Nah setelah tahu bagaimana tips dan cara Dee menulis novel di tulisan saya sebelumnya, kita lanjut dengan kekepoan saya mengenai proses kreatif dibalik penulisan Supernova. Iya pengen tau pakai banget, soalnya bagi saya pribadi serial Supernova itu merupakan serial yang tidak biasa, yang rasa-rasanya belum ada penulis Indonesia yang menulis seperti itu. Entah ya kalau saya salah.
Ternyata
memang dalam menulis, Dee punya prinsip untuk menulis sesuatu yang ingin ia
baca. Karena ia tidak menemukan novel yang bercerita seperti yang ingin
dibacanya, maka ia menulisnya. Ini Tips juga nih bagi para penulis, Tulis
sesuatu yang ingin kau baca.
IDE AWAL
Ide awal
Supernova itu adalah spiritualitas. Berawal dari tragedy 1998 , dimana saat itu
terjadi konflik yang cukup besar di Indonesia yang dilatarbelakangi agama. Saat
itu ia berfikir, kok bisa orang berperang atas dasar agama. Bukannya agama itu
harusnya rasa cinta, rasa kasih sayang, kepedulian terhadap sesama?. Kok bisa
agama dilegitimasi sebagai alat untuk membunuh. Peristiwa itu membuat ia gemas dan
ia ingin mengajak orang untuk bertanya ke dirinya masing-masing, kenapa itu
bisa terjadi?. Ia ingin mengajak orang bertanya ke dirinya masing-masing seperti
apa cara pandang kita terhadap Tuhan. Karena menurut Dee, cara pandang kita
terhadap Tuhan menentukan cara pandang kita terhadap dunia.
Dari situ
ia mulai menulis Supernova. Dari awal, ia sudah merencanakan untuk
menulis novel dalam bentuk serial. Karena saat Dee menulis buku pertama KPBJ,
ia merasa apa yang ingin ia sampaikan belum selesai. Masih banyak yang mau
dibicarakannya. Makanya diteruskan ke buku ke dua.
Saat
menulis buku kedua Akar, Dee membaca buku JK Rowling, Harry Potter. Disitu dia
tertarik dengan tokoh Hermione dan Ron yang merupakan sahabat sekaligus kaki
tangan Harry Potter. Karena pada dasarnya ia adalah orang yang suka
berkelompok, maka ia pun berpikir untuk membuat empat tokoh di ceritanya. Saat
itu ia membayangkan polaritas yang saling kontras satu sama lain. Seperti
unsur-unsur alam, air, udara, api, tanah. Trus dia pikir gimana kalau membuat
seperti Yin and Yang, tapi kayaknya yang seperti itu sudah biasa, ia pun berfikir
yang lain.
Kebetulan
pada saat itu Dee lagi membaca buku science tentang perkawinan antara Partikel
dan Gelombang. O ya udah dibuatlah satu partikel yang satu gelombang.
Lalu ia
tertarik lagi dengan konsep bahwa manusia ini adalah makhluk unik karena ia
merupakan penghubung antara langit dan bumi. Oke, ide langit dan bumi ia ambil.
Apa yang menyimbolkan langit? Petir. Apa yang menyimbolkan bumi atau tanah?
Akar.
Maka
jadilah empat ide besar.
NAMA TOKOH
Kemudian
beranjak ke pemilihan nama tokoh.
Untuk petir
apa ya yang pas? Hmmm petir, listrik, elektik, muncullah ELEKTRA.
Trus Akar,
akar itu tanaman, pohon, dipilihlah pohon Bodhi, pohon kebijaksanaan, maka
tokohnya bernama BODHI
Karena
sudah satu cewek, satu cowok, biar seimbang, harus ada dua cewek dan dua cowok.
Maka untuk Gelombang , dipilih dari nama-nama gelombang, ALPHA kayaknya oke, yo wis
dipilih Alpha.
Untuk Partikel, Dee sampai membuka puluhan literature, termasuk nyari
dari bahasa Ibrani. Nyari di terjemah-terjemahan yang menarik sampai akhirnya
ketemu bahasa Arab, ZARAH yang artinya partikel terkecil. Sip, Zarah pun
diambil.
Wow, untuk
menentukan nama saja, sedemikian dipikirkan yah. Tapi memang iya sih, kalau nama
tokohnya ngga pas itu, rasanya ada yang kurang dalam sebuah novel. Kayak Siti
Nurbaya, kalau diganti jadi Carissa Putri mungkin kurang terasa ya
perjodohannya, hahaha ngaco.
