Oleh : Windi Widiastuty
Gula
merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok yang dibutuhkan, tidak hanya di
Indonesia namun juga di dunia. Dalam AFTA ( Asean
Free Trade Agreement ) komoditi gula termasuk ke dalam salah satu high sensitive list. Industri gula
berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan sekitar 900 ribu petani
dengan jumlah tenaga kerja sekitar 1,3 juta jiwa. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan
pokok masyarakat dan sumber kalori yang relative murah. Bahkan dinamika harga
gula pun turut berpengaruh secara langsung terhadap laju inflasi.Gula adalah
penyebab inflasi terbesar no 2 setelah beras. Pada tahun 2011 inflasi gula
mencapai 3,98 %. Angka yang cukup besar. Tak heran permasalahan ketersediaan
dan keberlangsungan produksi gula menjadi hal yang sangat krusial.
Jika
dilihat sejarah pergulaan di negeri kita ini, Indonesia pernah berjaya dalam
produksi gula pada tahun 1930-an. Pada saat itu produksi gula kita mencapai 3
juta ton yang diproduksi oleh 179 pabrik gula. Bahkan saat itu Indonesia
merupakan salah satu eksportir gula terbesar di dunia.
Namun
cerita tersebut tinggal dongeng pengantar tidur, secara umum kinerja gula nasional terus mengalami
penurunan. Baik dari sisi produksi, areal, maupun efisiensi. Pada tahun 2011 produksi gula nasional hanya 2,12
juta ton , turun dari tahun sebelumnya 2010 yang mencapai 2,28 juta ton .Tentu
saja hal tersebut sangat memprihatinkan. Gula adalah salah satu dari sembilan
bahan kebutuhan pokok rakyat. Tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga namun
juga kebutuhan industry.
Dalam
system pergulaan nasional, kebutuhan gula dibagi 2, yaitu konsumsi langsung (
rumah tangga ) dengan kualitas Gula Kristal Putih (GKP ) dan kebutuhan tidak
langsung untuk industry makanan, minuman dan farmasi dengan kualitas Gula
Kristal Rafinasi ( GKR ). Gula rafinasi adalah gula kristal yang telah dibuang
kandungan molassesnya sehingga berwarna putih jernih. Molasses yang terdapat
pada tebu mengandung bahan penyebab warna coklat pada gula.
Prospek Industri Gula Nasional
Saat
ini kebutuhan gula untuk konsumsi langsung adalah sebesar 2,5 juta ton per
tahun, sedangkan kebutuhan gula untuk industry 2,7 juta ton per tahun. Total
kebutuhan gula nasional berkisar 5,2 juta ton per tahun.
Sampai
dengan akhir tahun 2012 produksi gula nasional hanya mencapai 2,58 juta ton. Padahal
poduksi tersebut sudah ditopang oleh 62 pabrik gula seluruh Indonesia, yakni 51
pabrik milik BUMN dan 11 pabrik swasta Yang artinya terdapat ketidakseimbangan
antara produksi dan konsumsi ( Supply and Demand ). Produksi gula nasional
hanya dapat memenuhi 49 persen dari total kebutuhannya.
Selama
ini produksi gula dalam negeri hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat. Sedangkan kebutuhan konsumsi gula industry dipasok oleh produsen
gula rafinasi yang masih mengimpor bahan baku berupa gula mentah ( raw sugar).
Kondisi
tersebut sangat memprihatinkan. Apalagi sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk maka kebutuhan konsumsi gula pun akan meningkat. Artinya jika
pemerintah gagal menjamin ketersediaan gula secara nasional, maka rakyat akan
mengalami kesulitan.
Gap
antara ketersediaan gula dan kebutuhan konsumsi gula ini merupakan peluang bagi
para pelaku industry gula dalam negeri. Artinya prospek bisnis dan industry
gula ke depan masih sangat terbuka lebar.
Pada
tahun 2014 pemerintah menargetkan Indonesia sudah swasembada gula. Produksi
gula nasional diharapkan memenuhi kebutuhan konsumsi gula masyarakat dan
konsumsi gula industry, sekitar 5,7 juta ton.
Sejalan
dengan target swasembada gula yang digalakkan pemerintah, industry gula
berbasis tebu secara umum harus melakukan revitalisasi. Untuk mewujudkan hal
tersebut, peningkatan investasi merupakan suatu keharusan. Dari sisi pasar,
Permintaan gula dalam negeri masih tinggi. Pemerintah dengan berbagai kegiatan
promotif dan protektifnya telah menciptakan iklim investasi yang positif bagi
industry gula berbasis tebu.
Pasar
internasional yang beberapa tahun terakhir mengalami defisit sebagai akibat
tekanan yang dihadapai oleh produsen utama gula dunia juga mengindikasikan
investasi pada bidang ini cukup prospektif. Investasi yang dilakukan untuk
mendongkrak produksi gula mencakup investasi pada usaha tani, pabrik gula
maupun derivatnya.
Untuk
mewujudkan hal tersebut, dukungan kebijakan pemerintah yang diperlukan mencakup
: (a) Konsistensi kebijakan pemerintah, (b) Penciptaan medan persaingan yang
adil, (c) pemberian insentif untuk pengembangan lahan dan industry di luar
jawa, (d) Dukungan pendanaan untuk
rehabilitasi dan konsolidasi pabrik gula
Tantangan Industri Gula Nasional
Banyak
permasalahan dalam hal produksi gula nasional. Beberapa diantaranya berhubungan
erat dengan kebijakan perekonomian nasional. Jika pemerintah tak kunjung membenahi,
maka target swasembada gula pada tahun 2014 hanya tinggal angan.
Ekspansi Lahan Tebu yang Lambat
Lahan
tebu di Indonesia mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010
luas lahan tebu sekitar 412 ribu hektar. Dan tahun 2012 mengalami peningkatan
menjadi 456 ha. Kenaikan luas lahan memang selalu ada, tetapi tidak terlalu
besar. Sebelumnya total luas lahan tebu pernah mencapai 440 ribu hektar pada
tahun 1996 namun sempat menurun drastis di tahun 2003 menjadi hanya 344 ha.
Berdasarkan history, penambahan lahan tebu umumnya hanya 10 ribu sampai 20 ribu
hektar saja per tahun.
Salah
satu kendala perluasan lahan tebu adalah kompetisi dengan lahan padi. Selain
upaya pemerintah menggenjot produksi bahan pangan pokok tersebut, kenaikan
harga beras juga turut memicu petani untuk meningkatkan penanaman.
Dengan
kompetisi harga bahan pangan tersebut, petani merasa pertanian tebu sudah tidak
sanggup lagi mengangkat kesejahteraan mereka. Apalagi harga gula dan harga tebu
sekarang tidak jauh berbeda. Padahal kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan
sangat berbeda. Pertanian padi hanya membutuhkan waktu rata-rata tiga bulan
sedangkan pertanian tebu memerlukan waktu 16 bulan. Maka, banyaklah lahan tebu
yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian padi..Tentu saja hal ini
mempengaruhi tingkat produksi.
Produktivitas tebu perhektar
semakin menurun
Produktivitas
tebu pernah mencapai 6,13 ton/ha pada tahun 2007. Namun terus mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Tiga tahun terakhir, produktivitas hanya 5,27
ton/ha pada tahun 2010, kemudian menurun di tahun 2011 menjadi 4,89 ton/ha dan
di tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan menjadi 5,07 ton/ha.
Salah
satu penyebabnya adalah tidak adanya penemuan varietas baru yang unggul guna
meningkatkan poduktivitas. Produksi dan produktivitas hasil tebu sangat
dipengaruhi oleh varietas tanaman,mutu bibit, kesehatan tanaman dan lingkungan
( iklim, kondisi tanah, ketinggian tempat irigasi ). Menyikapi fenomena iklim
yang tidak menentu seperti di Indonesia maka diperlukan bibit unggul tebu yang
adaptif terhadap perubahan iklim yang ekstrim. Jika kemarau terjadi kekeringan
dan saat musim hujan terjadi banjir. Untuk itu petani tebu perlu mendapat
pemahaman tentang criteria varietas tebu yang sesuai ekosistem wilayah
tanamnya.
Pabrik Yang Tidak bekerja Optimal
Sebenarnya
hal ini merupakan problem pokok industry gula. Hampir semua pabrik gula
mengandalkan mesin tua dan teknologi yang sudah ketinggalan zaman. Hingga kini
masih banyak pabrik yang menggunakan teknologi sulfitasi yang tidak maksimal
menghasilkan rendemen tebu. Padahal di luar negeri teknologi ini sudah ditinggalkan.
Saat ini mereka menggunakan teknologi karbonatasi yang dapat menhasilkan gula
dengan tingkat kemurnian mendekati gula rafinasi. Untuk diketahui, rata-rata pabrik
gula di Indonesia hanya menghasilkan rendemen sebesar 6% sd 7%. Bandingkan
dengan pabrik gula Thailand yang rendemennya bisa mencapai 11% - 12 %.
Kebijakan Impor Gula Oleh
Pemerintah
Memang
saat ini kebutuhan gula nasional belum dapat terpenuhi secara keseluruhan.
Terutama kebutuhan gula untuk industry. Akibatnya pemerintah membuka keran
impor untuk gula rafinasi yang memang dibutuhkan oleh sektor industry. Maraknya
impor gula menyebabkan petani tebu dan industry gula dalam negeri merugi.
Apalagi saat ini gula rafinasi meluber ke pasar tradisional. Gula rafinasi yang
berwarna putih bersih tentu saja lebih menarik konsumen. Masalahnya, pabrik
dalam negeri yang memproduksi gula rafinasi tidak menggunakan tebu yang
dihasilkan petani tebu local sebagai bahan bakunya, tetapi mereka mengimpor
bahan mentah (raw sugar ) dari luar negeri .
Minimnya Dukungan Modal Bagi Petani
Tebu dan Industri Gula
Para
petani tebu yang berasal dari golongan menengah ke bawah sangat membutuhkan
kucuran modal berupa kredit lunak dari pemerintah untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas produksinya. Apalagi ditambah dengan pencabutan subsidi pupuk yang
semakin memberatkan para petani tebu.
Peluang Industri Gula Nasional
Untuk
menjawab tantangan dan permasalahan yang ada di industry gula nasional perlu
dilakukan hal-hal konkrit yang kesemuanya bertujuan untuk membawa Indonesia ke
swasembada gula.
Swasembada
gula pada tahun 2014 dapat dicapai antara lain dengan program intensifikasi dan
ekstensifikasi dalam industry gula.
Intensifikasi
meliputi perbaikan pabrik gula yang sudah ada, menghidupkan kembali pabrik gula
yang sudah mati. Setidaknya ada 4 pabrik gula yang mati suri, lokasi sudah
tersedia tinggal memperbaiki. Pembaruan teknologi yang digunakan di pabrik gula
juga mutlak diperlukan guna meningkatkan rendemen untuk hasil yang lebih
optimal. Salah satunya dengan teknologi karbonatasi. Teknologi ini menjadi
salah satu jalan keluar untuk meningkatkan rendemen tebu, terutama pada cuaca
ekstrim. Teknologi karbonatasi adalah system pengolahan tebu yang menggunakan
hidrolisa kapur dan gas CO2 sebagai bahan pemurniannya. Sistem ini menghasilkan
kualitas gula putih lebih dengan kadar warna ≤ 100 IU, lebih baik dari
teknologi sulfitasi yang menghasilkan kadar warna 150-300 IU. Teknologi karbonatasi
ini memang investasinya lebih mahal dari sulfitasi, namun efek jangka
panjangnya akan lebih signifikan bagi industry gula nasional.
Sedangkan
ekstensifikasi
meliputi perluasan lahan tanam tebu. Total area tebu di Indonesia saat ini
sekitar 430 ribu ha, masih kekurangan 420 ribu ha lagi untuk mencapai
swasembada gula. Kekurangan ini secara teknis dapat terpenuhi karena potensi
lahan dengan karakteristik tanah yang cocok untuk tebu tersedia. Tebu lebih
unggul hidup di lahan yang kering. Untuk perluasan lahan tebu, pemerintah telah
menganggarkan dari dana APBN Rp 103,67 milyar
pada tahun 2011. Upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi
tebu nasional.
