Sekarang
ini di kantor saya sedang musim infused water. Terutama pekerja wanita. Rata-rata
membawa tumbler minuman sendiri dari rumah yang sudah diisi dengan irisan buah
jeruk. Biar langsing katanya. Saya pun ikutan dong, soalnya sejak melahirkan
berat badan saya belum kembali ke kondisi semula, masih lebih sekitar 5 kiloan,
duuuuh.
Kalau
yang wanita hobinya bawa infuse water , pekerja pria sukanya minta sama pekerja
wanita, cape deeeeh. Isi infuse water teman-teman saya adalah jeruk lemon yang
berwarna kuning itu, yang import, yang hargaya mahal gilak. Masa beli 4 buah
saja dibandrol 50-an ribu, ish ish mahalnyaaaa.
Makanya
saya tidak ikutan pakai jeruk lemon, saya lebih memilih infused water dengan
buah jeruk nipis atau jeruk kasturi, tergantung mana yang ada. Pertama murah,
kedua rasanya memang asem-asem seger , ketiga teman kantor banyak yang ogah,
maunya jeruk lemon yang mahal, jadi infuse water saya selamat dari perampasan
sepihak, hahaha. Lagipula, di rumah saya memang menanam jeruk kasturi, jadi
kalau lagi berbuah ya tinggal dipetik saja, tidak perlu beli.
Jeruk Kasturi di Halaman Mungil Saya |
Kebiasaan
mengkonsumsi buah , termasuk infused water ini memang sudah menjadi kebiasaan
keluarga saya dari dulu. Jadi bukan karena lagi ngetren. Soalnya yang namanya
buah, terutama buah lokal selalu ada di halaman rumah kami.
Saya dan Buah Lokal
Ayah
saya bekerja di sebuah perusahaan perkebunan di Sumatera Utara. Yang namanya
pegawai perkebunan, tempat tinggalnya disediakan perusahaan. Kami tinggal di
komplek perumahan nun jauh di Sumatera Utara. Lingkungan sekitarnya asri,
banyak pohon-pohon di dalam komplek perumahan. Selain pohon karet dan sawit yang
memang merupakan komoditi perusahaan, banyak juga pohon buah yang tumbuh begitu
saja, dimana-mana tanpa ada pemiliknya. Seperti pohon rambutan, pohon kelapa, mangga,
buah boni ,alpukat,belimbing,sawo,manggis, rambe, sampai pohon saga yang buahnya merah keras dan
tidak bisa dimakan itu.
Kalau
anak jaman sekarang, mengisi liburan dan waktu bermain dengan main PS, atau
bermain di timezone di mall, masa kecil saya berbanding terbalik. Sore hari
sepulang ngaji, kegiatan kami bermacam-macam, yang pasti semuanya kegiatan
outdoor. Yang paling saya ingat, saat buah boni di komplek lagi berbuah.
Buahnya yang merah sampai kehitaman itu begitu menggoda untuk dipetik. Pohonnya
yang tinggi menjulang tak menyurutkan langkah kami.
Buah Boni Kesukaan Saya |
Kecil-kecil
kami sudah memiliki jiwa tim yang kuat lho. Jadi, saya dan teman-teman membagi
masing-masing anak sesuai kemampuannya. Beberapa orang sebagai pemanjat,
beberapa sebagai penampung buah yang jatuh. Jadi nampungnya pakai kain lebar.
Soalnya buah boni itu kecil dan lembut, kayak buah anggur ukuran mini. Jadi
kalau sempat jatuh ke tanah, bisa bonyok. Nantinya mereka akan lari kesana
kemari, menampung buah yang kami lempar dari atas.
Pemanjat
sendiri dibagi lagi jadi beberapa anak.Saya yang bertubuh kecil dan jago
memanjat, kebagian tugas untuk memanjat sampai pucuk pohon, ada yang kebagian
sayap kanan dan kiri juga. Pokoknya, satu pohon itu kami gerayangi ramai-ramai.
