Showing posts with label Marriage. Show all posts
Showing posts with label Marriage. Show all posts

Tentang Jodoh

Thursday, November 12, 2015
Di kantor saya banyak banget pekerja yang masih unyu-unyu, fresh graduate lah istilahnya,dengan usia di range 21-25 tahun. Hwaaa berasa tua deh gw. Kadang berasa gimana gitu kalo dipanggil dengan sebutan mba.. mba. Padahal saya kan masih kinyis-kinyis jugaa hahaha.

Nah gara-gara dianggap dewasa aka tua, saya tuh sering dicurhatin mereka-mereka ini. Apalagilah topik yang paling menarik bagi anak muda selain masalah.... jodoh. Yup jodoh.....jodoh.... jodoh... jodoh #saup-sayup terdengar suara manis manja group.

Malu-Malu

Saturday, June 27, 2015
Suami lagi asik mainan hape .

Diam-diam saya datangi, melihat saya datang dia buru-buru menekan tombol back-back di hapenya. Hap cepat saya rebut hape dari tangannya, curiga dia lagi baca apaan.

Ternyata dia lagi baca blog akyuuuu………….

Dan dia malu malu

Dan yang dibacanya tentang dirinya…..


Hahaha, ah pak suami kok pakai sembunyi-sembunyi sih baca tulisan istri sendiri.

Nick Name Kesayangan

Monday, June 22, 2015


Selama ini saya dan suami bukan orang yang hobi ngoprek hape satu sama lain. Saya jarang banget ngecek-ngecek hapenya dia, suami pun minimlah liat-liat isi hape saya. Masa-masa curigation dengan isi hape pasangan itu sudah berlalu di keluarga kami.

Kalau dulu, awal baru nikah, diiih itu hape saya tiap hari discreening sama suami. Dibukain satu-satu inboxnya , sent itemnya, semualah. Iya, kita kan yang nikah ngga pakai pacaran lama-lama gitu. Kenal sebulan, bulan berikutnya lamaran, empat bulan kemudian nikah, udah gitu aja. Dan dengan pengalaman punya mantan yang seabrek, bisa jadi menjadi pemicu cembokur-cembokur suami ke eikeh.

(Gagal) Anniversary Romantis

Tuesday, April 21, 2015
Hari ini sungguh di luar dugaan semua. Sudah rencanain cuti jauh-jauh hari, soalnya kan Anniversary gitu lho, mau ayank-ayank-an sama si papih. Eh begitu cuti diapprove ternyata suami ngga dikasih cuti, ya sudahlah gagal berantakan rencana honeymoon tahap ke entah berapa ini. Tapi karena sudah terlanjur cuti, yo wis sekalian mau urus paspor Tara. Jaga-jaga kalau emak sama papanya tiba-tiba pengen jalan-jalan ke negeri tetangga biar udah ready, tinggal Go gitu.

Hawa Vs ibu Mertua

Monday, April 20, 2015


Siapakah wanita paling bahagia di dunia ini ?

Kado Sederhana Untuk Suamiku yang Sederhana

Friday, February 20, 2015
Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. 
Setelah kata Alhamdulillah, namamu adalah yang pertama kusebut. 
Seperti tetes embun di ujung rerumputan perasaanku pagi ini, segar dan sejuk. Matahari pun seolah-olah bersinar hanya untukku. 

Aku sedang jatuh cinta.

Januari, I Love You

Saturday, January 25, 2014

Yeaaaay Januari akhirnya datang juga, xixixi udah mau lewat kaleeee.  Maklum emak rempong, baru bisa nulis saat mefet-mefet. Yah better late than never la yah.

Saya suka sekali dengan bulan Januari. Dibanding sebelas bulan yang lain, Januari adalah bulan favorit saya, Kalau tanggal, saya paling suka tanggal 25, paling sebel sama tanggal item, hepi banget kalau tanggal udah warna merah apalagi merah yang mengapit item iiiih pengen dicium deh itu kalender.

Januari bagi saya seperti membuka lembaran baru untuk setahun ke depan. Bukan karena tahun baru, tapi karena di bulan ini saya dilahirkan, peluk-peluk mamak awak. Yang artinya setiap bulan ini seharusnya saya dapat kado doooong. Tapii yah apa mau dikata, si belahan jiwa, separuh nafas,pemilik tulang rusuk saya itu emang ngga ada romantis-romantisnya #pasangmukangambek. 

What a Wonderfull Day

Wednesday, October 9, 2013
Setelah pontang-panting selama dua hari ini, akhirnya bisa merebahkan badan sejenak. Karena si papa lagi tidur dan Tara main sama mba nya, iseng ngisi blog lagi .

Ya, Dua hari ini energi saya terkuras habis. Pasalnya suami tercinta sakit dan harus opname di RS. Kalau diinget-inget lagi, saya jadi merasa bersalah banget sama si beliau.

Insiden Honeymoon

Tuesday, July 16, 2013
Cerita ini terjadi sudah lima tahun yang lalu. 

Kalau menurutmu honeymoon itu selalu semanis madu, think again.

Begitu suami melamar saya untuk menikah, persiapan menjelang hari H pun mulai saya lakukan. Mulai dari sewa rias pengantin, jahit baju, sewa tenda, pesen undangan dan pernak-pernik yang kelihatan kecil ternyata bikin ribet dan menghabiskan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Dari semua persiapan pernikahan, saya paling excited mempersiapkan perjalanan bulan madu.

Saya pencinta pantai, dan saya belum pernah ke Bali, maka tanpa ada keraguan saya dan suami sepakat menikmati bulan madu kami di pulau Dewata tersebut.

Hidup ini [Harus] Memilih

Friday, June 21, 2013
Iya, dalam hidup ini kita pasti dihadapkan pada pilihan-pilihan. Dari mulai membuka mata di pagi hari, kita dihadapakna pada pilihan mau bangun atau meneruskan mimpi, mau sarapan dulu atau langsung capcus ke kantor. Di perjalanan ke kantor pun kita lagi-lagi harus memilih, mau masuk tol atau lewat jalan biasa. Naik taksi atau naik angkot. Dan pada akhirnya keputusan yang kita ambil akan berdampak pada langkah kita selanjutnya.

Tips Mencari Rumah Sesuai Keinginan dengan Harga Terjangkau

Tuesday, April 23, 2013
Tips Mencari Rumah Sesuai Keinginan dengan harga terjangkau

Pengalaman mencari rumah itu gampang-gampang susah. Gampang karena banyak banget rumah dijual di kota-kota besar. Susah, karena meskipun banyak agen properti yang menawarkan rumah dengan berbagai type dan harga, namun belum tentu sesuai dengan selera dan kantong kita.

Pengalaman saya dan suami saat mencari rumah pun seperti itu. Apalagi saat ingin membeli rumah, saya dan suami sedang tinggal terpisah. Saya di Jakarta dan suami di Medan. Sangat sulit mencari waktu yang tepat untuk hunting rumah bersama-sama. Saat saya bisa pulang, suami lagi banyak kerjaan, begitu pun sebaliknya. 

Akhirnya diambil jalan tengah, suami melihat-lihat dulu ke lokasi-lokasi perumahan yang memang menjadi incaran kami. Bagi saya, lokasi merupakan hal paling penting dalam memutuskan untuk membeli rumah. Prioritas kami adalah rumah dengan lokasi strategis, dekat dengan kantor dan tersedia fasilitas umum yang memadai. Setiap weekend suami akan mulai melihat satu-persatu perumahan yang ada. Kalau ada plang atau tulisan " Rumah Dijual" di depan sebuah rumah langsung deh cepet-cepet hubungi contact person yang ada. 

Tapi dengan cara seperti agak susah juga, soalnya ntar kalau suami udah suka, eh pas giliran saya pulang dan meninjau lokasi ternyata tidak sesuai dengan selera saya. Akhirnya kami memakai cara yang agak modern, dengan mencari di situs online. Lumayan juga, cara tersebut membuat lebih cepat pencarian rumah sesuai harapan. Jadi saya tinggal buka situs rumah online, trus suami juga, ntar kalau ada rumah yang saya taksir, saya kasih linknya, suami tinggal lihat. kalau cocok baru bersama-sama kami melihatnya.

Syukurlah akhirnya kami mendapatkan rumah yang sesuai dengan selera dan kondisi kantong. Bukan rumah mewah, hanya rumah sederhana yang bisa membuat kami nyaman tinggal di dalamnya.Semoga saja rumah ini benar-benar menjadi baiti jannah, rumah surgaku yang memberi ketenangan dan berkah untuk kami sekeluarga.




