Beberapa tahun lalu, bank tempat saya bekerja mengeluarkan peraturan baru.
" Pengambilan uang tunai di kasir , di bawah Rp 5 juta, dikenakan biaya"
Kalau saya ngga salah ingat, saat awal dulu, dikenakan biaya Rp 2.000 per transaksi pengambilan , CMIIW (lupa-lupa inget soalnya).
Sontak para nasabah protes
" Ih apa-apaan sih, duit-duit guweh , mau diambil kok pake bayar"
Selain banyak yang protes, banyak juga yang langsung nuduh
" Wah Rp 2000,- dikali berapa nasabah tuh per hari, per transaksi, per kanca, se Indonesia Raya, udah berapa tuh. Jangan-jangan pendapatan bank-nya cuma dari biaya-biaya ngga jelas gitu"
Wajar saja sih banyak yang protes, namanya peraturan baru, dimana-mana kan memang demikian.
Pada saat itu, perusahaan lagi gencar-gencarnya membangun infrastruktur yang non konvensional, seperti ATM dan EDC. Karena berdasarkan itung-itungan, ternyata jauh lebih hemat biaya transaksi di ATM or EDC dibanding harus menggaji seorang Teller. Ke depannya, malah diharapkan sudah tidak akan ada lagi penambahan unit-unit kerja baru yang tentunya harus diikuti dengan penambahan pekerja.
Kalau semua bisa dilakukan mesin, kenapa harus membayar mahal untuk manusia.
Mungkin kira-kira seperti itu.
Namun ternyata, walau sudah disediakan ATM dimana-mana, karakter nasabah yang memang suka melakukan segala sesuatu secara tradisional belum bisa dihilangkan. Antrian di depan teller masih mengular setiap hari. Sementara itu penggunaan ATM tidak maksimal, beberapa malah tidak bisa mencapai BEP sesuai target, padahal di unit kerja tersebut volume transaksi tarik tunai sangat tinggi.
Maka, untuk memaksa nasabah menggunakan chanel lain selain Teller, bank pun mengeluarkan aturan di atas tadi.
Apakah setelah ada aturan tersebut, transaksi tarik tunai di kasir berkurang?
Awalnya sih, masih banyak juga nasabah yang tetap kekeh, biarin deh bayar Rp 2000 , males ke ATM, antriannya panjang. Padahal, ya ngantri di teller juga sama panjangnya.
Namun, edukasi yang terus-menerus dilakukan ke nasabah akhirnya kelihatan juga hasilnya. Transaksi di ATM meningkat.
Seiring perkembangan jaman, masuklah era digital. Perbankan pun mau ga mau harus ngikut arus kalau ngga mau ketinggalan. Dimunculkan layanan-layanan baru yang berbasis teknologi, SMS banking, mobile banking, internet banking, rekening ponsel dan lain-lain.
Dan lagi-lagi, ternyata semua transaksi melalui piranti digital tersebut menelan biaya per transaksi lebih sedikit dibandingkan dengan menggaji teller atau bertransaksi di ATM. Maka dikeluarkan lagi kebijakan agar nasabah tidak hanya mengalihkan transaksinya di teller tapi juga beralih dari ATM dengan membuat biaya transaksi di mobile dan internet banking lebih murah atau malah gratis dibanding transaksi di ATM.
Semuanya itu tujuannya selain untuk memudahkan nasabah ya untuk menguntungkan perusahaan juga. Karena investasi dengan membangun kantor baru itu jauh lebih mahal ketimbang menambah jaringan berupa e-chanel.
Jadi, tidak sepenuhnya benar, kalau nasabah menganggap pengenaan biaya-biaya receh itu supaya pemasukan bank nambah dari situ.
Tujuan utamanya bukan itu. Utamanya agar nasabah mengalihkan kebiasaan bertransaksiya. Kalaupun ada yag tetep kekeh, lebih milih bayar biaya ketimbang harus bertransaksi di mobile banking, atau internet banking, ya tentu saja biaya yang dibayar menjadi pendapatan untuk bank. Tetapi sebenarnya tetap lebih besar lagi lho biaya yang dikeluarkan bank dibanding pemasukan itu.
Tujuan utamanya bukan itu. Utamanya agar nasabah mengalihkan kebiasaan bertransaksiya. Kalaupun ada yag tetep kekeh, lebih milih bayar biaya ketimbang harus bertransaksi di mobile banking, atau internet banking, ya tentu saja biaya yang dibayar menjadi pendapatan untuk bank. Tetapi sebenarnya tetap lebih besar lagi lho biaya yang dikeluarkan bank dibanding pemasukan itu.
Sama kayak kebijakan pemerintah yang lagi hot-hotnya di bahas di sosmed.
" Belanja di supermarket, mini market, hypermarket, kantong plastiknya tidak gratis, alias bayar"
Iya, mulai tanggal 21 Februari kemarin, kebijakan kantong plastik berbayar mulai diuji coba di beberapa kota di Indonesia.
Seperti biasalah timbul pro dan kontra. Yang paling ngeheits status seorang bapak yang banyak dishare di FB. Blio mempertanyakan hal-hal berikut :
Kemana tuh duit yang 200 perak?
Kok kita masyarakat yang disuruh bayar untuk kresek, pemerintah zalim
Kenapa bukan para produsen yang membungkus produknya dengan aneka plastik tebal yang susah terurai itu yang ditekan, kok malah kita yang disuruh bayar.
Kenapa plastik yang mudah terurai pun harus bayar
Kok... kok... kok...
dan kenapa-kenapa yang lain pun dipertanyakan.
Trus tadi malam, di grup WA yang saya ikuti juga lagi dibahas masalah ini, ditambah lagi pertanyaan
" Kenapa cuma di supermarket, di pasar tradisional dan toko kelontong plastik gratis-gratis aja tuh"
Dan pertanyaan lain juga seputar, kemana itu duit 200 perak yang dibayar konsumen, bentuk kezaliman baru pemerintahkah?
Menurut saya sih, pertanyaan dan dugaan-dugaan itu persis sama dengan kejadian di bank saya kerja yang saya ceritain di atas.
Orang-orang masih mikirin dari segi duit 200 peraknya. Bukan melihat lebih dalam, apa tujuan utamanya.
Jelaslah tujuan pemerintah bukan untuk jualan plastik, jadi ngga perlu dicurigain itu uang 200 peraknya masuk kemana.
Tujuan utamanya : diet plastik
Caranya : memaksa orang bayar untuk dapat plastik
Proses yang akan terjadi : masyarakat keberatan bayar, bawa kantong dari rumah, plastik beredar lebih sedikit.
Akhirnya: masyarakat akan sadar lingkungan.
Akhirnya: masyarakat akan sadar lingkungan.
Coba lihat poster ini biar lebih jelas
Semua pasti ada prosesnya.
Saya rasa kebijakan pemerintah ini sudah baik.
Ada juga yang mempertanyakan, kenapa ga dijual aja kantong kain kayak yang dilakukan sebuah hypermarket itu. Kan jadi masyarakat ga perlu bayar kresek.
Nah lho, disini malah berpikirnya kebalik. Kok orang yang mau menjaga lingkungan yang malah disuruh bayar, sementara yang lain malah digratisin.
Syukurlah sekarang udah dibalik, yang mau kresek silahkan bayar, yang ngga mau ya bawa kantong sendiri. Jadi lebih adil.
Kenapa harus bayar, kok ngga pakai cara ngga usah disediain kresek aja sekalian?
Yaela brooo, mau punya anak aja ada prosesnya apalagi buat nyadarin orang yang lagi pingsan.
Sabaaar, ada prosesnya. Namanya sosialisasi, jadi kudu bertahap.
Sabaaar, ada prosesnya. Namanya sosialisasi, jadi kudu bertahap.
Kok cuma di supermarket sih, di toko kelontong kok ngga?
Lebih gampang sih ya ngaturnya, karena terdaftar. Dan lagian kembali, ada prosesnya, menurut berita yang saya bava ntar ritel tradisional juga diberlakukan kok
Kenapa itu supermarket ga disuruh nyediain kantongan kertas aja biar ramah lingkungan,kayak di luar negeri itu.
Karena kantong kertas juga kurang ramah lingkungan. Kertas kan dari pohon. Kalo banyak pohon dijadiin kertas bisa gundul ntar hutan kita. Makanya semua berproses.
Karena kantong kertas juga kurang ramah lingkungan. Kertas kan dari pohon. Kalo banyak pohon dijadiin kertas bisa gundul ntar hutan kita. Makanya semua berproses.
Tapi, beda dong masyarakat luar negeri dengan masyarakat Indonesia. Disana kesadarannya udah tinggi, disini masyarakatnya masih pingsan.
Padahal dulunya di luar negeri juga melalui proses yang kayak sekarang kita alami. Bedanya mereka udah dari dulu melakukannya, sekarang tingal menjalani menjadi kebiasaan. Lha kita baru mulai, jangan pesimis ah.
Ah, cuma 200 perak, ngga ngaruh, pasti orang bakal lebih milih bayar daripada repot bawa kantongan sendiri?
Siapa bilang? Tuh ternyata ada yang protes , xixixi.
Kalau saya baca berita, sih awalnya mau diterapkan Rp 5000 per kantong, tapi putusnya jadi minimal Rp 200 per kantong. Di beberapa kota ada yang nerapin Rp 1.500 lho.
E... tapi saya setuju sih, 200 perak terlalu murah. Mungkin bisa dinaikin tuh harganya (tapi ntar diprotes maning)
Menurut beritanya sih, kalau uji coba berhasil, ntar bakal diterapkan harga Rp 5000 per kantong untuk ritel modern, dan Rp 500 untuk ritel tradisional
Trus 200 perak dikali sekian dikali sekian itu untuk siapa?
Kalau menurut poster di atas sih, diharapkan bakal kembali ke masyarakat. Kayak untuk beli truk sampah, atau untuk daur ulang sampah. Ntar kalau berhasil uji cobanya, bakal dibuat peraturan khusus untuk ini.
Tapi kalau pun saat ini duitnya itu masuk ke kantong si penjual, emang napa?. Simpel banget sih ya sakjane, kalau memang kita keberatan duit kita yang 200 perak dikali sekian sekian itu jadi menguntungkan pedagang ritel , yo wis lah jangan mau beli kreseknya. Pan tujuannya memang itu. Bawa kantong sendiri aja atau ngga masukin tas, gitu aja repot.
Tapi kalau pun saat ini duitnya itu masuk ke kantong si penjual, emang napa?. Simpel banget sih ya sakjane, kalau memang kita keberatan duit kita yang 200 perak dikali sekian sekian itu jadi menguntungkan pedagang ritel , yo wis lah jangan mau beli kreseknya. Pan tujuannya memang itu. Bawa kantong sendiri aja atau ngga masukin tas, gitu aja repot.
Tapi kan orang ga kemana-mana bawa kantongan sendiri, jadi tetep dong bakal ada kresek berserak walau harus bayar mahal sekalipun
Hmm, kalau saya sih, mau belanja yang banyakan gitu kayak belanja bulanan, biasanya udah direncanain. Jadi seharusnya bisa dong bawa kantongan dari rumah. Kalau belanja dadakan, biasanya kan kecil-kecil dan ngga banyak. Ya udahlah ga udah pakai kantongan, masukin di tas aja, atau tenteng aja.
Jadi, menurut saya, dari pada meributkan dan buru-buru menolak kebijakan yang baik ini, kenapa ga diikuti saja dulu. Ntar kan bakal ada evaluasinya. Dan kita sama-sama mengawasinya.
Padahal gerakan go green udah dari kapan tau lho dilakukan orang-orang. Nah ini yang ribut' ribut dari dulu kemana aja
Padahal gerakan go green udah dari kapan tau lho dilakukan orang-orang. Nah ini yang ribut' ribut dari dulu kemana aja
Percayalah, segala sesuatu itu ala bisa karena biasa. Kalau belum bisa ditahap itu, maka perlu diterapkan ala bisa karena terpaksa.
Nah, sekarang, tergantung kamunya. Mau terus berdebat soal kezaliman pemerintah, atau ikut mendukungnya. Simpel kok, kita cuma dipaksa diet kresek bukan disuruh beli kresek.