Penggunaan
bibit unggul untuk peningkatan produktivitas tebu pun mutlak diperlukan.
Terdapat 14 varietas tebu yang adaptif terhadap kondisi kekeringan atau banjir.
Dari hasil orientasi varietas, PS 851 menunjukkan tingkat adaptasi yang cukup
luas di berbagai jenis tanah dan iklim namun kurang sesuai pada lahan-lahan
dengan drainase terganggu karena tanaman peka terhadap penyakit bakteriosis.
Varietas
PS 862 menghasilkan rendemen potensial yang sangat tinggi sekitar 12 %, tetapi
daya tahan rendemen reltaif pendek. Selain itu, daun tebu mudah mengklentek dan tebu juga tidak terlalu
tinggi. Hanya dibutuhkan bibit yang sesuai dengan kondisi tanah dan iklim yang
akan ditanami. Waktu tanam juga perlu dioptimalkan agar tidak terlau lama.
Selain
itu dibutuhkan perlindungan harga bagi petani. Penentuan harga referensi
merupakan salah satu upaya meningkatkan petani dalam menanam tebu. Jika harga
tebu sudah ditentukan tinggal upaya pabrik meningkatkan rendemen untuk mendapat
harga yang optimal.
Untuk
meningkatkan semangat petani juga pemerintah perlu mengucurkan kredit lunak
untuk membantu petani memperluas dan menambah hasil produksinya. Saat ini
pemerintah sudah meluncurkan kredit program untuk intensifikasi tebu yang
disalurkan melalui bank-bank BUMN. Dengan syarat yang mudah dan bunga yang
ringan diharapkan dapat menjadi stimulus bagi para petani tebu.Tidak hanya
untuk petani, untuk pembangunan pabrik gula pun, bank-bank BUMN telah siap
menggelotorkan dananya.
Ekstensifikasi
juga dapat dilakukan dengan penambahan pabrik gula baru. Namun sebelum menambah
ada baiknya intensifikasi pabrik gula yang ada dimaksimalkan terlebih dahulu.
Untuk
melindungi produsen dan petani tebu dalam negeri, pemerintah juga perlu
membatasi impor gula. Setidaknya jika sampai saat ini produksi gula nasional
belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, maka tujuan impor gula hanya
ditujukan untuk kepentingan konsumsi gula industry. Jangan sampai gula rafinasi
yang dibutuhkan industry bocor ke pasar tradisional dan dikonsumsi oleh
masyarakat umum.
Peranan
PTPN X
Sampai
saat ini, PTPN X merupakan produsen gula terbesar di tanah air. Tahun 2012 PTPN
X memproduksi 494 ribu ton gula, tumbuh 10.7 % dari tahun 2011 yang tercatat
sebesar 446 ribu juta ton. Menyumbang 19.14 % dari total produksi gula nasional. Kenaikan rendemen tebu juga meningkat menjadi 8.14 %
dibanding tahun 2011 sebesar 7.94 %. Sedangkan tebu yang diolah tahun 2012 mencapai 6,072 juta ton, tumbuh 8.1 % dari tahun 2011sebesar 5.616 juta ton.
PTPN
X memiliki 11 pabrik gula yang tersebar di daerah Jawa Timur. Dengan luas lahan
70 923 hektar . Sumber bahan baku yang diolah di pabrik tebu berasal dari tebu
sendiri kurang lebih 5% dari keseluruhan lahan dan tebu yang berasal dari
petani seluas 90 % dari total lahan.
PTPN
X menerapkan system bagi hasil kepada petani dengan dasar tingkat rendemen 6 %.
Dari Unit Usaha gula ini saja, PTPN X sudah turut berperan dalam menopang
perekonomian masyarakat khususnya petani tebu di wilayah usahanya
Dalam
upaya mendukung pemerintah mencapai swasembada gula tahun 2014 PTPN mengoptimalkan
usaha baik secara on farm dan off farm, dari hulu ke hilir, meliputi :
Perluasan
Lahan Tebu
Tahun
ini (2013 ) luas area tanam tebu diperkirakan akan ditingkatkan menjadi 76 ribu
hektar dari 72 ribu hektar tahun 2012 dengan pembukaan kebun rakyat di
Tuban,Bojonegoro dan Madura. Dari jumlah itu,2 ribu hektar lahan milik PTPN X
dan 70 ribu ha sisanya kebun tebu rakyat. Hal ini turut membantu pemerintah
dalam memenuhi target perluasan lahan yang akan memenuhi swasembada gula yang
diinginkan.
Untuk
meningkatkan produktivitas tanaman tebu, PTPN X juga memperbaiki komposisi
varietas dan pembinaan untuk perlakuan yang baik pada tanaman tebu.
Pinjaman
Lunak Kepada Petani
Agar masyarakat tertarik menanam tebu, PTPN X
melalui program PKBL menggulirkan pinjaman lunak kepada para petani. Dana
tersebut untuk petani yang mau menanam tebu. Nantinya secara otomastis Pabrik
Gula akan memotong hasil produksi untuk membayar hutang. Dari pembayaran hutang
tersebut akan diputar kembali untuk petani yang baru membuka lahan tebu, begitu
seterusnya.
Peningkatan
Kapasitas Produksi
Selain
perluasan lahan, pada 2013 ini juga akan menambah kapasitas produksi dan
mengoptimalisasi ke 11 pabriknya. Salah satunya, modenisasi dan
penambahan kapasitas giling PG Kremboong di Kabupaten Sidoarjo. Saat ini, PG
Kremboong memiliki kapasitas giling 1.600 ton cane day (TCD). Tahun ini akan
menjadi 2.500 TCD. Dengan begitu produksi gula tahun ini akan meningkat lagi.
Nantinya pada tahun 2014 PTPN X menargetkan memberikan kontribusi produksi gula
sebesar 580 ribu ton.
Pengoptimalan pabrik gula ini
digunakan untuk memproduksi gula premium.Produksi gula premium ini wujud
perubahan pendekatan dari yang semula pendekatan produksi menjadi pendekatan
konsumen dengan jalan peningkatan produksi gula. Gula premium ini memiliki
kadar keputihan yang cerah. Nantinya bisa menyaingi gula rafinasi yang diimpor.
Karena kualitasnya tidak berbeda.
Penerapan GCG ( Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik )
Dengan melakukan efisiensi house keeping, menanamkan budaya kerja
karyawan yang lebih bersih, dan memperhatikan risiko limbah minimal dan
efisiensi. Bahkan nantinya diharapkan pabrik gula itu bersihnya seperti mall.
Hal ini juga turut menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam menkonsumsi gula
local.
Penerapan GCG juga berkaitan dengan
akan bersiapnya PTP X mencari pendanaan di pasar modal. Dengan masuk ke pasar
modal, maka PTPN X bisa meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.
Salah satu buktinya adalah pembagian
bonus kepada karyawan akibat peningkatan rendemen yang dihasilkan yang
berkontribusi langsung terhadap perolehan laba perusahaan. Tahun 2012 penjualan
menembus angka Rp 2.107 trilyun yang mendorong laba perseroan naik 200 persen
dari tahun sebelumnya Rp 210,8 milyar pada tahun 2011 menjadi Rp 417 milyar
pada tahun 2012. Hal ini juga menjadikan PTPN X berperan dalam menyumbangkan dividen ke
negara yang berarti turut berpartisipasi dalam pembangunan nasional.
Kesemua
hal tersebut menjadikan PTPN X optimis Indonesia akan mencapai swasembada gula
pada tahun 2014.
Sumber
:
http://ditjenbun.deptan.go.id/sekretariat/index.php?option=com_content&view=article&id=71:dirjenbun-kebutuhan-gula-nasional-mencapai-5700-juta-ton-tahun-2014&catid=13:hotnews
keren mba :)
ReplyDeletemakasi mba mardiyah ;)
DeleteWuiiiih..berasa baca jurnal ilmiah. keren wind.
ReplyDeletegudlak yaaa :)
makasi eky :)
DeleteSerasa baca karya tulis ilmiah win...kerennnnn... Komplittt...detail
ReplyDeletemasa siiiii , xixixi. makasi mba ade. seneng ada yang muji, udah keder bgt lihat peserta lain
Delete