Showing posts with label buku. Show all posts
Showing posts with label buku. Show all posts

Metropolis

Wednesday, November 7, 2012

Buku ini sudah lama menghuni lemari saya. Entah kenapa kemarin saya tergerak untuk membacanya kembali. Memang saya punya kebiasaan agak aneh, suka membaca satu buku berulang-ulang. Dan kebiasaan itu menjadi paramater saya dalam menetapkan buku tersebut layak atau tidak saya rekomendasikan ke orang lain.

Melihat cover buku ini, sudah jelas ini novel tentang pembunuhan. Menurut saya covernya sangat unik, seperti lembaran koran lusuh yang penuh misteri. Apalagi ada bercak darah yang mengotorinya.

Membaca novel ini saya seperti menonton sebuah film detektif karena deskripsi yang begitu detail tentang susasana, aroma, tempat dan semua hal yang berhubungan dengan kejadian pembunuhan. Kalau pernah baca Sidney Sheldon kira-kira seperti itulah alur yang disajikan si penulis. Dimana kita dibawa serta untuk mencari siapa di balik semua peristiwa yang terjadi, apa motifnya, dan begitu penasaran dengan ending yang sudah pasti tidak akan pernah bisa kita duga.

Cerita di awali dengan kematian Leo Saada,  seorang pemimpin Geng Mafia narkotika di Jakarta. Adalah Agusta Bram, seorang polisi yang bertugas di Sat Reserse Narkotika yang menangani kasus tersebut. Pembunuhan ini bukan pembunuhan biasa, tapi pembunuhan berantai yang menghabisi satu demi satu pemimpin Sindikat 12- Penguasa bisnis Narkotika terbesar yang menguasai wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Sindikat 12 terbentuk karena penghianatan yang dilakukan kepada seorang pemimpin geng penguasa sebelumnya bernama Frans AL. Seluruh keluarga Frans dihabisi di malam yang naas oleh 12 pemimpin sindikat tersebut. Namun tapa mereka sadari seorang putra Frans Al, bernama Johan berhasil selamat dan dilarikan ke Kanada oleh seorang perempuan bernama Aretha yang tak lain adalah si dewi penyihir yang selama ini bertugas menjadi agen pencuci uang hasil transaksi narkotik. 

Pembunuhan ini memiliki pola tertentu yang hanya diketahui si pembunuh. Tugas Bram lah menemukan pola tersebut untuk mengetahui siapa korban berikutnya.  Namun ada yang menarik, di setiap pemakaman dan TKP selalu muncul seorang perempuan misterius yang belakangan diketahui bernama Miaa. Siapa sebenarnya Miaa? , apa hubungan dirinya dengan pembunuhan tersebut.

Tak cukup dengan pertanyaan tentang Miaa, Bram  harus berhadapan dengan bos nya sendiri, Burhan Kasat Reserse Narkotika yang merupakan musuh bebuyutannya. 

Pembunuhan demi pembunuhan berlangsung mulus dan sesuai dengan rencana, sampai ketika calon korban tersisa dua orang, Blur dan Sohx . Blur yang merupakan penguasa wilayah 6 adalah sosok misterius yang selama ini tidak diketahui identitasnya. Naas bagi si pembunuh , saat akan menghabisi nyawa Blur ternyata  ia sudah didahului orang lain. Berakhirlah juga nyawanya disitu dengan tubuh yang terpotong 12, seperti kebiasaan sindikat 12 selama ini. Siapakah yang membunuh Blur sebelumnya ?.

Intrik demi intrik mewarnai isi novel ini. Dengan latar perseteruan antar geng yang didasarkan perebutan kekuasaan wilayah pemasaran narkotika membuat novel ini menjadi novel yang sangat tidak biasa. Dunia gelap, pencucian uang, dan kekotoran-kekotoran yang terjadi di tubuh polisi diungkap secara apik disini. Bagaimana suatu bukti kejahatan bisa ditukar dengan informasi yang lebih bernilai besar membuat saya mengerti dan berprasangka seperti itulah mungkin kenyataan di negeri kita mengapa banyak kejahatan yang susah diungkap. karena ada jual beli dan tawar menawar kasus.

Berhasilkah Bram menguak kasus pembunuhan ini? dan berhasilkah rencana si pembunuh untuk menghabisi seluruh pemimpin sindikat 12?.

Novel ini merupakan salah satu novel karya anak bangsa yang membuat saya mengacungkan ke empat jempol saya . benar-benar luar biasa. Novel kriminalitas yang cerdas dengan bumbu roman di dalamnya. Windry berhasil menyajikannya dengan utuh, seru, menegangkan dan mencengangkan.

Judul                      Metropolis
No ISBN                 9789790257146
Penulis                   Windry Ramadhina
Penerbit                 Grasindo
Terbit                     April-2009
Jumlah halaman       331
Katgory                   Mistery-Thriller



Gado-Gado Poligami

Monday, May 28, 2012




Aku tidak akan pernah lupa pada pagi itu. Usiaku masih sebelas tahun, adik bungsu kami masih kelas 3 sekolah dasar. Tidak ada yang berbeda pada hari itu. Tetangga kami yang cerewet masih sama bawelnya dengan beberapa hari yang lalu meributkan anaknya yang terkena bisul disana sini. Tanteku yang beberapa tahun ini tinggal di rumah ibuku, sibuk membersihkan bekas ompol adikku. Semuanya terlihat biasa, sampai sore hari tidak biasanya kami mendapat kunjungan kakek.

Dengan keingintahuan seorang anak kecil, kuintip dari celah kamarku pembicaraan serius di ruang tamu kontrakan kami. Ibu menangis, kakek membisu, ayahku…… aku tak mendengar suaranya.


a hari kemudian, ayah kembali ke kota tempat kerjanya. Sejak setahun belakangan , ayah harus pindah kerja ke Palembang. Karena ibuku seorang PNS di kantor bupati dan kami masih bersekolah, maka dengan alasan efisiensi dan efektivitas, kami tetap menetap di Padang. Sebulan sekali ayah pulang dan tinggal di rumah selama tiga sampai empat hari. Aku selalu menanti-nanti hari kepulangan ayah. Biasanya setiap ayah akan pulang. Ibu bangun lebih pagi, begitupun aku dan adikku. Sarapan akan terhidang di meja sebelum pukul enam pagi karena biasanya ayah akan turun dari angkot yang berhenti di depan rumah sekitar jam setengah tujuh. Dan kami siap-siap menyambut kedatangan ayah dengan segudang cerita yang tersimpan selama sebulan terakhir.

Tapi hari itu, aku tahu sesuatu telah terjadi, sesuatu yang buruk yang dengan keterbatasan pengetahuan kanak-kanakku, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa ayah telah menyakiti ibu.


Aku mendengar suara teriakan ibu, kemudian disusul tangisnya. Tak lama ibu masuk kamar dan membereskan pakaiannya. Ayah sama sekali tidak mencegah ibu pergi. Aku hanya menatap kosong kepergian ibu. Tidak tahu apa yang tengah melanda keluarga. Kudengar suara adikku menangis di dapur, segera kudatangi ia. Dengan tatapan polosnya ia memandangku.


“ Ibu kemana kak”

Aku hanya diam.




*****



Gempita perayaan pernikahan bungsu di keluargaku telah selesai. Kulihat rona bahagia yang tak bisa disembunyikan di wajah kedua orang tuaku. Tugas mereka sebagai orang tua tuntas sudah, untuk melepas putra putrinya menyempurnakan separuh diennya.


Tujuh belas tahun telah berlalu sejak hari itu. Hari ini ibuku telah membuktikan kepada dirinya sendiri, kepada semua orang yang bergunjing di belakangnya, ia telah berhasil melewati ujian terberat bagi seorang istri, neraka dunia , Poligami.



Sejak senja itu, kehidupan keluarga kami berubah. Setiap kepulangan ayah, aku hanya menyaksikan pertengkaran demi pertengkaran. Namun ibu bukanlah wanita lemah yang langsung terjatuh ke titik nadir hidupnya . Di setiap tarikan nafasnya aku tahu ada tangis disana, namun juga ada semangat untuk membuktikan kepada ayahku, bahwa poligami tidak akan menghancurkannya.



Dan kini, kami dalam satu frame foto keluarga. Abangku dengan anak istrinya, aku dan kedua adikku dengan suami masing-masing. Dan di tengah-tengah kami, ayah dan ibu tersenyum bahagia.



Aku tidak bangga dengan sejarah keluargaku. Tapi aku juga tidak malu dengan perjalanan hidup kami.


Bisa jadi sesuatu itu tidak kita sukai, padahal mungkin ada kebaikan di dalamnya.


Tulisan ini fiksi belaka, diikutsertakan pada lomba Blog, Opini Poligami . Info lomba disini

River's Note - You Must Read This

Wednesday, May 9, 2012



Kalau saja saat ini saya sudah atau akan mempunyai seorang bayi mungil, pasti saya akan menulis  rangkaian note-note untuk calon buah hati saya tersebut. Namun , sepertinya belum saatnya saya bisa menuliskan pesan-pesan orangtua kepada penerusnya seperti yang dilakukan oleh River Padre dibuku ini.

Waktu saya kecil ayah saya selalu menceritakan dongeng-dongeng untuk saya dan saudara-saudara saya. Kebanyakan tentang dongeng si Abu Nawas dan kisah seribu satu malam. Dongeng-dongeng tersebut menyublim ke pikiran saya, bahkan sekarang saya suka mendongengkannya kembali ke suami saya. Sampai-sampai suami saya takjub dengan koleksi cerita saya yang lengkap dan tidak ditemukan di buku-buku gramedia terbitan sekarang. Kalau saja dulu sudah ada blog, mungkin ayah saya akan menulis blog seperti yang dilakukan bang Ochan di blognya River Note yang kemudian bisa dinikmati semua orang dalam bentuk buku.

Ayah saya juga suka bercerita tentang kisah para nabi. Bahkan sampai detik ini saya lebih ingat cerita ayah saya dibandingkan cerita-cerita nabi di buku-buku pelajaran madrasah saya dulu. Saat ayah saya bercerita rasanya seperti menyaksikan adegan demi adegan live di hadapan saya. Seperti cerita pengejaran nabi Zakaria oleh musuh-musuhnya, yang kemudian berakhir dengan nabi Zakaria disembunyikan menjadi pohon. Lalu kisah nabi Idris yang setelah melihat surga tidak ingin kembali lagi ke dunia, hingga kisah nabi Sulaiman yang tongkatnya dimakan rayap pada saat ia mengawasi para jin bekerja, sementara para jin tersebut tidak mengetahui bahwa nabi Sulaiman sudah wafat. Walaupun sudah berlalu dua puluh tahunan lebih kisah tersebut didongengkan ayah saya, namun saya masih ingat sampai detil terkecil ceritanya.

River's Note, sebuah catatan seorang ayah kepada buah hatinya, dimana saat membaca lembar demi lembar buku ini, saya bisa merasakan seberapa besar cinta seorang ayah kepada putranya. Buku ini bukan berisi petuah-petuah yang menggurui, bukan perintah seorang ayah kepada anaknya, tidak boleh ini tidak boleh itu, harus begini harus begitu, tidak sama sekali. Membaca River Note, saya seperti mendengar ayah saya bercerita saat saya kecil dahulu. Bedanya kalau ayah saya bercerita tentang dongeng murni, maka Fauzan Mukrim- penulisnya sekaligus ayah River- bercerita kejadian sehari-hari yang amat dekat dengan dunia kita, bahkan mungkin kita merupakan tokoh di kisah tersebut. Membuat saya trenyuh, tersenyum dan terharu disaat bersamaan.

River's Note ditulis dengan tujuan menjadi sebuah perantara, sebuah jejak yang bisa ditinggalkan seorang ayah agar sang anak lebih mengenal dirinya dan lebih siap menghadapi carut marut dunia kelak. Namun bagi saya River's note lebih dari itu.

Sebelum hadir dalam bentuk buku, River's note telah hadir dalam bentuk blog. Saya adalah pelanggan setia yang membaca setiap postingan di blog tersebut. Si penulis adalah teman saya di FB maupun twitter, teman dalam arti harfiah ( add friend and follow :) ).  Bang Ochan ( panggilan Fauzan Mukrim) adalah sosok yang sangat ramah dan selalu meladeni pertanyaan-pertanyaan fansnya yang cerewet seperti saya ini. Saya merasa agak sedikit ge-er , karena pada saat River's note di terbitkan, saya diinbox secara pribadi oleh bang Ochan dan diberitahu bahwa River's note sudah bisa dibeli ( keren kan gue, puji lu jangan iri yah ). Tanpa ragu saya langsung membelinya, apalagi hasil penjualan buku ini dismbangkan untuk sebuah sekolah di tanah kelahiran penulisnya. Membaca sekaligus beramal adalah sebuah hal paling kecil yang bisa saya lakukan untuk turut menyisihkan sangat kecil dari rezeki yang saya peroleh untuk mungkin bisa membahagiakan orang lain.

Sungguh beruntung seorang anak yang bernama River memiliki ayah yang menunjukkan rasa cintanya dalam bentuk sesuatu yang bisa juga diambil manfaatnya oleh orang lain. Dan sungguh beruntung saya membaca catatan-catatan ini.

Anda orangtua, beberapa kisah tentang cinta seorang anak mungkin akan memberi anda perspektif lain.

Anda Mahasiswa, coba lihat bagaimana pandangan orang lain saat mahasiswa turun ke jalan dan merusak fasilitas umum.

Anda seorang pekerja, jangan dulu mengeluh, banyak hal dibuku ini mengajarkan kita arti bersyukur.
 
Anda seorang anak , rasakan seberapa deras kasih sayang yang mengalir dari ibu dan bapak kita.

Siapapun anda, buku ini benar-benar saya REKOMENDASIKAN  untuk dimiliki, dibaca dan dikoleksi.

Judul Buku : River's Note
Penulis        : Fauzan Mukrim

Istana Kedua

Tuesday, May 8, 2012


Aku sangat membenci poligami, Poligami menurutku adalah bukti kesombongan seseorang entah itu laki-laki ataupun perempuan. Karena sombong identik dengan tidak bersyukur, dan orang yang tidak bersyukur biasanya adalah orang yang tidak sabaran. jadi sama saja seorang yang berpoligami adalah orang yang tidak bersyukur atas apa yang dimilikinya dan tidak bersabar atas apa yang tidak dimilikinya.Selain itu menurutku poligami adalah bukti ketidakmampuan seseorang mencari kebahagiaan tanpa mencederai kebahagiaan orang lain.

Bukan berarti aku anti poligami. Tapi jelas aku bukan pendukungnya. Bagiku poligami adalah pilihan hidup seseorang karena aku yakin setiap orang pasti punya alasan di tiap keputusan yang diambilnya, Tapi ya itu tadi aku membencinya. Dan aku selalu berdoa kepada Allah agar tidak diberi cobaan berupa “ berbagi cinta” dengan orang yang jelas-jelas secara kasat mata merupakan saingan nomor wahid dalam menikmati kasih sayang suamiku.
Turunan dari rasa benciku terhadap poligami, ya jelas, aku juga tidak respek dengan para pelakunya, baik si lelaki maupun si wanita pendatang baru. Aku selalu berpandangan negative terhadap wanita-wanita kedua, yang menurutku sangat tidak tahu malu dan tidak punya perasaan serta tidak punya sedikitpun rasa empati terhadap sesama kaumnya. Demikian juga terhadap si pria, aku rasa dia adalah orang yang tidak tahu terima kasih, atau dengan kata lain seperti kacang lupa akan kulitnya.atau bisa juga seperti peribahasa “ habis manis sepah dibuang”, hufft.
Hal ini kurasakan bertahun tahun, apalagi di sekitarku banyak keluarga yang diuji dengan ketangguhannya dalam hal “kemampuan berbagi” sesuatu yang tak seharusnya dibagi. Dan skenario yang sering terjadi adalah si wanita pertama yang harus menelan pil pahit kehidupan sejak suaminya memutuskan berpoligami. Ah, aku bertambah muak
Sewaktu aku kuliah ada seorang temanku, sebutlah namanya Zulaikha yang kutahu berpacaran dengan suami orang, Wah aku sangat marah padanya. Namun aku tak mengatakan apa-apa, karena bagiku itu bukan urusanku, dan kuanggap dia telah dewasa dalam mengambil keputusan. Namun rasa marahku itu kusalurkan dengan tidak bertegur sapa padanya selama berminggu-minggu, bahkan aku selalu menutup pintu kamarku jika kutau dia ada di kos.
Bertahun-tahun setelah aku menyelesaikan studiku, pandanganku tetap tak berubah tentang poligami dan pelakunya.
Di suatu sabtu pagi yang lengang, aku melewatkan waktu dengan membenahi isi lemariku, saat itulah aku melihat buku Asma Nadia yang telah lama kubeli namun karena kesibukanku belum sempat kubaca. Buku itu berjudul “ Istana Kedua”. Bukunya tidak terlalu tebal, tidak seperti kebanyakan novel pada umumnya.
Setelah selesai beberes, aku mulai membacanya. Ceritanya sederhana, cerita keluarga kecil seperti pada umumnya. Kisah seorang istri bernama Arini yang mempunyai seorang suami bernama Pras. Keluarga kecil yang sangat bahagia, Sang istri cantik dan istri yang salehah, sedangkan sang suami adalah pria mapan yang sangat bertanggung jawab dalam keluarga. Intinya adalah mereka merupakan gambaran keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang selama ini sering kita dengar.
Namun di suatu sisi kehidupan lainnya, tersebutlah seorang wanita keturunan Tionghoa bernama Mei, yang hidupnya selalu menderita, keluarganya adalah korban kerusuhan reformasi. Setelah ditinggal mati oleh ayah ibunya ia tinggal dengan bibinya yang memperlakukannya layaknya pembantu. Mei seorang gadis yang tidak cantik, namun mempunyai karir yang gemilang di kantornya.
Mei selalu diremehkan orang, ia tidak pernah sukses dalam masalah percintaan, bahkan tak ada seorang pria pun yang berniat mendekatinya. Hingga suatu hari, Rafa teman sekantornya selalu mendekatinya,akhirnya mereka pacaran, namun memang nasib sial kiranya sangat suka berteman dengannya , pria tersebut malah menginjak-injak kehormatannya dan meninggalkannya seperti rosngsokan yang tak berguna .
Mei yang terlanjur hamil merasa dia harus mempertahankan harga dirinya di depan Rafa. Maka di tengah keputusasaannya Mei mengiklankan dirinya melalui Email dan mengirimkannya secara acak di internet,isi iklan tersebut bahwa dia mencari seorang lelaki yang mau menikahinya, tanggung jawab tak dibutuhkannya, dia bersedia menjadi istri kedua tanpa perlu dapat giliran berkunjung bahkan dia bersedia menanggung hidup lelaki tersebut. Hebohlah dunia internet para lelaki.
Singkat kata ,Mei mendapat lelaki yang mau menikahinya. Di luar dugaannya, lelaki tersebut ternyata tampan dan baik hati. Bersinar kembalilah dunia Mei yang selama ini tertutup awan kelabu. Si lelaki sangat menyayanginya. Di tentukanlah hari pernikahan mereka, gedung telah dipesan, pakaian dijahit,catering telah dipilih. Namun pada hari yang ditentukan, saat Mei tiba di tempat resepsi ternyata ia mendapati kenyataan yang sangat menyakitkan. Gedungnya sama, nama mempelai pria sama namun mempelai wanitanya bukanlah dia. Ternyata untuk kesekian kalinya dia telah ditipu lelaki, diinjak-injak harga dirinya, kehormatannya dan martabatnya.
Dengan membawa malu Mei memacu mobilnya sekencang-kencangnya. Dia berniat bunuh diri, karena sudah tak ada lagi alasan dia hidup, bahkan dia sudah tidak punya muka untuk kembali bekerja di kantornya. Maka diterjangnyalah palang lalu lintas, dia ingin membunuh dirinya dan bayi yang dikandungnya,
Bukan salah takdir, kalau saat itu Pras melewati jalan yang sama, ia lalu menolong Mei dan menyelamatkan bayi yang dikandungnya. Hari demi hari berlalu, tumbullah rasa simpati Mei terhadap Pras, dan tanpa disadari akhirnya Mei merasa Pras lah lelaki yang bisa melindunginya.
Paragrap demi paragraph kubaca dengan emosi yang kadang naik kadang turun. Aku penasaran bagaimana akhir cerita keluarga ini.
Seperti pepatah yang mengatakan “ Sepandai pandai menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga”. Maka itu lah yang tejadi,Arini menemukan no telepon Mei di saku Pras, Dan runtuhlah langit Arini saat tahu ada Ny Pras lain di luar sana. Akhir cerita saat Arini memutuskan datang ke rumah Mei, terjadi dialog yang sangat menohok hati saya. 
“ Arini, hidupmu begitu sempurna, kau punya suami yang mencintaimu, anak-anak yang sehat dan keluarga yang sangat menyayangimu. Sedangkan aku, Pras adalah satu-satunya hal baik dalam hidupku, maka tak relakah kau berbagi sedikit saja kebahagaianmu padaku “.
Sayang Asma Nadia membuat plot terbuka di akhir cerita. Aku tak tau apa yang terjadi pada Arini dan Mei.
Setelah membaca novel tersebut, aku tercenung lama. Aku begitu terhanyut dengan kisah yang dituturkan di novel tersebut. Aku sangat memahami perasaan arini yang hancur saat tau suaminya punya istana lain selain istana yang dibangunnya. Namun menelusuri kisah hidup Mei, rasanya tak bisa juga menyalahkannya yang ingin mempertahankan satu-satunya orang yang membangkitkannya dari mati surinya. Dan Pras, di novel diceritakan dia terjebak dalam situasi yang di luar kendalinya. Ah lelaki, kenapa saat seperti itu mereka bisa-bisanya berkilah “semua di luar kesadaranku”.
Asma Nadia seolah-olah ingin mengajak pembacanya mengerti bahwa dia membenci poligami. Namun mungkin ada satu atau dua kasus poligami yang dilatar belakangi oleh keadaan dimana tak satu pihak pun bersalah. Tidak si wanita pertama, wanita kedua ataupun si lelaki. Semuanya terjadi apa adanya. Mungkin karena takdir, mungkin memang sudah jalannya seperti itu. Atau mungkin itu merupakan ujian hidup yang memang harus dhadapi. Ah entahlah.
Tiba-tiba aku teringat dengan sikapku dahulu pada Zulaikha. Aku menyadari sekarang, tak seharusnya aku menghakimi seseorang tanpa aku tahu apa latar belakang di setiap keputusannya. Mungkin dia juga tak berniat untuk menjadi wanita kedua, semua orang pasti ingin menjadi yang pertama. Tapi bagaimana kalo dia tak punya kesempatan untuk menjadi yang pertama?? Apakah salah dia memilih menjadi yang kedua. Ataukah dia lebih baik tidak menjadi siapa-siapa?
Pertanyaan tersebut sampai sekarang tak kutemukan jawabannya. Biarlah masing-masing orang menjawab sendiri. Menentukan apa yang terbaik dalam hidupnya. Menyadari bahwa sesuatu yang menjadi hak kita pada akhirnya dibatasi oleh hak orang lain juga. Kebahagiaan yang kita inginkan jangan sampai mencuri kebahagiaan orang lain.
Novel tersebut tetap tidak mengubah pandanganku tentang poligami. Aku tetap membenci poligami. Aku tetap bukan anti poligami, namun aku juga bukan pendukungnya. Namun aku mendapat pelajaran berharga, bahwa sebagai manusia yang punya keterbatasan aku tidak punya kapasitas untuk menilai orang lain berdasar pengetahuan manusiawiku. Biarlah Sang empunya hati yang menilai, karena Dia yang maha tahu segala sesuatu yang tersembunyi.
Hal yang sangat kusyukuri sekarang, aku mempunyai seorang suami yang sangat menyayangiku. Dan keluarga yang sesuai dengan impianku. Akan kujaga sekuat tenagaku, agar tidak ada yang mengusiknya.
Judul Buku : Istana Kedua
Penulis    : Asma Nadia

Bahaya Partikel

Sunday, April 29, 2012

Judul Novel : Partikel
Penulis       : Dewi Lestari
Penerbit     : Bentang Pustaka
Akhirnya setelah sempat terpotong beberapa kali, saya berhasil juga menyelesaikan   “ Partikel” nya Dee.

Dari keempat serial Supernova, menurut saya Pertikel lah juaranya. Membaca rangkaian Supernova, saya membayangkan Dee berkutat dengan bertumpuk literature yang bikin kening berkerut dan mata berkedut. Kalau saja Dee mempelajarinya di bangku universitas mungkin saat ini ia sudah mengantongi gelar S yang bertumpuk, karena begitu fasihnya ia berbicara tentang ilmu fisika quantum, mikologi , antropologi, bio-energi dan semua disiplin ilmu yang membuat saya begitu takjub bisa dicerna dan dibahasakan kembali dalam bahasa sastra. 

Sama seperti di buku-buku sebelumnya Dee sepertinya terobsesi dengan ilmu pengetahuan dan asal muasal kehidupan. Seingat saya di di tiga buku yang lalu Dee juga pernah membahas tentang hal ikhwal penciptaan Adam dan Hawa serta penyebab terusirnya mereka dari surga. Di Partikel, kembali hal tersebut dimunculkan. Bahkan bagian ini cukup menyita perhatian saya.

Saat Zarah mendebat guru agamanya dan mengemukakan teori lain yang didengarnya dan dibacanya dari jurnal Firas ayahnya, bahwa manusia berasal dari gabungan tiga spesies, Homo erectus, Nefilim dari planet Nibiru  dan makhluk ekstraterestrial dari Sirius. 

Sampai disini saya sedikit tercengang. Walaupun ini fiksi, baru ini saya mendengar konsep penciptaan manusia seperti ini ( karena saya muslim, saya percaya penciptaan Adam versi AlQuran). 

Di pendapat yang kedua Zarah mengemukakan bahwa asal muasal manusia dari makhluk Atlantis yang kawin dengan orang-orang dari peradaban yang lebih terbelakang sehingga lahirlah manusia. Kira-kira seperti itu.

Sebelum membaca Partikel, beberapa waktu lalu saya sempat membaca dari wall seorang teman, tentang pendapat dari ahli tafsir, bahwa bangsa Atlantis ataupun dinasti  Rama merupakan 3 umat terdahulu sebelum nabi Adam, yaitu Banul Jan, Banul Ban, dan Ijajil dari golongan jin. Yang terakhir malah berbadan dan berdarah. Dari golongan 3 umat terdahulu itulah bumi pernah mengalami 3 kali kiamat ( berbeda dengan di dalam novel, Firas menceritakan terjadi 2 kali kiamat sebelumnya ). Disini diceritakan Adam diutus Tuhan untuk menjadi khalifah di muka bumi, yang artinya berarti menjadi pemimpin bagi umat-umat terdahulu. Selengkapnya baca disini

Mau tidak mau saya jadi setidaknya berfikir tentang asal muasal Adam ini.

Bagian kedua yang lagi-lagi membuat saya terkesiap adalah saat Zarah meragukan keberadaan Tuhan, dengan menganalogikan benda-benda seperti telepon dan mobil yang jelas diketahui siapa penciptanya karena ada nama dan foto yang membuktikannya. Namun tidak demikian dengan alam semesta.

“ Kenapa ciptaan sepenting dan sebesar ini tapi penciptanya tidak bisa dilihat? Tidak bisa dibuktikan ?”

“ Cuma karena ada jutaan orang lain yang punya kepercayaan seperti abah, bukan berarti abah paling benar kan?’

Pertanyaan yang dijawab dengan bogem mentah dari si Abah-kakeknya-.

Lagi-lagi Dee mempertanyakan keeksistensian sang maha segalanya di novel-novelnya.
Terus terang saya salut dengan keberanian Dee mengangkat isu-isu yang selalu menjadi perdebatan berbagai golongan tersebut, baik ilmuwan maupun kaum agamais.

Selain masalah penciptaan diatas, Partikel seperti novel-novel Dee yang lain mengaitkan segala sesuatu di alam ini dengan ilmu pengetahuan, sebab akibat. Di sini ,mikologi dalam hal ini “Fungi” (jamur) mendominasi dan menjadi asal muasal permasalahan yang menghubungkan cerita dari awal sampai akhir.  

Di tengah-tengah juga diceritakan tentang alien, circle crop dan portal-portal yang menghubungkan bumi dengan alam lain, seperti segitiga Bermuda dan piramida giza, yang nantinya bakal menjadi benang merah sebab musabab hilangnya Firas dari keluarganya. ( Saya jadi teringat “ Konspirasi hari Kiamat” nya Sidney Sheldon )

Secara pribadi, Partikel memberikan tambahan ilmu pengetahuan yang tidak sedikit bagi pembacanya. Seperti membaca fiksi sains. Namun ada beberapa bagian yang membuat saya melewatkan begitu saja paragraph-paragraph yang tersaji karena beberap informasi yang terlalu berat dicerna otak saya, khususnya penjelasan mengenai "enteogen". Data yang bertubi-tubi membuat saya kehilangan fokus sejenak.

Setting cerita yang berpindah-pindah turut memperkaya novel ini. Mulai  dari Bogor dan misteri bukit jambulnya, hutan Kalimantan dan ekosistem yang ada di dalamnya, kisah cinta dan penghianatan di London, sampai perjalanannya di benua Afrika yang eksotis.

Saat Zarah berada di hutan Kalimantan, saya seolah-olah ikut ada di paru-paru dunia tersebut. Kisah penyelamatan orang utan, perpisahan Zarah dan Sarah – bayi orang utan yang diasuhnya- membuat saya merasakan keharuan yang sama.

Bahkan saya turut berdebar saat Zarah harus berhadapan dengan beruang, dan lari tunggang langgang dibawah pengawasan tiga ekor singa saat menjalankan profesinya sebagai photographer wildlife.

Kisah diakhiri dengan pengalaman spiritual Zarah bertemu dengan makhluk lain dan dialog saling memaafkan dengan abahnya yang ternyata sudah meninggal dunia. Kemudian ditutup dengan ditemukannya surat yang menjelaskan perihal nama dirinya, Zarah yang berarti Partikel.

Selesai membaca Partikel saya bergumam kepada diri saya sendiri, saya rasa memang sebagian pertanyaan tidak perlu ditanyakan, cukup diyakini dalam hati. 

Seperti pertanyaan tentang cinta, sampai sekarang pun tidak ada defenisi yang benar-benar teruji, namun kita bisa merasakan kehadirannya walau tak berwujud secara kasat mata. Kita bisa tersakiti, bisa tertawa, bisa tersenyum olehnya.

Mungkin seperti itulah pertanyaan tentang Tuhan. Kita bisa merasakan kehadirannya walaupun kita tidak bisa melihat Nya dengan mata telanjang kita. Bahkan setiap kita bersedih atau bersyukur terhadap sesuatu, nama Nya lah yang kita sebut. Seperti cinta, kita yakin Ia ada disekitar kita.

Jujur saja, novel ini adalah salah satu novel terbagus yang pernah saya baca. Namun saya ingatkan kepada anda yang belum membacanya, BERHATI-HATILAH, seperti halnya Virus, “Partikel “ bisa menjangkitimu dan menggerogoti keyakinanmu secara halus, pelan tapi mematikan, sehingga saya mengatakan Novel ini BERBAHAYA.




Custom Post Signature