Ya... namanya diet, mana ada sih yang ga ada godaannya.
Kalo ga semua perempuan di muka bumi ini udah singset lah kayak Melody jkt48.
Kalo ga semua perempuan di muka bumi ini udah singset lah kayak Melody jkt48.
Ah kamu keren banget sih mba udah langsung update di blog...*lempar bika ambon*
ReplyDeleteSetuju...yang jadi penyebab kita diet plastik tuh apa. Itu yang harus dipikirkan. Susah sih mba kalau apa2 dikaitkan ke politik. Belum apa2 udah defend duluan kan jadinya...
Sekalian pancake durian dong dilempar hahaha. Iyaaa ntar dikaitkan sama wahyudi lagi. Capeee
Deletekalo pasar tradisional biasa masih gratis..., tapi memang penggunaan plastik harus direm sih...,
ReplyDeletekemarin pengalaman pertama belanja di hypermarket (setelah sekian lama nggak belanja), eh, ternyata sudah ada ketentuan kantong plastik berbayar. untung bawa tas bekas goody bag besar. Jadi barang belanjaan bisa diangkut pake tas itu. hehehehe...
ReplyDeleteKalo gw mau belanja biasa nya baw atas ransel, ntar belanjaan nya masukin tas jd jarang minta kresek
ReplyDeleteidem.... aku juga gitu
Deletekecuali klo banyak sih ttp pake kresek
mulai sekarang bawa kantong ah..
Kadang orang udah gedein prasangka nrgativ duluan, susah.
ReplyDeleteSebagai salah satu pecinta alam dari remaja, ini tu udah diperjuangkan oleh banyak komunitas dari jaman baheula, saking ga ada sosmed aja dari kurang menggema
apa2 orang Indonesia mah di protesin ya mba.
ReplyDeleteRp. 200 untuk go green kalah dengan Rp. 18.000 untuk roko.
Mungkin mesti dibarengin dengan sosialisasi abis ini bagusnya pakai kantong plastik yg ramah lingkungan atau gimanaaaa gitu... Saya sih okeh2 aja walau rada bingung juga abis itu buat bungkus sampah pake apa ya...
ReplyDeleteKereeen mba tulisannya..
ReplyDeleteBetewe ada lho yang bilang, ya udah beli minyaknya ga usah pake plastik, langsung diwadahin aja pake tangan.
Lah..koq sesempit itu ya mikirnya?
Diet itu kan fungsinya mengatur yaa..mengendalikan yang bisa dikendalikan. Hadeeeuhh..pada kejauhan mikirnya..wkwkwk
Keren tulisannya mak
ReplyDeleteMengubah kebiasaan memang butuh waktu dan ada aja pro kontra nya ya
Smoga kita slalu berpikir positif aja
Aku saah satu yang ikut menandatangani petisi kantong plastik berbayar, makanya kebijakan inji kabar bahagia banget. Masyarakat emnag harus sedikit dipaksa kalo ngga ya gitu deh hanya segelintir orang yang peduli.
ReplyDeleteSemua memang butuh proses ya Mbak. :)
ReplyDeleteToko saya plastik gratis tapi, Saya tanya dulu ke pembelinya, perlu dibungkus ga? Biasanya pada ga mau dibungkus karena bisa ditaruh di jok atau masukin tas.
SAYA SUKA TULISAN INI .. :) Itu aja.. hehehe
ReplyDeleteaku setuju aja plastik berbayar, supaya lbh memilih bawa kantong sendiri kaya jaman almh.ibu dulu selalu bawa keranjang kalo ke pasar :-)
ReplyDeleteDiet nonton film turki blm disebut :D
ReplyDeleteKalau 200 rupiah emang kemurahan. Kudu dimahalin sekalian.
Ikut aja aku mah.
ReplyDeleteUdah sadar diri, kalo belanja bilang gak usah pake kantong kresek.
(*Baim anak sholeh*)
Aku sih yes bgt sama diet kantong plastik ini. Untuk bumi yang lebih sehat kan yaaaa
ReplyDeleteKarena biasa sedia goodie bag..aku ga drama ngadepinnya. Selow
ReplyDelete