Disamping
itu, ada juga beberapa orang yang bertugas sebagai tim pengintai, untuk
memperingatkan pemanjat kalau ada centeng yang datang. Centeng itu sama seperti
satpam di perkebunan. Kami dilarang untuk memanjat pohon, ditakutkan jatuh dan
terluka, makanya ngambil buahnya harus cepat-cepat, ngga bisa sambil
leyeh-leyeh. Begitu centeng datang, kami kabur berhamburan. Saya yang
berada di atas pohon pun sigap melompat, maklum badan mungil, jadi lebih gesit.
Seru sekali.
Kalau
sudah terkumpul banyak, baru kami makan ramai-ramai di bawah pohon saga atau
pohon karet. Aiiih masa kecil yang sangat menyenangkan. Sayang buah boni sudah
jarang sekali saya temukan sekarang.
Buah Rambe |
Selain
buah boni ada juga buah yang memorable buat saya yaitu buah rambe. Buah rambe
itu hampir mirip dengan buah langsat atau duku. Hanya rasanya asam, dan daging
buahnya susah terlepas dari biji, ngga seperti duku.
Saat
pohon rambe mulai memunculkan bunganya pun, kami mulai heboh lagi, merasa
memiliki tantangan selanjutnya. Begitu buahnya matang sempurna kembali tim
solid kami beraksi. Pohonnyaaaaa waduh jangan ditanya, tinggi bener. Sekitar
tiga meter ke atas hanya batang saja, kemudian baru ada rantingnya. Jadi kalau
memanjatnya harus dengan semangat tinggi, kalau tidak, bisa putus asa di tengah
jalan. Disamping itu, pohon rambe ini juga banyak dikerubutin semut merah.
Menyiasatinya, sebelum memanjat, kami melumurkan seluruh tubuh dengan abu padi
( abu gosok yang terbuat dari sekam padi), bisa juga dengan melumurkan minyak
tanah. Cara itu ampuh lho menjauhkan semut dari tubuh kami. Kalau sudah di
atas, bawaannya ngga mau turun, soalnya asik sekali makan buah rambe sambil
duduk-duduk di atas pohon. Ah indahnya.
Karena
itu, dari dulu saya tahunya buah ya buah lokal. Yang namanya buah anggur, apel,
kiwi, plum itu hanya saya lihat di televise. Sekali-kali ibu saya membelinya
kalau ke kota Medan, jadi buah impor itu seperti buah dalam mimpi saja bagi
kami.
Kecintaan
saya terhadap buah lokal tidak sampai disitu saja. Sejak kecil ayah saya punya
kebiasaan unik. Saat ulang tahun, kami anak-anaknya mendapat hadiah istimewa
berupa bibit buah kesukaan kami. Saya mendapat bibit sawo, abang saya bibit
mangga, adik saya bibit jambu kelutuk.
Bibit
buah ini kami tanam di halaman rumah. Karena yang dibeli ayah bibit buah
cangkokan, masa berbuahnya pun tidak terlalu lama. Sekitar 3-4 tahun kemudian
kami sudah bisa menikmati buah milik kami sendiri. Huwaaaa senangnya tidak bisa
dilukiskan. Menikmati manisnya buah sawo, lezatnya buah mangga dan rapuhnya
buah jambu dari hasil perawatan kami. Biasanya kami saling tukar menukar buah
yang kami punya. Kenangan masa kecil yang sulit untuk dilupakan.
Kira-kira
setahunan lalu, saat jalan-jalan ke Giant Supermarket, saya melihat buah jambu biji yang hijau ranum dengan kulit buah mulus. Wah, surprised sekali,
soalnya sudah lama saya tidak melihat buah jambu biji seperti itu. Sejak SMA
saya sudah meninggalkan kampung halaman. Berpindah-pindah dari Jakarta-Jogja
hingga sekarang bermukim di kota Medan. Selama ini saya tetap rutin
mengkonsumsi buah seperti buah masa kecil dulu, selera saya tidak berubah.