Nah, itulah
gambaran besar dan ide dasar Supernova.
KARAKTER
Trus mulai
ke karakter. Seperti apa nih tokoh-tokoh yang sudah dipilih Dee.
Mulai dari
Bodhi, Dee ingin menggambarkan bahwa Bodhi itu akar tapi yang tercerabut dari
akarnya. Makanya diceritakan Bodhi itu yatim piatu, tidak tahu orangtuanya
siapa, hidupnya tidak jelas. Seperti itulah Bodhi.
Kemudian,di
Petir, karena Dee suka keberagaman, maka ia ingin memasukkan tokoh yang
menggambarkan keberagaman itu di Petir. Maka Elektra digambarkan sebagai gadis keturunan
Chinese. Biar gampang dikasih marga yang biasa ada di Indonesia, Wijaya, jadilah Elektra
Wijaya. Karakter Elektra sendiri diambil dari adik kandung Dee, yang mana
orangnya kocak,ngga punya motivasi hidup tapi sebenarnya berprestasi. Maka
jadilah tokoh Elektra seperti di Petir. Hayoo baca dulu sono biar ngeh.
Nah karena
Elektra itu digambarkan sebagai sosok perempuan yang yaah gitu deh, maka Zarah
harus kebalikannya. Biar kontras. Maka Zarah diberi karakter sebagai perempuan
tangguh. Apa yang mewakili ketangguhan?, diberilah ia hobi traveling,
fotografi. Widdiiih, emang bener sih ya, perempuan yang hobi traveliing dan fotografi itu kesannya memang tangguh, kayak Trinity itu ya kan?.
Dee sama sekali tidak mengerti fotografi lho waktu nulis Zarah, maka ia sengaja ambil kursus fotografi, biar tahu bagaimana dunia Zarah. Trus karena Zarah berasal dari bahasa Arab, ya udah sekalian aja Zarah dibuat keturunan Arab.
Dee sama sekali tidak mengerti fotografi lho waktu nulis Zarah, maka ia sengaja ambil kursus fotografi, biar tahu bagaimana dunia Zarah. Trus karena Zarah berasal dari bahasa Arab, ya udah sekalian aja Zarah dibuat keturunan Arab.
Nah terus
tokoh Alfa di Gelombang.
Karena Dee
merasa bahwa ia adalah seorang batak Murtad, orang Batak tapi lahir di Bandung
dan ngga ngerti bahasa Batak, maka ada rasa bersalah dalam dirinya dan ia
memiliki keinginan untuk mendedikasikan satu tokoh dalam bukunya untuk orang
Batak. Maka jadilah si Alpha sebagai orang Batak. Awalnya marga Alpha adalah
Siagian, karena suku batak itu kan sangat sensitive dengan marga, makanya Dee
ambil marga dia sendiri. Minimal kalau di ceritanya si Alpha kenapa-kenapa,
ngga ada yang protes, lha marga-marga guwe, hahaha. Namun dalam perjalanannya
menulis Gelombang, tokoh Alpha berubah merga menjadi Sagala, karena saat ia riset
tentang sejarah batak ia melihat di sejarah Sianjur Mula-mula ada story yang menarik
untuk diceritakan. Tapi marga Siagian hampir tidak ada di Sianjur Mula Mula.
Marga yang dominan adalah Limbong atau
Sagala. Akhirnya ia pilih Sagala, jadilah Alpha Sagala.
Oya yang belum pada tahu, Sianjur Mula Mula itu adalah nama sebuah desa di Tapanuli Utara, dekat dengan Pangururan. Disitulah asal muasal sejarah suku Batak yang ada di Sumatera Utara. Walaupun saya bukan orang batak, saya tersanjung banget nih, Dee mau nulis di buku Gelombang dengan Setting tanah Batak yang notabene berada di Sumut. Bahkan teman-teman kantor jadi pengen baca Gelombang, karena saya bilang ada sejarah tentang Batak disana, hahaha.
SKETSA
TOKOH
Biar lebih
jelas lagi , karakter para tokoh ini dibuat sketsa oleh Dee. Tapi karena ia
tidak bisa membuat sketsa diundanglah seniman untuk membuatnya.
