Price Tag And Your Self Value

Tuesday, March 7, 2017



Halo.. halo....

Siapa pembaca disini yang kenal sama mba Nuniek Tirta.

Itu lho, nyonya cantik yang tempo hari sempat viral gegara istri direktur  pakai baju 50 ribuan.

Ini nih saya ingatkan kalau udah pada lupa.



statusnya yang viral banget

Nah, kebetulan minggu lalu mba Nuniek lagi berkunjung ke Medan. Saya ikut hadir di acara Nutsmeetup bersama blogger Medan yang lain.

Sebenarnya saya tahu mba Nuniek mah udah lama, jauh sebelum status viral blio itu beredar di medsos, sesama blogger pasti kenallah dengan mba Nuniek, dan emang dia dari dulu udah keren, jadi yaaa no wonder semenjak viral jadi makin keren, xixixi.

Acaranya sendiri diadakan di Pillastro Cafe.

Hadir juga disitu abege-abege dan emak-emak fansnya mba Nuniek. Iyalah perempuan kece, pinter , stylenya selalu keren lagi, siapa sih yang ngga suka. 

Di acara ini mba Nuniek sharing soal #SuperAffordableStyle and Fashion, Grooming and Personal Branding.

Tema yang sangat menarik menurut saya.  Namun, saya ngga akan ulas satu persatu disini, tapi saya bakal berbagi hal-hal yang menurut saya sangat menarik terkait apa yang disampaikan mba Nuniek

Kita bisa tampil dengan budget murah, tapi tidak murahan.

Jadi di Instagramnya mba Nuniek tuh, sehari-harinya blio sering memposting gaya berbusananya dengan hesteg Superaffordablestyle. Maksudnya kurang lebih, gimana bisa bergaya dan berbusana kece tapi dengan budget yang terjangkau. 

Silahkan di cek deh ke instagramnya blio. Kalau melihat IG nya, mba Nuniek tuh sering kasih harga ootdnya top to toe dan kamu pasti bakal tercengang ngga percaya. Soalnya dengan gaya kece, dan keren tapi ternyata budgetnya ngga mahal sama sekali.

Ni, total look nya cuma Rp 370 ribu, Head to toe. meijing


Saya ngga bakal jembrengin tips-tips berbusana yang baik dan benar , karena sebenarnya kemungkinan kita semua sudah taulah rumus berbusana yang baik. 

Know Your Body

Yaitu kenali bentuk tubuh  kita, tonjolkan kelebihan tutupin kekurangannya. 

Misal, punya bokong gede, ya alihkanlah perhatian orang ke bagian atas tubuh, seperti memakai kalung, or aksen di bagian leher or dada, atau jilbab. Jadi mata orang ngga menuju ke bokong kita.

Ni contohnya, Mba Nuniek itu kekurangannya di bagian bawah yang lumayan gede,
jadi mensiasatinya dengan memakai ornamen mencolok di bagian dada,
jadi fokus orang ke dada bukan ke bawah.

FYI lagi, harga baju mba Nuniek itu cuma 80 ribu., sepatunya Rp 150 rb
 (Aku merasa gagal jadi wanita hahaha)


Mix and match

Ini juga salah satu triknya. Biar budget untuk pakaian ngga turah-turah, maka saat membeli pakaian, pikirkan kalau celana or rok ini bisa ngga dimatch dengan baju kita yang lain. jadi dengan satu celana misalnya atau dengan satu rok, bisa dipasangkan ke beberapa atasa. nah itu kan sudah menghemat budget banget.

Be Proper

Kemudian jangan lupa, berpakaianlah sesuai tempat, biar ngga salah kostum. 

Ya saat di kantor, berpakaianlah layaknya orang kantoran. kalau di kantor yang memang busananya resmi trus kita pakai kaos oblong, itu kan namanya ngga sesuai tempat. Walau bukan dari apa yang dipakai kita dinilai, tapi kalau kita sendiri ngga bisa nempatin diri, ya gimana orang mau respek sama kita. 

Dan semua itu bisa banget diwujudkan dengan low budget, seperti kata mba Nuniek.


Coba Tebak, outfit saya berapaan ini, wahahahaha


Saya setuju nih dengan pendapat mba Nuniek. Karena menurut saya, pakaian murah kalau kita pinter memix and matchnya trus sesuai dengan proporsi tubuh kita dan dipakai dengan percaya diri, pasti jatuhnya tetap keren dan ngga kelihatan murahan.

Salah satu tips mba Nuniek, sering-seringlah ke acara bazar-bazar, atau ngga belanjalah saat diskon, jadi bisa dapat barang kualitas bagus dengan harga miring.

Jangan sampai demi penampilan, kantong terkuras habis ya ceu.

Karena memang sejatinya berbusana itu mah yang penting rapi, membuat kita nyaman, dan membuat orang yang melihatnya nyaman, udahlah bakal kece.

( Baca : Perempuan Cantik )

Jadi, bukan soal harga pakaiannya atau apapun yang kita pakai, tapi lebih ke bagaimana pembawaan kita atas apa yang kita kenakan.



Don't let The Pricetag Define Your Self Value

Ini nampol banget menurut saya

Betapa kita sering kebalik-balik dalam menempatkan posisi benda baik busana atau apapunlah yang kita pakai.

Kita sering banget berfikir bahwa sebuah benda mahal bisa meningkatkan nilai diri kita.

Pengennya pakai baju mahal, sepatu dan tas branded, dengan harapan, kita jadi kelihatan keren karenanya.


Jangan heran kalau lihat orang-orang yang berusaha mati-matian membeli segala barang branded demi mengupgrade nilai diri.

Ngga salah sih, karena ngga bisa dipungkiri yang namanya barang-barang branded itu biasanya lebih bagus, lebih nyaman dan memang kelihatan lebih wow. Dan ngga salah juga kalau kita berharap setelah kita mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membelinya, maka nilai diri kita, kepercayaan diri kita bakal terdongkrak karenanya.

