Dua
tahun yang lalu, setelah melewati seleksi ketat yang sampe bikin nervous saking
ga jelasnya nunggu kapan tahap test berikutnya, akhirnya pada suatu senin yang
rempong karena itu adalah akhir bulan yang artinya, lo harus siap pulang sampe
malam ditambah kemungkinan akan banyak permintaan dari kantor wilayah dan
kantor pusat yang entah mengapa sepertinya punya hobi untuk menyusahkan
orang-orang di kantor cabang seperti kami ini, datanglah pengumuman itu.
Aku
dinyatakan lulus dalam Program Pengembangan Staff. Judul yang sangat keren, tapi sebenarnya artinya
belajar mati-matian sampe gempor, ga peduli apa latar belakang ilmu kita yang penting
lo harus bisa nelen tuh ilmu hukum, spreadsheet, akuntansi, management dan
segala tetek bengek ilmu kepemimpinan lainnya, dipingpong dari satu divisi ke divisi
lain selama dua bulan cuma untuk tahu ngapain aja orang-orang disitu, dilempar
ke salah satu daerah yang cuma Tuhan yang tahu apa dasar pemilihannya dan
dituntut menjadi manusia setengah dewa ( buka cabang, ngisi ATM-termasuk
kadang-kadang harus ngisi mesin ATM yang kosong di ujung kota yang biasanya aku
pasti ketiduran di perjalanan, , nyelesain
selisih kas dan rekening menggantung, mendengar repetan nasabah ,pulang
paling akhir setelah seluruh pekerja pulang demi menghindari kata-kata yang ga
enak mampir di kuping kalo pulang saat matahari masih menampakkan wajahnya, sampe buat paket kredit yang tebalnya
mengalahkan skripsi jaman kuliahan dulu).
Setelah
lolos dari yang nama kerennya On the job Training itu, masih harus di bekam
lagi didiklat selama satu setengah bulan penuh, memperdalam semua masalah yang
ditemukan di lapangan, sampe akhirnya disuruh
buat ide segar dalam waktu dua minggu dan mempresentasikannya di depan direksi
plus siap-siap dengan pertanyaan bola
liar yang biasanya meleset seratus delapan puluh derajat di luar prediksi dan
siap-siap spot jantung menunggu keputusan lulus atau harus mengulang beberapa
bulan lagi.
And here I am,
setelah 12 bulan perjuangan menahan diri untuk tidak menjedutkan kepala ke
dinding ditambah dua bulan deg-degan menunggu placement yang hanya SDM beserta staf-stafnyalah yang tahu kemana nasib kami selanjutnya, akhirnya surat
berbentuk selembar kertas yang menentukan jalan hidupku beberapa tahun ke depan
kuterima.
Terkadang
mikir, gimana yah kok bisa aku ngelewati itu semua. Kalo disuruh ngulang lagi, swear deh , dikasi duit lima puluh juta
pun aku ga akan mau ( kalau satu brandkas aku akan pikir-pikir dulu deh ).
Sekarang
kalau ditanya, apa aku menyesal?
Ngga
tuh, pengalaman yang aku jalani, tidak akan pernah aku dapatkan andai aku ga
nekad terjun bebas ke dalamnya.
Tapi
apa aku bahagia? Aku tidak tahu.
Kebahagiaan
adalah hal relative
yang bisa berubah sepanjang waktu. Detik ini aku merasa orang paling beruntung
di dunia, namun beberapa jam kemudian bisa saja aku teriak “ what did I do wrong to be stuck in this shitty place?
Biarlah
waktu yang akan menjawabnya. Karena kata
Take it or Leave it, bukanlah kata
tepat yang harus kudengar saat ini.
Hidup
adalah pilihan.
Namun tidak selamanya
pilihan itu harus seperti dua sisi mata uang. Hitam-putih, ya-tidak,
baik-buruk, Masih ada ruang abu-abu untuk mensinkronkan ketidakharmonisan
diantaranya.
Kenapa
aku begitu yakin??
Karena
ditengah semua hal yang relative, ada satu hal yang pasti,
ALLAH TIDAK TIDUR