Prospek Industri Gula Nasional: Peluang, Tantangan dan Peran PTPN X (Persero )

Wednesday, January 30, 2013

Oleh : Windi Widiastuty

Gula merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok yang dibutuhkan, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Dalam AFTA ( Asean Free Trade Agreement ) komoditi gula termasuk ke dalam salah satu high sensitive list. Industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja sekitar 1,3 juta jiwa.  Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relative murah. Bahkan dinamika harga gula pun turut berpengaruh secara langsung terhadap laju inflasi.Gula adalah penyebab inflasi terbesar no 2 setelah beras. Pada tahun 2011 inflasi gula mencapai 3,98 %. Angka yang cukup besar. Tak heran permasalahan ketersediaan dan keberlangsungan produksi gula menjadi hal yang sangat krusial.

Jika dilihat sejarah pergulaan di negeri kita ini, Indonesia pernah berjaya dalam produksi gula pada tahun 1930-an. Pada saat itu produksi gula kita mencapai 3 juta ton yang diproduksi oleh 179 pabrik gula. Bahkan saat itu Indonesia merupakan salah satu eksportir gula terbesar di dunia.


Namun cerita tersebut tinggal dongeng pengantar tidur,  secara umum kinerja gula nasional terus mengalami penurunan. Baik dari sisi produksi, areal, maupun efisiensi.  Pada tahun 2011 produksi gula nasional hanya 2,12 juta ton , turun dari tahun sebelumnya 2010 yang mencapai 2,28 juta ton .Tentu saja hal tersebut sangat memprihatinkan. Gula adalah salah satu dari sembilan bahan kebutuhan pokok rakyat. Tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga namun juga kebutuhan industry.

Dalam system pergulaan nasional, kebutuhan gula dibagi 2, yaitu konsumsi langsung ( rumah tangga ) dengan kualitas Gula Kristal Putih (GKP ) dan kebutuhan tidak langsung untuk industry makanan, minuman dan farmasi dengan kualitas Gula Kristal Rafinasi ( GKR ). Gula rafinasi adalah gula kristal yang telah dibuang kandungan molassesnya sehingga berwarna putih jernih. Molasses yang terdapat pada tebu mengandung bahan penyebab warna coklat pada gula.

Prospek Industri Gula Nasional

Saat ini kebutuhan gula untuk konsumsi langsung adalah sebesar 2,5 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan gula untuk industry 2,7 juta ton per tahun. Total kebutuhan gula nasional berkisar 5,2 juta ton per tahun.

Sampai dengan akhir tahun 2012 produksi gula nasional hanya mencapai 2,58 juta ton. Padahal poduksi tersebut sudah ditopang oleh 62 pabrik gula seluruh Indonesia, yakni 51 pabrik milik BUMN dan 11 pabrik swasta Yang artinya terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi ( Supply and Demand ). Produksi gula nasional hanya dapat memenuhi 49 persen dari total kebutuhannya.

Selama ini produksi gula dalam negeri hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Sedangkan kebutuhan konsumsi gula industry dipasok oleh produsen gula rafinasi yang masih mengimpor bahan baku berupa gula mentah ( raw sugar).

Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Apalagi sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan konsumsi gula pun akan meningkat. Artinya jika pemerintah gagal menjamin ketersediaan gula secara nasional, maka rakyat akan mengalami kesulitan.

Gap antara ketersediaan gula dan kebutuhan konsumsi gula ini merupakan peluang bagi para pelaku industry gula dalam negeri. Artinya prospek bisnis dan industry gula ke depan masih sangat terbuka lebar.

Pada tahun 2014 pemerintah menargetkan Indonesia sudah swasembada gula. Produksi gula nasional diharapkan memenuhi kebutuhan konsumsi gula masyarakat dan konsumsi gula industry, sekitar 5,7 juta ton.

Sejalan dengan target swasembada gula yang digalakkan pemerintah, industry gula berbasis tebu secara umum harus melakukan revitalisasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, peningkatan investasi merupakan suatu keharusan. Dari sisi pasar, Permintaan gula dalam negeri masih tinggi. Pemerintah dengan berbagai kegiatan promotif dan protektifnya telah menciptakan iklim investasi yang positif bagi industry gula berbasis tebu.

Pasar internasional yang beberapa tahun terakhir mengalami defisit sebagai akibat tekanan yang dihadapai oleh produsen utama gula dunia juga mengindikasikan investasi pada bidang ini cukup prospektif. Investasi yang dilakukan untuk mendongkrak produksi gula mencakup investasi pada usaha tani, pabrik gula maupun derivatnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dukungan kebijakan pemerintah yang diperlukan mencakup : (a) Konsistensi kebijakan pemerintah, (b) Penciptaan medan persaingan yang adil, (c) pemberian insentif untuk pengembangan lahan dan industry di luar jawa, (d) Dukungan pendanaan  untuk rehabilitasi dan konsolidasi pabrik gula

Tantangan Industri Gula Nasional

Banyak permasalahan dalam hal produksi gula nasional. Beberapa diantaranya berhubungan erat dengan kebijakan perekonomian nasional. Jika pemerintah tak kunjung membenahi, maka target swasembada gula pada tahun 2014 hanya tinggal angan.

Ekspansi Lahan Tebu yang Lambat

Lahan tebu di Indonesia mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 luas lahan tebu sekitar 412 ribu hektar. Dan tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 456 ha. Kenaikan luas lahan memang selalu ada, tetapi tidak terlalu besar. Sebelumnya total luas lahan tebu pernah mencapai 440 ribu hektar pada tahun 1996 namun sempat menurun drastis di tahun 2003 menjadi hanya 344 ha. Berdasarkan history, penambahan lahan tebu umumnya hanya 10 ribu sampai 20 ribu hektar saja per tahun.

Salah satu kendala perluasan lahan tebu adalah kompetisi dengan lahan padi. Selain upaya pemerintah menggenjot produksi bahan pangan pokok tersebut, kenaikan harga beras juga turut memicu petani untuk meningkatkan penanaman.

Dengan kompetisi harga bahan pangan tersebut, petani merasa pertanian tebu sudah tidak sanggup lagi mengangkat kesejahteraan mereka. Apalagi harga gula dan harga tebu sekarang tidak jauh berbeda. Padahal kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan sangat berbeda. Pertanian padi hanya membutuhkan waktu rata-rata tiga bulan sedangkan pertanian tebu memerlukan waktu 16 bulan. Maka, banyaklah lahan tebu yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian padi..Tentu saja hal ini mempengaruhi tingkat produksi.

Produktivitas tebu perhektar semakin menurun

Produktivitas tebu pernah mencapai 6,13 ton/ha pada tahun 2007. Namun terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Tiga tahun terakhir, produktivitas hanya 5,27 ton/ha pada tahun 2010, kemudian menurun di tahun 2011 menjadi 4,89 ton/ha dan di tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan menjadi 5,07 ton/ha.

Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya penemuan varietas baru yang unggul guna meningkatkan poduktivitas. Produksi dan produktivitas hasil tebu sangat dipengaruhi oleh varietas tanaman,mutu bibit, kesehatan tanaman dan lingkungan ( iklim, kondisi tanah, ketinggian tempat irigasi ). Menyikapi fenomena iklim yang tidak menentu seperti di Indonesia maka diperlukan bibit unggul tebu yang adaptif terhadap perubahan iklim yang ekstrim. Jika kemarau terjadi kekeringan dan saat musim hujan terjadi banjir. Untuk itu petani tebu perlu mendapat pemahaman tentang criteria varietas tebu yang sesuai ekosistem wilayah tanamnya.