Namun, pemikiran seperti itu yang sebaiknya diubah.

Karena yang namanya baju, sepatu, tas, jam tangan, apapun lah yang kita pakai, sebenarnya hanyalah benda biasa ciptaan manusia. Sedangkan diri kita adalah ciptaan yang maha Kuasa. Ya masa, ciptaan manusia bisa kalah sama ciptaan Tuhan?

Maka, seharusnya bukan sebuah barang yang meningkatkan value kita, tapi diri kitalah yang meningkatkan value suatu barang.

Ibaratnya begini, si Om Mark penemu facebook itu, pakai baju cuma kaos biasa doang warna abu-abu. Di orang lain mungkin kaos itu ya terlihat seperti kaos biasa seharga gocap. tapi ketika dipakai Mark, kaos itu jadi bernilai lebih.

om Mark

Om Steve

So, sebelum kita capek-capek mengupgrade penampilan demi nilai diri yang lebih, baiknya dibalik aja, tingkatkan dulu nilai diri kita, maka saat kita memakai baju atau barang apapun, maka barang-barang itu yang bakal terdongkrak nilainya karena kita yang pakai.

Ini bukan berarti kita ngga boleh pakai barang branded lho. Sepanjang kita mampu dan memang dibutuhkan ya kenapa tidak? . Hanya jangan sampai demi citra diri ,kita sampai menghabiskan dana berlebih yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Oke Sip.


Investasi Mahal Tapi Tak Mahal

Bah, apa maksudnya ini? Mahal kok ngga mahal.

Yup, jadi, ada beberapa hal yang mungkin saat kita mengeluarkan sejumlah dana kelihatannya mahal, padahal sebenarnya ngga mahal.

Contohnya dalam hal penampilan. Saat kita invest dengan membeli skincare mahal, sebenarnya itu bisa dibilang ngga mahal. Karena kalau wajah kita udah bagus, mau pake makeup apapun , yang murah sekalipun, jatuhnya ya bagus aja. Inilah yang disebut mahal tapi tak mahal.

Bisa juga, dengan kita ngeluarin duit untuk ngegym, kelihatannya mahal, tapi jadi ngga mahal, karena dengan ngegym badan kita sehat, kita jadi jarang sakit, biaya berobat bisa zero. Trus karena kita ngegym, badan jadi bagus, jadi langsing, jadi mau pakai baju apa aja, pantes dan enak dilihat. tahu kan, baju untuk orang lansging-langsing itu banyak yang murah ya sis, beda banget sama baju untuk orang semohay, Lol.

So, dalam mengeluarkan duit, apapun itu, kita harus tau tujuannya apa, dan apa kegunaan dan keuntungan untuk kita.

Bisa jadi kelihatan mahal tapi sebenarnya tidak mahal.

Malah bisa dibalik juga tuh, misal kita mau murah nih, belilah kosmetik abal-abal yang mengandung mercury, yang bisa cepet banget bikin kulit putih. Awalnya memang mura, beli cream cuma 50 ribuan , tapi setelahnya wajah kita rusak, mungkin malah bisa terkena penyakit kulit, akhirnya pengeluaran malah makin gede.

Maka, ini disebut, murah yang tidak murah, auk ah.



Selain mba Nuniek, disitu hadir juga suaminya, Mas Natalie Adrianto. Nah dari si mas natalie ini juga ada beberapa hal menarik yang menjadi catatan saya. Menurut beliau salah satu kunci hidup bahagia adalah pintar memanage ekspektasi.

Mas Natalienya lagi sharing, Mba Nunieknya yang senyam senyum


Manage Expectation

Maksudnya, biar hidup kita tenang dan jauh-jauh dari rasa kecewa, maka sebaiknya kita memiliki kemampuan untuk memanage ekspektasi kita terhadap sesuatu.

Kalau dikaitkan dengan penampilan tadi, misal nih kita pesen barang di online shop seharga 80 ribuan. ya ekspektasinya jangan berharap kita bakal dapat barang dengan kualitas 500 ribu. Ekspektasikanlah dengan barang seharga 80 ribu. Sehingga saat barangnya datang ternyata kualitasnya ya seharga kualitas barang 80 ribuan, kita ngga kecewa. pun jika ternyata kualitas barangnya malah di atas itu, kitanya jadi hepi.

Demikian juga dalam kehidupan berkeluarga. Ngga usah memasang ekspektasi terlalu tinggi kepada pasangan, biar lebih bahagia menjalani hidup.

Misal nih, udah tau memang dari kenal dulu, suami bukan orang yang romantis, ya jangan sampai kita pasang ekspektasi di setiap ultah kita bakal dikirimin buket mawar, dinner romantis, dihadiahi kalung berlian.

Yang ada kita bakal kecewa.

Ya kalau kenalnya dulu emang orangnya ngga romantis, ya ekspektasinya juga disitu. Sehingga kalau dia ngga bawain mawar ya kita ngga kecewa, but kalau tiba-tiba doi ngajak dinner romantis, atau ngasih coklat bentuk love -love, kita bakal surprise dan bahagia.

Xixixi, sederhana ya rumusnya, tapi kadang susah dilakukan.



Entahlah, kok bisa-bisanya yang lain belum pesen makanan
makanan saya udah ada aja di atas meja, hahahah

Orang Ingin Kita Menjadi Biasa

Trus berikutnya, mas Natalie menyampaikan bahwa saat ini, banyak orang yang berusaha menjadikan orang-orang di sekelilingnya menjadi orang biasa.

Iyep, ibaratnya nih, kalau kalian pernah lihat sekumpulan kepiting di sebuah baskom gede. Nah, perhatikanlah, kalau ada aja kepiting yang berusaha mencapai ujung baskom, pasti ada kepiting lain yang bakal menariknya, sehingga jatuh lagi. Gitu terus, sampai akhirnya ngga ada kepiting yang berhasil keluar dari baskom.

