“ Pesawat Air Asia
Surabaya-Singapur hilang katanya”
Seorang ibu di bis menuju
terminal kedatangan memberitahu. Baru beberapa saat saya, suami, Tara dan
wawaknya mendarat dengan Air Asia di Kuala Namu, penerbangan Jogja-Medan pada
Minggu tanggal 28 Desember 2014 lalu.
Seketika itu juga saya langsung
membuka smart phone di tangan. Postingan #prayforAirAsia memenuhi timeline.
Duh, lemas seketika kaki saya. Terselip rasa syukur di hati, saya dan keluarga
selamat sampai tujuan. Dan bersyukur juga, saya mendengar kabar buruk itu
setelah mendarat. Bisa dibayangkan kalau saya tahu sebelum terbang, bisa-bisa
sepanjang perjalanan bakal ketakutan terjadi hal yang serupa.
Terbang dengan maskapai yang sama
dan di hari yang sama dengan pesawat yang hilang itu, sungguh seperti sebuah
sentilan halus dari Sang Pencipta. Betapa dekatnya maut mengintai kita.
Setelah 3 hari pencairan,
akhirnya siang tadi puing dan penumpang pesawat ditemukan di perairan Pangkalan Bun.
Melihat jasad korban yang terapung membuat bayangan buruk langsung menyerbu
pikiran saya. Teringat, kemarin saat terbang bersama Tara, saya tidak
memakaiakan sabuk pengaman ke Tara, sepanjang perjalanan Tara hanya saya pangku
saja. Sebelum take off pramugari memang memberi pilihan, apakah saya mau
memangku anak saya saja atau mau menggunakan safety belt tambahan untuk bayi.
Kalau dipikir sekarang, duuuh sungguh saya takut setengah mati. Dan menyesali
kenapa harus diberi pilihan oleh mba pramugari, harusnya setiap penumpang yang
membawa bayi, diwajibkan memakai safety belt tambahan untuk bayinya.
Bukan mau berandai-andai, tetapi
jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, minimal si anak akan tetap menempel
di tubuh orangtuanya, tidak terlepas. Ya Allah, sungguh saya takut sekali sekaligus
menyesali keteledoran saya, Syukurnya tidak terjadi apa-apa pada kami
sekeluarga.
Kalau saya ingat-ingat kembali,
saya pernah berada begitu dekat dengan peristiwa kecelakaan pesawat lainya.
Jatuhnya Mandala Air di Padang Bulan Medan. Pada saat itu, saya sedang
menikmati semangkuk mie ayam di USU saat sebuah ledakan terjadi. Asap hitam membumbung
tinggi. Saat itu, informasi tidak secepat sekarang, tidak ada orang yang update
status tentang apa yang terjadi. Suara raungan mobil pemadam kebakaran langsung
terdengar. Saya pikir hanya kebakaran biasa, tak lama berselang hujan turun
dengan derasnya, membuat lalu lintas semakin crowded. Saya yang tidak tahu apa
yang terjadi langsung pulang ke kos. Begitu sampai langsung melihat berita di
Tivi. Begitu terkejutnya saya saat mengetahui bahwa ada pesawat jatuh di Jalan
Jamin Ginting Medan. Tanpa membuang waktu, saya langsung kembali ke Tempat
kejadian yang sayangnya sudah diblokir para petugas, namun saya masih sempat
melihat jenazah di evakuasi ke sebuah truk, hitam sekali. Aduuh sungguh
mengerikan pemandangan yang saya lihat. Korban berjatuhan tak berbilang
banyaknya, tak hanya penumpang bahkan orang yang sedang melakukan kegiatan
sehari-hari seperti supir angkot, pejalan kaki, penghuni kos pun turut menjadi
korban.
Maka setiap mendengar berita
kecelakaan pesawat dada ini langsung berdesir ngeri, terbayang suasana Padang
Bulan pada saat itu, luluh lantak dengan puing-puing berserakan.
Banyak sekali hikmah yang bisa
kita ambil dari peristiwa-peristiwa naas itu. Menyaksikan satu keluarga yang
selamat dari maut “ hanya” karena tidak membaca sms pemberitahuan jadwal yang
dimajukan, kembali menyentak bahwa maut memang sudah ditentukan kapan
datangnya. Tak bisa dipercepat dan tak bisa diperlambat. Tidak pernah salah
alamat dan tak pernah salah orang.
Penumpang yang marah dan kesal
karena gagal berangkat pun akhirnya mengucap syukur tanpa henti. Bukti nyata
bahwa segala yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, dan yang
buruk menurut pandangan mata manusia ternyata adalah yang terbaik yang telah
diaturNya.
Musibah bertubi bagi Indonesia di
akhir tahun ini pun kembali menjadi rem bagi kita untuk tidak larut dalam suka
cita pergantian tahun, karena nyawa yang cuma selembar ini bisa diambil kapan
saja, dimana saja dan dalam keadaan apa saja.
Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya
untuk para korban Air Asia, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran,
dan kita yang hanya menjadi penonton dapat mengambil pelajaran dan lebih
mensyukuri hidup ini.
Ngeri kalo pas hampir berbarengan dengan lokasi kita ya, mba. :( Semoga penumpang yang hilang segera bisa ditemukan, aamiin
ReplyDeleteBener ya mak, apa yg baik menurut kita, belum tenth menurut Allah, sebaliknya apa yg buruk menurut kita, mungkin itulah yg terbaik menurut Allah, jadi kita memang harus srlalu berusaha berprasangka baik pd Allah
ReplyDeleteKebetulan pada hari yang sama saya dan kedua anak saya juga naik pesawat pk. 6 pagi dari Jakarta ke Balikpapan. Setibanya di Balikpapan lemess rasanya mendengar berita ada pesawat hilang, maut begitu terasa dekat, bersyukur saya dan anak2 selamat dan masih diberi kesempatan untuk hidup. Turut berduka cita para korban Air Asia, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan...aamiin.
ReplyDeletemerinding...benar-benar reminder buat kita ya mak...
ReplyDeleteYa mbaa merinding tiap nonton beritanya, AlFatihah buat semua korrban Air Asia
ReplyDeleteSemoga ruh para korban pesawat QZ8501 kembali ke tempat yang sebaik-baiknya di sisi-Nya...
ReplyDelete