Pabrik Yang Tidak bekerja Optimal 

Sebenarnya hal ini merupakan problem pokok industry gula. Hampir semua pabrik gula mengandalkan mesin tua dan teknologi yang sudah ketinggalan zaman. Hingga kini masih banyak pabrik yang menggunakan teknologi sulfitasi yang tidak maksimal menghasilkan rendemen tebu. Padahal di luar negeri teknologi ini sudah ditinggalkan. Saat ini mereka menggunakan teknologi karbonatasi yang dapat menhasilkan gula dengan tingkat kemurnian mendekati gula rafinasi. Untuk diketahui, rata-rata pabrik gula di Indonesia hanya menghasilkan rendemen sebesar 6% sd 7%. Bandingkan dengan pabrik gula Thailand yang rendemennya bisa mencapai 11% - 12 %.

Kebijakan Impor Gula Oleh Pemerintah

Memang saat ini kebutuhan gula nasional belum dapat terpenuhi secara keseluruhan. Terutama kebutuhan gula untuk industry. Akibatnya pemerintah membuka keran impor untuk gula rafinasi yang memang dibutuhkan oleh sektor industry. Maraknya impor gula menyebabkan petani tebu dan industry gula dalam negeri merugi. Apalagi saat ini gula rafinasi meluber ke pasar tradisional. Gula rafinasi yang berwarna putih bersih tentu saja lebih menarik konsumen. Masalahnya, pabrik dalam negeri yang memproduksi gula rafinasi tidak menggunakan tebu yang dihasilkan petani tebu local sebagai bahan bakunya, tetapi mereka mengimpor bahan mentah (raw sugar ) dari luar negeri .

Minimnya Dukungan Modal Bagi Petani Tebu dan Industri Gula

Para petani tebu yang berasal dari golongan menengah ke bawah sangat membutuhkan kucuran modal berupa kredit lunak dari pemerintah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Apalagi ditambah dengan pencabutan subsidi pupuk yang semakin memberatkan para petani tebu.

Peluang Industri Gula Nasional

Untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang ada di industry gula nasional perlu dilakukan hal-hal konkrit yang kesemuanya bertujuan untuk membawa Indonesia ke swasembada gula.

Swasembada gula pada tahun 2014 dapat dicapai antara lain dengan program intensifikasi dan ekstensifikasi dalam industry gula.

Intensifikasi meliputi perbaikan pabrik gula yang sudah ada, menghidupkan kembali pabrik gula yang sudah mati. Setidaknya ada 4 pabrik gula yang mati suri, lokasi sudah tersedia tinggal memperbaiki. Pembaruan teknologi yang digunakan di pabrik gula juga mutlak diperlukan guna meningkatkan rendemen untuk hasil yang lebih optimal. Salah satunya dengan teknologi karbonatasi. Teknologi ini menjadi salah satu jalan keluar untuk meningkatkan rendemen tebu, terutama pada cuaca ekstrim. Teknologi karbonatasi adalah system pengolahan tebu yang menggunakan hidrolisa kapur dan gas CO2 sebagai bahan pemurniannya. Sistem ini menghasilkan kualitas gula putih lebih dengan kadar warna ≤ 100 IU, lebih baik dari teknologi sulfitasi yang menghasilkan kadar warna 150-300 IU. Teknologi karbonatasi ini memang investasinya lebih mahal dari sulfitasi, namun efek jangka panjangnya akan lebih signifikan bagi industry gula nasional.

Sedangkan ekstensifikasi meliputi perluasan lahan tanam tebu. Total area tebu di Indonesia saat ini sekitar 430 ribu ha, masih kekurangan 420 ribu ha lagi untuk mencapai swasembada gula. Kekurangan ini secara teknis dapat terpenuhi karena potensi lahan dengan karakteristik tanah yang cocok untuk tebu tersedia. Tebu lebih unggul hidup di lahan yang kering. Untuk perluasan lahan tebu, pemerintah telah menganggarkan dari dana APBN Rp 103,67 milyar  pada tahun 2011. Upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi tebu nasional.

Penggunaan bibit unggul untuk peningkatan produktivitas tebu pun mutlak diperlukan. Terdapat 14 varietas tebu yang adaptif terhadap kondisi kekeringan atau banjir. Dari hasil orientasi varietas, PS 851 menunjukkan tingkat adaptasi yang cukup luas di berbagai jenis tanah dan iklim namun kurang sesuai pada lahan-lahan dengan drainase terganggu karena tanaman peka terhadap penyakit bakteriosis.

Varietas PS 862 menghasilkan rendemen potensial yang sangat tinggi sekitar 12 %, tetapi daya tahan rendemen reltaif pendek. Selain itu, daun tebu mudah  mengklentek dan tebu juga tidak terlalu tinggi. Hanya dibutuhkan bibit yang sesuai dengan kondisi tanah dan iklim yang akan ditanami. Waktu tanam juga perlu dioptimalkan agar tidak terlau lama.

Selain itu dibutuhkan perlindungan harga bagi petani. Penentuan harga referensi merupakan salah satu upaya meningkatkan petani dalam menanam tebu. Jika harga tebu sudah ditentukan tinggal upaya pabrik meningkatkan rendemen untuk mendapat harga yang optimal.

Untuk meningkatkan semangat petani juga pemerintah perlu mengucurkan kredit lunak untuk membantu petani memperluas dan menambah hasil produksinya. Saat ini pemerintah sudah meluncurkan kredit program untuk intensifikasi tebu yang disalurkan melalui bank-bank BUMN. Dengan syarat yang mudah dan bunga yang ringan diharapkan dapat menjadi stimulus bagi para petani tebu.Tidak hanya untuk petani, untuk pembangunan pabrik gula pun, bank-bank BUMN telah siap menggelotorkan dananya.

Ekstensifikasi juga dapat dilakukan dengan penambahan pabrik gula baru. Namun sebelum menambah ada baiknya intensifikasi pabrik gula yang ada dimaksimalkan terlebih dahulu.

Untuk melindungi produsen dan petani tebu dalam negeri, pemerintah juga perlu membatasi impor gula. Setidaknya jika sampai saat ini produksi gula nasional belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, maka tujuan impor gula hanya ditujukan untuk kepentingan konsumsi gula industry. Jangan sampai gula rafinasi yang dibutuhkan industry bocor ke pasar tradisional dan dikonsumsi oleh masyarakat umum.

Peranan PTPN X

Sampai saat ini, PTPN X merupakan produsen gula terbesar di tanah air. Tahun 2012 PTPN X memproduksi 494 ribu ton gula, tumbuh 10.7 % dari tahun 2011 yang tercatat sebesar 446 ribu juta ton. Menyumbang 19.14 % dari total produksi gula nasional. Kenaikan rendemen tebu juga meningkat menjadi 8.14 % dibanding tahun 2011 sebesar 7.94 %.  Sedangkan tebu yang diolah tahun 2012 mencapai 6,072 juta ton, tumbuh 8.1 % dari tahun 2011sebesar 5.616 juta ton.

PTPN X memiliki 11 pabrik gula yang tersebar di daerah Jawa Timur. Dengan luas lahan 70 923 hektar . Sumber bahan baku yang diolah di pabrik tebu berasal dari tebu sendiri kurang lebih 5% dari keseluruhan lahan dan tebu yang berasal dari petani seluas 90 % dari total lahan.

