Dan setelah dua tahun tersesat di belantara ibukota, hari ini saya menemukan rumah kedua setelah my home sweet home di Medan.
Sudah sebulanan yang lalu tiba-tiba saya sangat terobsesi dengan sebuah buku," Rubber"
karya M.H.Szekely Lufols. Buku tua, pertama kali diterbitkan tahun
1933. Setelah mengulak-ulik si raja Tahu segalanya Google, saya
menemukan terjemahan bahasa Indonesia nya " Berpacu Nasib di Kebun Karet", diterbitkan oleh Grafiti Pers.
Dengan mata berbinar-binar saya mulai mencari buku tersebut di semua toko buku online. Mulai dari " Buka Buku", KutuKutubuku"," Buku Kita", "Ini Buku","Belbuk","Gilabuku", "bukubekas".
Singkat kata, semua toko buku online yang tersaji di page nya google
saya jambangi. Hasilnya Nihil. Buku tersebut sudah tidak diterbitkan
lagi. Satu-satunya kabar baik yang saya terima adalah dari
"Palasari.com", yang membalas email saya, dengan sebaris kalimat " Kami
akan membantu anda mencari buku yang anda butuhkan, selanjutnya kami
akan menghubungi anda" , kira-kira begitulah bunyinya. Ya sudah,
tampaknya saya memang harus menunggu.
Tapi saya tidak
mau menyerah.Saya coba hubungi salah seorang teman kolektor buku-buku
lama Om Ahmed Doank. Dan jawabannya lagi-lagi "Nihil". Saya disarankan
untuk mencari ke Kwitang saja. Sebenarnya saya sudah sempat terfikir
untuk kesana, tapi saya tidak berani ke Kwitang, tepatnya lagi saya
tidak tahu dimana Kwitang, dan masalah utama sebenarnya adalah saya
tidak punya teman untuk ke Kwitang.
Saya tahu Kwitang
ya yang ada di adegan film " Ada Apa Dengan Cinta". Pergi sendirian
kesana , menurut saya bukanlah ide yang cemerlang. Bukan, bukan karena
saya kuper atau sosok penyendiri yang tidak punya satu orang pun untuk
menemani jalan. Tapi setelah dua tahun disini, saya bisa menyimpulkan,
tidak ada satu orang pun teman saya yang benar-benar suka membaca, suka
buku, lebih jauh lagi cinta buku. Dan mengajak seseorang untuk menemani
saya mencari kebutuhan saya - yang mana hal tersebut bukan merupakan
kesukaannya- adalah sesuatu yang berat, setidaknya itu menurut saya.
Jauh lebih mudah mencari teman ke salon dan teman shopping ternyata .
Saya
sudah hampir melupakan tentang buku tersebut, sampai seminggu yang
lalu, saya coba lagi mencari-cari di internet. Kali ini saya tidak
mencari toko buku, tapi saya cari di seluruh perpustakaan di Jakarta.
Dan... yup memang benar tempatnya buku itu ya selain di toko buku di
perpustakaan. Kenapa ga terfikir dari kemarin-kemarin ya.
Dan,
sekarang saya ada di perpustakaan itu, letaknya di jalan proklamasi no
41. Tepat berseberangan dengan tugu proklamasi. Tidak sulit mencari
alamatnya, tinggal naik ojek dari depan kos, langsung sampai di depan
gedungnya. Awalnya saya membayangkan perpustakaan kecil, tua dan
berdebu yang akan saya temui. Ternyata..... wuih. ni perpustakaan keren
banget. Gedungnya modern, bersih, canggih dan dingin. ada layanan
internet gratis, dan ada Wifi nya.Benar-benar di luar ekspektasi saya.
Dan yang lebih membuat saya takjub, koleksi bukunya yang sangat
bermutu. Mulai dari filsafat, ekonomi, sejarah,ilmu sosial, biografi
sampai sastra. Tidak main-main , koleksinya bener-bener TOP BGT deh.
Buku-buku yang sudah lama hilang dari pasaran, tersedia disini.
Tempat Membacanya Nyaman Banget |
Bagi
yang suka membaca Biografi tokoh-tokoh dunia. Semua ada, lengkap
komplit plit. Mulai dari Lincoln, Churchill, Jhon Adams, bahkan ada buku
Perjalanan Ibnu Batuta.
Favorit saya tentu saja, rak
sastra. Dan sastra yang dimaksud disini, benar-benar sastra. Dari karya
Sutan Takdir Ali Syahbana, NH Dini, Chairil Anwar, Sumanjaya, Pramoedya
Ananta Toer sampai Seno Gumira Ajidarma. Belum lagi koleksi sastra
asingnya. Rak -raknya dikelompokkan ke dalam sastra Perancis, sastra
Itali, Sastra Jerman, Sastra Rusia, Sastra Jepang, sampai Sastra China.
Aduuh saya mulai melayang nih. Dan saya menemukan Albert Camus, Jean
paul Sartre Nausea. Oh tempat ini benar-benar surga.
Taman Luar, bawa anak juga asik lo |
Sayang
sekali, semua buku yang ada disini tidak bisa dipinjam. Namun mereka
menyediakan layanan fotocopy sampai penjilidan dalam bentuk buku. Wah
sebenarnya saya kurang setuju nih. Bisa dibilang pembajakan buku ga sih
kegiatan foto copy begitu. Tapi, ah sudahlah, saya memkalumi, soalnya
koleksi bukunya benar-benar tidak seperti perpustakaan yang lain. Dan
yang mantapnya, kita bisa pesan buku yang akan difotocopy via telepon,
atau email. Lima jempol deh untuk perpustakaan ini.
Mengenai
buku Lufols yang saya cari. Akhirnya saya benar-benar menemukannya,
bahkan ditambah lagi dengan sastra Belanda yang lain "Max Havelaar"
karya Multatuli. Awesome.
Kenapa saya begitu terobsesi dengan buku Lufols?
Tersebab
oleh tempat tinggal saya yang selalu dikelilingi oleh perkebunan karet
dan sawit. Dari lahir sampai SD, saya tinggal di komplek perkebunan
karena ayah saya bekerja di salah satu perkebunan di Sumatera Utara.
SMP sampai kuliah, walau ayah saya masih bekerja di perkebunan, tetapi
kami sudah tidak tinggal di komplek perkebunan lagi. Eh ga taunya, saya
dapat suami yang pekerjaannya di perkebunan sawit juga. Ya memang jodoh
saya , ga bisa jauh-jauh dari kebun karet dan kebun sawit.
Entah
kenapa, setiap berada di lingkungan perkebunan, terutama saat melihat
pemanen sawit meng-egrek tandan-tandan buah tersebut, atau melihat
penderes karet melintas di depan rumah setiap pagi dengan sepeda yang
disamping kanan kirinya membawa kaleng seukuran kaleng cat 25 kg tempat
menampung getah yang akan disadap, seperti ada sesuatu yang berkelabat
di kepala saya. Berada di lingkungan rumah dinas yang masih berbentuk
asli peninggalan jaman kolonial Belanda membuat saya mereka-reka siapa
ya yang mendiami rumah ini dahulu. Apakah ada yang bunuh diri disini (
banyak kisah-kisah horor yang menghantui rumah-rumah Belanda).Apalagi,
sering saya mendengar ibu-ibu istri atasan saya berkata " Kalau jaman
sekarang sih enak udah lebih bebas, kalau dulu , mana bisa karyawan
bertemu sesuka hati dengan asisten", dan mengalirlah cerita-cerita adab
dan pergaulan di lingkungan perkebunan yang menurut pendengaran saya
menggambarkan kehidupan yang masih bergaya feodalisme.
Hal
tersebut membuat saya selalu membayangkan seperti apa kehidupan di awal
berdirinya perkebunan-perkebunan ini. Bagaimana kehidupan percintaan
noni-noni Belanda. Bahkan saya sempat membayangkan di kamar mana ia
menghabiskan hari-harinya, apa yang dilakukannya, apa isi lemari
pakainnya. Terkadang saat melintas diantara pohon-pohon saga ( pohon
besar berbuah kecil, sangat keras dan berwarna merah darah), saya
seperti tersedot ke tahun-tahun dimana pakaian noni Belanda menggembung
manyapu jalan, dengan payung cantik yang melindungi kulit putihnya,
mungkin juga ia menngendarai kereta kuda kemana-mana, persis seperti
gambaran serial Little Missy di TVRI dahulu.Sayang, di Sumatera Utara
sendiri, sangat sedikit saya temukan literatur yang membahas tentang
zaman kolonial tersebut.
Dan ternyata di perpustakaan
ini, tersaji lengkap semua yang saya ingin baca. Mungkin kalau tidak
lapar saya akan bertapa disini sampai malam.
Oya, nama
perpustakaan ini Perpustakaan freedom, dan ternyata buku Lufols yang
sekarang lagi saya baca adalah buku sumbangan dari Rizal Malarangeng
(penting ga informasi ini :)).
Jam Buka Perpustakaan
Hari Senin-Jumat, pukul 09.00-19.00 WIB
Hari Sabtu, pukul 10.00-17.00 WIB
Minggu dan Hari besar nasional tutup.
Hari Sabtu, pukul 10.00-17.00 WIB
Minggu dan Hari besar nasional tutup.
FREEDOM INSTITUTE
JL. Proklamasi No. 41 Menteng Jakarta 10320
Tel. 021-3100349 Fax. 021-31909227 SMS 021-920 44 888
Yahoo Messenger : perpustakaan_freedom
Tel. 021-3100349 Fax. 021-31909227 SMS 021-920 44 888
Yahoo Messenger : perpustakaan_freedom