Sunpride: Nostalgia Dalam Sekeranjang Buah

Tuesday, February 24, 2015
Sekarang ini di kantor saya sedang musim infused water. Terutama pekerja wanita. Rata-rata membawa tumbler minuman sendiri dari rumah yang sudah diisi dengan irisan buah jeruk. Biar langsing katanya. Saya pun ikutan dong, soalnya sejak melahirkan berat badan saya belum kembali ke kondisi semula, masih lebih sekitar 5 kiloan, duuuuh.



Kalau yang wanita hobinya bawa infuse water , pekerja pria sukanya minta sama pekerja wanita, cape deeeeh. Isi infuse water teman-teman saya adalah jeruk lemon yang berwarna kuning itu, yang import, yang hargaya mahal gilak. Masa beli 4 buah saja dibandrol 50-an ribu, ish ish mahalnyaaaa.


Makanya saya tidak ikutan pakai jeruk lemon, saya lebih memilih infused water dengan buah jeruk nipis atau jeruk kasturi, tergantung mana yang ada. Pertama murah, kedua rasanya memang asem-asem seger , ketiga teman kantor banyak yang ogah, maunya jeruk lemon yang mahal, jadi infuse water saya selamat dari perampasan sepihak, hahaha. Lagipula, di rumah saya memang menanam jeruk kasturi, jadi kalau lagi berbuah ya tinggal dipetik saja, tidak perlu beli.

Jeruk Kasturi di Halaman Mungil Saya


Kebiasaan mengkonsumsi buah , termasuk infused water ini memang sudah menjadi kebiasaan keluarga saya dari dulu. Jadi bukan karena lagi ngetren. Soalnya yang namanya buah, terutama buah lokal selalu ada di halaman rumah kami.

Saya dan Buah Lokal

Ayah saya bekerja di sebuah perusahaan perkebunan di Sumatera Utara. Yang namanya pegawai perkebunan, tempat tinggalnya disediakan perusahaan. Kami tinggal di komplek perumahan nun jauh di Sumatera Utara. Lingkungan sekitarnya asri, banyak pohon-pohon di dalam komplek perumahan. Selain pohon karet dan sawit yang memang merupakan komoditi perusahaan, banyak juga pohon buah yang tumbuh begitu saja, dimana-mana tanpa ada pemiliknya. Seperti pohon rambutan, pohon kelapa, mangga, buah boni ,alpukat,belimbing,sawo,manggis, rambe,  sampai pohon saga yang buahnya merah keras dan tidak bisa dimakan itu.

Kalau anak jaman sekarang, mengisi liburan dan waktu bermain dengan main PS, atau bermain di timezone di mall, masa kecil saya berbanding terbalik. Sore hari sepulang ngaji, kegiatan kami bermacam-macam, yang pasti semuanya kegiatan outdoor. Yang paling saya ingat, saat buah boni di komplek lagi berbuah. Buahnya yang merah sampai kehitaman itu begitu menggoda untuk dipetik. Pohonnya yang tinggi menjulang tak menyurutkan langkah kami.

Buah Boni Kesukaan Saya
Kecil-kecil kami sudah memiliki jiwa tim yang kuat lho. Jadi, saya dan teman-teman membagi masing-masing anak sesuai kemampuannya. Beberapa orang sebagai pemanjat, beberapa sebagai penampung buah yang jatuh. Jadi nampungnya pakai kain lebar. Soalnya buah boni itu kecil dan lembut, kayak buah anggur ukuran mini. Jadi kalau sempat jatuh ke tanah, bisa bonyok. Nantinya mereka akan lari kesana kemari, menampung buah yang kami lempar dari atas.

Pemanjat sendiri dibagi lagi jadi beberapa anak.Saya yang bertubuh kecil dan jago memanjat, kebagian tugas untuk memanjat sampai pucuk pohon, ada yang kebagian sayap kanan dan kiri juga. Pokoknya, satu pohon itu kami gerayangi ramai-ramai.