Alpha
disketsakan pria dengan jas dan dasi, rapi. Maka Bodhi harus kebalikannya,
memakai jeans dan baju robek, sepatu Converse. Pokoknya kontras, karena yang
kontras-kontras itu menarik. Kontras itu sumber konflik, dan dari konflik
banyak tersimpan cerita. Demikian juga Elektra dan Zarah.
Awalnya Dee
ingin membuat para tokoh itu dalam satu bab- satu bab. Tapi ketika menulis
Akar, yang tadinya Bodhi cuma satu bab kok tahunya malah panjang, jadilah satu
buku sendiri tentang akar. Kalau akar dikasih jatah satu buku, masa yang lain cuma
kebagian satu bab, maka biar adil jadilah empat buku.
Dari
Trilogy sampai Heksagonal.
Jadi
awalnya Trilogi, di tengah jalan jadi empat, eh malah sekarang jadi enam. Upps,
kayaknya Dee keceplosan hahaha. Pssst jadi bocorannya nih, masih ada dua buku
lagi. Yang berikutnya adalah Intelegensia Embun Pagi tokohnya Gio, yang ada di
bab awal Gelombang,. Yang terakhir, Dee ngga mau ngasih tahu, aaaah. Biarlah
menjadi misteri, biar penasaran .
Kenapa jadi
enam?.
Karena bagi
Dee, alam itu adalah sumber inspirasinya. Karena enam, heksagonal itu bahasa
alam. Seperti molekul air, seperti rumah lebah. Kalau empat, menurutnya tidak
seimbang.
Saat
menulis akar itulah Dee lagi kesetrum berat. Kesetrum ide, semua ide
menggonggong minta perhatian. Akhirnya untuk menenangkannya, dibuatlah
satu-satu halaman dulu untuk menenangkan mereka. Just show the character
feels.
Bank Data
Penulis
Di buku Gelombang, ada cerita tentang kegemaran tokoh Alpha membaca Ko Ping Ho. Jadi ada peserta yang nanya apa Dee memang beneran hobi baca ko Ping Ho. Hahaha pertanyaannya seru. Ternyata Dee bukan pembaca
kopingho. Tap abang Dee adalah pembaca komik silat. Jadi dulu ceritanya saat
kecil, ibunya tidak suka abangnya baca-buku komik, karena bagi ibu Dee komik
itu memberi pengaruh buruk. Akhirnya si abang suka baca komik sambil ngumpet di
kamar mandi. Nah, cerita itu ada di bank data Dee. Ko ping Hoo melekat di
ingatannya karena kebiasaan si abang. Kalau Ia sendiri sukanya baca Wiro
Sableng malah, xixixi.
Hal lain
yang ada di bank datanya dan dimasukkan ke dalam karyanya adalah tentang hobi
mengisi TTS. Makanya di Gelombang, Dee bercerita kalau TTS gambarnya waita
santun, pasti TTS nya susah, kalau gambarnya seronok TTS nya mudah, karena ia
memang hobi ngisi TTS. Hahaha, ada ada saja yah. Banyak hal-hal seperti itu yang dimasukkan
dalam cerita. Terkadang ia malah sudah tidak tahu lagi mana yang riil mana yang
tidak
Contoh
lain, Bukit Jambul dalam Partikel
Inspirasi
bukit jambul datang saat Dee bolak-balik melakukan perjalanan Jakarta-Bandung
melalui tol. Di sepanjang perjalanan yang ia lihat hampir semua bukit gundul,
berubah jadi ladang atau kebun teh. Tapi ada satu bukit yang beda dari yang
lain. Di bukit itu malah pohonnya besar-besar dan tinggi-tinggi. Ia berfikir
kok bisa ya pohon-pohon itu dibiarkan ngga ditebang seperti bukit lain.
Nah di buku
Partikel, saat menulis tentang Firas, ayahnya Zarah, ia butuh satu tempat
mistis. Mulailah ia mencari di bank datanya, ada tidak tempat mistis yang punya
story. OOo, ada, ternyata yaitu si bukit. Karena bentuknya yang mirip jambul,
maka jadilah ia bukit jambul yang melengkapi cerita.
Aduh saya patah hati banget nih, mengetahui kalau Bukit Jambul itu ternyata fiktif belaka. Ada juga peserta yang langsung protes dan bilang kepatah-hatiannya, hahaha ini peserta pada parah amat yak.
Aduh saya patah hati banget nih, mengetahui kalau Bukit Jambul itu ternyata fiktif belaka. Ada juga peserta yang langsung protes dan bilang kepatah-hatiannya, hahaha ini peserta pada parah amat yak.
Sebetulnya kita semua pasti punya bank data,
yang mungkin sudah jarang dilihat, atau malah sudah dilupakan. Padahal ada
banyak story di sekitar kita yang pastinya masuk ke dalam bank data. Jadi
sebenarnya tidak pernah ada istilah kekurangan ide. Ide itu banyak dan ngga habis-habis,
masalahnya kapan dan bagaimana kita mendengar dengan benar ide-ide tersebut.
Nah itulah
proses kreatif di balik penulisan Supernova, ckckckck kalau kita pikir-pikir
mungkin banyak juga yah penulis yang memiliki cara seperti Dee Lestari ini,
tapi kok ya ekseksinya beda.
Disamping
proses kreatif Supernova, saya juga bertanya kepada Dee, siapa penulis atau
buku yang menjadi sumber inspirasi Dee selama ini
Siapa yang menginspirasi Dee dalam menulis?
Penulis yang menjadi katalisator Dee dalam menulis adalah buku
Sapardi Joko Darmono. Membaca karya-karya Sapardi membuat Dee menjadi orang
yang puitis. Ia sangat mengagumi penulis yang satu ini. Pernah ada lomba
menulis yang ketua dewan jurinya adalah Sapardi, Dee langsung ikutan, tujuannya
mau membuat Sapardi terkagum-kagum dengan karyanya yang ia rasa Wow itu.Tapi
ternyata masuk final pun tidak. Dulu juga saat membaca cerpen-cerpen di Anita
Cemerlang ( yea elaaa, itu tahun berapa yah xixixi, saya juga dulu koleksi
cerpen-cerpen Anita), ia membatin kok bisa cerpen kayak gini lolos, perasaan
cerpenku lebih keren. Eh pas dikirim malah ngga keterima hahaha, sama banget
nih seperti perasaan kebanyakan penulis kayaknya.
Nah saat itu ia punya pilihan untuk berhenti, karena merasa gagal
membuat Sapardi tercengang, gagal menembus majalah . Tapi untungnya ada sifat
songong dari Dee, “ Ah belum rezekinya Anita, belum rezekinya pak Sapardi untuk
berjodoh dengan tulisanku”. Hal ini yang membuat Dee terus menulis.
Namun bagaimanapun ada juga perasaan krisis kepercayaan diri. Akhirnya
tulisan-tulisan itu hanya disimpan , tidak pernah dipublikasikan.
Penulis yang menginsipirasi lainnya adalah Ayu Utami
Saat itu ia merasa kok buku-buku yang ada rasanya jadul banget.
Tidak ada karya yang kontemporer. Sampai ia membaca “ Saman” Ayu Utami.
Membacanya , ia kayak dihunus oleh pedang, damn kok ada orang yang bisa nulis
kayak gini, guwe kemana aja. Nah, ada seorang temannya yang mengetahui selama
ini ia hobi menulis, langsung nyolot, “ Makanya Lu jangan ngomong aja, berkarya
dong”. Plak, rasanya kayak ditabok dua kali. Tidak lama, 2 tahun
kemudian, tahun 2000 Dee menulis Supenova, prok… prok.. prok.. Walaupun
berjarak dua tahun sejak membaca Saman, ia merasa bahwa ada bagian karya Ayu
yang ikut mendorongnya untuk terus menulis.
Dan yang ketiga adalah Dan Brown
Kalau yang ini, sepertinya semua orang mengaguminya yah, saya pun
termasuk fans nya, walau yang dibaca cuma Davinci Code hahaha. Bukunya itu
selalu membuat pembaca ngga bisa berhenti, karena dalam setiap akhir bab ia
selalu mengakhiri dengan pertanyaan. Ini mungkin salah satu contoh novel yang
Page Turner ya.
Dan ada satu lagi penulis Thailand yang tinggal di Amerika,
namanya suseh ntar ye aye googling dulu.
Lalu, pengen tahu juga dong yah, kapan waktu Dee menulis
Kapan waktu Dee Menulis
Dee menulis saat subuh sebelum memulai aktivitas apapun. Saat anak
belum bangun, saat rumah belum heboh. Kemudian dilajutkan lagi saat siang hari
kalau sempat. Yang penting bagian besarnya itu sudah dilakukan saat subuh. Jadi
bukan berarti penulis itu harus begadang-begadang dan bersahabat dengan hantu
malam, karena hantu siang juga asik lho diajak kerjasama. Menurutnya juga yang
namanya kegiatan menulis itu ngga perlu didramatisir. Kayak yang harus sambil
mendengarkan lagu mellow, sambil minum kopi, atau sambil melihat rintik hujan.
Hahaha kebayang yah kelebay-an penulis. Pokoknya kalau memang serius mau jadi
penulis, ya buat menulis itu menjadi kegiatan professional, layaknya pekerja
kantorang, yang duduk di meja mengerjakan berkas-berkas, dokumen pekerjaan, yah
penulis pun seperti itu. Sehingga ngga perlu nunggu mood datang baru mulai
nulis.
Bagaimana caranya supaya semangat terus dalam menulis?
Nah, banyak juga nih kata Dee penulis yang selalu nanya, bagaimana
caranya supaya terus semangat dalam menulis. Jawabannya?, ngga ada caranya.
Karena yang namanya semangat itu pasti naik turun. Dee sendiri kadang kala ngga
mood untuk nulis, saat bosan gitu malah mainan twitter. Tapi itu lebih
realistis daripada kita punya ekespektasi bahwa kita harus semangat terus. Tapi
yakinlah ada saat –saat dimana ide itu mengalir lancar kayak keran bocor. Nah
saat itulah bisa menggantikan hari-hari dimana kita kehilangan semangat.
Sudah selesai deh semua pemaparan dan sharing dari Dee Lestari.
Dee berharap kedatangan para peserta Dee's Couching Clinic ini bisa menjadi
setruman untuk menyelesaikan apa yang belum selesai, atau malah memulai untuk
menulis. Kalau menulis novel saja bisa dikuantifikasi apalagi menulis blog yah,
hahaha cetek banget lah. 400 kata sekali posting, seminggu sekali saja
postingnya, dalam setahun sudah jadi berapa buku tuh. Aduh, dakuh tersindir, sudah bertahun-tahun ngeblog kok yah gitu-gitu aja.
Ia ingin dapat report dari
peserta suatu hari nanti, apa sih yang sudah dilakukan setelah mendapat sharing
darinya. Terakhir, ia berharap mudah-mudahan apa yang dibagi Dee kepada para
peserta bermanfaat dan memacu semangat untuk menulis. Bermanfaat banget lah ya.
Acara ditutup dengan book signing dan foto bareng seluruh peserta. Aaaah sungguh hari yang sangat indah dengan ilmu yang luar biasa. E... tapi masih ada lho cerita waktu saya lunch bareng Dewi Lestari dan Ika Natasha. Nantikan di tulisan selanjutnya, eeeaaaa sok ngartis.
Makasih banyak Dee Lestari
Makasih Bentang Pustaka
Makasih Kumpuan Emak Blogger
Keren bangettt ya si Dee
ReplyDeletemakasihh mbak sudah dibagi ilmunya... lengkap banget :)
Jadi serius, Mbak, Dee bilang kalau kpbj itu prekuel dari supernova? Masih ada dua lagi? Aaaaakkk XD
ReplyDeleteterimakasih udah berbagi ya, mbak.
wih asik banget bisa dapet sharing menulis langsung dari beliau, mba.
ReplyDeletemakasih juga udah mau bagi ilmu sharingnya ke saya yang ga bisa ikutan ini. Hehehe
Dee...memang sangat mendetail dan selalumemakai riset bila ingin menulis, yaaitu...kalau pake beginian langsung lemes dan malas aja....hahaha...tapi salut sama dia karya dia memang berbeda dan sangat "Dee"
ReplyDeletelengkap banget berasa ikut hadir dan datang mendengarkan Dee..makasih mbak Windi sharing ilmunya....
ReplyDeleteWeits, keren euy mbak Windi bisa mendengar sharingnya Dee, si penulis yang gaya bahasanya cetar, heheh. Apalagi karya Supernovanya yang membahana itu.. :)))
ReplyDeletewow ternyata detail banget ya
ReplyDeleteMaaaak, jadi dirimu dapat hadiah LUNCH bareng doi??
ReplyDeleteEnvyyy envyyyenvyyyy
bukanbocahbiasa(dot)com
sejak Dee jadi penulis novel, belum ada satupun novelnya yang saya baca. Tapi, semua lagu ciptaannya bagus-bagus :)
ReplyDelete