Nah begitu juga dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya di pekerjaan. banyak banget kan kita ketemu sama orang atau rekan kerja yang kalau kita berbuat outstanding, mereka malah berusaha agar kita menjadi biasa.

" Alaaah, ngapain lu rajin banget kerja, sama kok gajinya, nyantai ajalah kayak kita"

Sounds familiar?

Tapi percayalah yang namanya orang-orang menonjol itu dimanapun dia berada, pasti bakal banyak keuntungannya.

Mas Natalie mencontohkan, seperti dia dulu saat bekerja. Dimana, teman-temannya itu selalu berpakaian ala kadarnya. Pakai kaos oblong, jeans dan sepatu biasa kadang pakai sendal malah. Nah mas Natalie tuh tiap hari selalu berpakaian rapi, pakai kemeja, atau ngga kaos berkerahlah minimal, pakai celana, dan sepatu yang rapi.

Hingga bila ada meeting dengan client, si bos butuh mengajak anggota untuk mendampingi, ya yang bakal diajak otomatis mas Natalie, karena dia yang paling ready secara penampilan.

Itu contoh kecil, dimana kalau kita berbeda , tetapi berbeda yang positif ya, maka ngga akan pernah rugi sama sekali.


So, inti dari sharing mba Nuniek dan Mas Natalie yang bisa saya sampaikan sama teman-teman semua adalah.


  • Bahwa yang namanya penampilan itu memang bukan utama, tetapi akan jauh lebih baik kalau kita berpenampilan baik. Karena saat orang berkenalan dengan kita pertama kali yang pasti dilihat adalah penampilan, kita ngga bisa memungkiri hal tersebut.
  • Namun, penampilan baik, bukan berarti harus mahal. Kita bisa tampil keren dan pantas dengan budget yang sesuai kantong.
  • Jangan menjadi hamba benda-benda. Bukan mereka yang menambah nilai tambah kita, tapi kitalah yang memberi add value ke barang yang kita pakai. maka, upgrade diri jauh lebih penting daripada upgrade penampilan.
  • Dimanapun berada, tetaplah menjadi orang dengan performa yang bagus, jangan biarkan orang lain mendown grade diri kita.
Overall, saya senang banget dengan acara kemarin. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari pasangan suami istri ini.



Melihat cara mereka berbicara, tindak tanduknya, ngga heranlah kalau dua orang ini menjadi pasangan pemilik start up yang sukses di negeri ini. Orang-orang humble yang tetap berpijak ke bumi walau kesuksesan sudah di genggaman.

Seperti kata mba Nuniek di postingan viralnya dulu :
" Meski income terus bertambah, tapi lifestyle ngga banyak berubah"

Iyes, bukan lifestyle yang mengikuti penghasilan yah, hahaha. Sip deh mba Nuniek. Thank you udah berbagi kisah inspiratif dan seru dengan kami.












Membawa Anak Ke Event Bloger ?

Wednesday, March 1, 2017
Membawa anak ke event blogger?


Jadi lagi rame nih soal sikap dan attitude blogger saat menghadiri sebuah event. Saya ngga mau bahas soal gimana attitude blogger seharusnya yah, karena namanya attitude itu mah berlaku umumlah dimanapun. Berhubungan dengan kepantasan, ngapain diajar-ajarin. Karena terkadang pantas menurut kita belum tentu pantas untuk orang lain, begitupun sebaliknya.

Saya dan Gesi mau bahas soal membawa anak ke event blogger aja.


Baca punya Gesi


Lho kok anaknya dibawa-bawa ke event, emang mau kondangan apa? , LOL

Bagi pembaca yang bukan blogger, saya jelasin dikit yah. bahwa yang namanya blogger itu sekarang ini udah sering banget dijadikan partner oleh brand-brand untuk mempromosikan atau memperkenalkan produk mereka.

Jadi kerap kali seorang blogger diundang untuk menghadiri event yang diadakan mereka, dengan tujuan agar blogger tahu apa yang ingin mereka sampaikan ke masyarakat luas, menuliskannya di blog untuk kemudian dishare biar semakin banyak orang yang tahu.

Tujuannya tentu saja agar masyarakat lebih aware dengan produk mereka.



Nah, terkadang ada beberapa blogger yang suka membawa anaknya untuk mengikuti event, sehingga terkadang mengganggu jalannya acara. Yah gimana namanya anak-anak , ngga semuanya kan kalem. Ada yang suka lari sana lari sini, ada yang suka teriak-teriak, ada yang suka mondar-mandir, bahkan ada yang hobinya gegulingan di karpet. Lucu yah.

Iya lucu, tapi jadi tidak lucu kalau itu dilakukan di event yang kadang memerlukan konsentrasi dan suasana tenang agar peserta atau undangan lain bisa tenang mendengarkan materi yang disampaikan.

Sebenarnya perkara bawa anak ke event ini memang sungguhlah masalah maha besar di dunia perblogeran.

Kenapa?

Karena ini adalah rantai setan yang susah putus.

Begini .

Hidup kebanyakan perempuan khususnya yang sudah punya anak , tidaklah sama dengan para single happy ataupun perempuan yang belum punya anak. Terkadang ada rasa jenuh yang menghampiri. Ngga cuma ibu rumah tangga, even ibu bekerja pun mengalaminya. Beberapa ada yang mengatasinya dengan menyalurkan hobinya ataupun kemudian menemukan passionnya dalam dunia blogger.

( Baca : Ekspektasi vs Realita Setelah Jadi Ibu )

Ngeblog menjadi sebuah me time, menjadi sebuah terapi, menjadi sebuah hiburan yang membuat para ibu ini tetap bisa menjalani hidup dengan normal disamping drama-drama keseharian yang you knowlah.



