Speak English???

Thursday, June 21, 2012


Bahasa Inggris itu perlu kita kuasai. Bukan agar kita bisa lulus wawancara kerja, bukan untuk lulus test Toefl untuk melanjutkan S2, tapi biar gak malu-maluin.

Beberapa minggu yang lalu saya pulang ke Medan. Saya duduk di pinggir deket lorong. Di seberang kursi saya ada tiga orang bule. Mendengar logatnya sepertinya mereka dari Australia. Mereka ini berisik banget di pesawat. Gak tau ngomongin apa sambil tertawa cekikikan. Karena itu penerbangan malam, sejujurnya saya merasa terganggu, capek pengen tidur. Tapi karena suara mereka membuat saya tidak bisa tidur, akhirnya saya membaca buku saja lah. Kali ini saya membawa buku "Kau ,Aku dan Sepucuk Angpau Merah-nya Tere Liye. Soalnya saya niat mau ikutan lomba resensi novel tersebut.

Saya sudah hampir tenggelam dengan novel tersebut saat si bule di seberang saya berteriak-teriak dengan agak kencang " Speak English, speak english....." begitu katanya. Saya bingung, ni bule mau ngapain sih. Kembali diulangnya " Speak English??".

Karena penasaran saya pindahkan juga pandangan mata saya dari buku menuju ke si bule, pengen tau apa sih?. 

"Anyone speak english, i want to ask something" si bule masih teriak-teriak seperti gaya orang meneriakkan kalimat " Spaaaadaaa, anybody home??

Anehnya ngga ada satu pun yang merespon, bahkan pramugari yang lewat bablas aja. Wah saya kasihan juga , jangan-jangan dia butuh sesuatu pikir saya. Dengan sopan saya menjawab , " Yes, i can speak english a little, can i help you? " kata saya sok-sok an.

" Yes, How $%*&@$#%&H*&())_@&#%#&*!()_!_!*&@^@*!(!)",, tanya si bule kepada saya.Ngomongnya cepet dan belibet.

Saya bengong, mampus gue, ni bule ngomong apa sih. Dalam hati, keep it cool keep it cool, palingan dia cuma nanya tempat wisata, hotel atau travel. Saya tarik nafas dalam-dalam,and ......

" Pardon me?" , jiaaah cuma itu yang bisa keluar dari mulut saya. " Sorry miss, Could you speak slowly, i can't understand"

" I just wanna know, how much school fees for children in here?", i mean the price"

WHAT!!!!!!, di dalam pesawat di ketinggian 6000 kaki diatas permukaan laut, di jam tidur gini, si bule nanya tentang uang sekolah. Oh my God, saya sempet kaget sejenak. Masalahnya ni bule ngomong keras banget, saya jadi deg-degan jawabnya, takut englishnya belepotan, takut juga jawaban saya salah, wah bisa tengsin dong sama penghuni satu pesawat.

Akhirnya saya jawab juga tuh pertanyaan. " EHm, in Medan, for primary school, you must pay about one million rupiahs" 

Gileee, saya emang gak tau berapa uang sekolah anak jaman sekarang, ponakan saya belum ada yang sekolah, tapi kemarin sih saya denger temen kantor suami bilang dia daftarkan anaknya sekolah segitu.

Si bule manggut-manggut. 

"That's expensive or cheap for you?" tanya si bule lagi.
" It's expensive" jawab saya

" How about Jakarta and Bali?"

Duh cerewet amat si ni bule, batin saya dalam hati. Saat itu, suasana satu kabin tiba-tiba hening. Waduh, sepertinya banyak yang nguping pembicaraan kami. Ya gimana ngga, wong suaranya kaya nelen toa gitu.

" In Jakarta, it's more expensive from Medan, but in Bali i think it can more cheaper from Medan and Jakarta".

Si bule tampak berfikir. 

" But it's include a meal for the children" lanjut saya.

" There's no a free school in here?" , yeee ni bule maunya yang gratisan aja.

" Ehm, ada sih, eh there there kata saya" xixixixi, mulai oon
.
" There's a free school, but the facility is not good, so  the price is similar to facility that you can get, so it depends on you to choose the school for your child."

Dan sebelum si bule balik nanya lagi, saya cepet-cepet tambahkan, " So, any question?"
" Oh, oke, thank you so much" jawabnya sambil tersenyum manis.

Pyuuuuh, setelah itu cepet-cepet saya nunduk , konsentrasi ke novel lagi, takut ditanya-tanya si bule. Padahal dari ekor mata saya terlihat si bule masih pengen ngajak saya ngobrol.

Sebenarnya saya ga keberatan sih ditanya-tanyain, Masalahnya SUARANYA itu lho kenceng banget. Saya rasa sampe kabin  bagian belakang denger tuh para penumpang apa yang kami bicarakan tadi.

ok guys, Don't try this at home.

Btw, sebenernya uang sekolah anak TK or SD sekarang berapa sih ???. Dan pertanyaan besarnya adalah, ngapain tuh  bule nanya-nanya uang sekolah, hadeeeh.




Ada Harga Ada Rupa

Tuesday, June 19, 2012

Kalau rezeki memang nggak kemana. Jum’at kemarin sebuah surat nemplok di meja kerja saya. SPJ ( Surat Perjalanan Dinas) ke Medan, cihuuuy., bisa ketemu suami lagi, ah senangnya. Tanpa membuang waktu saya segera searching tiket via internet. And, wow harga tiket gila-gilaan, maklum hari Jum'at. Saya yang biasanya naik maskapai merah urung melihat nominal yang tertera. Segera saya buka website penerbangan yang lain. Dan akhirnya saya pilih naik Garuda Indonesia. Soalnya harganya lebih murah dari yang lain, Asiiik.

Selama ini saya memang selalu menggunakan maskapai singa merah itu, karena disamping jam terbangnya yang ada setiap waktu juga biasanya harganya paling terjangkau. Namun karena ini dadakan, apa aja yang penting pulang.

Begitu lampu kantor diredupkan jam setengah lima tanda jam kerja berakhir saya langsung melesat mencari taksi menuju bandara. Sampai di terminal 2F, saya pun check-in menuju counter yang tersedia. Wah, terus terang saja, saya baru dua kali ini naik Garuda, pertama kali karena sebuah accident ( nanti saya tulis deh tentang ini ) dan kedua ya kali ini. Melihat tempat check-in nya saya sedikit takjub, tidak seperti di terminal 1A,B atau C yang biasanya antrian panjang mengular., disini antriannya rapi banget. Semua penumpang berdiri di garis batas yang ditentukan, dan satu persatu maju ke meja check-in setelah dipersilahkan petugas. Persis seperti antian di Bank.

Counter Garuda
Counter Lain











Saat saya sampai di depan petugas Check-in saya pun segera memperlihatkan kode booking saya. Berhubung saya dalam tujuan dinas, maka saya membawa bagasi berupa sebuah koper yang tidak terlalu besar, biasanya saya Cuma nge-ransel aja kalau pulang. Saat koper di timbang si petugas berkata kepada saya,

Si Mas :  “ Maaf ibu, kopernya silahkan diikat dulu dengan tali disana” katanya sambil menunjuk ke arah belakang saya.

Disana terlihat petugas packing koper yang selalu ada di setiap bandara. Dalam hati saya bergumam, ah males, cuma ngiket pake tali gitu doang bayar sepuluh ribu.

Saya pun menjawab “ Emang harus ya mas”.
Si Mas: “ Harus ibu”
Saya : “ Emang ada aturannya?”
Si Mas : “ Ada ibu, aturan maskapai memang seperti itu, demi keamanan koper ibu”
Saya : “ Tapi koper saya udah dikunci kok, udah aman” saya masih ngotot
Si Mas : “ Tetap harus diikat ibu “ jawab si mas sopan.
Saya : “ Ya baiklah kalo memang harus”, dalam hati saya masih gak rela.

Sebelum saya berbalik, si mas berkata sambil tersenyum manis, “ Itu gratis ibu, gak bayar”

Saya melongo, duh maluuu banget, ketauan deh kalau saya ini master of  Singa terbang tapi newbie di Garuda. Apalagi di koper saya masih tersemat kertas bagasi dari maskapai tersebut.

Dan selanjutnya,saya segera menuju ke ruang tunggu. Wah sepanjang jalan menuju ke boarding room, saya benar-benar melihat perbedaan sangat mencolok antara terminal yang biasa saya jambangi ( terminal 1) dengan terminal Garuda. Sangat rapi, eksklusif dan nyaman. Tidak tampak orang selonjoran disana-sini seperti yang biasa saya lihat. Kursi di ruang tunggu juga lebih empuk ( saya mulai lebay).

Eskalator datar menuju Boarding Room
Dan saat masuk ke pesawat, saya bergumam dalam hati, “ Pantes harga tiketnya lebih mahal, worthed lah dengan fasilitas yang didapat”. Ukuran kursi lebih besar dan lebih nyaman. Lalu di depan masing-masing kursi terdapat sebuah layar mini dengan berbagai pilihan hiburan, film, musik, komedi,sampai  info tempat wisata dilengkapi dengan headset.  Oya FYI aja, colokan headset nya ada di lengan kursi. Soalnya awal-awal saya bingung nyarinya. Tapi ya gitu, entah karena excited atau karena kampungan, saya akhirnya cuma sibuk pilah-pilih acara, tukar chanel sana sini, malah ga ada satu pun yang bener-bener saya nikmati. Sampai akhirnya saya putuskan nonton film, kebetulan ada film korea disitu. Eeeh, baru lima belas menit saya tonton, ternyata udah nyampe Medan, padahal film nya enak tuh, tentang cowok cewek yang sama-sama divonis tumor dan selalu kebetulan bertemu di ruang praktek dokter, di restoran, sampai sama-sama membatalkan uang muka yang telah mereka setor untuk memesan gedung pernikahan. Wah penasaran lanjutannya.

Kabin Pesawat 
Karena sudah ada semacam televisi gitu, maka tidak ada lagi pramugari yang melakukan demo safety seperti di penerbangan lain. Syukurlah, bukan apa-apa, soalnya saya suka sebal dengan pramugari yang melakukan demo keselamatan, entah Ge-er entah apa, selalu terlihat tidak focus saat melakukan demo. Matanya kesana kemari, tidak berani kontak mata dengan penumpang, dan terkesan yang penting selesai, makanya sebelum instruksi keselamatan selesai dibacakan, si pramugari sudah buru-buru balik kanan. Kalau pramugari Garuda sih, mature banget deh, anggun dan sangat sopan.

Begitulah saudara-saudara, akhirnya saya selamat sampai di tempat, dan langsung merasa malas naik maskapai lain, somboooong hahahaha.  Tapi saya sadar, harga tiketnya itu loo, sekali jalan setara dengan tiket pulang pergi kalo pake maskapai lain. Baiklah saya terima pelayanan kurang memuaskan asal bisa sering ketemu suami. “Ada harga ada Rupa”.

Please jangan sampai anda mengulang ke-alay-an saya.




ARISAN, Budaya Paling Indonesia

Wednesday, June 13, 2012
Sejak menikah empat tahun yang lalu, tiba-tiba saja saya disibukkan dengan berbagai macam arisan. Mulai dari arisan kantor, arisan afdeling.,Arisan kebun, sampai arisan distrik. Itu masih arisan yang resmi dari kantor suami. Belum lagi ditambah arisan teman-teman seangkatan suami, sampai arisan keluarga. Arisan keluarga ini pun masih terbagi-bagi lagi. Arisan keluarga dari pihak ibu saya, arisan keluarga pihak ayah, dan terakhir arisan keluarga dari pihak suami. Hadeeeh, kalau dihitung-hitung, saya sudah bisa punya BRA (Buku Register Arisan ) sanking banyaknya arisan yang saya ikuti. Jatah cuti saya pun harus diatur sedemikian rupa demi menghadiri yang namanya Arisan. Gila ya.

Arisan sepertinya sudah mendarah daging di bumi Indonesia tercinta kita ini, bahkan sampai ada film yang bercerita khusus tentang kegiatan satu ini. Tidak tangung-tanggung  Film yang dirilis pada tahun 2003 ini menjadi salah satu dari hanya dua film yang berhasil memenangkan kelima penghargaan utama dalam Festival Film Indonesia 2004, yaitu Film Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Arisan! pun menjadi salah satu dari hanya sedikit dari film yang dinominasikan untuk seluruh kategori yang dapat diikuti oleh sebuah film dalam FFI. Tidak hanya itu, Film ini pun tampil dalam Festival Film Asean di Washington DC.

Kenapa Film ini sukses?. Tentu saja karena ide yang diangkat begitu membumi. Terjadi di kehidupan nyata, bahkan sudah membudaya. Kalau boleh saya katakan, Arisan bisa kita kategorikan sebagai budaya yang  paling Indonesia. Gimana ngga, di setiap lini kehidupan kayaknya tidak ada yang tidak pernah bersinggungan dengan kegiatan yang namanya arisan.

Tidak hanya berlaku di kehidupan sehari-hari , wabah arisan ternyata sudah masuk ranah perbankan. Tampaknya mereka sangat menyadari budaya arisan yang tidak bisa terlepas dari keseharian masyarakat kita, budaya kumpul-kumpul . Beberapa bank malah sudah menawarkan produk tabungan arisan. Wah ibu-ibu pasti makin seneng nih, dan bapak-bapak makin keringet dingin.

Sebenarnya apa sih Arisan itu?

Arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang atau iuran dengan jumlah yang sama oleh sekumpulan orang. Uang yang dikumpulkan tersebut kemudian diundi untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkannya. Kegiatan pengundiannya sendiri dilakukan dengan mengadakan pertemuan rutin setiap bulan. 

Namun makin lama, arisan tidak melulu kepada kegiatan mengumpulkan uang. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Uang bisa diganti dengan barang lain.

Kalau di kampung saya dulu , arisan benar-benar dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhan warga desa tersebut. Jadi jenis arisannya disesuaikan dengan request warga. Ada yang namanya arisan semen. Arisan ini bertujuan untuk membantu tetangga yang sedang membangun rumah. Jadi kita boleh menyumbang apa saja, mulai dari semen, batu bata, keramik, genteng, pasir. Nah pengembaliannya saat yang menyumbang membangun rumah. Jadi, kalau dulu dia memberi semen, maka akan dikembalikan semen, kalau batu ya dikembalikan batu sejumlah yang disumbangkan dulu. Tidak boleh ditukar dengan uang, dengan pertimbangan nilai uang tidak sama dari waktu ke waktu.

Arisan berikutnya yang ramai peminatnya adalah arisan bumbu. Jangan bayangin, yang dikumpulin bumbu dapur ya. Arisan ini dilatarbelakangi oleh keinginan setiap orangtua untuk mengadakan perhelatan pesta saat anaknya nikah, sunat , bahkan akekahan. Prinsipnya hampir sama dengan arisan semen tadi, namun yang dikumpulkan adalah kebutuhan pesta. Boleh nyumbang beras 3 karung misalnya, atau nyumbang gula, minyak goreng, sampai bumbu-bumbuan sesuai dengan nama arisannya. Saat giliran pesta di rumah kita, kita akan mendapat pengembalian dari barang-barang yang pernah kita beri ke tetangga yang lebih dulu pesta.

Masih banyak jenis arisan lain, mulai dari arisan sendok, arisan piring, arisan panci sampai arisan tikar. Ada-ada saja yah, bangsa kita memang kreatif banget.

Dilihat dari pengertiannya, arisan memang banyak manfaatnya. Bisa menjadi sarana melatih diri untuk menabung ( uang, barang) karena ada unsur pemaksaan disini, yaitu kita dipaksa bayar setiap bulannya, jadi buat yang susah menyisihkan uangnya, arisan bisa menjadi alternatif jika ingin mengumpulkan uang sejumlah tertentu. Selain itu buat yang malas kumpul-kumpul, arisan bisa menjadi alasan untuk membuka diri terhadap lingkungan luar, karena kita dipaksa datang ke pertemuan kalau mau nama kita yang keluar untuk menerima uang. 

Keuntungan lain arisan yaitu sebagai sarana silaturahmi dan meluaskan networking termasuk sebagai sarana pemasaran. Bagi yang jobless mungkin bisa mendapat peluang kerja disini, bagi yang single bisa menjadi sarana cari-cari jodoh. Namun tak jarang, arisan malah menjadi tempat bertukar gossip terhot di kalangan anggotanya. Beberapa malah menjadikannya ajang untuk memperlihatkan kemapanan hidup mereka. Makanya untuk meminimalisir anggapan miring tersebut, sekarang banyak kegiatan arisan yang dibundling dengan kegiatan lain seperti pengajian. Jadi walaupun kemasannya acara ngumpul-ngumpul tetep beribadah gitu. Ada juga yang mengadakan arisan bersamaan dengan grand opening tempat usaha, pesta, atau reuni. 

Dewasa ini, arisan juga sudah menjadi gaya hidup. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Arisan tidak melulu soal kumpul-mengumpul uang, namun lebih ke pengakuan status sosial. Bagi kalangan Jet set bisa masuk dalam kelompok arisan tertentu menjadi gengsi dan image eksklusif tersendiri. Bisa tercermin dari gaya berbusana, perhiasan yang dikenakan, sampai seputar obrolan yang dibicarakan. Tak heran , tempat arisannya pun tidak seperti arisan-arisan kebanyakan yang diadakan di rumah, cafe, restoran atau Mall, bisa jadi di kapal pesiar atau pulau pribadi. Uang yang terkumpul pun bisa ratusan juta, makanya sering kita dengar kasusu selebritis yang berakhir di pengadilan hanya gara-gara arisan.

Disamping manfaatnya, arisan juga bisa menyusahkan. Dalam budaya arisan, setiap kali salah satu anggota memenangkan uang pada pengundian, pemenang tersebut memiliki kewajiban untuk menggelar pertemuan pada periode berikutnya arisan akan diadakan. Terkadang demi gengsi, si tuan rumah akan berusaha menyajikan makanan yang wah untuk memuaskan tamunya. Ujung-ujungnya, walaupun sudah ada alokasi dana untuk makan yang dikutip dari tiap anggota, tetap saja harus mengambil dari uang yang dimenangkan dari arisan tersebut.

Repotnya lagi, seperti saya bilang tadi, arisan bisa berfungsi sebagai salah satu sarana networking dan pemasaran, maka tak heran kalau di setiap acara arisan, ruang arisan tiba-tiba berubah menjadi pasar kaget. Mulai dari jualan baju, tas, sepatu , kue sampai ujung-ujungnya menawarkan ikut MLM ( Multi Level Marketing). Jadi kalau mau ikut arisan, siap-siap sedia muka innocent untuk bisa menolak setiap tawaran yang datang, kalau gak mau kantong jebol.

Terlepas dari baik-buruknya, kalau masih hidup di Indonesia sepertinya kita tidak bisa terlepas dari budaya ini. Di negara lain sepertinya tidak ada acara seperti ini. Acara arisan ini Indonesia banget lah pokoknya.

Wah, sudah dulu ngobrolnya ya, saya mau arisan dulu nih. Pakai baju apa ya???. Beugh, dilema setiap mau arisan .

Selamat ikut Arisan, semoga bisa mengambil manfaatnya dan menjauhi mudharatnya.


Catatan :
Afdeling adalah sebuah wilayah administratif pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang diperintah seorang asisten residen. Afdeling merupakan bagian dari sebuah Karesidenan. Sebuah afdeling terdiri atas beberapa onderafdeling( Wikipedia)

DIstrik : Wilayah administratif yang membawahi beberapa kebun
Gambar dari sini


 

Up Your Dream with Proteksi dan Investasi

Sunday, June 10, 2012

“Adventure is out there”

Charles Munts meneriakkan kata-kata itu di film UP.  

Up, film animasi yang telat banget saya tonton. Mimpi, cita-cita, keinginan, hal-hal yang ditekankan dalam film ini. 

“ Paradise Falls, a land lost in time, Air terjun Surga, Negeri yang Hilang”. 

Tempat itulah yang menjadi impian suami istri Carl dan Ellie yang telah bersahabat dari kecil. Untuk mewujudkan mimpi tersebut mereka mulai menabung sedikit demi sedikit, namun selalu ada hal-hal tidak tertuga yang membuat impian mereka semakin jauh. Sakit,  ban mobil bocor, rumah tertimpa pohon menjadi beberapa penyebab hingga Ellie menghembuskan nafas terakhir , mimpi itu tidak pernah terwujud. 

Sampai akhirnya karena mengingat janjinya kepada Ellie untuk membawanya ke negeri impian tersebut, di usia yang sangat renta Carl pun memulai perjalanannya menemukan Air terjun Surga.

Setelah menonton film tersebut, saya jadi sadar, bahwa kalau kita memiliki impian, kita harus sekuat tenaga mewujudkannya, dan mempersiapkannya. Namun , karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan, maka kita harus siap sedia dan meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang dapat menghambat terwujudnya impian tersebut.

Menyaksikan Carl tiba di air terjun surga, kembali menyalakan semangat saya untuk mewujudkan keinginan saya dari dulu untuk bisa melanglang buana ke tempat-tempat eksotis di bumi ini. 

Yunani merupakan negara impian saya, negara dengan peradaban paling tua yang sarat dengan peninggalan sejarah. Setiap mendengar nama Yunani, saya langsung terbawa ke arus jamannya dewa-dewi, Apollo, Artimis, Aphrodite, Hermis sampai Zeus.  Saya memang pengkhayal tingkat Brahmana. Kuil Olympus Zeus di Athena,Kota Acropolis termasuk dalam list impian saya. Wih membayangkannya saja  saya sudah merasa kembali ke zaman itu. List impian saya berikutnya adalah, saya ingin melihat taman gantung di Babilonia dan pengen banget baca novel sambil berenang di laut mati. Oh My God, saya benar-benar orang yang kuno.



Untuk mendukung mimpi saya tersebut, saya sudah mempersiapkannya dari sekarang. Berbeda dengan Carl dan Ellie yang menabung dolar demi dollar setiap harinya, saya lebih memilih investasi sebagai cara untuk mewujudkan impian tersebut. Karena investasi memberi hasil yang lebih tinggi dari hanya sekedar produk perbankan biasa seperti tabungan. Tujuannya tentu saja, agar lebih cepat impian saya terealisasi dan saya tidak perlu mengganggu keuangan keluarga. Selain itu, karena saat ini saya dan suami belum memiliki si buah hati, maka kami rasa inilah saat yang tepat untuk berinvestasi sebelum kebutuhan semakin banyak.

Saya ingin maksimal 10 tahun dari sekarang saya sudah memiliki kebebasan finansial. Bukan berarti saya harus memiliki sejumlah uang yang besar. Namun saya ingin nantinya saya tidak lagi mengkhawatirkan masalah keuangan sehingga saya bisa melakukan hal-hal yang mejadi passion dalam hidup. 

Selain ingin berkunjung ke tempat-tempat indah, saya juga punya rencana masa depan untuk menerbitkan buku solo. Ya selama ini saya sudah punya beberapa buku, tetapi masih dalam bentuk antologi. Jadi perjalanan yang akan saya lakukan, nantinya akan saya rangkum dalam bentuk sebuah buku atau novel dengan settingan tempat-tempat eksotis tersebut. Sampai saat ini saya masih berusaha untuk itu.  Yah walaupun tulisan saya masih berlepotan, tapi saya yakin saya mampu. Siapa tahu, menulis bisa menjadi profesi saya nantinya. Bukankah, hal yang sangat menyenangkan, melakukan pekerjaan yang merupakan passion kita dan mendapat penghasilan dari pekerjaan itu?. Like a holiday everyday.

Disamping cita-cita yang bersifat konsumtif diatas, saya masih punya cita-cita  lain , yang produktif, yaitu membuat one stop service untuk kendaraan bermotor. Saya ingin memiliki bengkel yang merangkap doorsmeer ( pencucian mobil ) juga. Berdasarkan pengalaman,  selama ini kalau menemani suami ke bengkel saya biasanya boring bukan main, maka saya akan mendesign bengkel saya menjadi tempat yang cozy, dilengkapi dengan cafe, tempat mainan anak, jual sparepart dan aksesoris mobil dan tentu saja dilengkapi dengan fasilitas free wifi. Jadi sambil ngebengkel tetep bisa bawa keluarga, sehingga hangeout di bengkel jadi tetep asyik.Seperti gambar di bawah ini nih.

One Stop Service Pro Auto Clinic Vehicle
dari kiri ke kanan, atas bawah ( doorsmeer,showroom,bengkel,sparepart,ruang tunggu, supermarket acesoris,fun corner anak, cafe, tempat bermain, showroom jok )

Menurut saya, usaha bengkel ini sangat prospektif apalagi melihat pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor 10 tahun terakhir yang luar biasa pesat. Semakin sedikitnya waktu luang para pekerja kantoran, membuat mereka butuh tempat yang sekali merengkuh dayung, satu negara terlampaui. Tentunya saya masih butuh kredit untuk mewujudkannya. Minimal investasi yang telah saya tanam selama ini dapat digunakan untuk SDS nya ( Sharing Dana Sendiri ) saat mengajukan kredit nantinya.

Sebenarnya kemarin-kemarin saya bimbang untuk memutuskan berinvestasi kemana. Karena saya termasuk orang dengan profil risiko yang rendah, dalam arti saya bukan Risk taker, kalau tidak pasti benar keuntungannya biasanya saya memilih jalur aman. Akhirnya setelah menimbang-nimbang saya putuskan untuk memilih reksadana dan DPLK. 

DPLK untuk persiapan di usia pensiun nanti, dan reksadana untuk mendanai  rencana masa depan saya. Untuk hasil yang optimal dengan risiko yang kecil, saya memilih pendapatan tetap untuk penempatan dana saya. 

Semua berlangsung baik-baik saja. Namun belajar dari film Up tersebut, saya sadar bahwa ada banyak hal-hal yang diluar kuasa kita. Seperti halnya musibah, penyakit yang datang tanpa permisi. Saya jadi belajar untuk lebih mempersiapkan kemungkinan terburuk. Saya tidak ingin kejadian seperti di Film itu menghambat terwujudnya impian saya.

Sedikit bercerita, dua tahun yang lalu saya dimutasi ke Jakarta dari Medan. Otomatis minimal dalam sebulan saya pasti bepergian dengan pesawat udara, mungkin karena capek pulang pergi Jakarta-Medan ditambah terkadang dinas ke luar daerah, saya sempat beberapa kali sakit dan dirawat inap di rumah sakit, typus, infeksi pencernaan sampai operasi gigi dan operasi usus buntu. Sebenarnya untuk kesehatan saya telah ditanggung oleh perusahaan, namun saya belum merasa benar-benar nyaman saat ini. Karena seperti halnya perusahaan yang profit oriented, fasilitas kesehatan yang diberikan terkadang tidak bisa mengcover segala hal sesuai dengan keinginan kita.

Awalnya saya sempat ikut asuransi kesehatan dan asuransi jiwa dengan premi yang tidak terlalu besar . Selama 20 bulan sejak kepesertaan saya sehat-sehat saja, wah saya mulai khawatir nih asuransi saya bakal hangus ( gak mau rugi ), saya jadi berharap-harap sakit.  Ternyata sebulan kemudian saya harus dirawat di rumah sakit selama 6 hari karena operasi usus buntu. Beruntung saya ditanggung oleh kantor sehingga saya tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Namun fasilitas kamar saat rawat inap dari kantor hanyalah kamar kelas 2. Isinya satu kamar 4 orang. Karena saya baru dioperasi tentu saja saya ingin kamar yang nyaman dan private, krn saya buang air harus menggunakan pispot, ditambah lagi keluarga saya sering mengunjungi dan menginap menjaga saya. Akhirnya saya upgrade kelas menjadi kelas VIP dengan tambahan dana sekitar 400 ribu sehari. 

Siapa sangka setelah keluar dr RS dan mengurus klaim asuransi, di rekening saya telah terkredit sebesar 10 juta rupiah, terdiri dari penggantian biaya rawat inap dan biaya operasi . Wah saya merasa beruntung sekali memiliki asuransi. Tetapi setelahnya saya langsung menghentikan kepesertaan asuransi saya. Kenapa? Karena ya itu, saya jadi berharap-harap sakit. Sementara kalau sehat, premi  yang telah saya bayar  akan hangus. Kalo kata orang jawa “eman-eman” udah bayar tapi ga dipake.

Saya butuh sesuatu yang bisa mengakomodir kebutuhan saya. Saya ingin berasuransi tanpa merasa rugi kalau saya sehat-sehat saja, dan saya butuh layanan investasi yang sanggup menjamin kelangsungan investasi saya. 

Menurut saya, dengan membeli asuransi sebenarnya saya juga sudah berinventasi untuk masa depan. Karena sejatinya, asuransi adalah perlindungan terhadap sesuatu yang telah kita miliki saat ini. Kalau kata pepatah sedia payung sebelum hujan. Karena kita tidak mungkin menghentikan hujan, yang bisa kita lakukan hanya berusaha tidak kehujanan, kalaupun kehujanan setidaknya  jangan sampai basah kuyup dan masuk angin.

Setelah sibuk googling sana-sini, baca-baca buku, akhirnya saya menemukan solusi perbankan yang sangat sesuai dengan kebutuhan saya. Asuransi sekaligus investasi . Dengan minimal setoran 300 ribu setiap bulan ( bisa lebih besar kalau ingin hasil lebih maksimal ), saya sudah mendapat perlindungan kesehatan dan jiwa sekaligus nilai investasi yang dikembangkan dari dana yang saya setorkan. Perlindungan kesehatannya berupa penggantian biaya rawat inap dan perlindungan terhadap 30 penyakit kritis. Dilengkapi pula dengan perlindungan jiwa. 

Yang membuat tenang, jika terjadi sesuatu pada diri kita, yang menyebabkan tidak dapat meneruskan setoran, maka asuransi akan menalangi dan meneruskan setoran kita. Jadi investasi kita akan terus berjalan.

Dan yang paling saya sukai, adalah kemudahan transaksi nya. Berhubung saya bekerja, saya tidak punya cukup waktu untuk antri di teller, saya butuh layanan perbankan yang praktis. Ternyata untuk setoran setiap bulan, bisa di auto debet dari rekening simpanan kita atau dari kartu kredit. Wah sangat memudahkan. 

Seperti saran ahli keuangan, jangan menempatkan semua telur di satu keranjang.Karena itu untuk menyebar risiko , saya tempatkan dana saya di beberapa tempat seperti yang saya jelaskan diatas, selain DPLK dan reksadana juga asuransi yang mempunyai nilai investasi.

Akhirnya saya bisa lebih tenang berinvestasi karena ada jaminan asuransi juga terhadap dana yang saya setorkan sekaligus memproteksi saya dari resiko kesehatan dan perlindungan jiwa. Nama layanan asuransi sekaligus investasi ini adalah Optishield. Selain Optishield , masih ada layanan sejenis yaitu Provisa Max dan Provisa Syariah. Kita bisa pilih jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhan kita, karena masing-masing orang berbeda keadaan dan kebutuhannya.

Polis Asuransi Saya: Optishield, Asuransi Kesehatan,Jiwa,plus Investasi, Asuransi Kebakaran, Asuransi jiwa

Mudah-mudahan , dengan perencanaan yang  dan proteksi yang saya miliki, saya dapat mewujudkan impian saya.

" Gantungkan Cita-citamu setinggi langit, kalau jatuh minimal kamu jatuh diantara bintang-bintang"

Kembali ke Film Up tadi, betapa absurdnya pun sebuah impian, dengan kesungguhan dan tekad yang kuat tidak ada hal yang mustahil. Namun bagaimanapun baiknya kita merencanakan sesuatu, selalu ada hal-hal tak terduga  yang akan kita temui. So prepare yourself for everything that might happen.



Gambar dari : www.tripadvisor.co.id
Info Lebih Lanjut  disini

Televisi ???

Thursday, June 7, 2012
Yup. saya memang orang yang sama sekali tidak up to date terhadap film-film di bioskop. Memang nonton bukanlah hobi saya. Dibandingkan harus menghabiskan waktu selama 2 jam di bioskop  untuk menonton The Hunger Games, misalnya , saya lebih rela membaca novel triloginya selama berjam-jam. Padahal lebih lama juga ya, lebih mahal lagi bukunya dibanding tiket nontonnya.  

Bukan hanya nonton di bioskop, bahkan menonton acara-acara televisi pun saya tidak suka. Dari kuliah, saya tidak pernah punya TV di kamar. Saat kerja dulu sebelum menikah, saya beli juga sebuah TV untuk mengisi kamar saya, Mesakke banget lah yo udah kerja tapi gak punya TV, gitu pikir saya. Tapi sampai, saya kemudian menikah, TV di kosan tidak pernah terpasang antenanya, alias praktis saya tidak pernah nonton TV. Parah ya?.

Namun saya suka nonton film dari DVD. Saya paling suka dengan film serial. Friends, Desperate Housewives, The Heroes, Girlmore Girls, adalah serial-serial favorit saya. Untuk Friends dan Desperate Housewives saya bahkan sudah mengulangnya lebih dari lima kali. 10 season di Friends dan 8 seasons Des House. O my God, jangan-jangan saya punya kelainan bawaan.

Dan begitulah, sekarang pun setelah menikah, dan ngekos (lagi) saya tetep tidak punya televise. Kalau mau nonton film cukup di laptop saja. Udah sering banget saya ditertawakan teman-teman kantor, “ Apaaa, gak punya Tivi?” saat mereka nyeritain acara terbaru dan saya ga tau sama sekali acara apa itu. Suami saya udah nawarin buat beli Tivi, tapi saya menolaknya, lah wong gak suka, gak butuh juga, ya buat apa. 

Tapi anehnya saya sama sekali tidak pernah merasa ketinggalan berita. Karena saya seorang internet mania, semua berita bisa saya dapat disana. Kalau gak tau sinetron sekarang, atau ga ngikutin acara gossip saya anggap itu bukan ketinggalan berita. Lagian di kantor ada Tivi ini pikir saya. Setiap jam istirahat masih bisa melihat berita-berita yang ada. Paling, satu-satunya acara yang bikin saya masih pengen nonton Tivi  , kalau sekarang ya Indonesian Idol. Tapi lagi-lagi gak masalah, soalnya biasanya kan ada ulangannya di hari Jumat siang , jadi masih bisa nonton di kantor.

Sejujurnya saya merasa beruntung sekali tidak memiliki ketertarikan secara khusus terhadap televise. Waktu yang mungkin dapat terbuang percuma jika saya lewatkan di depan TV, bisa saya manfaatkan dengan membaca, atau sambil iseng-iseng menulis. 

Kalau nonton di bioskop??, Hmm sebenernya saya tidak punya masalah apa-apa dengan bioskop, sepanjang saya nontonnya bersama suami. Tapi ya itu, memang benar kalau dikatakan suami istri itu sekufu. Suami saya pun tidak suka nonton. Bisa dihitung dengan jari berapa kali kami menonton bioskop sejak menikah. Kayaknya ga lebih dari jumlah jari sebelah tangan. Kalau dia sih alasannya karena udah tua, malu gabung ama remaja-remaja. Tapi kalau saya?? Hmmm kenapa ya??. 

Seinget saya, gara-garanya dulu saat ada gempa di Aceh ( bukan tsunami) saya mendengar adik saya cerita banyak orang berlarian saat berada di mall, apalagi yang di bioskop. Trus ditambah lagi waktu terjadi pemboman di Bali, kemudian di Jakarta dan di tempat-tempat keramaian. Saya jadi parno sendiri. Takut, jangan-jangan saat nonton di bisokop, ada gempa atau ada bom, trus saya tidak selamat. Wah, mau jawab apa nanti disana. Tapi kalau sama suami kan lebih tenang ( yee sama aja boong). Yah gitu lah kira-kira. Makanya saya gak terlalu suka juga ke bioskop.

Lain ceritanya kalau lagi dinas ke luar kota dan nginep di hotel. Wah saya bisa betah banget nonton Starworld, apalagi How I Met Your Mother, Master Chef dan American Next Top Model. Lha berarti saya bukan gak suka nonton Tivi ya, tapi gak suka acara televise Indonesia. Ya elaaa, sok banget sih.

Dan begitulah ceritanya. Lagian menurut saya selama ada twitter dan FB , sepertinya bukan masalah tidak menonton televisi. Semuaaa ada disana.

Dan televisi??? Kalau acara yang disajikan masih kayak sekarang ini sih, saya masih mau nerusin kemalasan saya nonton tivi sampai tahun baru kuda .

Sebenarnya tadi saya mau nulis resensi film, eh jadi kepanjangan ceritanya. Disambung di postingan lain aja deh.

Custom Post Signature