Disamping itu, ada juga beberapa orang yang bertugas sebagai tim pengintai, untuk memperingatkan pemanjat kalau ada centeng yang datang. Centeng itu sama seperti satpam di perkebunan. Kami dilarang untuk memanjat pohon, ditakutkan jatuh dan terluka, makanya ngambil buahnya harus cepat-cepat, ngga bisa sambil leyeh-leyeh. Begitu centeng datang, kami kabur berhamburan. Saya yang berada di atas pohon pun sigap melompat, maklum badan mungil, jadi lebih gesit. Seru sekali.

Kalau sudah terkumpul banyak, baru kami makan ramai-ramai di bawah pohon saga atau pohon karet. Aiiih masa kecil yang sangat menyenangkan. Sayang buah boni sudah jarang sekali saya temukan sekarang.
Buah Rambe

Selain buah boni ada juga buah yang memorable buat saya yaitu buah rambe. Buah rambe itu hampir mirip dengan buah langsat atau duku. Hanya rasanya asam, dan daging buahnya susah terlepas dari biji, ngga seperti duku.

Saat pohon rambe mulai memunculkan bunganya pun, kami mulai heboh lagi, merasa memiliki tantangan selanjutnya. Begitu buahnya matang sempurna kembali tim solid kami beraksi. Pohonnyaaaaa waduh jangan ditanya, tinggi bener. Sekitar tiga meter ke atas hanya batang saja, kemudian baru ada rantingnya. Jadi kalau memanjatnya harus dengan semangat tinggi, kalau tidak, bisa putus asa di tengah jalan. Disamping itu, pohon rambe ini juga banyak dikerubutin semut merah. Menyiasatinya, sebelum memanjat, kami melumurkan seluruh tubuh dengan abu padi ( abu gosok yang terbuat dari sekam padi), bisa juga dengan melumurkan minyak tanah. Cara itu ampuh lho menjauhkan semut dari tubuh kami. Kalau sudah di atas, bawaannya ngga mau turun, soalnya asik sekali makan buah rambe sambil duduk-duduk di atas pohon. Ah indahnya.

Karena itu, dari dulu saya tahunya buah ya buah lokal. Yang namanya buah anggur, apel, kiwi, plum itu hanya saya lihat di televise. Sekali-kali ibu saya membelinya kalau ke kota Medan, jadi buah impor itu seperti buah dalam mimpi saja bagi kami.

Kecintaan saya terhadap buah lokal tidak sampai disitu saja. Sejak kecil ayah saya punya kebiasaan unik. Saat ulang tahun, kami anak-anaknya mendapat hadiah istimewa berupa bibit buah kesukaan kami. Saya mendapat bibit sawo, abang saya bibit mangga, adik saya bibit jambu kelutuk.

Bibit buah ini kami tanam di halaman rumah. Karena yang dibeli ayah bibit buah cangkokan, masa berbuahnya pun tidak terlalu lama. Sekitar 3-4 tahun kemudian kami sudah bisa menikmati buah milik kami sendiri. Huwaaaa senangnya tidak bisa dilukiskan. Menikmati manisnya buah sawo, lezatnya buah mangga dan rapuhnya buah jambu dari hasil perawatan kami. Biasanya kami saling tukar menukar buah yang kami punya. Kenangan masa kecil yang sulit untuk dilupakan.

Kira-kira setahunan lalu, saat jalan-jalan ke Giant Supermarket, saya melihat buah jambu biji yang hijau ranum dengan kulit buah mulus. Wah, surprised sekali, soalnya sudah lama saya tidak melihat buah jambu biji seperti itu. Sejak SMA saya sudah meninggalkan kampung halaman. Berpindah-pindah dari Jakarta-Jogja hingga sekarang bermukim di kota Medan. Selama ini saya tetap rutin mengkonsumsi buah seperti buah masa kecil dulu, selera saya tidak berubah. Namun khusus buah jambu, saya biasa makan jambu yang sudah menjadi manisan. Itu lho jambu biji berwarna hijau berukuran besar yang sering dijual di Pasar Petisah Medan. Rasanya memang renyah dan manis nian. Sering jadi cemilan saya di kantor maupun saat nonton tivi di rumah.

Manisan Jambu Medan


Nah saat melihat label di plastik jambu itu saya baru tahu kalau namanya adalah jambu crystal, ditulis Crystal Guava.  Kulit buahnya mulus, dan warnanya hijau cerah. Jujur saya kaget, kok buah di kampung saya bisa masuk supermarket ya xixixi. Berasa aneh.

Soal buah jambu ini saya punya cerita lucu. Dulu, ada mitos kalau makan buah jambu tidak boleh sama bijinya, nanti pupnya bisa keras, trus bisa kena batu ginjal, tambahan lagi, kalau termakan  bijinya ntar bisa tumbuh lho di dalam perut. Sejak itu, saya jadi takut makan jambu biji, atau jambu crystal ini, soalnya saya suka sekali makan bijinya. Karena di bijinya itulah rasa manis jambu paling maksimal, ditambah bunyi klutuk-klutuk saat digigit membuat biji jambu menjadi bagian favorit saya, anak yang aneh.

Crystal Guava Sun Pride

Kalau sekarang sih saya sudah tidak takut lagi. Apalagi sejak saya tahu bahwa Crystal Guava mengandung vitamin C yang sangat tinggi, lebih tinggi dari buah jeruk yang selama ini saya kira merupakan sumber vitamin C utama. Kalau makan jeruk bisa membuat segar, makan jambu crystal bisa membuat segar, plus kenyang lagi, hahaha cocok sekali untuk program diet saya yang suka hilang timbul.

Bertentangan dengan mitos selama ini yang saya dengar bahwa mengkonsumsi jambu bisa membuat BAB keras ternyata salah besar. Buah jambu yang sering juga disebut buah super ini ternyata mengandung banyak serat, empat kali lebih banyak dari buah nenas. Tahu kan kalau banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat pencernaan kita akan menjadi lancar.

Ditambah lagi, jambu mengandung banyak kalium. Selama ini saya tahunya buah yang mengandung banyak kalium adalah pisang. Makanya kemarin saat anak saya Tara kembung dan susah BAB, oleh dokter disarankan banyak-banyak makan pisang dan diberi suplemen makanan yang mengandung kalium. Ternyata jambu mengandung kalium yang lebih banyak dari pisang.

Selain itu ternyata oh ternyata jambu mengandung antioksidan juga lho. Wow, kirain hanya anggur dan acay berry yang mengandung antioksidan, jambu juga iya. Antioksidan itu fungsinya untuk mencegah penuaan dini, dan baik untuk kulit.

Wah ngga salah dong selama ini saya suka ngemil jambu yang belakangan saya tahu namanya itu jambu crystal. Sudah mengenyangkan, kaya vitamin C, banyak serat, bikin kulit sehat lagi. Tapi kalau dulunya saya makan jambu crystal ini kulitnya saya buang, sekarang sudah tidak. Saya makan sama kulitnya juga, karena faktanya di kulit jambu itulah vitamin C nya paling banyak. Huehehehe untunglah say baca-baca websitenya Sunpride , banyak info sehat dan info menarik tentang buah yang saya dapat.

Ngga perlu cari buah impor untuk sehat, buah lokal pun kandungan gizi dan manfaatnya lebih dari yang kita butuhkan.

Saya dan Sunpride

Jujur saja, saat melihat buah dengan label Sunpride pertama kali saya pikir Sunpride itu merek buah impor. Soalnya buahnya halus mulus dan warnanya cakep banget, harganya juga sedikit lebih mahal dibanding buah lokal tanpa merek. Waktu itu saya mau beli buah untuk oleh-oleh ke rumah mertua. Karena mertua sudah tua, ya pilihan buahnya pisang dan anggur saja, yang lembut-lembut. Saya langsung beli pisang Sunpride, mau ke mertua gitu lho.

Saat saya berikan, oleh mertua saya pisangnya malah disayang-sayang. Eman-eman katanya dimakan, buahnya bagus banget, hahahaha. Sejak itu, setiap ke rumah mertua saya bawanya pisang Sunpride soalnya bapak senang sekali dengan pisang itu.



Saya baru tahu kalau Sunpride itu termasuk grup Sewu Segar Nusantara dimana 80 % produknya adalah buah local dari membaca ulasan seorang blogger. Memang ya, kalau bertandang ke blog para blogger itu banyak informasi baru yang bisa didapat.

Sunpride itu ternyata juga bekerjasama dengan para petani lokal kita untuk menghasilkan aneka buah yang cakep-cakep itu. Para petani dididik dan dibina agar bisa menghasilkan buah dengan kaulitas yang distandarkan Sunpride. Maka tidak heran kalau buah-buah dengan label Sunpride itu berpenampilan ala buah impor yang ciamik, karena memang Sun Pride menerapkan standar mutu yang tinggi sebelum buah dilempar ke pasar. Bukan hanya dari segi produksi, pengemasan dan distribusi pun punya standar sendiri. Seperti plastik yang digunakan untuk membungkus buah, itu plastik khusus yang tidak membuat buah berkeringat saat dibungkus. Atau saat penyimpanan dan distribusi, suhu ruangan tempat buah ditempatkan selama perjalanan menjadi perhatian yang sangat penting, karena suhu bisa mempengaruhi tingkat kematangan dan kesegaran buah. Jadi, yaaa wajarlah kalau harganya sedikit di atas buah non merek.

Mengetahui kalau Sunpride itu kerjasama dengan petani dan ternyata memiliki komitmen untuk menyediakan buah segar yang 80 persennya adalah buah local, saya jadi semangat membeli buah Sunpride setiap ke Giant. Iya di Medan, Sunpride dijual di Hypermart dan Giant. Yah, mana yang lebih dekat ke rumah lah yang saya sering samperin. 


Cinta Buah Lokal



Banyak hal yang membuat saya begitu mencintai buah lokal dan lebih memilih buah lokal untuk keluarga saya.

Buah Kesukaan Tara

Pertama, karena keluarga saya banyak yang berprofesi sebagai petani. Dengan mengkonsumsi buah local, saya ingin turut membantu perekonomian para petani Indonesia. Jika para petani kita sejahtera tentu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia juga. Lebay ya saya, ngga kok saya memang selalu berpikir global dengan bertindak secara lokal.

Kedua, buah local itu memiliki nostalgia tersendiri bagi saya. Setiap menyantap jambu biji, sawo, rambutan, saya langsung teringat masa kecil saya yang begitu bahagia. Ada banyak cerita yang bisa saya bagi ke anak saya, saat menyantapnya. Tentang kenakalan saya, tentang manisnya buah-buah tersebut sampai manfaat buah yang saya tahu, baik dari membaca maupun dari petuah para orangtua dahulu.

Kemudian lagi, saya ingin mengkampanyekan gerakan go green. Beberapa kali saya sudah tulis diblog ini, bahwa barang-barang impor termasuk buah turut menyumbang polusi bagi lingkungan kita. Karena untuk sampai ke tangan kita, mereka harus melewati separuh belahan dunia, menghabiskan avtur, yang semuanya itu memberi sumbangsih bagi kerusakan lingkungan dalam jangka panjang.

Dengan mengkonsumsi dan membeli buah lokal, biaya transportasi termasuk penggunaan bahan bakar tidak sebesar proses impor.

Dan alasan yang paling penting, buah lokal itu lebih segar dan lebih sehat dari buah impor, karena tidak mengandung bahan pengawet. Dalam pengemasan juga tidak memakai lilin atau bahan pelapis agar buah terlihat mengkilat dan awet dalam waktu lama. Yah soalnya kan buah impor harus mengalami perjalanan berhari-hari sebelum sampai ke tangan pembeli. Buah-buah dari Sunpride juga tidak mengandung bahan pengawet lho, kesegaran dan keawetan buah disiasati dengan pengemasan yang baik, dan distribusi yang tetap memperhatikan suhu ruangan tempat buah berada. Sehingga bisa tetap segar tanpa diawet-awetkan.

Namun, walau demikian, saya tetap memilih buah lokal yang berkualitas baik untuk keluarga saya. Bukan sembarangan buah lokal. Apalagi untuk saya yang sehari-hari bekerja, hanya bisa belanja seminggu sekali. Maka kualitas buah yang saya beli harus yang sudah teruji dan bisa tahan saya simpan selama beberapa hari. Sunpride memenuhi criteria dari buah local yang saya inginkan.


Saya dan Gaya Hidup Sehat

Selain itu, kandungan dan khasiat buah lokal yang kita miliki tidak kalah dengan buah impor. Semakin kita mencintainya, kita konsumsi, semakin tertarik kita untuk mengetahui apa khasiat di baliknya. Limpahan buah-buahan di tanah air tidak hanya menyehatkan badan tapi juga memiliki berbagai khasiat untuk penyembuhan dan mencegah penyakit.Seperti Crystal Guava yang berkhasiat untuk mencegah dan mengobati diabetes.

Belanja buah memang sudah masuk dalam pos belanja keluarga setiap bulannya. Kalau tidak ada buah di kulkas Tara pasti kecarian, bolak-balik buka tutup kulkas. Apalagi suami saya. Ia adalah seorang perokok. Belakangan ini ia sedang dalam proses untuk berhenti merokok. Salah satu usaha saya untuk menyukseskan program berhenti merokok suami adalah dengan menyediakan buah setiap harinya di rumah. Karena kata suami saya, mulutnya suka pahit kalau tidak merokok. Ih alasan saja. Pokoknya selama ada buah, mulut pahit bisa teratasi. 


Kalau Makan Buah, Suka Asik Sendiri

Gara-gara kebiasaan mengkonsumsi buah yang sudah rutin ini, suami suka uring-uringan kalau ngga makan buah sebelum makan. Pernah, sepulang kerja suami mau makan buah, ternyata di kulkas buah tidak ada, dihabiskan Tara. Padahal dia sampai di rumah sudah pukul sepuluh malam. Jadi deh malam itu kami gentayangan ke tukang jual buah yang masih buka. Untungnya ada minimarket 24 jam yang masih buka dan menjual buah. Pokoknya saya kapok deh tidak mengecek ketersediaan buah di rumah setiap harinya. Malaslah kalau harus cari buah malam-malam.

Lain papanya, lain pula Tara. Anak saya Tara suka sekali ngemil buah.  Dari semangka,salak,nenas,pisang semua dimakan Tara. Kalau lagi luang saya kadang membuat puding mangga untuk Tara. Tara suka sekali. Tara memang anak Indonesia asli deh, soalnya favoritnya ya buah local kayak emaknya.


Puding Sutra Mangga

Tips Memilih Buah

Karena rutin membeli buah, saya jadi mulai gape dalam hal pilah-pilih buah. Memilih buah ada triknya juga lho. Soalnya kan kita tidak bisa langsung mencicipi buah yang mau dibeli. Ada beberapa parameter yang bisa dilihat, tergantung dari jenis masing-masing buah.

Alpukat

Kalau saya selalu memilih buah alpukat yang masih keras dan terang warna kulitnya. Kalau terlalu lembek tidak saya ambil, karena akan cepat busuk, kecuali kalau mau langsung dikonsumsi bolehlah pilih yang lembek. Kemudian nanti di rumah, saya masukkan ke dalam beras. Cara mengetahui alpukat sudah masak atau belum, tinggal ditusuk pakai tusuk gigi, jika dapat digerakkan keluar masuk dengan mudah berarti alpukat sudah matang dan siap dikonsumsi.

Durian

Sebagai orang Medan yang diberkahi dengan limpahan bauh durian saya lumayan tahu lah cara memilih durian. Gunakan indera penciuman. Durian yang lezat adalah durian dengan wangi yang menyengat. Caranya pegang tangkai durian, dan dekatkan ke hidung, awas jangan tertusuk durinya ya.

Jeruk

Kalau memilih jeruk, jangan lihat mulus-mulusan kulit. Jeruk yang manis malah jeruk dengan kulit berbercak-bercak. Terus cara mengetahui sudah matang atau belum, tancapkan kuku ibu jari ke bagian tengah jeruk, jika lunak berarti jeruk itu bagus dan sudah bisa disantap.

Mangga

Kalau mangga sih lebih gampang. Tinggal dilihat saja kondisi luarnya. Mangga yang harum dan tidak lembek  dan tidak memar itu yang selalu menjadi pilihan saya.

Nenas

Pilih nenas yang warna kulitnya sudah kuning. Biasanya rasanya manis. Itu menurut pengalaman saya.

Pepaya

Pilih yang kulitnya agak kemerahan, dan agak lunak. Terus coba angkat, pilih yang berat karena itu tandanya dagingnya tebal.

Semangka

Kalau semangka sebenarnya lebih mudah. Kalau di Medan, penjualnya bersedia memotong sedikit daging buahnya untuk bisa dicicipi. Pilih buah semangka yang ringan. Ketuk-ketuk kulitnya. Jika terdengar nyaring berarti semangka masih mentah.

Sirsak

Gampang, pilih saja yang sudah lembek, berarti sudah matang.

Manggis

Pilih yang lembek, menandakan manggis sudah matang. Kalau saya suka beli manggis yang buahnya kecil-kecil, soalnya tidak berbiji. Gampang untuk dimakan, bisa langsung ditelan sama Tara.

Pisang

Kalau buah pisang, ini saya ambil dari websitenya Sunpride


Jadi tinggal disesuaikan dengan kebutuhan kita. Mau langsung dimakan ya pilih buah yang sudah matang seluruhnya. Kalau mau disimpan dulu, pilih buah yang setengah matang.

Namun yang terpenting, agar kita dapat buah dengan kondisi baik, belilah buah di supermarket yang selalu menyediakan buah baru atau pasar buah yang ramai, sehingga perputaran buah cepat dan selalu tersedia buah yang baru.


Nah, kalau bukan kita yang melestarikan dan mencintai buah lokal, yah siapa lagi. Saya mencintai buah lokal dengan rutin mengkonsumsinya . Karena cinta saya terhadap buah lokal, berbanding lurus dengan cinta saya terhadap keluarga. Mengkonsumsi buah bukan hanya gaya-gayaan tetapi merupakan kebutuhan dan rutinitas. Selalu membeli dan menyediakan buah yang berkualitas merupakan cara saya mencintai buah lokal dan mencintai keluarga. 

Mau makan buah lokal dengan berbagai macam, tapi ngga pakai mahal ?, Gampaaaang tinggal beli rujak saja xixixi.





sumber : www.sunpride.co.id

6 comments on "Sunpride: Nostalgia Dalam Sekeranjang Buah"
  1. mantep mak... artikelnya informatif sekali...
    smoga sukses :)

    saya juga awalnya ngira sunpride itu produk impor, eh tnyt lokal dan salah satu penelitinya sealmamater sama saya :D

    ReplyDelete
  2. Ishhh ishhh keren Kali mak Windi iniii... Moga juaraaaa maaak :)))

    ReplyDelete
  3. Aku suka buah lokal, apalagi duren Purworejo. Gak ada bandingnya hehehe

    ReplyDelete
  4. Waaaa lengkap bangeeettttt. Keder euuyyy

    ReplyDelete
  5. Penasaran sama Infused Water, bener bikin langsing nih? Kebun jeruknya bikin ngiri deh Win.

    ReplyDelete
  6. Eaalllaah mak Win, aku udah serius banget baca, eh pas nyampe bagian ini : Saat saya berikan, oleh mertua saya pisangnya malah disayang-sayang. Eman-eman katanya dimakan, buahnya bagus banget *langsung ngakak :D

    Btw, sukses kontesnya ya mak Win. Tulisan juara ini mah :D

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature