Lebih Baik Sakit Hati daripada Sakit Gigi

Wednesday, February 8, 2012
Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati

Sepertinya kata-kata tersebut sudah tidak relevan lagi. Sakit gigi, otomatis dapat menyebabkan sakit hati.

Seperti tadi di kantor, seorang teman memesan pizza American Lover ukuran large. Mencium aromanya saja sudah menghasilkan impuls ke otak yang memerintahkan tubuh untuk memproduksi air liur. Hmmm, sepotong pizza pun sudah ada di genggaman, siap dilahap. Apalah daya, jangankan untuk mengunyah, bahkan membuka mulut pun tak sanggup lagi.  Dengan berat hati potongan pizza yang melambai-lambai  itupun harus berpindah tangan. Ah sakit hati ini.

Ketidakmampuan membuka mulut pun diikuti dengan cenat cenut di kepala. Sudah berusaha semaksimal mungkin menahannya. Akhirnya saya menyerah, minta izin untuk ke dokter. Awalnya seorang teman menganjurkan untuk minum obat pereda nyeri ponstan. Namun saya menolaknya. Sakit gigi dengan gejala gusi bengkak yang saya derita saat ini, bukanlah yang pertama kali. Ini sudah merupakan langganan tetap yang berulang setiap beberapa bulan.

Atasan saya merekomendasikan untuk periksa ke rumah sakit khusus gigi yang katanya lumayan bagus di Jakarta Selatan. Tanpa banyak tanya saya pun segera meluncur kesana. Benarlah, rumah sakiti gigi ini sesuai dengan yang digambarkan. Ruang tunggunya nyaman, pelayanannya cepat.


Tahap pertama, gigi saya harus difoto dulu dengan sinar X, katanya untuk mengetahui bentuk, posisi dan kedalaman gigi. Saya manut saja, lebih cepat lebih baik pikir saya. Setelah difoto, disuruh menunggu sebentar untuk melihat hasilnya. Kira-kira lima belas menit, nama saya pun dipanggil. Saat saya masuk ke ruangan tempat foto tersebut, terjadi perdebatan antara si kepala ruang dengan petugas fotonya ( masih siswa magang). Di tangan si kepala ruang melambai-lambai hasil foto gigi seseorang yang ternyata mereka bingung itu hasil fotonya siapa. Wuih, saya shock melihatnya.

“Ini bukan punya ibu Dewi, nih lihat ya foto yang ini gigi 5 nya ga ada, sedangkan yang satu ini gigi 6 nya yang ga ada, kamu pasti salah masukin ke map pasien nih” katanya.

" Benar pak, yang satu ini punya ibu yang tadi, yang satunya lagi punya bapak-bapak yang barusan" jelas si perawat

" Hari ini yang foto gigi ibu-ibu semua tau, ga ada bapak-bapak" semprot si kepala ruang

APAAAA, bisa ya salah gitu. Saya duduk saja sambil memperhatikan perdebatan mereka. Tak lama dari dalam ruang yang sepertinya tempat untuk mencuci hasil foto keluar satu orang perawat.

“ Iya pak, ini di dalam ada ketinggalan satu foto, mungkin yang ini punya bu Dewi”

Hadeeh, Mungkin. Enak saja pakai mungkin-mungkin segala. Dengan gelisah saya perhatikan mereka, yang tak kunjung bisa memutuskan kepunyaan siapakah gerangan foto tersebut. Waduh jangan-jangan foto saya tertukar juga. Gila aja.

Saya ga mau mengambil resiko sebesar itu, ini gigi man, tempatnya urat syaraf bergerombol, kalau salah foto, terus salah diagnose gimana?. Maka saya minta difoto ulang. Mungkin karena malu, bergegas mereka memfoto ulang mulut saya. Adegan yang saya tidak suka tadi pun diulang kembali. Letakkan dagu, dahi ditempelkan, julurkan lidah sambil digigit. Bisa dibayangkan kan,jeleknya adegan tersebut. Kembali saya sakit hati untk kedua kalinya.

Dari hasil foto tersebut, dokter mengatakan bahwa gigi geraham saya tumbuh tidak normal. Gigi tersebut tidak dapat tumbuh keluar menembus gusi karena tidak kedapatan tempat. Sederhananya gigi saya kebanyakan dibanding lapak tempat tumbuhnya. Rahang saya imut-imut sih, hehehe. Akibatnya gigi tersebut sama sekali tidak tumbuh dan terbenam di dalam tulang, atau bisa juga hanya separuh mahkota yang berhasil menembus tulang dan gusi. Dan posisnya tidak tegak melainkan sedikit miring. Nama kerennya gigi impaksi. Masih tenang-tenang saja dengerin keterangan si dokter.
Kondisi gusi bengkak, kepala pusing ini akan terus berulang saya alami kalau tidak dilakukan tindakan.. Nah untuk itu gigi geraham saya harus dicabut.  Saya masih manggut-manggut.

Tapi karena pencabutan gigi ini tidak bisa dengan cara pencabutan tang biasa, maka harus operasi.
Eh apa tadi kok ngomongin tang, mulai mual.

Si dokter terus ngoceh, ga merhatiin wajah saya yang mulai pias.

“ Nanti prosedurnya, setelah dilakukan bius local, terus dirobek tuh gusi yang menutupi gigi, baru kemudian gigi dikeluarkan, dan terakhir gusi dijahit kembali “

Si dokter jelasinnya kayak nerangin cara memasak indomie yang baik dan benar. Dengan tabah saya hanya bisa mendengar saja.

“ Operasi itu disebut odontectomy” tutupnya dengan puas.

Saya hanya menghela nafas. Kemudian dia mencorat-coret resep di kertas. Ngasi intruksi minum obat-obatan itu untuk mengurangi nyeri, ntar kalau udah hilang sakitnya, saya diminta kontrol ulang.  Obat bisa ditebus di apotik.

Obat yang diresepkannya tuh terdiri dari antibiotic Lincomex, Sirdalud, dan Dentacid. Menurut keterangan si dokter tadi Sirdalud dan Dentacid adalah obat penghilang rasa sakit. Saya percaya seratus lima puluh persen. Pertama karena yang bilang dokter, kedua karena harganya mahal. Satu butir  tertulis seharga USD 1.1. Ceilah gaya banget sih, pake dollar segala. Jangan lupa makan dulu sebelum minum obat kata si apoteker.

Di kost, segera saya minum tuh obat ( setelah makan tentunya) dengan harapan nyeri yang saya derita segera hilang. Dari jam 2 siang sampe jam 6 sore, saya gulang guling terus di kasur. Sakitnya ga reda-reda. Minum air anget, ga reda juga. Bahkan sampai jam 1 malam saya belum bisa tidur juga. Bosan menikmati sakit sampai jam 2 pagi tidak ada tanda-tanda si obat mahal itu bekerja, maka saya putuskan kembali ke selera asal. Saya ambil Paramex , robek bungkusnya, telen bulat-bulat. Tidak sampai satu jam, si biang kerok nyeri hilang. Dan saya bisa menulis ini.


Harga obat kampung itu berapa coba, Rp 2500. Huh tau gitu saya ga perlu ke dokter. Kembali saya sakit hati yang ketiga kali.

Jadi saya simpulkan, lagu Meggy Z diatas, tidak benar dalam dunia nyata.
6 comments on "Lebih Baik Sakit Hati daripada Sakit Gigi"
  1. Windi windi....
    Cepat sembuh bu..
    Kasian bgt smpe guling2 gitu..

    ReplyDelete
  2. Hihihihi, untunglah si biang kerok udah dicabut paksa dr kedudukannya :)

    ReplyDelete
  3. jadinya mba windi di operasi atau tidak yahh?
    saya mau tanya, soalnya ada yg kayak mba windi kejadiannya sama hehe. mohon infonya

    ReplyDelete
  4. Jadi mas.seminggu kemudian saya operasi dan ternyata ga semengerikan bayangan saya. Operasinya cuma sebentar 40 menitan doang.setelah operasi tuh yg lumayan asoy,cenat-cenut rasanya.tp saya dikasi obat penghilang nyeri yg ampuh bgt.habis operasi bs langsung makan padang. Ntar minta aja sm dokternya,agak mahalan sih obatnya tp gpp yg penting ga menderita.ntar aku tulis deh tentang operasinya di blog ini :D

    ReplyDelete
  5. Sakit gigi memang tidak enak sekali, lebih baik sakit hatii

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature