Lestari Alamku, Lestari Airku

Friday, December 28, 2012

Hamparan Kebun Sawit di Labuhan Batu Sumatera Utara
Foto koleksi pribadi

Mungkin sudah ditakdirkan bahwa hidup saya harus selalu dikelilingi oleh perkebunan sawit. Masa kecil saya di habiskan di perkebunan karena ayah saya bekerja di salah satu perusahaan perkebunan negara. Sangkin terbiasanya dengan lingkungan perkebunan, bahkan setamat kuliah ayah menyarankan saya mencari lowongan kerja di perkebunan. Demi menghormati orangtua, saya ikuti saja permintaan mereka, mendaftar di salah satu perkebunan di Sumatera Utara. Syukurlah saya tidak lulus,karena sejujurnya saya sudah bosan hidup melihat pohon sawit dan karet selama bertahun-tahun. Namun tampaknya Allah berkehendak lain, sudah suratan takdir saya memang tak boleh jauh-jauh dari yang namanya sawit dan karet. Menginjak usia 25 tahun saya bertemu dengan jodoh saya yang tak lain tak bukan adalah salah satu pegawai di perusahaan perkebunan di Sumatera Utara, oalah nasib-nasib. Jadilah setelah menikah saya kembali harus mendekam di belantara perkebunan sawit.

Setelah dua tahun menikah saya dipindahtugaskan oleh kantor tempat saya bekerja ke Jakarta. Perasaannya sedih-sedih senang gimanaaa gitu. Sedih karena pisah dengan suami, namun ada sedikit rasa senang membayangkan bakal melihat hingar bingar kota Jakarta setelah bertahun-tahun yang dilihat sawit ,karet,penderes,CPO dan atributnya.

Namun sepertinya memang hidup saya ngga boleh jauh dari si pohon sawit tersebut. Dua tahun di Jakarta saya kembali ditugaskan ke Sumatera Utara, tepatnya di Rantau Prapat, pusatnya perkebunan sawit di pulau tersebut, hadeeeeh emang kalau jodoh ngga akan kemana. Jadi bisa dibilang seumur-umur selama 29 tahun saya menghirup udara di dunia ini, sebagian besar udara yang saya hirup keluar dari hasil fotosintesis daun-daun sawit.

Saya jadi ingat, saat kecil saya sering diajak ayah mengunjungi perkebunan. Ayah saya bekerja pindah-pindah. Pernah di Duri, Pekan Baru, Jambi, Bengkulu, bahkan Kalimantan. Setiap ayah saya pindah tugas minimal sekali saya pasti pernah mengunjunginya. Dan dari pengamatan saya ternyata seluruh daerah tempat ayah saya bekerja tersebut memiliki satu masalah yang sama. Ya, hampir di tiap tempat ayah saya selalu mengeluhkan susahnya mendapat air bersih. Makanya saya kalo lagi main ke perkebunan juga ngga lama-lama paling lama seminggu, soalnya males dengan kondisi air tanahnya.


Kondisi Tanah di daerah Perkebunan Sawit
Foto Koleksi Pribadi

Usut punya usut ternyata salah satunya dipengaruhi oleh perkebunan sawit itu sendiri. Industri sawit memang industry yang sangat menggiurkan. Apalagi beberapa tahun belakangan harga sawit yang melonjak tajam. Tak menyia-nyiakan kesempatan, berbondong-bondong orang membeli ladang untuk ditanam sawit. Gimana ngga, rata-rata 1 hektar sawit bisa menghasilkan 1 ton TBS ( Tandan Buah Segar) dalam satu bulannya. Kalau 1 kg TBS saja harganya Rp 1500, maka dalam 1 bulan bisa meraup penjualan sebesar 1,5 juta. Dan sangat jarang orang hanya punya satu hektar, minimal 5 hektar sudah bisa goyang-goyang kaki setiap bulannya. Apalagi beberapa tahun lalu harga TBS pernah menembus angka Rp 2000/kg, wih rasanya kalau lihat tanah kosong mata langsung hijau kebayang pohon sawit melambai-lambai.

Penanaman Sawit di Daerah Aliran Sungai
Namun tanpa disadari, ternyata perkebunan sawit tersebut berperan andil terhadap kualitas air di daerah sekitar tumbuhnya. Rata-rata 1 pohon sawit membutuhkan 8-10 liter air setiap harinya. Sebenarnya hal tersebut tidak masalah, apalagi perkebunan sawit biasanya berada di daerah dengan curah hujan relative tinggi seperti Kalimantan dan Sumatera. Namun menjadi masalah, saat lokasi perkebunan tersebut melanggar rambu-rambu lingkungan yang telah diatur. Kebanyakan perkebunan sawit apalagi perkebunan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar berlokasi di sekitar aliran sungai yang notabene merupakan sumber mata air bagi masyarakat sekitarnya.  Padalah berdasarkan  UU lingkungan hidup, aliran sungai harus bersih dari perkebunan dengan jarak minimal 60-100 meter dari tepi sungai. Akibatnya, akar sawit tersebut lama-kelamaan akan menyerap air dari sungai, yang berdampak ke menurunnya debit air sungai tersebut.

Sungai Bilah Negeri Lama Rantau Prapat, Sumut
Foto Koleksi Pribadi

Belum lagi, dengan semakin maraknya penanaman kelapa sawit, tak ayal lahan yang tersedia pun semakin terbatas. Tak habis akal, lahan gambut yang dulunya dihindari para pengusaha dan petani sawit disebabkan karena biaya perawatan yang mahal pun kini mulai dilirik. Laju konversi lahan gambut untuk perkebunan pun terjadi besar-besaran. Tiap tahun, setidaknya 50.000 hektar lahan gambut berubah menjadi kebun sawit. Dampaknya, terjadi kelangkaan air di sekitar perkebunan kelapa sawit. Padahal salah satu fungsi lahan gambut tersebut adalah sebagai mitigasi perubahan iklim dan mengurangi pemanasan global..

Pencemaran limbah pabrik pengolahan sawit di Riau
Tidak itu saja, selain debit air yang berkurang kualitas air pun turut terpengaruh. Sebagai informasi, untuk memelihara perkebunan sawit di Indonesia dibutuhkan 2,5 juta ton pupuk dan 1,5 juta liter pestisida secara regular. Akibatnya kualitas air di sekitar pun menurun karena tercemar oleh limbah dari pestisida dan pupuk tersebut. Apalagi ternyata masih banyak praktek pembuangan limbah oleh pabrik kelapa sawit yang dibuang secara langsung ke sungai. Akibatnya kondisi air sungai berubah menjadi berbau dan berminyak. Masyarakat pun tak berani mengkonsumsi air sungai untuk memasak dan minum karena dikhawatirka mengandung racun. Apalagi untuk lahan gambut, karena tanah gambut mengandung sebagian besar carbon yang bisa mengeluarkan gas methan.

Sebagai contoh, di desa Sebanga, Duri,Riau yang dikelilingi oleh perkebunan sawit. Karena sumber air sungai sudah tidak dapat dipergunakan, maka masyarakat menggantungkan kebutuhan airnya pada tadahan air hujan. Jarak desa tersebut yang cukup jauh dari pusat kota tidak memungkinkan untuk membeli air mineral atau air kemasan, disamping juga harganya yang sudah pasti akan menguras pengeluaran rumah tangga. Maka, masyarakat menyiasatinya dengan melakukan pemurnian air secara tradisional.


Akses Jalan ke Desa Sebanga,Duri,Riau

Sebenarnya proses pemurnian air tidaklah terlalu sulit. Ada 5 hal yang harus dilakukan, yaitu :netralisasi, aerasi,koagulasi,pengendapan dan penyaringan. Masing-masing langkah memilki tujuan tersendiri.

1.       Netralisasi, 
Bertujuan untuk mengatur PH air agar menjadi netral (7-8). Hal ini dilakukan karena contohnya air gambut memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Penetral yang paling murah dan mudah didapat adalah kapur.

2.       Aerasi
Maksudnya adalah mengontakkan air dengan udara. Tujuannya agar zat-zat dan senyawa berbahaya di air bereaksi dengan oksigen. Contohnya zat besi dan mangan yang jika bereaksi dengan udara akan membentuk senyawa besi dan senyawa mangan yang tidak larut dalam air. Maka nantinya mudah terpisah. Selain itu aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas beracun seperti H2S, gas methan dan karbon dioksida. Cara paling sederhana adalah dengan menggunakan pompa sepeda untuk proses aerasi.

3.       Koagulasi
Koagulasi bertujuan untuk menggumpalkan kotoran dalam air seperti lumpur, bakteri halus, zat warna. Caranya dengan melarutkan bahan kimia ke dalam air. Bahan yang paling murah dan mudah didapat adalah tawas. Tawas dicampurkan, kemudian diaduk, maka akan terbentuk gumpalan berupa flok-flok

4.       Pengendapan
Setelah proses koagulasi, kurang lebih 40-60 menit diamkan air tersebut sampai gumpalan kotoran mengendap.Setelah kotoran mengendap, air yang tadinya keruh akan tampak lebih jernih

5.       Penyaringan
Walaupun sudah diendapkan, namun kotoran-kotoran berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Karena ini diperlukan proses penyaringan. Biasanya saringan yang digunakan terdiri dari, batu kerikil, pasir, batu koral, ijuk dan arang.

Gbr Pengolah Air Minum Sederhana



Pengolah Air Sederhana di Pangkoh, Kalimantan Tengah

Cara kerjanya :
  • Pertama, air ditampung dalam tangki atau drum. Pada tangki tersebut dipasang dua buah keran. Satu keran di samping untuk menyalurkan air ke penyaringan, dan satu lagi berada di dasar tangki untuk pembuangan kotoran.
  • Setelah dinetralkan PH nya, dilakukan proses aerasi, yaitu dengan memompakan udara ke dalam tangki meggunakan pompa sepeda.Pompa tersebut dihubungkan dengan sebuah pipa untuk menyebarkan udara yang dihembuskan ke dalam air. Proses aerasi ini menghasilkan endapan senyawa mangan dan senyawa besi pada dasar tangki.
  • Selanjutnya larutkan tawas untuk proses koagulasi. Akan terbentuk gumpalan kotoran. Setelah didiamkan beberapa saat maka kotoran tersebut akan mengendap di dasar tangki.
  • Untuk memisahkan endapan tersebut, buka keran air pada dasar tangki.
  • Air yang telah bebas dari gumpalan kotoran tadi dialirkan melalui keran samping ke bak penyaringan dengan susunan sebagai berikut :
Gbr Penampang Saringan Pasir
    Air Baku, Air Olahan yg Belum disaring, Air Olahan Setelah Disaring

-         Setelah melalui proses penyaringan, akan diperoleh air jernih dan bebas kotoran .

Proses pemurnian air  (water purifier ) tersebut tergolong sederhana, mudah dan murah. Bahan-bahan yang digunakan juga relative mudah diperoleh. Hitungan sederhananya:

Untuk satu kali pengolahan dengan kapasitas tangki 500 liter, dibutuhkan :
-          Tawas 60-80 gram x Rp 1500/kg = Rp 120,-
-          Kapur tohor 60-100 gram x Rp 1000/kg= Rp 100,-
-          Kaporit 1-2 gram x Rp 9000/kg = Rp 18,-
Jadi biaya untuk menghasilkan 500 liter air = Rp 238 atau Rp 0,48/liter

Namun, walaupun prosesnya tergolong mudah dan murah dibutuhkan waktu untuk memprosesnya dari mulai penampungan, penggumpalan, pengendapan sampai penyaringan. Disamping itu air hasil olahan memang secara fisik terlihat jernih, namun kualitasnya belum dapat diyakini terbebas dari segala jenis bakteri penyebab penyakit. Kebanyakan masyarakat di daerah perkebunan tetap melakukan treatment lanjutan berupa perebusan air sebelum dikonsumsi untuk meyakini air tersebut terbebas dari kuman.

Tentu masyarakat akan sangat terbantu jika ada alat yang dapat melakukan proses pemurnian air tersebut dengan cara lebih praktis, terjamin kesehatannya namun tetap dengan harga yang terjangkau.

Percontohan Alat Pengolah Air minum sederhana 
di daerah rawa Sragi, Lampung


Baru-baru ini, Unilever melakukan terobosan dengan mengeluarkan produk pemurni air bernama Pure It.  Pure it berfungsi untuk memurnikan air mentah tanpa melalui proses pemasakan  / pendidihan terlebih dahulu sehingga layak untuk dikonsumsi.

Jika dilihat dari cara kerjanya, konsep dasar yang dilakukan oleh Pure It hampir sama dengan proses pemurnian air secara tradisional. Terdiri dari 4 tahapan yaitu:


Tahap 1 : Saringan serat mikro- menghilangkan semua kotoran yang terlihat
Tahap 2 : Filter karbon aktif- menghilangkan pestisida dan parasit berbahaya
Tahap 3 : Proses pembunuhan kuman - menghilangkan bakteri dan virus
Tahap 4: Penjernih- menghasilkan air yang jernih, tidak berbau dengan rasa yang alami.

Sepintas lalu terlihat proses yang dijalani untuk menghasilkan air bersih sama dengan cara tradisional. Namun Yang paling membedakan adalah Pure it merupakan satu kesatuan alat pemurni air yang simple, praktis dan tidak ribet. 

Konsumen hanya perlu memasukkan air ke dalam  Pure it. Selanjutnya melalui 4 tahapan tersebut akan dihasilkan air bersih, bebas kuman dengan rasa alami.

Keistimewaan Pure it dibanding dengan cara pemurnian tradisional adalah kemudahan cara pemakaiannya. Disamping tidak memerlukan kran air, juga tidak dibutuhkan gallon atau tangki untuk penampungan air. Kita langsung bisa menuangkan air mentah yang biasanya kita rebus untuk diminum. Namun, dengan Pure It tidak perlu lagi proses perebusan air. Karena itu Unilever mengklaim Pure It sebagai pemurni air yang hemat  dan ekonomis bagi pemakainya karena digunakan tanpa gas, tanpa listrik. Apalagi 1 unit Pure It hanya dibandrol seharga Rp 550 ribu. Dengan uang segitu, bisa digunakan dalam jangka panjang.

Satu lagi keunggulan Pure it dibanding unit pengolah air tradisional, Pure it dilengkapi Germkill Kit. Alat ini berfungsi untuk membunuh kuman dan bakteri yang terdapat di dalam air sehingga air yang dihasilkan terlindungi dari kuman berbahaya penyebab penyakit dengan menggunakan standar terketat EPA (Environmental Protection Agency) USA yang menghilangkan log 6 bacteria, log 4 virus, dan log 3 parasites. Tentu saja dengan begitu kesehatan kita lebih terjamin.

Untuk menjamin kualitas air yang dihasilkan, Germkill kit ini harus diganti selama periode tertentu. Di dalam Pure it terdapat indicator yang akan memberi tanda kapan Germkill kit harus diganti. Jika tidak diganti pada waktunya, Pure It secara otomatis akan menghentikan aliran air sampai penggantian dilakukan. Mekanisme penghentian otomatis ini akan menyebabkan air meluap dari Germkill life indicator. Hal ini akan menjamin air yang dihasilkan selalu aman untuk dikonsumsi. Hal yang mungkin tidak bisa dijamin oleh unit pengolah air tradisional.

Kalau dihitung-hitung nilai ekonomisnya, biaya per liter pemurnian air menggunakan Pure It hanya Rp 100. Jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter air dari proses pemurnian air tradisional  ( Rp 0,48/liter ) memang terlihat lebih mahal. Namun perlu diingat air yang dihasilkan Pure it bisa langsung diminum, berbeda dengan proses tradisional yang memerlukan proses lebih lanjut berupa perebusan air. Sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. Ditambah kenyataan bahwa air yang dihasilkan dari proses tradisional belum terjamin bebas dari kuman dan bakteri yang mikro, maka Penggunaan Pure it jauh lebih efisien.  Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan air layak minum pun lebih cepat sehingga jelas menghemat waktu yang mungkin bisa dipergunakan untuk kegiatan lain.
Jika dibandingkan dengan harga air gallon, Pure it jauh lebih murah. 1 liter air gallon merek ternama Rp 526, sedangkan air isi ulang Rp 187/liter dan air rebus Rp 107/liter. Jelas menggunakan Pure it adalah pilihan yang cerdas.
Namun meskipun sejak September 2012 Pure it sudah tersedia di supermarket-supermarket besar, namun keberadaan Pure it belum terjamah sampai ke pelosok perkebunan seperti daerah-daerah yag sempat saya datangi. Jika saja pihak Unilever bisa mendistribusikan dan mensosialisasikan Pure it sampai ke daerah terpencil tentu hal ini merupakan solusi dan penolong yang sangat praktis bagi masalah kelangkaan air bersih di daerah perkebunan.
Namun demikian, walaupun Pure it merupakan solusi untuk mendapatkan air layak minum dengan cara mudah, hemat dan praktis, tetap saja yang terpenting adalah kita harus menjaga sumber air di lingkungan kita agar terjaga kebersihan dan ketersediannnya.

Dalam hal masalah kelangkaan air dan pencemaran air di lingkungan perkebunan, ada baiknya pemerintah mulai bertindak tegas terhadap pelaku bisnis dan petani kelapa sawit yang tidak mengindahkan undang-undang lingkungan hidup tentang jarak minimal penanaman kelapa sawit terhadap Daerah Aliran Sungai ( DAS ) yang notabene merupakan sumber air bagi lingkungan sekitar.
Selain itu, restorasi perkebunan juga perlu dilakukan. Pembatasan penggunaan lahan untuk perkebunan juga harus diatur lagi, sehingga tidak semua lahan kosong terutama di daerah Sumatera dan Kalimantan diubah menjadi perkebunan sawit. Bagaimanapun hal tersebut akan turut melindungi ketersediaan pangan kita. Bagaimana tidak? Kalau semua petani lebih tergiur dengan keuntungan yang bisa diperoleh dari bertani sawit , bisa-bisa nantinya tidak ada lagi petani yang tertarik menama padi, palawija dan hasil pertanian lainnya. Dengan pembatasan ini, penyerapan sumber air tanah dalam jumlah besar pun dapat turut dicegah.
Banyak cara untuk melindungi sumber air bersih kita. Dimulai dari sendiri, dimulai saat ini, seperti jangan membuang sampah ke sungai, menanam pohon di pekarangan rumah hingga melakukan pemakaian air secara hemat dan efisien. Mengacu kepada misi utama Unilever dengan penekanan terhadap sustainbality masa depan yang lebih baik dan mengurangi dampak lingkungan, maka hal-hal tersebut diatas merupakan salah satu cara mencegah kerusakan lebih lanjut. Memang sudah sepantasnya kita turut menjaga kelestarian sumber air bersih, karena bumi ini bukan warisan nenek moyang tapi titipan anak cucu kita kelak, jadi jangan sampai mereka menerimanya dalam keadaan rusak. Dan terhadap sumber air yang telah tercemar, maka Pure It menjadi jawaban atas misi tersebut.


Sumber :
- http://www.kelair.bppt.go.id
- Tribunnews 16 Juli 2012
- http://www.mongabay.co.id



17 comments on "Lestari Alamku, Lestari Airku"
  1. wiiihh mbak windii keren.. sekalian promosi sawit yah.. :)

    ReplyDelete
  2. Wuiiih...puanjaaaaang kaliiii
    gudlak deh jeng. semoga menang

    ReplyDelete
  3. Like this, Mbak Win....
    Gud luck yaaah,, insyaAllah menang...
    Aamiin...

    ReplyDelete
  4. Semoga menang (lagi) Mba...
    Kapan aku menang lomba blog....:((

    ReplyDelete
    Replies
    1. bennny, udah lama ngga nongol. kmrn blog ku kena malware jadi semua blog list ku hapus, xixixi, udah lama ngga bertandang ke blogmu. Ah kau ngga ikut lomba blog aja udah dpt Bronze, akuuuuuu kapaaan ???

      Delete
    2. iya aku dah denger kalo blognya abis kena malware ya..
      Syukurlah masih bisa pulih...

      Akan tiba saatnya blogmu ini akan dapet golden mba. Ga cuma bronze.."salam super"

      Delete
  5. ini sih bakal menang kayaknya.. bagus tulisannya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, semoga jurinya mendengar. makasi mak myra :)

      Delete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature