Kalau ditanya, kenangan
apa yang paling berkesan yang pernah saya alami sewaktu kecil ?. Sepertinya perlu
beribu-ribu kata dan berlembar-lembar folio untuk menceritakannya. Karena semua
hal yang terjadi pada saat saya masih imut-imut, begitu berkesan. Pengalaman jatuh
dari pohon jambu dan sukses mendarat di comberan yang menyambut saya dengan
pecahaan beling yang berserak ( paha saya robek, dan harus dijahit 6 jahitan,
syukur dokernya canggih bekasnya bisa ilang sama sekali ), Pernah juga dikejar-kejar
tawon karena ngga sengaja jatuhin sarangnya. Atau pengalaman terpaksa merasakan
kepala saya dijahit karena main lempar-lemparan batu bata sama teman ( iseng
aja, soalnya bola kastinya ilang jadi diganti batu ).Wah banyak deh,
sampai-sampai saya punya cinderamata berupa bekas jahitan disana sini saat
kecil.
Namun dari semua
kejadian lucu, ngenes, plus malu-maluin itu ada satu peristiwa yang sampai
sekarang masih erat melekat di ingatan. Bahkan setiap menceritakan kembali kejadian
itu bersama adik-adik saya, kami akan tertawa sekaligus menangis haru.
Waktu itu sekitar
tahun sembilan puluhan, saya masih duduk di kelas tiga atau empat sekolah
dasar. Karena ayah saya bekerja di perkebunan sawit, maka kami pun harus
bermukim di belantara sawit Sumatera Utara. Tidak terlalu pelosok sih, hanya
berjarak kira-kira dua jam perjalanan dari kota Medan. Namanya perkebunan, maka
ngga banyak hiburan yang ada di komplek perumahan karyawan. Satu-satunya
hiburan yang ada ya televisi. Kadang-kadang, sebulan sekali perusahaan
menyediakan hiburan berupa layar tancep di lapangan terbuka. Acara televise favorit saya saat itu adalah
kartun si hantu botak Casper. Setiap pagi, saya pasti udah nongkrong di depan
tivi, padahal jadwal tayangnya itu persis mendekati jam masuk sekolah. Jadi biasanya
saya harus lari-lari ke sekolah, biar bisa tetep nonton tapi ngga telat masuk
kelas. Sesekali iklan menyelingi aksi si botak ( dulu iklan belum terlalu
banyak).
Pada saat
itulah, saya melihatnya. Iklan seorang anak kecil sedang melahap ayam goreng
berbalut tepung krispy yang sangat menggoda. Melihat cara si anak menjilati
sela-sela jarinya agar tidak meninggalkan remah-remah paha ayam tersebut,
semakin memastikan betapa lezatnya ayam goreng buatan Kolonel Sanders tersebut.
Setiap kali iklan
itu muncul di televisi, saya hanya bisa menelan ludah. Saya selalu membayangkan
kelezatannya. Namun saya juga berpikir, pastilah
harganya mahal, dan pastilah hanya dijual di restoran-restoran mewah. Mengingat
tempat tinggal kami yang bahkan radius 20 km ke Utara, Selatan,Timur dan Barat
tidak ada pertokoan besar apalagi Mall, pupuslah harapan saya untuk bisa merasakan sensasi kriuk si
ayam kakek.
Saya termasuk
anak kecil yang ngotot, kalau punya keinginan sebisa mungkin berusaha
mewujudkannya. Demi mewujudkan keinginan mencicipi si ayam goreng bertepung itu,
saya pun merengek meminta ibu memasakkannya. ( saya manggil ibu saya dengan
sebutan mamak )
“ Mak bisa buat
ayam goreng yang kayak di iklan TV itu ngga ” tanya saya polos
Ibu saya
mengernyit, bingung mendengar pertanyaan saya yang tidak biasa-biasanya.
“Maksud kamu?” sepertinya Ibu ngga ngerti arah
pertanyaan saya.
“ Itu lho mak, ayam goreng yang ada gambar
kakek-kakeknya”
Saya lihat ibu
tertawa geli. Sekarang ia sudah tahu maksud saya.
“ Besok , mamak
bilang ke papa ya supaya memotong ayam kita, biar mamak bisa masak ayam goreng
kriuk”
“Horeee” saya
bersorak riang.
“ Jangan lupa
aku yang paha mak” kata saya mengingatkan.
Terbayang sudah
adegan yang akan saya lakoni. Menyantap paha ayam goreng seperti yang ada di
iklan. Saya udah niat nanti bakal jilatin jari-jari saya sampai licin cin.
Namun ternyata,
sehebat-hebatnya masakan ibu, penampilan ayam goreng made in ibu tidak semenggairahkan seperti yang ada di televisi. Tepungnya
kurang tebal, dan saat digigit tidak ada bunyi kriuk renyah seperti di adegan
yang biasa saya lihat. Wah kecewa saya. Dan sepertinya ibu melihat kekecewaan
di wajah gadis kecilnya.
****
Beberapa minggu
setelahnya, di Minggu pagi yang hangat ibu membangunkan kami, saya, abang, dan
kedua adik saya untuk segera mandi.
“ Ayo,ayo, cepat
mandi, kita akan jalan-jalan hari ini” kata ibu menyemangati kami.
Tanpa diperintah
dua kali, kami pun bergegas merapikan diri.
Hari itu, ayah
saya ada tugas ke kantor Direksi di Medan. Berhubung lagi libur, ayah mengajak
kami serta. Duh senangnya, jalan-jalan ke kota setelah sehari-hari pemandangan
yang kami lihat hanya sawit dan karet. Sebelum pergi
saya melihat ibu membungkus nasi hangat ke dalam beberapa plastik putih. Tak
lupa diisinya botol air mineral yang telah kosong. Untuk bekal mungkin.
Setibanya di
Medan, ayah langsung berpisah dengan kami. Ibu membawa kami ke sebuah mall yang
baru beberapa minggu buka di kota Medan. Namanya Medan Mall. Waaah, saya masih
inget bagaimana gembiranya. Bahkan saya masih ingat aroma AC nya, toko-toko boneka
yang berderet-deret, serta ada supermarket besar yang menjual segalanya. Saya
seperti anak udik masuk kota.
Ibu mengajak
kami menaiki escalator, saya menyebutnya “ tangga jalan”. Sambil naik, mata saya sibuk jelalatan kesana
kemari.
Di lantai tiga, tiba-tiba
saya membeku, mulut melongo, dan saya terpana melihatnya…….
Gambar si kakek
dan ayam gorengnya…..hwaaaa.
Ibu sampai tertawa
melihat saya. “ Windi mau makan disitu” Tanya ibu
Tanpa menjawab,
saya mengangguk keras-keras.
Tanpa membuang
waktu, kami pun masuk ke restoran cepat saji itu. Ibu menyuruh kami menunggu di
meja sudut ruangan. Tak lama ibu datang bersama empat potong ayam berwarna coklat
keemasan. Hmmm mencium aromanya saja, air liur sudah terbit.
Tapi kok ga ada
nasinya? Minumnya juga ga ada?
Saya lihat ibu
merogoh sesuatu di dalam tas besarnya. Sambil celingukan ibu mengeluarkan
beberapa bungkus nasi yang tadi pagi di bungkusnya. Tak lupa dikeluarkannya
pula air mineral yang telah dibawanya.
Tanpa banyak tanya,
kami segera melahap ayam goreng impian itu. Bersih ludes tanpa sisa. Saat itu
saya mikir, kok saosnya bisa enak banget yah. Tak lupa saya pun melakukan
adegan yang telah saya rencanakan, yaitu menjilati sela-sela jari seperti di
iklan tivi.
****
Dulu sih saya
ngga menyadarinya. Tapi setelah gede, saya baru tahu, betapa besarnya keinginan
ibu saya membahagiakan kami, anak-anaknya. Termasuk mewujudkan keinginan-keinginan
yang tampaknya sederhana namun mungkin berat bagi keluarga kami. Saat itu uang
belanja yang diberikan ayah sepertinya tidak cukup jika harus disisihkan untuk
makan ayam goreng di restoran si kakek.
Mungkin bagi ibu saya, yang penting makan ayamnya, nasi dan minuman bisa
dibawa dari rumah.
Sejak saat itu
saya ngga pernah lagi ngiler melihat
iklan di TV . Dan yang paling membanggakan saya bisa cerita ke teman-teman di
sekitar rumah, “ Ternyata ayam goreng kakek kriuk itu eeenaaaak bangget” kata
saya pamer sambil tak lupa menceritakan detil kelezatannya. Dasar anak-anak.
Sekarang, kalau
lagi ngumpul-ngumpul di rumah orangtua, saya dan adik saya sering
ngingat-ngingat masa kecil. Kalau pas ke bagian cerita ini, pasti langsung
mewek. Soalnya kalau dipikir-pikir, betapa urat malu seorang ibu bisa putus
demi anak-anaknya. Bayangkan adegan tersebut terjadi saat ini, apa kira-kira
yang akan kita pikirkan kalau melihat satu keluarga makan di restoran fastfood,
tapi nasi dan minumnya bawa dari rumah?.
Kalau kalian
melihatnya, plis ngga usah komentar. Ingat saja cerita saya ini. Mungkin
seperti itu juga kejadiannya.
Gambar dari sini