Setelah ia meluangkan waktu untuk ngeblog sembari mengasuh anak, eh ternyata ngeblog itu bisa menghasilkan uang. Maka para bloger ibu-ibu ini pun semakin semangat ngeblog. karena ternyata bisa banget menghasilkan uang tanpa meninggalkan anak.

Kemudian seiring perkembangan jaman, ternyata selain bisa menghasilkan uang melalui job berupa tulisan di blog, ada juga kegiatan blogger yang lain yaitu menghadiri event.

Event bloger ini bagi sebagian ibu tidak hanya sekedar untuk cari job yang korelasinya materi, tapi juga sebagai ajang untuk keluar dari sarangnya. Ketemu dengan teman sesama bloger tentulah sangat menyenangkan setelah sepanjang hari berkutat dengan pekerjaan rumah. Bahkan bagi ibu bekerja pun, menghadiri event blogger itu juga menyenangkan, karena ada banyak ilmu dan ya ketemu teman sesama bloger disana. Maka bagi mereka pergi ke event itu sekaligus sebagai hiburan, bahkan me time.

Eh tapi karena dia punya anak, maka menghadiri event itu kadang bisa jadi dilema tersendiri.

Pengen hadir, tapi anak sama siapa?
Mau hadir, tapi boleh bawa anak ngga ya?
Mau hadir, kalau bawa anak, ntar mengganggu acara ngga ya?
Ngga hadir ajalah, tapi kan sayang acaranya kayaknya seru.
Ngga hadir ajalah, tapi lagi butuh keluar rumah nih, suntuk di rumah aja
Ngga hadir, tapi nanti kalau aku nolak, aku ga bakal diundang event lagi, kan sedih.
Ngga hadir, tapi gimana dengan eksistensi, gimanaaaa? eh
Masa gara-gara event anak ditinggal sih, bawa aja ah.
Kalau setiap event ga boleh bawa anak, kapan aku hadir di eventnya, anakku kan ngga ada yang jaga.
Kalau nunggu ada yang jaga anak, kapan ilmuku nambah?



edebre
edebre
edebre
Terusin sendiri



Nah lho, ternyata dibalik kehadiran bloger yang bawa anak ke event itu mungkin sebelumnya sudah ada perang batin terlebih dahulu.

Xixixi, ini saya cuma nebak-nebak lho, tauk bener atau ngga.

Iya, kemungkinan seorang blogger yang bawa anaknya ya karena alasan-alasan di atas. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa jangan sampai kegiatan apapun untuk dirinya membuat ia harus meninggalkan anak. bisa jadi dulu dia adalah ibu bekerja yang kemudian resign, maka akan terjadi semacam monolog ke diri sendiri seperti ini

" Aku dulu memutuskan berhenti kerja biar deket anak, setelah di rumah aku jadi punya waktu ngeblog. Setelah aku seneng ngeblog , kok aku malah ninggalin anak untuk kegiatan ngeblog, jadi ngapaan aku berhenti kerja kalo begitu?"

Itu baru satu, yang lainnya ya kayak yang saya tulis di atas. Keinginan untuk bertemu teman, untuk mengupgrade diri, untuk me time, untuk keluar dari rutinitas, untuk cari duit, apalah, bisa apa saja.

( Baca : Ngeblog Itu yang kayak Gini Lho)

Maka membawa anak ke event jadi semacam hal yang lumrah bagi para blogger tersebut. Dengan alasan

" Kan udah nanya ke pembuat acara"
" Kan anakku yang penting anteng ngga ganggu orang"
" Kan gw ngga nyenggol hidup lu"
" Kamu ngga tau sih rasanya punya anak gimana"

Yang intinya adalah, membawa anak seharusnya tidak menjadi issue di kalangan blogger, bukan hal yang harus dipermasalahkan. Karena ibu dan anak harusnya ngga jadi masalah mau dimanapun berada bersama-sama. Kalau harus ninggalin anak mending jadi pekerja kantoran sekalian, ngapain jadi blogger.

Gitu terus loopnya muter. Makanya saya bilang rantai setan.

Benarkah demikian?

Biar ngga los fokus, saya bahas hanya tentang bloger yang datang ke event dan dibayar aja ya. kalau ngga dibayar ntar lain lagi ceritanya.

Kalau ditanyakan ke saya pribadi, membawa anak ke event blogger itu yay or nay, saya bakal jawab

Tergantung orangnya#Plak.

Bagos ya sis, jawabannya sangat idealis banget, cari aman aja, lol.

Ngga ding, saya bakal jawab NAY

Why?

Dalam hal ini, saya menyamakan membawa anak ke event itu sama dengan perkara membawa anak ke kantor. Menurut saya itu sama dan sebanding.

Karena walau bloger itu bukan pekerjaan resmi, dan yang namanya blog itu adalah jurnal yang ditulis secara personal, namun saat seorang bloger memutuskan untuk menerima job, atau mendapat uang dari blognya maka sepantasnya dia memposisikan dirinya saat menerima job or kerjaan itu sebagai kegiatan profesional.

( Baca : Tentang Profesionalisme Ibu bekerja )

Yang saya maksud profesional disini, berarti ada guideline yang jelas. Iya saat menulis di blog, kamu itu adalah personal, namun saat menerima job ya kamu jadi pekerja, karena kamu dibayar dan disitu ada kewajiban yang harus kamu lakukan atas sejumlah imbal jasa yang kamu terima.

Tapi kan blogger bayarannya ngga gede?

Siapa bilang. Yuk hitung.

Misal gaji pekerja pegawai biasa Rp 4 juta/bulan.
Berarti sehari = 4 juta/ 25 = Rp 160.000,- perhari.

Blogger dibayar berapa tiap datang event?

Wew saya ngga tau jawaban kalian apa. Tapi saya kira pasti di atas itu, dan pastinya acara ngga seharian kayak di kantor bukan?

