Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati
Sepertinya kata-kata tersebut sudah tidak relevan lagi. Sakit gigi, otomatis dapat menyebabkan sakit hati.
Seperti
tadi di kantor, seorang teman memesan pizza American Lover ukuran
large. Mencium aromanya saja sudah menghasilkan impuls ke otak yang
memerintahkan tubuh untuk memproduksi air liur. Hmmm, sepotong pizza
pun sudah ada di genggaman, siap dilahap. Apalah daya, jangankan untuk
mengunyah, bahkan membuka mulut pun tak sanggup lagi. Dengan berat
hati potongan pizza yang melambai-lambai itupun harus berpindah
tangan. Ah sakit hati ini.
Ketidakmampuan membuka mulut
pun diikuti dengan cenat cenut di kepala. Sudah berusaha semaksimal
mungkin menahannya. Akhirnya saya menyerah, minta izin untuk ke dokter.
Awalnya seorang teman menganjurkan untuk minum obat pereda nyeri
ponstan. Namun saya menolaknya. Sakit gigi dengan gejala gusi bengkak
yang saya derita saat ini, bukanlah yang pertama kali. Ini sudah
merupakan langganan tetap yang berulang setiap beberapa bulan.
Atasan
saya merekomendasikan untuk periksa ke rumah sakit khusus gigi yang
katanya lumayan bagus di Jakarta Selatan. Tanpa banyak tanya saya pun
segera meluncur kesana. Benarlah, rumah sakiti gigi ini sesuai dengan
yang digambarkan. Ruang tunggunya nyaman, pelayanannya cepat.
Tahap
pertama, gigi saya harus difoto dulu dengan sinar X, katanya untuk
mengetahui bentuk, posisi dan kedalaman gigi. Saya manut saja, lebih
cepat lebih baik pikir saya. Setelah difoto, disuruh menunggu sebentar
untuk melihat hasilnya. Kira-kira lima belas menit, nama saya pun
dipanggil. Saat saya masuk ke ruangan tempat foto tersebut, terjadi
perdebatan antara si kepala ruang dengan petugas fotonya ( masih siswa
magang). Di tangan si kepala ruang melambai-lambai hasil foto gigi
seseorang yang ternyata mereka bingung itu hasil fotonya siapa. Wuih,
saya shock melihatnya.
“Ini bukan punya ibu Dewi, nih
lihat ya foto yang ini gigi 5 nya ga ada, sedangkan yang satu ini gigi
6 nya yang ga ada, kamu pasti salah masukin ke map pasien nih” katanya.
" Benar pak, yang satu ini punya ibu yang tadi, yang satunya lagi punya bapak-bapak yang barusan" jelas si perawat
" Hari ini yang foto gigi ibu-ibu semua tau, ga ada bapak-bapak" semprot si kepala ruang
APAAAA,
bisa ya salah gitu. Saya duduk saja sambil memperhatikan perdebatan
mereka. Tak lama dari dalam ruang yang sepertinya tempat untuk mencuci
hasil foto keluar satu orang perawat.
“ Iya pak, ini di dalam ada ketinggalan satu foto, mungkin yang ini punya bu Dewi”
Hadeeh,
Mungkin. Enak saja pakai mungkin-mungkin segala. Dengan gelisah saya
perhatikan mereka, yang tak kunjung bisa memutuskan kepunyaan siapakah
gerangan foto tersebut. Waduh jangan-jangan foto saya tertukar juga.
Gila aja.
Saya ga mau mengambil resiko sebesar itu, ini
gigi man, tempatnya urat syaraf bergerombol, kalau salah foto, terus
salah diagnose gimana?. Maka saya minta difoto ulang. Mungkin karena
malu, bergegas mereka memfoto ulang mulut saya. Adegan yang saya tidak
suka tadi pun diulang kembali. Letakkan dagu, dahi ditempelkan,
julurkan lidah sambil digigit. Bisa dibayangkan kan,jeleknya adegan
tersebut. Kembali saya sakit hati untk kedua kalinya.
Dari
hasil foto tersebut, dokter mengatakan bahwa gigi geraham saya tumbuh
tidak normal. Gigi tersebut tidak dapat tumbuh keluar menembus gusi
karena tidak kedapatan tempat. Sederhananya gigi saya kebanyakan
dibanding lapak tempat tumbuhnya. Rahang saya imut-imut sih, hehehe.
Akibatnya gigi tersebut sama sekali tidak tumbuh dan terbenam di dalam
tulang, atau bisa juga hanya separuh mahkota yang berhasil menembus
tulang dan gusi. Dan posisnya tidak tegak melainkan sedikit miring.
Nama kerennya gigi impaksi. Masih tenang-tenang saja dengerin
keterangan si dokter.
Kondisi gusi bengkak, kepala pusing ini
akan terus berulang saya alami kalau tidak dilakukan tindakan.. Nah
untuk itu gigi geraham saya harus dicabut. Saya masih manggut-manggut.
Tapi karena pencabutan gigi ini tidak bisa dengan cara pencabutan tang biasa, maka harus operasi.
Eh apa tadi kok ngomongin tang, mulai mual.
Si dokter terus ngoceh, ga merhatiin wajah saya yang mulai pias.
“
Nanti prosedurnya, setelah dilakukan bius local, terus dirobek tuh gusi
yang menutupi gigi, baru kemudian gigi dikeluarkan, dan terakhir gusi
dijahit kembali “
Si dokter jelasinnya kayak nerangin cara memasak indomie yang baik dan benar. Dengan tabah saya hanya bisa mendengar saja.
“ Operasi itu disebut odontectomy” tutupnya dengan puas.
Saya
hanya menghela nafas. Kemudian dia mencorat-coret resep di kertas.
Ngasi intruksi minum obat-obatan itu untuk mengurangi nyeri, ntar kalau
udah hilang sakitnya, saya diminta kontrol ulang. Obat bisa ditebus di
apotik.
Obat yang diresepkannya tuh terdiri dari
antibiotic Lincomex, Sirdalud, dan Dentacid. Menurut keterangan si
dokter tadi Sirdalud dan Dentacid adalah obat penghilang rasa sakit.
Saya percaya seratus lima puluh persen. Pertama karena yang bilang
dokter, kedua karena harganya mahal. Satu butir tertulis seharga USD
1.1. Ceilah gaya banget sih, pake dollar segala. Jangan lupa makan dulu
sebelum minum obat kata si apoteker.
Di kost, segera saya
minum tuh obat ( setelah makan tentunya) dengan harapan nyeri yang saya
derita segera hilang. Dari jam 2 siang sampe jam 6 sore, saya gulang
guling terus di kasur. Sakitnya ga reda-reda. Minum air anget, ga reda
juga. Bahkan sampai jam 1 malam saya belum bisa tidur juga. Bosan
menikmati sakit sampai jam 2 pagi tidak ada tanda-tanda si obat mahal
itu bekerja, maka saya putuskan kembali ke selera asal. Saya ambil
Paramex , robek bungkusnya, telen bulat-bulat. Tidak sampai satu jam,
si biang kerok nyeri hilang. Dan saya bisa menulis ini.

Harga obat kampung itu berapa coba, Rp 2500. Huh tau gitu saya ga perlu ke dokter. Kembali saya sakit hati yang ketiga kali.
Jadi saya simpulkan, lagu Meggy Z diatas, tidak benar dalam dunia nyata.
Windi windi....
ReplyDeleteCepat sembuh bu..
Kasian bgt smpe guling2 gitu..
Hihihihi, untunglah si biang kerok udah dicabut paksa dr kedudukannya :)
ReplyDeletejadinya mba windi di operasi atau tidak yahh?
ReplyDeletesaya mau tanya, soalnya ada yg kayak mba windi kejadiannya sama hehe. mohon infonya
Jadi mas.seminggu kemudian saya operasi dan ternyata ga semengerikan bayangan saya. Operasinya cuma sebentar 40 menitan doang.setelah operasi tuh yg lumayan asoy,cenat-cenut rasanya.tp saya dikasi obat penghilang nyeri yg ampuh bgt.habis operasi bs langsung makan padang. Ntar minta aja sm dokternya,agak mahalan sih obatnya tp gpp yg penting ga menderita.ntar aku tulis deh tentang operasinya di blog ini :D
ReplyDeletemakasih mba windi infonya :)
ReplyDeleteSakit gigi memang tidak enak sekali, lebih baik sakit hatii
ReplyDelete