Namun khusus buah jambu, saya biasa makan jambu yang sudah menjadi manisan. Itu
lho jambu biji berwarna hijau berukuran besar yang sering dijual di Pasar
Petisah Medan. Rasanya memang renyah dan manis nian. Sering jadi cemilan saya
di kantor maupun saat nonton tivi di rumah.
Manisan Jambu Medan |
Nah saat melihat label di plastik jambu itu saya baru tahu kalau namanya adalah jambu crystal, ditulis Crystal Guava. Kulit buahnya mulus, dan warnanya hijau cerah. Jujur saya kaget, kok buah di kampung saya bisa masuk supermarket ya xixixi. Berasa aneh.
Soal buah jambu ini saya punya cerita lucu. Dulu, ada mitos kalau makan buah jambu tidak boleh sama bijinya, nanti pupnya bisa keras, trus bisa kena batu ginjal, tambahan lagi, kalau termakan bijinya ntar bisa tumbuh lho di dalam perut. Sejak itu, saya jadi takut makan jambu biji, atau jambu crystal ini, soalnya saya suka sekali makan bijinya. Karena di bijinya itulah rasa manis jambu paling maksimal, ditambah bunyi klutuk-klutuk saat digigit membuat biji jambu menjadi bagian favorit saya, anak yang aneh.
Crystal Guava Sun Pride |
Kalau
sekarang sih saya sudah tidak takut lagi. Apalagi sejak saya tahu bahwa Crystal
Guava mengandung vitamin C yang sangat tinggi, lebih tinggi dari buah jeruk
yang selama ini saya kira merupakan sumber vitamin C utama. Kalau makan jeruk
bisa membuat segar, makan jambu crystal bisa membuat segar, plus kenyang lagi,
hahaha cocok sekali untuk program diet saya yang suka hilang timbul.
Bertentangan
dengan mitos selama ini yang saya dengar bahwa mengkonsumsi jambu bisa membuat
BAB keras ternyata salah besar. Buah jambu yang sering juga disebut buah super
ini ternyata mengandung banyak serat, empat kali lebih banyak dari buah nenas.
Tahu kan kalau banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat
pencernaan kita akan menjadi lancar.
Ditambah
lagi, jambu mengandung banyak kalium. Selama ini saya tahunya buah yang
mengandung banyak kalium adalah pisang. Makanya kemarin saat anak saya Tara
kembung dan susah BAB, oleh dokter disarankan banyak-banyak makan pisang dan
diberi suplemen makanan yang mengandung kalium. Ternyata jambu mengandung
kalium yang lebih banyak dari pisang.
Selain
itu ternyata oh ternyata jambu mengandung antioksidan juga lho. Wow, kirain
hanya anggur dan acay berry yang mengandung antioksidan, jambu juga iya.
Antioksidan itu fungsinya untuk mencegah penuaan dini, dan baik untuk kulit.
Wah
ngga salah dong selama ini saya suka ngemil jambu yang belakangan saya tahu
namanya itu jambu crystal. Sudah mengenyangkan, kaya vitamin C, banyak serat,
bikin kulit sehat lagi. Tapi kalau dulunya saya makan jambu crystal ini
kulitnya saya buang, sekarang sudah tidak. Saya makan sama kulitnya juga,
karena faktanya di kulit jambu itulah vitamin C nya paling banyak. Huehehehe
untunglah say baca-baca websitenya Sunpride , banyak info sehat dan info
menarik tentang buah yang saya dapat.
Ngga
perlu cari buah impor untuk sehat, buah lokal pun kandungan gizi dan manfaatnya
lebih dari yang kita butuhkan.
Saya
dan Sunpride
Jujur
saja, saat melihat buah dengan label Sunpride pertama kali saya pikir Sunpride itu merek buah impor. Soalnya buahnya halus mulus dan warnanya cakep
banget, harganya juga sedikit lebih mahal dibanding buah lokal tanpa merek.
Waktu itu saya mau beli buah untuk oleh-oleh ke rumah mertua. Karena mertua
sudah tua, ya pilihan buahnya pisang dan anggur saja, yang lembut-lembut. Saya
langsung beli pisang Sunpride, mau ke mertua gitu lho.
Saat
saya berikan, oleh mertua saya pisangnya malah disayang-sayang. Eman-eman
katanya dimakan, buahnya bagus banget, hahahaha. Sejak itu, setiap ke rumah
mertua saya bawanya pisang Sunpride soalnya bapak senang sekali dengan pisang
itu.
Saya
baru tahu kalau Sunpride itu termasuk grup Sewu Segar Nusantara dimana 80 % produknya
adalah buah local dari membaca ulasan seorang blogger. Memang ya, kalau
bertandang ke blog para blogger itu banyak informasi baru yang bisa didapat.
Sunpride
itu ternyata juga bekerjasama dengan para petani lokal kita untuk menghasilkan
aneka buah yang cakep-cakep itu. Para petani dididik dan dibina agar bisa
menghasilkan buah dengan kaulitas yang distandarkan Sunpride. Maka tidak heran
kalau buah-buah dengan label Sunpride itu berpenampilan ala buah impor yang
ciamik, karena memang Sun Pride menerapkan standar mutu yang tinggi sebelum
buah dilempar ke pasar. Bukan hanya dari segi produksi, pengemasan dan
distribusi pun punya standar sendiri. Seperti plastik yang digunakan untuk
membungkus buah, itu plastik khusus yang tidak membuat buah berkeringat saat
dibungkus. Atau saat penyimpanan dan distribusi, suhu ruangan tempat buah
ditempatkan selama perjalanan menjadi perhatian yang sangat penting, karena
suhu bisa mempengaruhi tingkat kematangan dan kesegaran buah. Jadi, yaaa
wajarlah kalau harganya sedikit di atas buah non merek.
Mengetahui
kalau Sunpride itu kerjasama dengan petani dan ternyata memiliki komitmen untuk
menyediakan buah segar yang 80 persennya adalah buah local, saya jadi semangat
membeli buah Sunpride setiap ke Giant. Iya di Medan, Sunpride dijual di
Hypermart dan Giant. Yah, mana yang lebih dekat ke rumah lah yang saya sering
samperin.
Cinta Buah Lokal
Banyak hal yang membuat saya begitu mencintai buah lokal dan lebih memilih buah lokal untuk keluarga saya.
Buah Kesukaan Tara |
Pertama,
karena keluarga saya banyak yang berprofesi sebagai petani. Dengan mengkonsumsi
buah local, saya ingin turut membantu perekonomian para petani Indonesia. Jika
para petani kita sejahtera tentu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia
juga. Lebay ya saya, ngga kok saya memang selalu berpikir global dengan
bertindak secara lokal.
Kedua,
buah local itu memiliki nostalgia tersendiri bagi saya. Setiap menyantap jambu
biji, sawo, rambutan, saya langsung teringat masa kecil saya yang begitu
bahagia. Ada banyak cerita yang bisa saya bagi ke anak saya, saat menyantapnya.
Tentang kenakalan saya, tentang manisnya buah-buah tersebut sampai manfaat buah
yang saya tahu, baik dari membaca maupun dari petuah para orangtua dahulu.
Kemudian
lagi, saya ingin mengkampanyekan gerakan go green. Beberapa kali saya sudah
tulis diblog ini, bahwa barang-barang impor termasuk buah turut menyumbang
polusi bagi lingkungan kita. Karena untuk sampai ke tangan kita, mereka harus
melewati separuh belahan dunia, menghabiskan avtur, yang semuanya itu memberi sumbangsih
bagi kerusakan lingkungan dalam jangka panjang.
Dengan
mengkonsumsi dan membeli buah lokal, biaya transportasi termasuk penggunaan
bahan bakar tidak sebesar proses impor.
Dan alasan yang paling penting, buah lokal itu lebih segar dan lebih sehat dari buah impor, karena tidak mengandung bahan pengawet. Dalam pengemasan juga tidak memakai lilin atau bahan pelapis agar buah terlihat mengkilat dan awet dalam waktu lama. Yah soalnya kan buah impor harus mengalami perjalanan berhari-hari sebelum sampai ke tangan pembeli. Buah-buah dari Sunpride juga tidak mengandung bahan pengawet lho, kesegaran dan keawetan buah disiasati dengan pengemasan yang baik, dan distribusi yang tetap memperhatikan suhu ruangan tempat buah berada. Sehingga bisa tetap segar tanpa diawet-awetkan.
Namun,
walau demikian, saya tetap memilih buah lokal yang berkualitas baik untuk
keluarga saya. Bukan sembarangan buah lokal. Apalagi untuk saya yang
sehari-hari bekerja, hanya bisa belanja seminggu sekali. Maka kualitas buah
yang saya beli harus yang sudah teruji dan bisa tahan saya simpan selama
beberapa hari. Sunpride memenuhi criteria dari buah local yang saya inginkan.
Saya dan Gaya Hidup Sehat
Selain
itu, kandungan dan khasiat buah lokal yang kita miliki tidak kalah dengan buah
impor. Semakin kita mencintainya, kita konsumsi, semakin tertarik kita untuk
mengetahui apa khasiat di baliknya. Limpahan buah-buahan di tanah air tidak
hanya menyehatkan badan tapi juga memiliki berbagai khasiat untuk penyembuhan
dan mencegah penyakit.Seperti Crystal Guava yang berkhasiat untuk mencegah dan mengobati diabetes.
Belanja buah memang sudah masuk dalam pos belanja keluarga setiap bulannya. Kalau tidak ada buah di kulkas Tara pasti kecarian, bolak-balik buka tutup kulkas. Apalagi suami saya. Ia adalah seorang perokok. Belakangan ini ia sedang dalam proses untuk berhenti merokok. Salah satu usaha saya untuk menyukseskan program berhenti merokok suami adalah dengan menyediakan buah setiap harinya di rumah. Karena kata suami saya, mulutnya suka pahit kalau tidak merokok. Ih alasan saja. Pokoknya selama ada buah, mulut pahit bisa teratasi.
Kalau Makan Buah, Suka Asik Sendiri |
Gara-gara kebiasaan mengkonsumsi buah yang sudah rutin ini, suami suka uring-uringan kalau ngga makan buah sebelum makan. Pernah, sepulang kerja suami mau makan buah, ternyata di kulkas buah tidak ada, dihabiskan Tara. Padahal dia sampai di rumah sudah pukul sepuluh malam. Jadi deh malam itu kami gentayangan ke tukang jual buah yang masih buka. Untungnya ada minimarket 24 jam yang masih buka dan menjual buah. Pokoknya saya kapok deh tidak mengecek ketersediaan buah di rumah setiap harinya. Malaslah kalau harus cari buah malam-malam.
Lain papanya, lain pula Tara. Anak saya Tara suka sekali ngemil buah. Dari semangka,salak,nenas,pisang semua dimakan Tara. Kalau lagi luang saya kadang membuat puding mangga untuk Tara. Tara suka sekali. Tara memang anak Indonesia asli deh, soalnya favoritnya ya buah local kayak emaknya.
Puding Sutra Mangga |
Tips Memilih Buah
Karena rutin membeli buah, saya jadi mulai gape dalam hal pilah-pilih buah. Memilih buah ada triknya juga lho. Soalnya kan kita tidak bisa langsung mencicipi buah yang mau dibeli. Ada beberapa parameter yang bisa dilihat, tergantung dari jenis masing-masing buah.
Alpukat
Kalau saya selalu memilih buah alpukat yang masih keras dan terang warna kulitnya. Kalau terlalu lembek tidak saya ambil, karena akan cepat busuk, kecuali kalau mau langsung dikonsumsi bolehlah pilih yang lembek. Kemudian nanti di rumah, saya masukkan ke dalam beras. Cara mengetahui alpukat sudah masak atau belum, tinggal ditusuk pakai tusuk gigi, jika dapat digerakkan keluar masuk dengan mudah berarti alpukat sudah matang dan siap dikonsumsi.
Durian
Sebagai orang Medan yang diberkahi dengan limpahan bauh durian saya lumayan tahu lah cara memilih durian. Gunakan indera penciuman. Durian yang lezat adalah durian dengan wangi yang menyengat. Caranya pegang tangkai durian, dan dekatkan ke hidung, awas jangan tertusuk durinya ya.
Jeruk
Kalau memilih jeruk, jangan lihat mulus-mulusan kulit. Jeruk yang manis malah jeruk dengan kulit berbercak-bercak. Terus cara mengetahui sudah matang atau belum, tancapkan kuku ibu jari ke bagian tengah jeruk, jika lunak berarti jeruk itu bagus dan sudah bisa disantap.
Mangga
Kalau mangga sih lebih gampang. Tinggal dilihat saja kondisi luarnya. Mangga yang harum dan tidak lembek dan tidak memar itu yang selalu menjadi pilihan saya.
Nenas
Pilih nenas yang warna kulitnya sudah kuning. Biasanya rasanya manis. Itu menurut pengalaman saya.
Pepaya
Pilih yang kulitnya agak kemerahan, dan agak lunak. Terus coba angkat, pilih yang berat karena itu tandanya dagingnya tebal.
Semangka
Kalau semangka sebenarnya lebih mudah. Kalau di Medan, penjualnya bersedia memotong sedikit daging buahnya untuk bisa dicicipi. Pilih buah semangka yang ringan. Ketuk-ketuk kulitnya. Jika terdengar nyaring berarti semangka masih mentah.
Sirsak
Gampang, pilih saja yang sudah lembek, berarti sudah matang.
Manggis
Pilih yang lembek, menandakan manggis sudah matang. Kalau saya suka beli manggis yang buahnya kecil-kecil, soalnya tidak berbiji. Gampang untuk dimakan, bisa langsung ditelan sama Tara.
Pisang
Kalau buah pisang, ini saya ambil dari websitenya Sunpride
Jadi tinggal disesuaikan dengan kebutuhan kita. Mau langsung dimakan ya pilih buah yang sudah matang seluruhnya. Kalau mau disimpan dulu, pilih buah yang setengah matang.
Namun yang terpenting, agar kita dapat buah dengan kondisi baik, belilah buah di supermarket yang selalu menyediakan buah baru atau pasar buah yang ramai, sehingga perputaran buah cepat dan selalu tersedia buah yang baru.
Nah,
kalau bukan kita yang melestarikan dan mencintai buah lokal, yah siapa lagi.
Saya mencintai buah lokal dengan rutin mengkonsumsinya . Karena cinta saya
terhadap buah lokal, berbanding lurus dengan cinta saya terhadap keluarga.
Mengkonsumsi buah bukan hanya gaya-gayaan tetapi merupakan kebutuhan dan
rutinitas. Selalu membeli dan menyediakan buah yang berkualitas merupakan cara
saya mencintai buah lokal dan mencintai keluarga.
Mau makan buah lokal dengan berbagai macam, tapi ngga pakai mahal ?, Gampaaaang tinggal beli rujak saja xixixi.
sumber : www.sunpride.co.id
mantep mak... artikelnya informatif sekali...
ReplyDeletesmoga sukses :)
saya juga awalnya ngira sunpride itu produk impor, eh tnyt lokal dan salah satu penelitinya sealmamater sama saya :D
Ishhh ishhh keren Kali mak Windi iniii... Moga juaraaaa maaak :)))
ReplyDeleteAku suka buah lokal, apalagi duren Purworejo. Gak ada bandingnya hehehe
ReplyDeleteWaaaa lengkap bangeeettttt. Keder euuyyy
ReplyDeletePenasaran sama Infused Water, bener bikin langsing nih? Kebun jeruknya bikin ngiri deh Win.
ReplyDeleteEaalllaah mak Win, aku udah serius banget baca, eh pas nyampe bagian ini : Saat saya berikan, oleh mertua saya pisangnya malah disayang-sayang. Eman-eman katanya dimakan, buahnya bagus banget *langsung ngakak :D
ReplyDeleteBtw, sukses kontesnya ya mak Win. Tulisan juara ini mah :D