dalam bentuk kain panjang, daster atau kain bawahan untuk kebaya. Kalau di daerah saya, biasanya batik kain panjang tersebut atau yang biasa disebut jarik menjadi primadona pada saat-saat kelahiran bayi ke muka bumi. Ibu saya biasanya menyetok jarik tersebut dalam jumlah banyak di rumah. Sehingga sewaktu-waktu, saat akan menghadiri acara penabalan nama, tinggal membungkus kain tersebut sebagai kado.

Sinamot ( Cerita Dari Sumut )



Sinamot Saya Dulu



“ Berapa sinamot yang diberi calon suamimu win?, pasti besar lah ya, kan kerja di BUMN”

Pertanyaan tersebut beberapa tahun yang lalu berhamburan dari orang-orang sekitar saat saya akan melangsungkan pernikahan dengan suami. Ada yang bertanya terang-terangan, ada yang menduga-duga bahkan tak sedikit yang menyarankan ini itu.


“ Minimal 3 ikat lah win, kau kan sarjana”

Atau

“ Wah, ibunya windi panen nih, soalnya kau kan perempuan bekerja win, lain dong sama yang ngga kerja”

Merupakan hal yang lumrah, di daerah saya yang notabene masih masuk dalam wilayah Sumatera Utara mempertanyakan hal-hal di atas.

Sinamot dalam bahasa batak adalah sejumlah uang yang diberikan calon mempelai pria kepada ibu mempelai wanita sebagai balas jasa karena telah membesarkan dan mendidik si anak sehingga menjadi wanita yang siap diperistrinya.

Walapun jaman sudah modern, teknologi sudah canggih, namun kebiasaan yang dulunya hanya dilakukan oleh suku batak, akhirnya malah menjadi kebiasaan dan keharusan di daerah saya. Saya yang notabene tinggal di kota Medan, ibukotanya SUMUT pun masih mengikuti kebiasaan tersebut. Padahal ayah saya bersuku Jawa. Namun karena ibu saya berdarah Batak Mandailing, tak pelak, sinamot pun menjadi salah satu syarat dalam melangsungkan pernikahan.

Karena merupakan balas jasa pada sang ibu, maka sudah menjadi aturan tidak tertulis bahwa besarnya jumlah sinamot tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Diantaranya pendidikan dan pekerjaan si wanita. Jadi semakin tinggi pendidikannya, maka semakin besarlah sinamot yang harus diserahkan si pria. Sekilas terdengar seperti menjual anak, namun pada kenyataannya menurut saya, sinamot ini seperti bentuk pengakuan terhadap hasil didikan orangtua. Tak heran, jika yang dilamar adalah seorang dokter, si pria pasti harus menguras lebih banyak lagi koceknya. Nilai tambah lagi jika si wanita telah bekerja, karena dianggap nantinya ia akan turut mencari nafkah dan membantu si suami.

Makanya, teman-teman dulu banyak yang menduga-duga berapa kira-kira sinamot yang diberikan suami kepada saya. Karena selain pendidikan saya S1, saya juga bekerja di sebuah bank BUMN. Kalau dipikir-pikir sekarang rasanya lucu. Padahal saya kuliah dan bekerja dulu sama sekali tidak memikirkan hal tersebut.

Yang paling susah dari proses pemberian sinamot tersebut adalah menyampaikan kepada calon suami. Bagaimana tidak?. Kalau kebetulan si pria berasal dari Sumatera Utara juga pastilah ia sudah mengerti, namun lain ceritanya kalau berasal dari daerah dan suku yang memiliki budaya berbeda.

Untunglah walau suami saya berasal dari Jogja namun karena sebelumnya ia telah mencari tahu mengenai adat istiadat di daerah saya, masalah penyampaian tidak menemui kendala yang berarti. Bahkan ternyata suami sudah mempersiapkannya dengan matang. Setelah melamar saya secara pribadi di sebuah kafe, ia langsung terang-terangan menanyakan perihal sinamot atau biasa disebut uang hangus tersebut kepada saya.

Proses yang biasa terjadi, si pria akan menyampaikan ke wanita kesanggupannya dalam menyediakan uang hangus tersebut. Kemudian si wanita akan menyampaikan kepada ibunya. Kalau si ibu cocok, berarti dicapai kata sepakat, namun kalau belum pas, maka perundingan akan berlanjut. Menurut pengalaman saya, tidak jarang suatu pernikahan gagal berlangsung, jika tak kunjung dicapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Untunglah hal tersebut tidak terjadi pada keluarga saya. Tanpa banyak tanya, ibu langsung menyetujui saja jumlah yang disanggupi suami.

Alhamdulillah ya punya ortu yang bijak bestari.

Tak cukup sampai disitu, setelah kata sepakat diambil, prosesi menjelang pernikahan masih panjang.Calon mempelai pria harus datang dulu bersama keluarga dekatnya yang terdiri dari orangtua dan beberapa kerabat saja, namanya meresek. Disini acara masih setengah formil, hanya berupa perkenalan antara keluarga pria dan wanita. Saat inilah disampaikan maksud dan tujuan kedatangannya sekaligus dibicarakan jumlah sinamot yang secara tidak resmi telah disepakati sebelumnya.

Tahap selanjutnya, melamar secara resmi dengan didampingi orangtua dan kerabatnya, martuppol. Yang menarik di acara martuppol tersebut adalah adanya acara berbalas pantun yang sungguh sayang untuk dilewatkan. Mungkin karena dipengaruhi oleh adat melayu, makanya diselipkan pantun didalamnya.

Martupol atau lamaran sekaligus hantaran biasanya hanya berselang beberapa minggu setelah meresek. Di martupol ini, si pria akan membawa semua yang telah disepakati di acara meresek. Barang-barang yang biasanya disyaratkan adalah:

Tepak Sirih


Tepak sirih, sebuah kotak yang didalamnya berisi daun sirih, kapur sirih, dan berbagai macam bunga. Nantinya, si tepak ini sebagai pembuka acara lamaran. Pihak pria akan menyerahkannya kepada orang yang dituakan di pihak wanita. Tepak tersebut ditutup oleh sebuah kain ulos. Dengan diterimanya tepak ditandai dengan dimakannya sirih oleh orang yang dituakan tadi, maka kedatangan keluarga pria dianggap sudah diterima di keluarga calon mempelai wanita. 

Oya, konon dipercaya, kalau seorang gadis yang belum ada jodohnya memakan sirih yang ada di tepak, maka tak lama ia akan menemukan jodohnya. Maka, berlomba-lombalah para gadis memakannya. Siapa tahu cepat dapat jodoh.

Selain tepak sirih, barang-barang lain yang harus dibawa adalah seperangkat isi kamar, yang terdiri dari tempat tidur, lemari dan toilet. Ini dulu pas saya cerita ke temen di luar Sumatera pasti kaget, piye gitu hantaran isi kamar hahaha.


Kemudian perlengkapan calon mempelai wanita , sepasang kebaya, sepatu, tas, pakaian dalam, kosmetik. Peralatan sholat, mukena, sajadah, sarung. Juga peralatan mandi seperti sabun, shampoo, lotion, sikat gigi, macem-macem lah. Sebagai syarat juga dibawa beraneka macam minuman, seperti teh,kopi,gula. Wah kalau dibungkus dalam keranjang, hantarannya bisa mencapai sepuluh keranjang bahkan lebih.


Dalam acara hantaran ini, nantinya pembawa acara akan menyebutkan satu persatu barang yang dibawa si pria. Setiap satu barang disebut, maka dihantarkanlah keranjang yang berisi barang yang dimaksud ke tangan si ibu mempelai wanita. 

Sampai terakhir yang disebut adalah jumlah sinamot yang telah disepakati sebelumnya. Penyebutan jumlah tersebut di muka umum salah satunya menunjukkan rasa bangga si ibu atas nilai putrinya. Walaupun bukan berarti harga diri si anak setara dengan uang yang diberi, namun penyebutan angka tersebut merupakan acara yang paling ditunggu-tunggu.

Biasanya para tetangga pun datang ke acara hantaran hanya untuk mengetahui berapa sinamot yang diberikan. Tak jarang jumlah tersebut menjadi gunjingan berhari-hari kalau menurut para tetangga tak sesuai. 

Cape dehhh

Namun ada juga orang yang tidak mau sinamotnya disebut secara terbuka. Seperti saat acara hantaran saya. Atas permintaan suami dan saya, jumlah sinamot tidak disebutkan. Untunglah ibu saya pun tidak menganggap hal tersebut suatu keharusan. Bukannya malu karena jumlahnya sedikit, tapi karena saya memang tidak ingin orang lain di luar keluarga mengetahuinya. Biarlah mereka menduga-duga saja. Biar makin penasaran wahahaha.Karena menurut saya pribadi, hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dibangga-banggakan atau malih dicaci caci.

Semua prosesi tadi yang paling memegang peranan adalah ibu si wanita. Setelah uang hangus diberi, dengan menggunakan kain/ulos si ibu akan menggendong dan membawa uang tersebut ke kamar, tempat dimana putrinya berada. Wah, acaranya akan menjadi haru, karena si ibu akan memutar-mutar kain berisi uang tersebut ke atas kepala anaknya dan mendoakan putrinya dengan doa semoga apa yang diberi si calon pria menjadi berkah bagi mereka.

Setelah rangkaian acara selesai, selanjutnya akan ditetapkan tanggal dan hari pernikahan. Berbeda dengan suku jawa yang biasanya melihat dari hari baik hari buruk berdasarkan weton si calon pengantin, penentuan tanggal di sumatera terkesan lebih simple. Tinggal ditentukan tanggal yang kiranya semua pihak tidak keberatan. Begitu saja. Setidaknya itu menurut pengalaman saya.

Tas,Sepatu dan Kosmetik


Sekilas kalau mengetahui adat di Sumatera Utara rasanya ribet sekali untuk melangsungkan pernikahan. Namun, ada sisi positifnya, bahwa pernikahan itu bukanlah suatu hal yang main-main. Perlu keseriusan untuk menjalaninya. Dan dengan keribetannya, saya merasa hal tersebut cukup melindungi pihak wanita dari keisengan para pria.

Sering saya mendengar celutukan teman yang bukan orang sumut berkata, “ Wah kalau nikah sama orang Medan itu ngajak bangkrut”.

Dipikir-pikir memang sepertinya iya. Belum-belum si pria sudah pusing tujuh keliling memikirkan dana yang harus dikeluarkannya. Namun jangan khawatir, banyak ibu yang kemudian akan mengembalikan uang hangusnya kepada pasangan pengantin tersebut lagi. Mungkin tidak seluruhnya, namun cukup membuat lega bagi pasangan pengantin baru.

Makanya ntar kalo jadi ortu jadilah ortu yang bijak ya. Dan syukurnya ibu saya termasjk ortu yang bijak tadi.

Setelah itu semua, prosesi pernikahan masih berlanjut.

Yang membedakan pengantin sumut dengan daerah lain salah satunya adalah pakaian. Banyak jenis pakaian adat Sumut. Dari pakaian batak Toba, Karo, hingga Mandailing. Karena ibu saya suku Mandailing, maka mau tak mau saya pun mengenakan baju adat Mandailing. Ya ampuun, hiasan kepalanya yang disebut bolang itu berat banget. Saya sampai migren saat memakainya. Namun entah kenapa, saya melihat, siapapun yang mengenakan baju adat Mandailing tersebut, aura kecantikannya begitu terpancar. Makanya saya tidak keberatan memakainya, karena disamping warnanya yang cerah yaitu merah, juga membuat saya tampil cantik eksotis.


Baju Adat Mandailing



Satu lagi, istimewanya pengantin Sumut dalam hal ini Mandailing. Alat musik yang digunakan saat acara berlangsung adalah gondang Sembilan. Terdiri dari Sembilan buah gendang dengan berbagai ukuran. Tidak tanggung-tanggung, acara adat ini bisa berlangsung tiga hari tiga malam. Bayangkan saja seperti apa lelahnya si pengantin. Tak heran di hari ketiga, biasanya pengatin memakai kaca mata hitam untuk menutupi lingkar hitam di matanya.

Gondang ini dimainkan dengan lagu pengiring yang sendu mendayu-dayu. Pasangan pengantin akan menari mengikuti iringan lagu. Kalau di Jawa ada acara sungkem, maka di adat mandailing, sungkemnya sambil menari ala tor-tor.

Prosesi Tarian Batak, Saat adik Saya Menikah


Namun lagi-lagi untunglah, saya tidak mengalaminya. Bukan karena tidak mau, namun karena keterbatasan waktu, apalagi keluarga suami yang berasal dari Jogja tidak bisa terlalu lama tinggal, maka acara pernikahan saya cukup ringkas tanpa mengurangi nilai adat istiadat di dalamnya.

Kalau mengingat-ingat kembali saat pernikahan berlangsung saya dan suami sering menertawakannya. Dimana saat salah satu kerabat ibu saya memberi nasehat dalam bahasa Mandailing, saya dan suami cuma pandang-pandangan sambil tersenyum, tak mengerti apa yang dikatakannya.

Awalnya keluarga suami sempat shock dan agak kaget dengan panjangnya prosesi dari mulai lamaran sampai pernikahan. Namun, mereka senang mengikutinya, karena melihat hal baru yang tidak ditemui di tanah Jawa.

Bagaimanapun ribet dan melelahkannya prosesi pernikahan yang saya alami, namun ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri di hati. Bahwa saya telah ikut melestarikan kekayaan budaya bangsa dan nenek moyang. Saya rasa tidak ada salahnya sebagai generasi penerus , kita mengabulkan dan menuruti keinginan orangtua di hari pernikahan . Merupakan bentuk bakti sebelum meninggalkan rumah yang telah membesarkan kita.

Sepulang dari bulan madu dan kembali masuk kantor, kembali teman-teman usil bertanya kepada saya, “ Jadi berapa win sinamotmu?”


“ Seharga satu buah mobil” jawab saya enteng.

(Jangan tanya mobilnya mobil apa ya wkwkwkw)

Foto: Koleksi Pribadi

Custom Post Signature