PTPN X menerapkan system bagi hasil kepada petani dengan dasar tingkat rendemen 6 %. Dari Unit Usaha gula ini saja, PTPN X sudah turut berperan dalam menopang perekonomian masyarakat khususnya petani tebu di wilayah usahanya

Dalam upaya mendukung pemerintah mencapai swasembada gula tahun 2014 PTPN mengoptimalkan usaha baik secara on farm dan off farm, dari hulu ke hilir, meliputi :

Perluasan Lahan Tebu
Tahun ini (2013 ) luas area tanam tebu diperkirakan akan ditingkatkan menjadi 76 ribu hektar dari 72 ribu hektar tahun 2012 dengan pembukaan kebun rakyat di Tuban,Bojonegoro dan Madura. Dari jumlah itu,2 ribu hektar lahan milik PTPN X dan 70 ribu ha sisanya kebun tebu rakyat. Hal ini turut membantu pemerintah dalam memenuhi target perluasan lahan yang akan memenuhi swasembada gula yang diinginkan.

Untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu, PTPN X juga memperbaiki komposisi varietas dan pembinaan untuk perlakuan yang baik pada tanaman tebu.

Pinjaman Lunak Kepada Petani
Agar masyarakat tertarik menanam tebu, PTPN X melalui program PKBL menggulirkan pinjaman lunak kepada para petani. Dana tersebut untuk petani yang mau menanam tebu. Nantinya secara otomastis Pabrik Gula akan memotong hasil produksi untuk membayar hutang. Dari pembayaran hutang tersebut akan diputar kembali untuk petani yang baru membuka lahan tebu, begitu seterusnya.

Peningkatan Kapasitas Produksi
Selain perluasan lahan, pada 2013 ini juga akan menambah kapasitas produksi dan mengoptimalisasi  ke 11 pabriknya. Salah satunya, modenisasi dan penambahan kapasitas giling PG Kremboong di Kabupaten Sidoarjo. Saat ini, PG Kremboong memiliki kapasitas giling 1.600 ton cane day (TCD). Tahun ini akan menjadi 2.500 TCD. Dengan begitu produksi gula tahun ini akan meningkat lagi. Nantinya pada tahun 2014 PTPN X menargetkan memberikan kontribusi produksi gula sebesar 580 ribu ton.

Pengoptimalan pabrik gula ini digunakan untuk memproduksi gula premium.Produksi gula premium ini wujud perubahan pendekatan dari yang semula pendekatan produksi menjadi pendekatan konsumen dengan jalan peningkatan produksi gula. Gula premium ini memiliki kadar keputihan yang cerah. Nantinya bisa menyaingi gula rafinasi yang diimpor. Karena kualitasnya tidak berbeda.

Penerapan GCG ( Tata Kelola Perusahaan Yang Baik )
Dengan melakukan efisiensi house keeping, menanamkan budaya kerja karyawan yang lebih bersih, dan memperhatikan risiko limbah minimal dan efisiensi. Bahkan nantinya diharapkan pabrik gula itu bersihnya seperti mall. Hal ini juga turut menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam menkonsumsi gula local.

Penerapan GCG juga berkaitan dengan akan bersiapnya PTP X mencari pendanaan di pasar modal. Dengan masuk ke pasar modal, maka PTPN X bisa meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.

Salah satu buktinya adalah pembagian bonus kepada karyawan akibat peningkatan rendemen yang dihasilkan yang berkontribusi langsung terhadap perolehan laba perusahaan. Tahun 2012 penjualan menembus angka Rp 2.107 trilyun yang mendorong laba perseroan naik 200 persen dari tahun sebelumnya Rp 210,8 milyar pada tahun 2011 menjadi Rp 417 milyar pada tahun 2012Hal ini juga menjadikan PTPN X berperan dalam menyumbangkan dividen ke negara yang berarti turut berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

6 comments on "Prospek Industri Gula Nasional: Peluang, Tantangan dan Peran PTPN X (Persero )"
  1. Wuiiiih..berasa baca jurnal ilmiah. keren wind.
    gudlak yaaa :)

    ReplyDelete
  2. Serasa baca karya tulis ilmiah win...kerennnnn... Komplittt...detail

    ReplyDelete
    Replies
    1. masa siiiii , xixixi. makasi mba ade. seneng ada yang muji, udah keder bgt lihat peserta lain

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature