“Aku telat”
Uhuk…., jus jeruk yang hampir
singgah ke tenggorokanku, langsung berhamburan mengotori jas lab yang kupakai.
“Bagaimana ini ,papa pasti
akan membunuhku“, ia mulai terisak
Aku terdiam. Tak bisa berkata
apapun. Otakku pun blank sesaat.
Tidak mungkin. Aku, Wisnu Ardhana,
calon dokter spesialis kandungan, tak mungkin salah perhitungan. Tak pernah
kulanggar masa suburnya, bahkan aku hapal benar kapan tamu bulanan
menyambanginya.
Kupandangi wajah pacarku yang
bersimbah air mata.
Dialah Arini. Mahasiswi kedokteran
tingkat 3. Siapapun akan sependapat denganku, bahwa dewi Aprodhite telah
bersemayam di raganya. Memandangnya seperti melihat karya seni tiada bercela.
Matanya, bibirnya,senyumnya, bahkan mimiknya saat mengernyit mencium aroma mayat
pun sungguh mempesona.
Beberapa bulan lalu ia adalah
obsesiku, hmm koreksi. Ia adalah obsesi kami, para mahasiswa kedokteran di
universitas ini. Perempuan dengan kecantikan dan kepintarannya, mampu membuat
kami bertaruh harga diri demi mendapatkannya.
“ Siapa yang bisa memacarinya,
dapat akomodasi dan transportasi liburan ke Hongkong selama seminggu gratis,
dan siapa yang kalah harus rela memberi nafas buatan ke tubuh-tubuh kaku di ruang mayat, yaiks"
Taruhan yang sangat menggiurkan.
Disamping hadiahnya juga sosok yang dipertaruhkan.
Jangan sebut namaku Wisnu Ardhana
kalau tak mampu mendapatkannya. Wajah tampan, bodi atletis, otak encer serta
mobil keluaran terbaru yang selalui menyertaiku adalah modal telak tak
terbantahkan untuk memenangkan perempuan manapun.
Awalnya aku pikir, akan ada adegan
seperti di film-film Korea yang sering ditonton adikku. Si perempuan dengan
kasar akan menolak si pria, menghindarinya, meneriakinya bagai musuh bebuyutan
sampai adegan akhir dimana si perempuan akan klepek-klepek tertancap panah
asmara. Benci-benci tapi rindu.
Tapi itu tidak terjadi. Dengan
sedikit saja kukerahkan pesona Casannova-ku, menjemputnya setiap hari,
membawakan diktat-diktat kuliahnya, membantunya mengorek-ngorek mayat di lab
anatomi sampai memberinya kejutan candle light dinner romantis di restoran
super mewah . Sekali tepuk, plak…. Arini jatuh ke pelukanku.
Aku Wisnu Ardhana, perempuan mana
yang bisa menolak pesonaku.
Ah, sebenarnya aku sedikit
kecewa. Pertaruhan yang aku kira akan berjalan sengit. Ternyata tak menemukan
hambatan apapun. Tiket ke Hongkong dan Arini, keduanya ada di tanganku.
Terkadang aku tak habis pikir,
bagaimana seorang perempuan berpendidikan tinggi seperti Arini, bisa termakan
rayuan murahan pria-pria seperti aku. Tidakkah mereka bisa pergunakan sedikit saja
logikanya untuk mengendus nafsu binatang dibalik tatapan lembut dan belaian
sayang yang kami tunjukkan.
Ah, Arini………. Ternyata kau tidak semengagumkan
bayanganku. Kalau sudah begini, apa lagi yang membuatku harus
mempertahankanmu?
*****
“ coba pakai ini, siapa tahu
kamu telat karena stress menghadapi ujian” kataku sambil menyerahkan sekotak test pack padanya.
Sambil menyeka air matanya Arini
menerima kotak yang kusodorkan.
Sudah hampir dua menit, Arini
tidak keluar juga dari toilet itu.
Sejujurnya hatiku dag dig dug
menunggu hasilnya. Bagaimanapun juga, aku belum siap menjadi seorang ayah.
Aborsi???
sebejat-bejatnya seorang Wisnu, aku tidak akan menjadi seorang pembunuh.
Tapi mengingat Arini adalah putri tunggal Prabuwijaya, mafia kelas kakap di kota ini, tak urung nyaliku pun ciut membayangkan apa yang mungkin kuhadapi kalau sampai aku tak mau bertanggung jawab terhadap putrinya.
Aborsi???
sebejat-bejatnya seorang Wisnu, aku tidak akan menjadi seorang pembunuh.
Tapi mengingat Arini adalah putri tunggal Prabuwijaya, mafia kelas kakap di kota ini, tak urung nyaliku pun ciut membayangkan apa yang mungkin kuhadapi kalau sampai aku tak mau bertanggung jawab terhadap putrinya.
Huft nasib…. Nasib,
Arini sial, Arini bodoh.. umpatku dalam hati.
Wisnu….. sekonyong-konyong Arini
sudah berdiri di hadapanku.
Dag dig dug…. Jantungku semakin
berdegup kencang menunggu apa yang akan dikatakannya.
POSITIF
MAMPUS AKU…….