Curhat Alert.
Yes, kamu ngga salah baca judul.
Hampir semua orang mungkin berfikir bahwa yang namanya mengasuh anak itu adalah kodrat semua perempuan, semua ibu, sehingga harusnya semua perempuan bisa melakukannya dan ahli.
Mengasuh anak yang saya maksud disini adalah mengurus mereka mulai dari memandikan, memberi makan, makein baju, bermain seharian, menemani tidur, menemani belajar sampai menidurkan anak.
Kedengerannya yah memang seperti itu kan tugas seorang ibu, apa susahnya?
Tetot, ternyata itu memang susah saudara-saudara, dan ngga semua ibu memiliki keterampilan untuk mengurus anak dengan tangannya sendiri.
Silahkan bagi yang tidak setuju.
( Baca : Nitipin Anak sama ART? )
Ini berdasarkan pengalaman pribadi dan orang-orang di sekitar saya, bahwa yang namanya setiap orang itu memang memiliki skill berbeda-beda.
Tidak selalu seorang perempuan yang sudah menjadi ibu maka akan gape mengurus anak, memiliki skill mengurus anak ,sama halnya dengan tidak semua perempuan memiliki skill untuk bekerja di kantoran misalnya.
Tidak semua laki-laki yang menjadi bapak memiliki skill menjadi hero di rumah, memperbaiki genteng, nambal ban, sama halnya tidak semua bapak memiliki skill memandikan anak, atau memasak di rumah.
Benar bahwa ala bisa karena terbiasa, namun memang ada hal-hal yang memang sudah dari sononya ngga bakat. kalaupun dipaksanakan hasilnya malah bakal berantakan.
Banyak banget ibu-ibu yang saat ngurus anaknya misalnya yah seharian di rumah, anaknya malah yang kejedutlah, anaknya malah susah makanlah, males mandilah (true story ), karena skill dia bukan untuk jadi ibu-ibu lembut nan penyabar dalam menghadapi anak, tapi bawaannya adalah sebagai magnet bagi anaknya buat nempel dan mendengarkan ceritanya. Ini biasanya kebanyakan adalah ibu bekerja.
Maka alih-alih memaksakan diri ngurus anak, ya mending berkarya di luar, anak diserahin ke tangan pengasuh untuk ngurusin tetek bengek kayak mandi, makan, makein baju. Giliran di rumah anak udah rapi, wangi, kenyang, si ibu tinggal quality time bersama anak sehingga waktu yang ada jadi berkualitas.
Karena bisa jadi untuk ibu-ibu yang tidak memiliki skill mengasuh anak dengan baik, maka yang ada saat bersama anak malah marah-marah, nyubitlah, bentak atau malah cuek. Nah saat tetek bengek pengasuhan diserahkan ke daycare, ke mba, pas saatnya si anak dipegang si ibu , malah dia bisa memberikan yang terbaik, fokus hanya ke anak saja.
( Baca : Antara Pekerjaan dan Keluarga )
Di keluarga saya, kami 4 bersaudara. Abang saya paling besar, dan dua adik saya. Nah kakak ipar dan adik saya yang bungsu memang skillnya itu merawat anak . Mereka telaten banget mengerjakan segala printilan pekerjaan rumah dan merawat anaknya. tapi disuruh berkarir di luar rumah, langsung angkat tangan angkat kaki, ngga sanggup katanya, wahahahah.
Sedangkan saya dan adik saya Dewi kebalikannya. Kami adalah si hard working. Seharian di kantor bisa on terus, giliran di suruh urus anak, kami belingsatan kayak cacing kremi.
Maka kalau ada pilihan disuruh ngerjain laporan segabruk atau urus anak sendirian di rumah kemungkinan besar kami bakal pilih ngerjain laporan or something like that deh.
Ibu saya juga demikian. Doi gape banget ngurus segala hal di kantornya, giliran jaga cucu, ambil bendera putih langsung, hahahahaha.
( Baca : Bagaimana Rasanya Menjadi Anak dari Ibu Bekerja ?)
Apakah ini salah?
Why? Kok bisa salah sih.
Ya nggalah. yaitu tadi sesuai judulnya, karena mengasuh anak itu bukan keterampilan yang dimiliki semua orang, dan kitalah yang tau kemampuan diri masing-masing.
Sama halnya dengan kemampuan memasak dan menulis, ya mengurus anak juga seperti itu.
Asma Nadia dulu pernah suatu hari mencoba memasak makanan kesukaan keluarga. Waktu yang dihabiskannya untuk memasak berapa jam coba? Kalau ngga salah hampir 3 jam sendiri. Saat suaminya mengetahui bahwa untuk memasak makanan keluarga istrinya perlu waktu selama itu, dia langsung komentar " Mending waktu 3 jam itu kamu gunakan untuk menulis"
( Baca : Mengapa Wanita Harus Bisa Masak? )
Iyes, karena memang potensi semua orang berbeda.
Jadi ya ngga perlu juga menyamaratakan keharusan keterampilan semua orang.
Kalau kalian melihat ada ibu-ibu yang ga gape ngurus anaknya, ya ngga usah nganggap si ibu itu ngga sayang anak. Beda, itu dua hal yang berbeda. Sayang anak dengan pintar mengurus anak bisa jadi memang tidak harus dimiliki oleh satu orang.
Pintar mengasuh anak dengan pintar mendidik anak juga merupakan dua hal yang berbeda lagi.
Ini sebenarnya mau curhat sih, kalau saya tuh sering banget kepikiran " OMG kenapa aku kok ga pinter gini ya ngurus anak?"
Kemudian suka tiba-tiba amaze sendiri " Hah kok Tara udah pinter ini itu, kok Divya udah bisa jalan di usia masih 10 bulan, kok Divya usia segini udah ngerti semua omongan saya"
Hal-hal seperti itu yang membuat saya mikir sendiri. " Aku ngapain aja yah mendidik mereka?"
Ternyata ya, mungkin bagi ibu-ibu yang punya pemikiran sama seperti saya ini, ada banyak hal-hal yang secara tidak sadar kita lakukan malah diserap anak kita. Kita merasa ga melakukan apa-apa, ngga merasa mendidik anak, tapi ternyata kita sudah melakukannya secara tidak sadar.
Kita mengucapkan maaf ke suami saat kita salah, bilang terima kasih ke mba, saat anak kita selesai dimandiin, cuci tangan sebelum makan, sikat gigi sebelum tidur, atau sholat di depan anak, secara ngga sadar ya kita itu sedang mendidiknya. Mendidik dengan kebiasaan.
( Baca : Suami Nyebelin )
Maka sebenarnya yang ada bukan soal pintar ngga pintar mengasuh anak, atau ahli ngga ahli mendidik anak.
Yang ada itu, ada ibu yang secara sadar, passionate gitulah dalam mengurus anaknya, telaten, penyabar, lemah lembut seperti karakternya. Ada juga ibu-ibu yang memang lebih ahli mengerjakan hal-hal lain diluar mengurus anak, namun saat bersama anaknya secara sadar tidak sadar dia gunakan untuk mengajarkan value yang mungkin tidak didapat anak saat si ibu ngga ngurusnya secara langsung.
Menurt kalian gimana?
Yes, kamu ngga salah baca judul.
Hampir semua orang mungkin berfikir bahwa yang namanya mengasuh anak itu adalah kodrat semua perempuan, semua ibu, sehingga harusnya semua perempuan bisa melakukannya dan ahli.
Mengasuh anak yang saya maksud disini adalah mengurus mereka mulai dari memandikan, memberi makan, makein baju, bermain seharian, menemani tidur, menemani belajar sampai menidurkan anak.
Kedengerannya yah memang seperti itu kan tugas seorang ibu, apa susahnya?
Tetot, ternyata itu memang susah saudara-saudara, dan ngga semua ibu memiliki keterampilan untuk mengurus anak dengan tangannya sendiri.
Silahkan bagi yang tidak setuju.
( Baca : Nitipin Anak sama ART? )
Ini berdasarkan pengalaman pribadi dan orang-orang di sekitar saya, bahwa yang namanya setiap orang itu memang memiliki skill berbeda-beda.
Tidak selalu seorang perempuan yang sudah menjadi ibu maka akan gape mengurus anak, memiliki skill mengurus anak ,sama halnya dengan tidak semua perempuan memiliki skill untuk bekerja di kantoran misalnya.
Tidak semua laki-laki yang menjadi bapak memiliki skill menjadi hero di rumah, memperbaiki genteng, nambal ban, sama halnya tidak semua bapak memiliki skill memandikan anak, atau memasak di rumah.
Benar bahwa ala bisa karena terbiasa, namun memang ada hal-hal yang memang sudah dari sononya ngga bakat. kalaupun dipaksanakan hasilnya malah bakal berantakan.
Banyak banget ibu-ibu yang saat ngurus anaknya misalnya yah seharian di rumah, anaknya malah yang kejedutlah, anaknya malah susah makanlah, males mandilah (true story ), karena skill dia bukan untuk jadi ibu-ibu lembut nan penyabar dalam menghadapi anak, tapi bawaannya adalah sebagai magnet bagi anaknya buat nempel dan mendengarkan ceritanya. Ini biasanya kebanyakan adalah ibu bekerja.
Maka alih-alih memaksakan diri ngurus anak, ya mending berkarya di luar, anak diserahin ke tangan pengasuh untuk ngurusin tetek bengek kayak mandi, makan, makein baju. Giliran di rumah anak udah rapi, wangi, kenyang, si ibu tinggal quality time bersama anak sehingga waktu yang ada jadi berkualitas.
Karena bisa jadi untuk ibu-ibu yang tidak memiliki skill mengasuh anak dengan baik, maka yang ada saat bersama anak malah marah-marah, nyubitlah, bentak atau malah cuek. Nah saat tetek bengek pengasuhan diserahkan ke daycare, ke mba, pas saatnya si anak dipegang si ibu , malah dia bisa memberikan yang terbaik, fokus hanya ke anak saja.
( Baca : Antara Pekerjaan dan Keluarga )
Di keluarga saya, kami 4 bersaudara. Abang saya paling besar, dan dua adik saya. Nah kakak ipar dan adik saya yang bungsu memang skillnya itu merawat anak . Mereka telaten banget mengerjakan segala printilan pekerjaan rumah dan merawat anaknya. tapi disuruh berkarir di luar rumah, langsung angkat tangan angkat kaki, ngga sanggup katanya, wahahahah.
Sedangkan saya dan adik saya Dewi kebalikannya. Kami adalah si hard working. Seharian di kantor bisa on terus, giliran di suruh urus anak, kami belingsatan kayak cacing kremi.
Maka kalau ada pilihan disuruh ngerjain laporan segabruk atau urus anak sendirian di rumah kemungkinan besar kami bakal pilih ngerjain laporan or something like that deh.
Ibu saya juga demikian. Doi gape banget ngurus segala hal di kantornya, giliran jaga cucu, ambil bendera putih langsung, hahahahaha.
( Baca : Bagaimana Rasanya Menjadi Anak dari Ibu Bekerja ?)
Apakah ini salah?
Why? Kok bisa salah sih.
Ya nggalah. yaitu tadi sesuai judulnya, karena mengasuh anak itu bukan keterampilan yang dimiliki semua orang, dan kitalah yang tau kemampuan diri masing-masing.
Sama halnya dengan kemampuan memasak dan menulis, ya mengurus anak juga seperti itu.
Asma Nadia dulu pernah suatu hari mencoba memasak makanan kesukaan keluarga. Waktu yang dihabiskannya untuk memasak berapa jam coba? Kalau ngga salah hampir 3 jam sendiri. Saat suaminya mengetahui bahwa untuk memasak makanan keluarga istrinya perlu waktu selama itu, dia langsung komentar " Mending waktu 3 jam itu kamu gunakan untuk menulis"
( Baca : Mengapa Wanita Harus Bisa Masak? )
Iyes, karena memang potensi semua orang berbeda.
Jadi ya ngga perlu juga menyamaratakan keharusan keterampilan semua orang.
Kalau kalian melihat ada ibu-ibu yang ga gape ngurus anaknya, ya ngga usah nganggap si ibu itu ngga sayang anak. Beda, itu dua hal yang berbeda. Sayang anak dengan pintar mengurus anak bisa jadi memang tidak harus dimiliki oleh satu orang.
Pintar mengasuh anak dengan pintar mendidik anak juga merupakan dua hal yang berbeda lagi.
Ini sebenarnya mau curhat sih, kalau saya tuh sering banget kepikiran " OMG kenapa aku kok ga pinter gini ya ngurus anak?"
Kemudian suka tiba-tiba amaze sendiri " Hah kok Tara udah pinter ini itu, kok Divya udah bisa jalan di usia masih 10 bulan, kok Divya usia segini udah ngerti semua omongan saya"
Hal-hal seperti itu yang membuat saya mikir sendiri. " Aku ngapain aja yah mendidik mereka?"
Ternyata ya, mungkin bagi ibu-ibu yang punya pemikiran sama seperti saya ini, ada banyak hal-hal yang secara tidak sadar kita lakukan malah diserap anak kita. Kita merasa ga melakukan apa-apa, ngga merasa mendidik anak, tapi ternyata kita sudah melakukannya secara tidak sadar.
Kita mengucapkan maaf ke suami saat kita salah, bilang terima kasih ke mba, saat anak kita selesai dimandiin, cuci tangan sebelum makan, sikat gigi sebelum tidur, atau sholat di depan anak, secara ngga sadar ya kita itu sedang mendidiknya. Mendidik dengan kebiasaan.
( Baca : Suami Nyebelin )
Maka sebenarnya yang ada bukan soal pintar ngga pintar mengasuh anak, atau ahli ngga ahli mendidik anak.
Yang ada itu, ada ibu yang secara sadar, passionate gitulah dalam mengurus anaknya, telaten, penyabar, lemah lembut seperti karakternya. Ada juga ibu-ibu yang memang lebih ahli mengerjakan hal-hal lain diluar mengurus anak, namun saat bersama anaknya secara sadar tidak sadar dia gunakan untuk mengajarkan value yang mungkin tidak didapat anak saat si ibu ngga ngurusnya secara langsung.
Menurt kalian gimana?