Setelah bertahun-tahun menghilang dari dunia per-SMA-an , akhirnya seminggu yang lalu saya bersedia juga dicemplungin ke group WA SMA #eeeeaaaaa.
Yup, dalam hal dunia per-renuian saya memang termasuk golongan orang-orang cemen, haish. Dari dulu agak gimana gitu kalau diajak reuni. Eh iyalah, group WA SMA atau kuliah itu kan termasuk kategori reuni yah. Berkali-kali diminta temen gabung, gw ogah, ngga mau, yang tahu no hape dan sosmed saya pun cuma segelintir teman dekat saja, dan itupun teman cewek.
Kenapa?
Ngga tahu, cuma memang rada males aja. Malas melihat masa lalu, hahahaha. takut gagal move on. Karena sadar diri saya type orang yang susah melupakan kenangan. Dan sialnya masa-masa SMA itu jejak-jejak asmaranya buanyak banget, jadi demi kebaikan semua umat, begitu menikah, saya putuskan semua contact dari masa lalu. Hahaha kayak yang dicariin aja neng. Kayaknya emang yang nyari bukan orangnya tapi pasangan si someone. Soale jamannya friendster dulu, masih bisa dilihat siapa saja yang kepoin profil kita, daaaaan eng ing eng, yang ngubek-ngubek friendster saya malah istri-istri ato pacarnya blio-blio di masa lalu.
Saya sendiri juga ngga berusaha nyari-nyari blio blio itu, kecuali beberapa orang spesial, sempetlah kulik-kulik google, ngetikin namanya pengen tahu aja kabarnya gimana. Udah tahu, ya udah, ngga niat juga buat add Fb nya atau twitter, atau apapun lah. Just want to know ajah.
Gitu gabung di group WA, whoaaaaa bener aja,segala nostalgila kembali berhamburan. Apalagilah ya ngga jauh-jauh dari ngomongiiiin............... MANTAN, bip...bip...bip alert.... alert.
'Eh inget ngga dulu kan kamu sama si anu punya cerita bla... bla bla..."
"Yang mana?"
"Yang waktu itu"
"Ah masa sih...."
" Jadi sebenarnya, yang waktu kelas sekian itu ceritanya gimana, kok bisa jadi begitu"
" Wah ternyata gitu tooh"
Ngomongin mantan sama sohib... ah biasa
Ngomongin mantan sama temen kerja, ah keciiiill...
Ngomongin mantan, dimana dia juga ada disitu. Matilah kau....# ini ngetiknya sambil senyum-senyum.
Kalau kata orang kan, mantan itu alumni hati, maka suatu saat bisa jadi reuni kembali, uhuk. Tapi bagi saya, rumus itu ngga berlakulah. Ngapain juga, dulu aja ngga nyari-nyari kok, masa gitu ketemu harus reuni hati lagi.
Trus, dari percakapan panjang kali lebar di group kemarin, sampai akhirnya tiba-tiba tercetus pertanyaan,
" Jadi Win, masih punya hati nih sama si anu, masih ada buku yang belum ditutup?"
" Ngga lah, Dia itu the one that got away".
What,?? entah napa tiba-tiba keluar kalimat itu. Spontan aja, kayaknya karena pernah baca postingan siapa gitu tentang the one that got away, abis itu langsung cari di you tube , lagunya si eneng Katty Perry. Selama ini sih ngga pernah terlalu menghayati lagu itu. ternyata lihat videonya, eeeea dalem banget cuy. Padahal kemarin maksud bilang gitu ngga ada relasinya dengan isi video. Maksudnya sih, mau bilang bahwa dia seseorang yang udah kubiarkan pergi dari hatiku, kok keluarnya malah kalimat itu #uhuklagi.
Sebenarnya kalau mau jujur, ngga bisa dipungkiri juga sih, kadang ada saat-saat tiba-tiba keinget seseorang dari masa putih abu-abu itu. Eh ternyata ga saya sendiri yang punya pikiran seperti itu. Terbukti, saat dilempar tanya, beberapa teman di group ngomongin, " Gimana kalau dulu....."
Gimana kalau dulu ngga putus
Gimana kalau dulu ngga membiarkannya pergi
Aaah. kalau udah gitu, trus dipasangin sama lagunya Katty Perry tadi, yakin deh lo, pada mewek. Apalagi kalau, ternyata sebab musabab proses menjadi mantan itu diluar kendali kita. Kayak yang ngga disetujui ortu lah, kayak yang cuma salah paham, atau malah karena berbeda prinsip. Kalau karena orang ketiga sih, go to the hell ajah, ngga usah dipikirin.
Gimana kalau....
Tapi yah gitu, hidup tidak seperti bermain games kata teman saya. Dimana saat kita failed, kita bisa restart dan ulang lagi, bisa undo sesuka hati.
Like me, bertahun-tahun memendam sakit hati. Iya boook, dakuh sakit hati, sama si blio, dulu putus tanpa penjelasan, sampai bikin saya yang ilfil gitu sama cowok ( ngga mungkiiiiiin, ahahaha). Ngga sih, ngga sampe bikin saya ngejomblo juga gara-gara dia, tapi sempat bikin saya kehilangan respek sama para pria, makanya pas kuliah tak satupun teman kuliah yang menarik di mata saya, . Sempet juga bikin saya berkhayal, kalau suatu saat ketemu blio saya bakal tampolin tuh orang muka belakang, atas bawah. Sangkinkan marahnya. Kalau bisa sambil ngeluarin segala sumpah serapah. But, kemudian saya mikir, untuk apa?.
Emangnya dengan saya marah, bisa balik lagi ke masa lalu. Lagian kalau punya mesin waktu kayak yang dibilang si eneng Katty, saya juga ngga mau. Untuk apa ?, saya juga ngga merasa dia the one nya saya. Hanya saja yaitu, ternyata rasa penasaran itu memang sungguh berbahaya. Penasaran, kenapa begini, kenapa begitu.
Yup, rasa penasaranlah yang bisa membuat pasangan-pasangan di dunia ini tercerai berai. Makanya ngga jarang kan dengar cerita gara-gara reuni, ada yang CLBK. ya karena rasa penasaran itu. Kembali lagi, gara-gara pertanyaan " gimana kalau......"
Padahal yang namanya kenangan itu bisa indah karena memang adanya cuma di memory kita, tidak berubah wujud jadi kenyataan. Makanya juga pernikahan terkadang tak seromantis yang diceritakan di film-film. Karena film itu banyakan imajinasinya, sementara pernikahan yang kita jalani itu dunia nyata. ya ngga sesuai cuuuuy. Ngga heran, banyak orang yang mencari imaji nya di luaran, padahal belum tahu aja dia, begitu imajinasinya berubah nyata, ya sami mawon, tetap ngga bakal seindah lagu-lagu atau film-film cinta itu.
Itu pernah lho kejadian sama saya. Jadi dulu banget pas jaman SMA, ada gitu yang naksir saya cTapi ngga saya tanggepin, sampai tamat SMA, kami masih contact-contact-an tapi hanya sebatas nanya kabar, gimana, dimana, basa-basi para remaja lah. Bertahun-tahun begitu. Saya tahu dia masih menyimpan rasa, dan dia tahu saya masih sibuk dengan si anu. Begitu tahu saya putus, dia pun memberanikan diri mendekati saya lagi. Padahal udah berlalu hampir 5 tahunan lho. Dan karena saya merasa dia sudah seperti sahabat ya sudah kami jadian. Apa yang terjadi? Hanya sebulan saja, lalu kami sama-sama sepakat untuk mengakhiri hubungan.
Kenapa?
Karena ternyata semua tidak seperti yang kami bayangkan. Yang dia bayangkan atau yang saya inginkan. Karena semuanya hanya pelampiasan rasa penasaran. Karena semuanya hanya mau tahu jawaban atas pertanyaan "Gimana kalau...."
Saran saya sih, kalau ada orang-orang dari masa lalu kembali, trus dia minta menjalin hubungin, lupakan. Trust me, lupakan saja. Kecuali emang lo dah cinta mati banget. Inget aja tuh kayak serial Friends, Ross yang penasaran abis sama Rachel sejak jaman sekolahan, ketemu bertahun-tahun kemudian, akhirnya jadian, malah berantem terus, malah saling menyakiti. Eh itu kan cuma film yah. Iya sih, tapi memang kenyataannya banyak yang seperti itu. Karena kita berubah, karena dia berubah, karena yang dulu kita anggap indah, keren, baik, bagus, belum tentu saat ini pas untuk kita.
Balik lagi ke soal reunian.
Trus apa sebaiknya ngga usah datang aja kalau ada reuni. Apa sebaiknya leave aja dari grup yang beranggotakan orang-orang dari masa lalu.
Kayaknya sih ngga gitu juga. Jalani aja. Kalau saya pribadi mah saat ini ngga khawatir dengan yang namanya potensi CLBK gara-gara reunian, gara-gara group WA. Soale, jujur aja ya bagi saya pasangan saat ini itu udah so perfect to me . Ngga adalah yang bisa dibandingkan dengannya, dan saya juga ngga pernah banding-bandingin suami dengan someone dari masa lalu. Gimana ngga ? Suami saya tuh orangnya benar-benar yang sebagai balancing bagi saya yang meledak-ledak, penenang sifat saya yang grasa grusu. blio juga pendengar yang baik untuk istrinya yang super duper cerewet ini. Plus, bisa memenuhi melebihi apa yang saya butuhkan hahahaha #ini penting ditulis. Dan yang pasti, dia dipilih oleh hati saya bukan karena gejolak romansa yang meletup-letup, tapi dari hasil curhat sama sang Pencipta, dipertemukan di saat yang paling tepat di waktu terbaik dalam hidup saya Coba..... mana ada yang bisa ngalahin.
So, untuk yang memiliki alumni hati, biarkanlah tetap jadi alumni. Ngga usah didengarkan rasa-rasa penasaran di dalam diri. Ngga usah dilawan tapi jangan diikuti. Ingat yah, nostalgia itu bukan untuk mengenang-ngenang yang telah berlalu, tapi untuk menyadari bahwa sutradara kehidupan tidak pernah salah.
Walau akan selalu ada terbersit tanya, gimana kalau , ah itu cuma godaan syaitooni rojiim kok. Bagaimanapun seseorang dari masa lalu itu tidak akan mungkin hilang dari kepingan puzzle-puzzle lukisan hidupmu, ucapkan terima kasih saja, karena tanpa mereka , pigura berisi kepingan puzzlemu bakal bolong-bolong. Daripada mellow yellow, dengerin aja lagu Rain feat Endang Soekamti ini " Terlatih Patah Hati",
Para mantaaaaan, mana suaranyaaaaa,,, #eeeea
Aku sudah mulai lupaSaat pertama rasakan laraOleh harapan yang pupusHingga hati cedera serius
Terima kasih kalianBarisan para mantanDan semua yang pergiTanpa sempat aku milikiTak satupun yang aku sesaliHanya membuatku semakin terlatih
Begini rasanya terlatih patah hatiHadapi getirnya terlatih disakitiBertepuk sebelah tangan (sudah biasa)Ditinggal tanpa alasan (sudah biasa)Penuh luka itu pasti tapi aku tetap bernyanyi
NB: Tara, kalau kamu baca tulisan bunda ini, saran bunda cuma satu, JANGAN PACARAN . Ikuti jejak papamu, biar kamu ngga perlu buang-buang space di hatimu untuk sesuatu yang tidak pasti.
Untuk para alumni hati, jangan serius kali bacanya. Kisah di atas hanya fiktif belakaaa kok, ahahahaha.
Tahu
ngga, waktu kecil saya punya cita-cita
yang lain dari yang lain. Sebelum saya mengerti kalau ada cita-cita yang
disebut dokter, pilot, presiden dan lain-lain itu, saya punya satu cita-cita
mulia, yaitu Ingin dapat piala biar bisa dipajang di lemari rumah dan membuat
ibu saya bangga hahaha. Mulia banget kan.
Makanya
kalau ada lomba-lomba tujuh belasan, saya walau malu-malu kucing tapi pasti
ikutan satu dua perlombaannya. Entah itu makan kerupuk, lomba lari atau balap
karung. Tujuannya cuma satu, pengen juara, dan dapet piala biar cita-cita mulia
di atas bisa terwujud. Tapi ternyata, tak satu pun lomba tujuh belasan pernah
saya menangkan , nasiblah punya postur imut-imut. Ikut lomba makan kerupuk
kalah rakus, lomba lari kalah cepat, balap karung kalah gesit.
Heboh berita mahasiswa ITN Malang bernama Fikri yang tewas saat Ospek.
Naudzubillahi min zalik. Iih walau ngga ada hubungan kerabat, kenal juga ngga tapi begitu membaca berita ini di internet kok hati saya sakit sekali. Terbayang bagaimana perasaan orangtua Fikri. Dan kemudian saya langsung teringat berbagai Ospek yang pernah saya jalani di masa silam, ya di SMA ya di kuliahan.
Tanpa perlu menyebut yang mana, saya juga pernah mengalami yang namanya di ospek senior. Dari yang katanya " seneng-seneng" sampai yang membuat saya mau muntah. Duluuuuuu banget saya dan beberapa teman putri pernah dikerjai oleh kakak kelas.
Sosok itu, dia duduk tepat di seberang mejaku. Kulitnya putih bersih,wajahnya tergolong manis untuk ukuran jenis kelamin laki-laki, ia tidak terlalu tinggi tapi juga tidak pendek, tak pernah ada satu katapun yang pernah keluar dari mulutnya. Baik sekedar menyapaku atau menanyakan sesuatu padaku, ah apa yang ada dalam pikirannya.
Gara-gara baca blognya si ila Rizky yang ngomongin tentang Move on saya jadi inget masa-masa masih berseragam abu-abu.
Move on, wew kata yang populer banget saat ini. Galau dan move on , dua kata yang biasanya berdampingan. Orang yang gagal move on biasanya jadi galau, orang yang galau itu biasanya orang yang gagal move on, halah.
Gara-gara usia saya dan abang
saya hanya terpaut dua tahun, maka sejak kecil saya nempel terus kemana abang
saya pergi. Dia main ketapel saya ikutan, dia manjat pohon rambe saya ga mau
ketinggalan, dia berenang di sungai ya saya ngekor juga, bahkan nengkepin ikan
gobi di parit pun saya selalu dengan setia ngintil di belakangnya.
Saat akhirnya abang saya harus
mendaftar sekolah dasar, saya terpaksa ga bisa ikutan lagi, hiks sediih sekali waktu itu. Karena ga mau pisah dan selalu ngerecokin akhirnya setahun kemudian
saya didaftarkan sekolah juga. Saat itu umur saya baru 5 tahun. Dengan badan
mungil dan umur yang masih kecil praktis saya selalu menjadi anak bawang di
kelas. Anak bawang itu, kalau diibaratkan kartu dia itu joker, bisa kemana aja,
kebal terhadap segala hukuman, dan dianggap ga pernah bersalah. Masih inget ,
penggilan saya dulu tuh si unyil, ada juga yang manggil ikan teri, karena saya
imut-imut banget. Waktu TK malah ada temen yang suka sekali kalau duduk sambil
mangku saya, xixixi.
Awalnya sih asik-asik aja, kalau
ada kerja bakti di sekolah pasti dikasi kerjaan yang ringan-ringan. Mulai
bermasalah, saat hari kemerdekaan tiba, tujuh belas Agustus. Udah lazim kan
kalau menjelang tujuh belasan pasti banyak banget diadakan berbagai macam
lomba. Lomba makan kerupuk lah, junjung botol, guli dalam sendok, balap karung,
lomba lari, wah banyak deh. Saya pun sibuk ikut mendaftar, ingin berpartisipasi dan sangat berharap bakal menang. Padahal hadiahnya ya waktu itu
palingan buku tulis sama pensil.
Lomba pun dibagi dalam beberapa
kategori. Salah satunya sesuai umur, ada juga sesuai kelas, misalnya kategori
umur 5-7 tahun atau kelas 1-3 SD. Nah , mau ikut kategori manapaun, saya selalu
menjadi peserta yang terkecil. Bisa dipastikan, tak satupun lomba tujuh belasan
yang saya menangkan. Pas lomba makan kerupuk, ukuran kerupuk dengan mulut ,gedean
kerupuknya, saya ngunyahnya 32 kali baru ditelen, peserta yang lain udah habis.
Ikut lomba balap karung, kesrimpet terus sama si karung. Lomba lari, kaki saya
kalah lebar dibanding anak lain. Hadeeeh, frustasi banget rasanya.
Sebenarnya saya jago lompat tali, tapi entah kenapa ga pernah dilombain pas agustusan. Akhirnya lama-lama saya menyadari dengan sendirinya, pokoknya segala perlombaan yang melibatkan fisik saya harus melipir jauh-jauh, cukup jadi penonton saja. Saya sering menghayal, gimana yah biar badan saya bisa tinggi trus kaki saya bisa panjang biar bisa menang macem-macem lomba, minimal makan kerupuk.
Bertahun-tahun kemudian, setelah
puluhan agustusan saya lewati, akhirnya saya menemukan si belahan jiwa. Kami tinggal
di perkebunan di daerah Kisaran, Sumatera Utara. Tradisi di perkebunan setiap
tujuh belasan mengadakan lomba untuk semua kalangan. Mulai dari anak-anak
sampai untuk orang dewasa. Paling seru, lomba untuk suami istri. Ada lomba jogged
jeruk. Jadi jeruk diletakkan diantar kening suami dan istri, terus diputar lagu
dangdut dan mereka harus jogged. Siapa yang bertahan sampai akhir tanpa
menjatuhkan jeruk dia yang menang. Sekali lagi saya hanya jadi penonton,
soalnya malu mau ikutan.
Tapi entah mengapa, saya ingiin sekali memenangkan salah satu hadiah yang disediakan panitia. Hadiahnya sih ga
seberapa, ada uang, peralatan dapur, kaos, handuk, macem-macem gitu. Dan ada
piala. Wow melihat piala, mata saya berbinar-binar. Dengan tekad membara, saya
kuatkan hati untuk ikut lomba apa aja deh yang penting bisa menang.
“ Yak, kepada para suami yang ingin ikut lomba gendong istri silahkan
mendaftar ke meja panitia”
Aih, pucuk dicinta ulam pun tiba,
dengan setengah memaksa saya seret suami ke meja panitia. Dengan wajah memelas
saya bujuk dia “ Ikut yah mas, pliiisss”. Entah ikhlas entah tidak, suami saya
pun mendaftakan nama kami, yess.
Tak disangka ternyata pesertanya
membludak, jadilah perlombaan dibagi dalam 6 sesi. Setelah diterangkan
aturannya, dan ditunjuk garis finish, saya pun segera bertengger di punggung
suami. Sebelum panitia meniup peluitnya, saya bisikkan ke telinga suami, “ Mas,
adek belum pernah sekalipun menang tujuh belasan, plis mas usahain ya kita
menang” ;).
Priiit…….
Begitu ditiup peluit, suami pun
berlari secepatnya. Ternyata ada untungnya juga saya ga terlalu ndut, jadi
masih masuk dalam kategori ringan untuk digendong. Sanking serunya, penonton berteriak-teriak
menyemangati. Ada pasangan yang istrinya lebih gemuk dari suami, terang saja
baru beberapa langkah udah jatuh. Ada lagi yang karena gak sabaran, belum
mencapai garis di salah satu ujung langsung balik menuju garis start sekaligus
garis finish, akibatnya didiskualifikasi. Pokoknya lucu-lucu deh. Saya pun
teriak-teriak diatas punggung suami, menyemangati dia sekaligus berpegangan
erat supaya ga sampai jatuh. Udah ga peduli lagi deh, urat malu rasanya udah
putus, dan ga merhatiin peserta lain.
Begitu sampai di garis finish
penonton pun bersorak, horeeee… Ahahaha siapa sangka, kami jadi peserta
tercepat, cihuuuy. Akhirnyaaa, saya bisa juga menang lomba tujuh belasan.
Tepatnya sih suami yang menang, lah saya Cuma nangkring doang. Ga peduli lah,
yang penting saya menang, horee horee.
Kalau nginget-nginget kejadian
itu lagi, pasti suami saya ngomel-ngomel. Katanya, “ Sebenernya ade tuh berat
tauk, mas kasihan aja ade ga pernah menang lomba makan kerupuk “. Duuh, gemes
banget deh kalau dia lagi misuh-misuh gitu.
Sekarang, kalau pas tujuh belasan
lagi, rasa penasaran saya tuntas sudah. Yang penting udah pernah jadi juara
tujuh belasan, Puaaas deh. Tujuh belasan kali itu menjadi tujuh belasan paling
membahagiakan dalam hidup saya. Tapi kalau disuruh ikutan lagi, hmmm saya ga
mau soalnya sekarang udah berat, mana
kuat lagi suami gendong saya sambil lari-lari J
Itu ceritaku, kalau kamu, apa nih
kenanganmu di hari kemerdekaan. Atau punya kenangan saat lebaran ?. Ikutan Kontes Kenangan Bersama Sumiyati-Radit Cellular yuks.
Kalau ditanya, kenangan
apa yang paling berkesan yang pernah saya alami sewaktu kecil ?. Sepertinya perlu
beribu-ribu kata dan berlembar-lembar folio untuk menceritakannya. Karena semua
hal yang terjadi pada saat saya masih imut-imut, begitu berkesan. Pengalaman jatuh
dari pohon jambu dan sukses mendarat di comberan yang menyambut saya dengan
pecahaan beling yang berserak ( paha saya robek, dan harus dijahit 6 jahitan,
syukur dokernya canggih bekasnya bisa ilang sama sekali ), Pernah juga dikejar-kejar
tawon karena ngga sengaja jatuhin sarangnya. Atau pengalaman terpaksa merasakan
kepala saya dijahit karena main lempar-lemparan batu bata sama teman ( iseng
aja, soalnya bola kastinya ilang jadi diganti batu ).Wah banyak deh,
sampai-sampai saya punya cinderamata berupa bekas jahitan disana sini saat
kecil.
Namun dari semua
kejadian lucu, ngenes, plus malu-maluin itu ada satu peristiwa yang sampai
sekarang masih erat melekat di ingatan. Bahkan setiap menceritakan kembali kejadian
itu bersama adik-adik saya, kami akan tertawa sekaligus menangis haru.
Waktu itu sekitar
tahun sembilan puluhan, saya masih duduk di kelas tiga atau empat sekolah
dasar. Karena ayah saya bekerja di perkebunan sawit, maka kami pun harus
bermukim di belantara sawit Sumatera Utara. Tidak terlalu pelosok sih, hanya
berjarak kira-kira dua jam perjalanan dari kota Medan. Namanya perkebunan, maka
ngga banyak hiburan yang ada di komplek perumahan karyawan. Satu-satunya
hiburan yang ada ya televisi. Kadang-kadang, sebulan sekali perusahaan
menyediakan hiburan berupa layar tancep di lapangan terbuka. Acara televise favorit saya saat itu adalah
kartun si hantu botak Casper. Setiap pagi, saya pasti udah nongkrong di depan
tivi, padahal jadwal tayangnya itu persis mendekati jam masuk sekolah. Jadi biasanya
saya harus lari-lari ke sekolah, biar bisa tetep nonton tapi ngga telat masuk
kelas. Sesekali iklan menyelingi aksi si botak ( dulu iklan belum terlalu
banyak).
Pada saat
itulah, saya melihatnya. Iklan seorang anak kecil sedang melahap ayam goreng
berbalut tepung krispy yang sangat menggoda. Melihat cara si anak menjilati
sela-sela jarinya agar tidak meninggalkan remah-remah paha ayam tersebut,
semakin memastikan betapa lezatnya ayam goreng buatan Kolonel Sanders tersebut.
Setiap kali iklan
itu muncul di televisi, saya hanya bisa menelan ludah. Saya selalu membayangkan
kelezatannya. Namun saya juga berpikir, pastilah
harganya mahal, dan pastilah hanya dijual di restoran-restoran mewah. Mengingat
tempat tinggal kami yang bahkan radius 20 km ke Utara, Selatan,Timur dan Barat
tidak ada pertokoan besar apalagi Mall, pupuslah harapan saya untuk bisa merasakan sensasi kriuk si
ayam kakek.
Saya termasuk
anak kecil yang ngotot, kalau punya keinginan sebisa mungkin berusaha
mewujudkannya. Demi mewujudkan keinginan mencicipi si ayam goreng bertepung itu,
saya pun merengek meminta ibu memasakkannya. ( saya manggil ibu saya dengan
sebutan mamak )
“ Mak bisa buat
ayam goreng yang kayak di iklan TV itu ngga ” tanya saya polos
Ibu saya
mengernyit, bingung mendengar pertanyaan saya yang tidak biasa-biasanya.
“Maksud kamu?” sepertinya Ibu ngga ngerti arah
pertanyaan saya.
“ Itu lho mak, ayam goreng yang ada gambar
kakek-kakeknya”
Saya lihat ibu
tertawa geli. Sekarang ia sudah tahu maksud saya.
“ Besok , mamak
bilang ke papa ya supaya memotong ayam kita, biar mamak bisa masak ayam goreng
kriuk”
“Horeee” saya
bersorak riang.
“ Jangan lupa
aku yang paha mak” kata saya mengingatkan.
Terbayang sudah
adegan yang akan saya lakoni. Menyantap paha ayam goreng seperti yang ada di
iklan. Saya udah niat nanti bakal jilatin jari-jari saya sampai licin cin.
Namun ternyata,
sehebat-hebatnya masakan ibu, penampilan ayam goreng made in ibu tidak semenggairahkan seperti yang ada di televisi. Tepungnya
kurang tebal, dan saat digigit tidak ada bunyi kriuk renyah seperti di adegan
yang biasa saya lihat. Wah kecewa saya. Dan sepertinya ibu melihat kekecewaan
di wajah gadis kecilnya.
****
Beberapa minggu
setelahnya, di Minggu pagi yang hangat ibu membangunkan kami, saya, abang, dan
kedua adik saya untuk segera mandi.
“ Ayo,ayo, cepat
mandi, kita akan jalan-jalan hari ini” kata ibu menyemangati kami.
Tanpa diperintah
dua kali, kami pun bergegas merapikan diri.
Hari itu, ayah
saya ada tugas ke kantor Direksi di Medan. Berhubung lagi libur, ayah mengajak
kami serta. Duh senangnya, jalan-jalan ke kota setelah sehari-hari pemandangan
yang kami lihat hanya sawit dan karet. Sebelum pergi
saya melihat ibu membungkus nasi hangat ke dalam beberapa plastik putih. Tak
lupa diisinya botol air mineral yang telah kosong. Untuk bekal mungkin.
Setibanya di
Medan, ayah langsung berpisah dengan kami. Ibu membawa kami ke sebuah mall yang
baru beberapa minggu buka di kota Medan. Namanya Medan Mall. Waaah, saya masih
inget bagaimana gembiranya. Bahkan saya masih ingat aroma AC nya, toko-toko boneka
yang berderet-deret, serta ada supermarket besar yang menjual segalanya. Saya
seperti anak udik masuk kota.
Ibu mengajak
kami menaiki escalator, saya menyebutnya “ tangga jalan”. Sambil naik, mata saya sibuk jelalatan kesana
kemari.
Di lantai tiga, tiba-tiba
saya membeku, mulut melongo, dan saya terpana melihatnya…….
Gambar si kakek
dan ayam gorengnya…..hwaaaa.
Ibu sampai tertawa
melihat saya. “ Windi mau makan disitu” Tanya ibu
Tanpa menjawab,
saya mengangguk keras-keras.
Tanpa membuang
waktu, kami pun masuk ke restoran cepat saji itu. Ibu menyuruh kami menunggu di
meja sudut ruangan. Tak lama ibu datang bersama empat potong ayam berwarna coklat
keemasan. Hmmm mencium aromanya saja, air liur sudah terbit.
Tapi kok ga ada
nasinya? Minumnya juga ga ada?
Saya lihat ibu
merogoh sesuatu di dalam tas besarnya. Sambil celingukan ibu mengeluarkan
beberapa bungkus nasi yang tadi pagi di bungkusnya. Tak lupa dikeluarkannya
pula air mineral yang telah dibawanya.
Tanpa banyak tanya,
kami segera melahap ayam goreng impian itu. Bersih ludes tanpa sisa. Saat itu
saya mikir, kok saosnya bisa enak banget yah. Tak lupa saya pun melakukan
adegan yang telah saya rencanakan, yaitu menjilati sela-sela jari seperti di
iklan tivi.
****
Dulu sih saya
ngga menyadarinya. Tapi setelah gede, saya baru tahu, betapa besarnya keinginan
ibu saya membahagiakan kami, anak-anaknya. Termasuk mewujudkan keinginan-keinginan
yang tampaknya sederhana namun mungkin berat bagi keluarga kami. Saat itu uang
belanja yang diberikan ayah sepertinya tidak cukup jika harus disisihkan untuk
makan ayam goreng di restoran si kakek.
Mungkin bagi ibu saya, yang penting makan ayamnya, nasi dan minuman bisa
dibawa dari rumah.
Sejak saat itu
saya ngga pernah lagi ngiler melihat
iklan di TV . Dan yang paling membanggakan saya bisa cerita ke teman-teman di
sekitar rumah, “ Ternyata ayam goreng kakek kriuk itu eeenaaaak bangget” kata
saya pamer sambil tak lupa menceritakan detil kelezatannya. Dasar anak-anak.
Sekarang, kalau
lagi ngumpul-ngumpul di rumah orangtua, saya dan adik saya sering
ngingat-ngingat masa kecil. Kalau pas ke bagian cerita ini, pasti langsung
mewek. Soalnya kalau dipikir-pikir, betapa urat malu seorang ibu bisa putus
demi anak-anaknya. Bayangkan adegan tersebut terjadi saat ini, apa kira-kira
yang akan kita pikirkan kalau melihat satu keluarga makan di restoran fastfood,
tapi nasi dan minumnya bawa dari rumah?.
Kalau kalian
melihatnya, plis ngga usah komentar. Ingat saja cerita saya ini. Mungkin
seperti itu juga kejadiannya.
Hai! Selamat datang di Windiland. Saya ibu dua putri cantik. Sehari-hari saya bekerja sebagai banker. Blog ini isinya keseharian saya sebagai ibu bekerja, dan all about parenting. Selain itu saya juga menulis tentang beauty, fashion, pregnancy,breastfeeding. Blog ini sesekali juga menerima sponsored post. Enjoy
Windi Teguh
Hai! Selamat datang di Windiland. Saya seorang financial planner, content creator dan juga banker. Blog ini isinya seputar financial, kehidupan wanita bekerja, parenting dan relationship. Blog ini sesekali juga menerima sponsored post. Enjoy