Oke, mungkin ada alasan, kan blogger ngga digaji setiap hari beda dengan pegawai kantoran, but tetep kan yah dia dibayar, yang artinya dia bekerja

So, bisa yah kita bilang blogger yang nerima job untuk datang ke event dan dibayar, maka sama dengan sedang bekerja. Yang bayar brand, yang kerja dia  bersama bloger lain, para wartawan, dan awak media lain.

Clear.

Nah, karena blogger tidak hadir sendirian disana, sama dengan seorang karyawan tidak bekerja sendirian di kantor, maka kita sebagai pekerja tidak bisa seenaknya sendiri. Tidak bisa kita hanya berfikir, ah yang penting aku udah ijin sama bos, ah yang penting anakku anteng ngga ganggu orang, ah kalau anakku ngga dibawa trus anakku sama siapa di rumah.

Untuk jawabannya kembali, coba bayangkan kalau pertanyaan itu ditanyakan kepada ibu bekerja.

Ya sami mawon. Saat seorang bloger memutuskan untuk nerima job or menghadiri event dan dibayar, sebaiknya ia sudah memikirkan konsekuensinya. Ini konsekuensi yang bisa diprediksi ya, beda sama kondisi ibu bekerja yang tiba-tiba anaknya sakit atau tiba-tiba ARTnya pulang kampung ngga bilang-bilang .

( Baca : Dear Rekan Kerja, Maafkan Kami para Working Mom )

Kecuali untuk event yang memang mandatorynya membawa anak ya. Kayak event susu, or playground, or tema-tema parenting yang memang mengharuskan bawa anak, maka membawa anak jadi sesuatu yang wajar-wajar saja.

Ini memang harus bawa anak


Tapi jika bukan acara yang diperuntukkan untuk kehadiran anak, walaupun di undangan tidak tertulis " dilarang membawa anak" ataupun pihak penyelenggara sudah mengizinkan sebaiknya seorang bloger harus berfikir ulang untuk membawa anaknya ke acara.

Saya kasih tau alasanya.


  • Orang lain yang sedang bekerja, tentu ingin bekerja secara tenang (ingat sama dengan kerja di kantor)
  • Anak-anak memang menggemaskan, namun akui saja mereka itu kadang berisik, kadang lari-lari kesana kemari, kadang nangis, kadang guling-guling, kadang minta makan, minta dikawanin ke kamar mandi, mondar-mandir dan yang pasti mereka bosenan, kalau udah bosen biasanya cranky, nangis. Wah banyak deh. Yang tentu saja itu bisa menganggu orang lain yang saat itu sedang bekerja dan berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya dengan sebaiknya.
  • Saat kita membawa anak ke tempat kerja, tentu kita ngga akan seratus persen konsen ke kerjaan. Semulti tasking multi taskingnya perempuan, tetep aja kalau ada anak di samping kita, pasti pikiran kita terbelah, ekor mata kita pasti ngikutin gerak-geriknya. Akibatnya apa yang disampaikan di acara ngga akan maksimal kita perhatikan or dengarkan (padahal kita dibayar untuk itu)
  • Mau ngga mau saat anak kita berisik, atau nangis, atau berbuat selayaknya anak-anak, kita jadi menuntut orang sekitar untuk mengerti. karena saat misal anak kita nangis trus orang sebelah bilang " Ssssst diem dek" kita pasti tersinggung. ya ngga sih?
Nah itu tuh alasan yang harus kita pikirkan. Jadi ngga semata soal diri kita pribadi, tapi ada hak orang lain juga disana dan tentu saja karena kita bekerja atas nama blog kita yang artinya blog kita itu diwakilkan oleh diri kita sendiri sebagai brandnya, ya kita juga harus menampilkan personal yang mencerminkan branding kita (halah belibet)

Kok susah sih?

Lha iya, siapa bilang bekerja itu gampang. 

Ngeblog itu ngga susah, boleh seenaknya kamu, semaunya kamu sesuai tujuan ngeblogmu, karena memang blog itu sifatnya personal. Namun saat kamu memutuskan memperoleh uang dari blog, menjadikan blog sebagai sumber penghasilan, ya bersikaplah profesional.


Saya ngga ngomongin soal urusan dapur ya. Iya dapur orang siapa yang tau. Mau kamu nerima rate berapapun untuk job yang kamu terima itu urusanmu, tapi saat melibatkan orang lain, itu jadi ngga hanya urusan diri kita sendiri.

Terus bagaimana? kalau penghasilan saya dari blog dan anak saya ngga ada yang jaga, saya harus gimana?

Mungkin bagi blogger yang memang penghasilannya dari ngeblog, hadir ke event dan meninggalkan anak menjadi sesuatu yang mustahil, karena ngga ada anak yang jaga. Nah saat seperti itu, mintalah bantuan pak suami. Kalau memang memungkinkan ajaklah suami ke tempat acara, minta bantuan suami untuk jaga anak, kalau bisa ya ngga usah masuk ke tempat acara juga, karena alasan dia atas tadi. Tapi tentu kamu harus pastikan bayarannya sebanding dengan pengeluaranmu.



Kalau ngga bisa?

Ya ada baiknya, kamu pilih opsi untuk tidak menghadirinya. Toh job bisa dalam bentuk lain, ngga harus dari event.

Iya,ngga ada salahnya lho,menolak event kalau memang kondisi kita ga memungkinkan

Kalau kamu tetep kekeh mau bawa anak, anak-anak guwe kok, penyelenggara aja ngga melarang, sebodo teuing sama orang lain.

Ya ngga apa. It's up to you, but ya kamu juga ngga boleh marah kalau ada orang yang merasa terganggu.

Sama dengan membawa anak ke kantor or ke tempat kerja karena berbagai alasan, ya kita juga harus siap kalau ada yang komplain baik terang-terangan komplain ke kita atau komplain sambil bisik-bisik.

Saya pribadi sebagai ibu bekerja beberapa kali membawa anak saya ke tempat kerja, biasanya sih ke acara semacam outing kantor gitu yang acaranya cenderung santai. Tapi tetap anaknya ngga ikutan ke acara. Dia di kamar or main di hotel, sementara saya mengikuti acara kantor. Sehabis acara baru saya main sama anak.

Ni tara ikut ke kantor hari Sabtu pas saya lembur


Karena apa?

Karena memang kantor, or tempat kerja bukanlah tempat yang tepat untuk anak. Bahkan di sekolah yang notabene penuh dengan anak-anak, sangat jarang kan kita lihat ibu gurunya ngajar sambil bawa anak. Kalaupun ada , tentu ada yang akan merasa tidak nyaman. 

So, terserah kamunya mau menganggap pekerjaanmu or profesimu ini sebagai kerjaan ecek-ecek atau kerjaan yang harus disikapi secara profesional. Apapun itu kembalinya ntar ke diri sendiri kok.

But sekali lagi, ini murni pendapat pribadi saya dengan sudut pandang saya yang notabene sehari-hari sebagai ibu bekerja, punya dua anak, dan memiliki support system yang baik.

Makanya walau saya Nay untuk membawa anak ke event, tapi saya juga ngga ngejudge ibu-ibu yang bawa anak. Saya mengerti kemungkinan mereka punya pertimbangan sendiri.

Dan karena saya memang pilih-pilih banget untuk ikut event, jadi ya pengalaman soal berinteraksi dengan ibu-ibu blogger yang bawa anak ke event itu belum terlalu banyak.

Pernah sekali di acara susu yang notabene memang acara parenting, tapi formatnya seminar, banyak banget ibu yang bawa anak. padahal sudah disediakan playground di luar ruangan untuk anak. tapi ga ada yang mau naruh anaknya disitu, hampir semua bawa anaknya masuk ke ruangan. Saat itu saya kasihan dengan narasumbernya, karena dia ngga bisa ngomong, suaranya ketutup dengan suara tangisan dan teriakan anak-anak. MC nya sampai berkali-kali meminta agar anak-anak dibawa ke playground saja.

Saya yang duduknya agak di tengah, yah lumayan denger sayup-sayup, ngga tau gimana yang duduk di belakang.

Mungkin memang perlu dipikirkan bagaimana baiknya agar kedua pihak bisa terakomodir dengan baik tanpa pihak lain dirugikan

Membawa anak ke event bukan hal yang memalukan, percayalah itu sama juga dengan membawa anak ke kantor juga bukan hal yang memalukan. Tapi kita harus ingat bahwa dalam hal bekerja, ada guideline yang harus kita ikuti. Karena kita kerja ngga sendirian, ada orang lain juga yang berhak melakukan pekerjaannya dengan baik.

Namun, penting diingat juga, bahwa kondisi tiap orang berbeda, jadi ngga bisa juga kita sembarangan menjudge orang. yah kembalilah ke pilihan masing-masing.

#sungkemdulusamaemakemak





Sex Education Untuk Anak, Perlukah?

Thursday, February 23, 2017
Sex education untuk anak, perlukah?



Kalau pertanyaan ini diajukan kepada orangtua manapun saat ini,pastilah jawabannya beragam.

Ada yang akan langsung menjawab perlu, dan saya yakin pasti masih ada yang menjawab tidak perlu.

Yang menjawab tidak perlu, kebanyakan adalah orangtua yang masih menganggap sex adalah sebuah hal yang tabu dibicarakan.

Ngisinin, malu,rikuh, ngga enak.

Padahal, yang namanya sex itu kan sesuatu yang alamiah pada manusia, jadi seharusnya ngga perlu malu membicarakannya, jika dalam koridor dan tujuan yang tepat.

Apalagi belakangan, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak semakin sering terjadi, hiii bikin parnoan. Apalagi saya, yang punya dua orang anak perempuan. Eh tapi ngga hanya anak perempuan sih, anak laki-laki juga sama saja perlakuannya.



Jujur saja, saya sempat kecolongan dalam memberikan sex education kepada Tara. Walau sudah sering membaca soal sex education, saya sempat berfikir " Ah nanti sajalah, sebentar lagi, belum saatnya".

Sampai entah gimana, suatu hari (auuuuuu, udah kayak dongeng belum nih), waktu saya menemani Tara bobo sambil minum susu (Tara minum susu sambil tiduran), saya lihat tangan kiri Tara dimasukin ke celananya.

Jadi tangan kanan pegang botol susu, tangan kiri dimasukin celana. Saya ngga kaget sih, soalnya sebelumnya kan saya sudah punya ponakan dan pernah melihat hal yang sama. Sambil sayang-sayang Tara, langsung saya bilang " Tara, tangannya ngga boleh dimasukin ke celana, kotor ya".

Eh ternyata Taranya marah. Setiap saya keluarin tangganya, langsung ditepisnya. " Bundaaaaaa....... Tara mau pegang", saya ambil tangannya, gitu lagi. Duh T________T.


Ternyata kata ART saya, Tara memang udah sering begitu.

Pernah juga pas pipis, saya melihat Tara ketawa-ketawa sendiri. Saya pikir dia lagi ngapain ternyata sambil cebok dia pegang-pegang kemaluannya dan merasa geli sendiri.

Nah, disitulah saya langsung dhueng gitu " Ah iya ternyata aku belum pernah ngasih edukasi ke Tara soal sex) huhuhu.




Nah, bagi ibu-ibu yang pernah mengalami hal serupa, yaitu melihat anaknya memegang kemaluannya, atau menggesek-gesek kemaluannya, atau malah memegang kemaluan temannya, ngga usah cemas, ngga usah malu dan ngga usah khawatir ya bu.

Ternyata, memang pada anak, ada yang tahapan psikologi yang memang wajar terjadi.

Kebetulan, saya punya seorang teman kantor yang istrinya adalah penggiat di dunia anak, namanya mba Fadhila Wulandari. Kemarin, saya dapat edukasi penting nih dari si mba Wulan soal tahapan psikoseksual anak ini. Saya bagi sekalian disini biar banyak yang tahu.

Jadi, mba Wulan mengatakan bahwa tahapan psikologi anak ini, menurut Sigmund Freud dinamakan tahapan psikoseksual. Ketika anak yang sedang mengalami fase ini, namun terlewat tanpa arahan maka akan berpengaruh pada terbentuknya perilaku anak ketika mereka telah dewasa 😢

Oleh karena itu penting sekali bagi orangtua untuk memahami tahap perkembangan psikoseksual anak sehingga kita bisa melakukan upaya penguatan pijakan kepada mereka sehingga mampu menghantarkan setiap fase tersebut dengan tepat dan tuntas 😍💪

Nah tahapan psikoseksual menurut Sigmud Freud ada beberapa fase :

1. Fase oral 

Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. 

Freud menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda (mainan, jari jemari, dll) kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh anak 👨‍👨‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👦🍼

Menyusui merupakan salah satu fase untuk pemenuhan fase pertama ini. Maka aktifitas menyusui hingga 2 tahun memberikan efek psikologis yang besar kepada anak. Salah satunya ketika sang anak telah dewasa, kelak ia memiliki konsep diri yang baik 👍🏻

2. Fase anal 

Berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (toilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus).

Mengeluarkan feses dari anus adalah hal yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan orang dewasa di sekitarnya 😊😇

Di fase ini, pembiasaan toilet training (tidak dibiasakan memakai diapers sehari2) di usia yang tepat, akan berpengaruh pada kemampuan pengendalian dirinya 👍🏻

3. Fase Pahllic.

Berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelaminnya. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus komplex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan😀😊

Pada tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. Maka ada kasus yg ditemukan (di sekolah saat toilet training) seorang anak perempuan yang berusaha menyentuh penis anak laki2. Kemudian diberikan penguatan pijakan tentang konsep diri terkait ciri-ciri gender dan stereotype yang melekat 😎

4. Fase Latensi

Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas. Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas. Maka pada masa ini, perlu pendampingam intensif dari ortu untuk menyiapkan pijakan ketika menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki - laki

5. Tahap Genital

Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas. Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui hubungan seksual dengan lawan jenis


Pyuuuuh, tuh kan, ternyata fase memegang kemaluan di anak itu memang ada.

Nah, masih menurut mba Wulan nih, ada hal-hal preventif yang bisa dilakukan orangtua agar setiap tahapan psikoseksual ini bisa terlewati dengan baik.

1. Memahami tahapan psikoseksual untuk bekal penguatan pijakan sesuai tahapan perilakunya. Sehingga kita bisa memberikan respon yang tepat jika hal tersebut dialami oleh anak kita 👍🏻

2. Menggunakan buku sebagai media pendukung pembelajaran. 

Mungkin untuk saat ini belum banyak buku sex education. Nah untuk buku, orangtua harus mendampingi anak saat membacanya, biar tidak salah pengertian.

Jangan asal marah dengan buku yang beredar,  karena harusnya ya orangtua aware juga terhadap apa yang dibaca anaknya.  Temanin kalau bisa malah,  saat anak membaca.

3. Ketika kita melihat indikasi anak melakukan perilaku yang memasuki tahapan psikoseksual. Maka kita berikan pernyataan tidak langsung sesuai fakta tentang apa yg kita lihat  ☺😎

(Contoh : "Bunda melihat, ada yang menggesekkan alat kelamin" "Adik sedang apa? Apa yang dirasakan?" Berikan respon yang wajar, sehingga bisa terjalin komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak. Bereaksi marah menghambat anak mendapatkan arahan yang tepat terkait perilaku tersebut 👍🏻

Ketika bisa berkomunikasi dua arah lanjutkan dengan memberikan pijakan logis tentang sebab akibat perilaku tersebut ditinjau dari kesehatan


Begitu ya bu ibu, jadi jangan langsung panik-panik ngga menentu kalau melihat anaknya sampai di tiap fase psikoseksualnya itu.

Balik maning ke pengalaman pribadi. Dulu Tara itu saya dapati suka memegang kemaluannya di usia 2 tahunan, masih kecil banget kan. Tapi ngga apa, walau masih kecil gitu, anak-anak sudah bisa kok diberitahu.

Ada beberapa hal yang saya lakukan dalam hal memberi sex education kepada Tara, dan mudah-mudahan Tara bisa nangkepnya.

Memberi Tahu Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan

Kirain gampang, ternyata agak susah, hahahaha.

Jadi Tara saya beritahu perbedaan laki-laki dan perempuan dengan bahasa yang mudah dipahaminya. Caranya ngga gimana-gimana sih. Misal saat Tara mau sekolah, kan Tara pakai jilbab, jadi saya bilangin, " Tara pakai jilbabnya, anak perempuan pakai jilbab dulu ya"

Trus dia bakal nanya " Puan puan itu apa bunda" xixixi

Ya udah jelasin aja sekalian. "Perempuan itu kayak bunda, kayak tante, kayak oma, adek Divya, kalau papa itu laki-laki"

Trus Taranya bingung, malah lanjut nanya.

"Ibu guru bunda"
"Ibu guru perempuan"
"Oma"
"Oma perempuan"
"Pak satpam"
"Pak satpam laki-laki"

Gituuu terus sampe habis semua yang dikenalnya. Tapi gitu saya yang balik nanya, eh ketuker ketuker T_____T.

Ngga apa, lakukan aja terus sambil dikasih tau bedanya perempuan sama laki-laki.

" Bunda, bunda pakai ini ya"( Tara nunjuk-nunjuk bra saya di lemari)
"Iya, soalnya bunda perempuan jadi pakai beha,kalau papa ngga karena papa laki-laki"

" Bunda pakai itip ya (lipstik)"
" Iya, kan bundanya mau cantik, karena bunda perempuan, kalau papa ngga pake lipstik, karena papa laki-laki"

"Karena papa ganteng ya bundaaa"



Hal-hal seperti itulah.

Kayak kalau sholat bunda dan Tara pakai mukena, papa pakai peci.

Tara ngga boleh mandi sama papa, karena Tara perempuan papa laki-laki.

Saya belum bisa memastikan apakah Tara mengerti benar dengan apa yang saya bilang, tapi paling tidak dia udah bisa nyimpulin satu hal.

" Bunda kalau abang-abang itu laki-laki ya, kalau kakak kakak itu perempuan" xixixixi.


Memberi Tahu Area Tubuh Mana Yang Tidak Boleh Disentuh

Yup, kita bisa lho mengajarkan ke anak bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh orang. Kalau di saya, saya melakukanya di saat-saat saya bisa nunjukin bagian tubuh Tara dengan jelas.

Saat apakah itu?

Yak benar. Saat mandi.

Sampai sekarang Tara masih suka mandi bersama saya. Jadi ya udah sekalian mandi saya kasih

Saat mandi, sekalian saya kasih tahu mana bagian-bagian tubuh yang ngga boleh dipegang oleh orang lain selain saya.

Bagian dada, perut dan daerah seputar celana.

Biar gampang dicerna anak, sebelumnya saat mau bobo gitu saya kasih Tara nonton video edukasi sex untuk anak ini. Video ini lumayan jadi favorit Tara selain Upin Ipin, soalnya bahasanya mudah dimengerti anak-anak.

Tonton ya





Memberi Tahu Bahwa Dia Tidak Boleh Disentuh oleh Orang Asing

Abis nonton videonya, saya tanya lagi soal isi video. Tara suka banget nih permainan tanya jawab begini.

Saya : " Tara, Tara ngga boleh ya dicium atau dipegang-pegang sama sembarangan orang"
Tara : " Iya bunda"
Saya : " Kalau dicium satpam boleh ngga"
Tara : " Ngga boleeeh"
Saya : " Tukang becak?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Bapak satpam?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Abang gojek"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Kalau ada yang pegang Tara, tara harus ngapain?"
Tara : " Teriak, jangaaaaaaan, tidak boleeeeeh"

Persis deh kayak anak yang teriak di video itu

Taranya ngerti ngga?

Sepertinya sih ngga terlalu ngerti, tapi karena sering diulang-ulang, saya berharapnya dia inget.


Mengajarkan Rasa Malu

Ini saya lakukan misal kalau dari kamar mandi abis mandi harus pakai handuk ke kamar. Handuknya dililit dari dada sampai mata kaki. Taranya sih seneng banget, dia suka karena berasa orang dewasa.

Kadang Taranya masih suka juga sih lari aja dari kamar mandi langsung ke kamar, saya bilangin aja " Ih malu ih Tara, masa telanjang-telanjang, malu ih"

Lama-lama dia malah minta handuk sendiri, kalau handuknya ga ada kadang ga mau keluar dari kamar mandi. Tapinya kadang dia lupa juga.


Pokoke ngga pantang menyerah deh memberi sex education ke anak.

Hal-hal itu sifatnya memang hanya preventif tapi penting dilakukan. Nah ntar kalau anaknya udah lebih gede bisa dijelaskan sekalian alasan logisnya.

Kalau di usia Tara ini palingan saat dia pegang-pegang kemaluan , saya melarangnya dengan  alasan kotor, bau, kalau udah gedean dikit bisa dijelaskan dari segi kesehatan.

Jangan memberi alasan "Tidak boleh, pokoknya tidak boleh"

Wah anaknya malah makin penasaran ntar. Kok ga boleh sih, kok dilarang sih.

POKOKNYA TIDAK BOLEH.

Karena mereka berhak tau kenapa sesuatu itu dilarang, biar tidak mengulanginya lagi dengan sukarela.

Intinya, sebagai orangtua kita harus tahu tahap-tahap perkembangan anak termasuk tahapan soal psikoseksualnya, biar kita bisa mempersiapkan juga reaksi kita kalau menemukan anak kita yang udah mulai penasaran dengan alat kelaminnya. Jangan malu atau merasa awkward membicarakannya.

Kenapa?

Ya karena kalau ngga dari kita,  dia bakal dapat informasinya dari luar,  dari temannya,  dari tivi.  Iya kalau bener,  kalau aneh-aneh gimana.

Kayak jaman kita dululah,  saya ngga pernah dapat pendidikan sex.  Saya tau istilah masturbasi aja dari teman.  Bukan dari buku pelajaran.

Makanya dulu penasarannya kayak apa sama yang namanya sex.

Makanya saya ngga mau anak saya ngga tau apa-apa kayak saya dulu trus mencari tau dari teman,  dari novel (((NOVEL))) . Pembaca Fredy S  mana suaranyaaaaa, xixixux.

Pokoke saya pengennya anak saya ngga merasa sex itu sesuatu yang tabu, tapi juga ga menganggap itu boleh dilakykan sembarangan. Dari hal-hal kecil yang diajarkan sedari dini semoga malah bisa lebih mengontrol keingintahuannya.

Respon dan arahan yang tepat, mudah-mudahan bisa memberi pemahaman yang baik bagi anak, dan menghindarinya dari perilaku seksual yang menyimpang serta melindunginya dari kekerasan dan pelecehan seksual.



Nah gimana nih, sudahkah kita memberi sex education kepada anak?, Menurut ibu-ibu disini perlu ngga sex education ke anak?, cerita dong gimana cara kalian memberi sex education ke anaknya.

Custom Post Signature