Nah bagi teman-teman yang lagi mencari rumah, saya punya tips nih supaya dapat rumah sesuai dengan keinginan tapi harga terjangkau:
  1. Cari rumah yang pemiliknya lagi butuh uang, ini untuk rumah second
  2. Kalau rumah baru, pastikan developernya lagi ngadain promo, karena banyak gimmiks dan potongan harga yang ditawarkan.
  3. Cari rumah saat ekonomi sedang lesu, sehingga harga  tidak meroket .
Dengan tiga cara tersebut, dapetnya pasti lebih murah. Selamat mencari rumah impian, semoga dapat juga seperti saya.





Happy Anniversary Ayank

Saturday, April 20, 2013

Yah tanggal 20 hampir berganti. Besok semua perempuan di seluruh Indonesia akan merayakan harinya persamaan Gender dinisbahkan. Yang kata orang itulah tonggak emansipasi wanita, Hari Kartini.

Bagiku April bukan sekedar bulannya kaum perempuan, tapi lebih dari itu, April selalu membawa kenangan indah bagiku, karena di satu hari di bulan April, kodratku sebagai perempuan disempurnakan oleh seorang pria, dialah pria yang menggenapkan separuh dienku, padanya surgaku berada.

Serba-Serbi Sekitar Rumahku

Sunday, April 14, 2013





Sebenarnya sudah satu tahun dua bulan saya menempati rumah ini. Namun selama ini saya cuma singgah saat weekend, karena sehari-hari saya kerja di luar kota. Jadilah sebenernya saya ngga terlalu familiar dengan lingkungan sekitar. Namun dua hari ini karena saya sudah pindah tugas ke Medan, akhirnya saya benar-benar bisa menempati rumah di sebuah komplek perumahan di daerah ringroad Medan ini. Wah senangnya, saya mulai bisa observasi lingkungan sekitar.

Ping Me

Thursday, March 21, 2013
Malam itu suami menjemput saya di stasiun kereta seperti biasa. Sambil mengobrol santai, suami melajukan mobil perlahan. Suami saya memang orang yang ngga suka mengendarai mobil ugal-ugalan. Bahkan selalu di kecepatan 40 km/jam. Kata dia, mengendarai mobil dengan santai itu lebih menyenangkan. Terkadang saya gemes juga, saat saya pengen buru-buru tetep saja beliau ngga mau ngebut, bahaya katanya.

Sampai di perempatan Setiabudi, kita masih asyik ngobrol, ngomongin ngapain aja dia seminggu ini selama saya tinggal, sampe ngomongin lomba-lomba nulis yang saya ikutin. Suami emang suka banget nanya-nanya saya ikut apa, tapi ngga pernah baca tulisan saya. Sukanya diceritain, jadi biasanya sepanjang jalan saya bakal cerita isi tulisan saya, bla bla bla.

Cinta Itu Kamu

Thursday, February 28, 2013




Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. 
Setelah kata Alhamdulillah, namamu adalah yang pertama kusebut. 
Seperti tetes embun di ujung rerumputan perasaanku pagi ini, segar dan sejuk. Matahari pun seolah-olah bersinar hanya untukku. 

Aku sedang jatuh cinta.

Sinamot ( Cerita Dari Sumut )

Thursday, January 10, 2013


Sinamot Saya Dulu



“ Berapa sinamot yang diberi calon suamimu win?, pasti besar lah ya, kan kerja di BUMN”

Pertanyaan tersebut beberapa tahun yang lalu berhamburan dari orang-orang sekitar saat saya akan melangsungkan pernikahan dengan suami. Ada yang bertanya terang-terangan, ada yang menduga-duga bahkan tak sedikit yang menyarankan ini itu.


“ Minimal 3 ikat lah win, kau kan sarjana”

Atau

“ Wah, ibunya windi panen nih, soalnya kau kan perempuan bekerja win, lain dong sama yang ngga kerja”

Merupakan hal yang lumrah, di daerah saya yang notabene masih masuk dalam wilayah Sumatera Utara mempertanyakan hal-hal di atas.

Sinamot dalam bahasa batak adalah sejumlah uang yang diberikan calon mempelai pria kepada ibu mempelai wanita sebagai balas jasa karena telah membesarkan dan mendidik si anak sehingga menjadi wanita yang siap diperistrinya.

Walapun jaman sudah modern, teknologi sudah canggih, namun kebiasaan yang dulunya hanya dilakukan oleh suku batak, akhirnya malah menjadi kebiasaan dan keharusan di daerah saya. Saya yang notabene tinggal di kota Medan, ibukotanya SUMUT pun masih mengikuti kebiasaan tersebut. Padahal ayah saya bersuku Jawa. Namun karena ibu saya berdarah Batak Mandailing, tak pelak, sinamot pun menjadi salah satu syarat dalam melangsungkan pernikahan.

Karena merupakan balas jasa pada sang ibu, maka sudah menjadi aturan tidak tertulis bahwa besarnya jumlah sinamot tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Diantaranya pendidikan dan pekerjaan si wanita. Jadi semakin tinggi pendidikannya, maka semakin besarlah sinamot yang harus diserahkan si pria. Sekilas terdengar seperti menjual anak, namun pada kenyataannya menurut saya, sinamot ini seperti bentuk pengakuan terhadap hasil didikan orangtua. Tak heran, jika yang dilamar adalah seorang dokter, si pria pasti harus menguras lebih banyak lagi koceknya. Nilai tambah lagi jika si wanita telah bekerja, karena dianggap nantinya ia akan turut mencari nafkah dan membantu si suami.

Makanya, teman-teman dulu banyak yang menduga-duga berapa kira-kira sinamot yang diberikan suami kepada saya. Karena selain pendidikan saya S1, saya juga bekerja di sebuah bank BUMN. Kalau dipikir-pikir sekarang rasanya lucu. Padahal saya kuliah dan bekerja dulu sama sekali tidak memikirkan hal tersebut.

Yang paling susah dari proses pemberian sinamot tersebut adalah menyampaikan kepada calon suami. Bagaimana tidak?. Kalau kebetulan si pria berasal dari Sumatera Utara juga pastilah ia sudah mengerti, namun lain ceritanya kalau berasal dari daerah dan suku yang memiliki budaya berbeda.

Untunglah walau suami saya berasal dari Jogja namun karena sebelumnya ia telah mencari tahu mengenai adat istiadat di daerah saya, masalah penyampaian tidak menemui kendala yang berarti. Bahkan ternyata suami sudah mempersiapkannya dengan matang. Setelah melamar saya secara pribadi di sebuah kafe, ia langsung terang-terangan menanyakan perihal sinamot atau biasa disebut uang hangus tersebut kepada saya.

Proses yang biasa terjadi, si pria akan menyampaikan ke wanita kesanggupannya dalam menyediakan uang hangus tersebut. Kemudian si wanita akan menyampaikan kepada ibunya. Kalau si ibu cocok, berarti dicapai kata sepakat, namun kalau belum pas, maka perundingan akan berlanjut. Menurut pengalaman saya, tidak jarang suatu pernikahan gagal berlangsung, jika tak kunjung dicapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Untunglah hal tersebut tidak terjadi pada keluarga saya. Tanpa banyak tanya, ibu langsung menyetujui saja jumlah yang disanggupi suami.

Alhamdulillah ya punya ortu yang bijak bestari.

Tak cukup sampai disitu, setelah kata sepakat diambil, prosesi menjelang pernikahan masih panjang.Calon mempelai pria harus datang dulu bersama keluarga dekatnya yang terdiri dari orangtua dan beberapa kerabat saja, namanya meresek. Disini acara masih setengah formil, hanya berupa perkenalan antara keluarga pria dan wanita. Saat inilah disampaikan maksud dan tujuan kedatangannya sekaligus dibicarakan jumlah sinamot yang secara tidak resmi telah disepakati sebelumnya.

Tahap selanjutnya, melamar secara resmi dengan didampingi orangtua dan kerabatnya, martuppol. Yang menarik di acara martuppol tersebut adalah adanya acara berbalas pantun yang sungguh sayang untuk dilewatkan. Mungkin karena dipengaruhi oleh adat melayu, makanya diselipkan pantun didalamnya.

Martupol atau lamaran sekaligus hantaran biasanya hanya berselang beberapa minggu setelah meresek. Di martupol ini, si pria akan membawa semua yang telah disepakati di acara meresek. Barang-barang yang biasanya disyaratkan adalah:

Tepak Sirih


Tepak sirih, sebuah kotak yang didalamnya berisi daun sirih, kapur sirih, dan berbagai macam bunga. Nantinya, si tepak ini sebagai pembuka acara lamaran. Pihak pria akan menyerahkannya kepada orang yang dituakan di pihak wanita. Tepak tersebut ditutup oleh sebuah kain ulos. Dengan diterimanya tepak ditandai dengan dimakannya sirih oleh orang yang dituakan tadi, maka kedatangan keluarga pria dianggap sudah diterima di keluarga calon mempelai wanita. 

Oya, konon dipercaya, kalau seorang gadis yang belum ada jodohnya memakan sirih yang ada di tepak, maka tak lama ia akan menemukan jodohnya. Maka, berlomba-lombalah para gadis memakannya. Siapa tahu cepat dapat jodoh.

Selain tepak sirih, barang-barang lain yang harus dibawa adalah seperangkat isi kamar, yang terdiri dari tempat tidur, lemari dan toilet. Ini dulu pas saya cerita ke temen di luar Sumatera pasti kaget, piye gitu hantaran isi kamar hahaha.


Kemudian perlengkapan calon mempelai wanita , sepasang kebaya, sepatu, tas, pakaian dalam, kosmetik. Peralatan sholat, mukena, sajadah, sarung. Juga peralatan mandi seperti sabun, shampoo, lotion, sikat gigi, macem-macem lah. Sebagai syarat juga dibawa beraneka macam minuman, seperti teh,kopi,gula. Wah kalau dibungkus dalam keranjang, hantarannya bisa mencapai sepuluh keranjang bahkan lebih.


Dalam acara hantaran ini, nantinya pembawa acara akan menyebutkan satu persatu barang yang dibawa si pria. Setiap satu barang disebut, maka dihantarkanlah keranjang yang berisi barang yang dimaksud ke tangan si ibu mempelai wanita. 

Sampai terakhir yang disebut adalah jumlah sinamot yang telah disepakati sebelumnya. Penyebutan jumlah tersebut di muka umum salah satunya menunjukkan rasa bangga si ibu atas nilai putrinya. Walaupun bukan berarti harga diri si anak setara dengan uang yang diberi, namun penyebutan angka tersebut merupakan acara yang paling ditunggu-tunggu.

Biasanya para tetangga pun datang ke acara hantaran hanya untuk mengetahui berapa sinamot yang diberikan. Tak jarang jumlah tersebut menjadi gunjingan berhari-hari kalau menurut para tetangga tak sesuai. 

Cape dehhh

Namun ada juga orang yang tidak mau sinamotnya disebut secara terbuka. Seperti saat acara hantaran saya. Atas permintaan suami dan saya, jumlah sinamot tidak disebutkan. Untunglah ibu saya pun tidak menganggap hal tersebut suatu keharusan. Bukannya malu karena jumlahnya sedikit, tapi karena saya memang tidak ingin orang lain di luar keluarga mengetahuinya. Biarlah mereka menduga-duga saja. Biar makin penasaran wahahaha.Karena menurut saya pribadi, hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dibangga-banggakan atau malih dicaci caci.

Semua prosesi tadi yang paling memegang peranan adalah ibu si wanita. Setelah uang hangus diberi, dengan menggunakan kain/ulos si ibu akan menggendong dan membawa uang tersebut ke kamar, tempat dimana putrinya berada. Wah, acaranya akan menjadi haru, karena si ibu akan memutar-mutar kain berisi uang tersebut ke atas kepala anaknya dan mendoakan putrinya dengan doa semoga apa yang diberi si calon pria menjadi berkah bagi mereka.

Setelah rangkaian acara selesai, selanjutnya akan ditetapkan tanggal dan hari pernikahan. Berbeda dengan suku jawa yang biasanya melihat dari hari baik hari buruk berdasarkan weton si calon pengantin, penentuan tanggal di sumatera terkesan lebih simple. Tinggal ditentukan tanggal yang kiranya semua pihak tidak keberatan. Begitu saja. Setidaknya itu menurut pengalaman saya.

Tas,Sepatu dan Kosmetik


Sekilas kalau mengetahui adat di Sumatera Utara rasanya ribet sekali untuk melangsungkan pernikahan. Namun, ada sisi positifnya, bahwa pernikahan itu bukanlah suatu hal yang main-main. Perlu keseriusan untuk menjalaninya. Dan dengan keribetannya, saya merasa hal tersebut cukup melindungi pihak wanita dari keisengan para pria.

Sering saya mendengar celutukan teman yang bukan orang sumut berkata, “ Wah kalau nikah sama orang Medan itu ngajak bangkrut”.

Dipikir-pikir memang sepertinya iya. Belum-belum si pria sudah pusing tujuh keliling memikirkan dana yang harus dikeluarkannya. Namun jangan khawatir, banyak ibu yang kemudian akan mengembalikan uang hangusnya kepada pasangan pengantin tersebut lagi. Mungkin tidak seluruhnya, namun cukup membuat lega bagi pasangan pengantin baru.

Makanya ntar kalo jadi ortu jadilah ortu yang bijak ya. Dan syukurnya ibu saya termasjk ortu yang bijak tadi.

Setelah itu semua, prosesi pernikahan masih berlanjut.

Yang membedakan pengantin sumut dengan daerah lain salah satunya adalah pakaian. Banyak jenis pakaian adat Sumut. Dari pakaian batak Toba, Karo, hingga Mandailing. Karena ibu saya suku Mandailing, maka mau tak mau saya pun mengenakan baju adat Mandailing. Ya ampuun, hiasan kepalanya yang disebut bolang itu berat banget. Saya sampai migren saat memakainya. Namun entah kenapa, saya melihat, siapapun yang mengenakan baju adat Mandailing tersebut, aura kecantikannya begitu terpancar. Makanya saya tidak keberatan memakainya, karena disamping warnanya yang cerah yaitu merah, juga membuat saya tampil cantik eksotis.


Baju Adat Mandailing



Satu lagi, istimewanya pengantin Sumut dalam hal ini Mandailing. Alat musik yang digunakan saat acara berlangsung adalah gondang Sembilan. Terdiri dari Sembilan buah gendang dengan berbagai ukuran. Tidak tanggung-tanggung, acara adat ini bisa berlangsung tiga hari tiga malam. Bayangkan saja seperti apa lelahnya si pengantin. Tak heran di hari ketiga, biasanya pengatin memakai kaca mata hitam untuk menutupi lingkar hitam di matanya.

Gondang ini dimainkan dengan lagu pengiring yang sendu mendayu-dayu. Pasangan pengantin akan menari mengikuti iringan lagu. Kalau di Jawa ada acara sungkem, maka di adat mandailing, sungkemnya sambil menari ala tor-tor.

Prosesi Tarian Batak, Saat adik Saya Menikah


Namun lagi-lagi untunglah, saya tidak mengalaminya. Bukan karena tidak mau, namun karena keterbatasan waktu, apalagi keluarga suami yang berasal dari Jogja tidak bisa terlalu lama tinggal, maka acara pernikahan saya cukup ringkas tanpa mengurangi nilai adat istiadat di dalamnya.

Kalau mengingat-ingat kembali saat pernikahan berlangsung saya dan suami sering menertawakannya. Dimana saat salah satu kerabat ibu saya memberi nasehat dalam bahasa Mandailing, saya dan suami cuma pandang-pandangan sambil tersenyum, tak mengerti apa yang dikatakannya.

Awalnya keluarga suami sempat shock dan agak kaget dengan panjangnya prosesi dari mulai lamaran sampai pernikahan. Namun, mereka senang mengikutinya, karena melihat hal baru yang tidak ditemui di tanah Jawa.

Bagaimanapun ribet dan melelahkannya prosesi pernikahan yang saya alami, namun ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri di hati. Bahwa saya telah ikut melestarikan kekayaan budaya bangsa dan nenek moyang. Saya rasa tidak ada salahnya sebagai generasi penerus , kita mengabulkan dan menuruti keinginan orangtua di hari pernikahan . Merupakan bentuk bakti sebelum meninggalkan rumah yang telah membesarkan kita.

Sepulang dari bulan madu dan kembali masuk kantor, kembali teman-teman usil bertanya kepada saya, “ Jadi berapa win sinamotmu?”


“ Seharga satu buah mobil” jawab saya enteng.

(Jangan tanya mobilnya mobil apa ya wkwkwkw)

Foto: Koleksi Pribadi

Hip Hip Hurray Tujuh Belasan

Friday, September 14, 2012

Gara-gara usia saya dan abang saya hanya terpaut dua tahun, maka sejak kecil saya nempel terus kemana abang saya pergi. Dia main ketapel saya ikutan, dia manjat pohon rambe saya ga mau ketinggalan, dia berenang di sungai ya saya ngekor juga, bahkan nengkepin ikan gobi di parit pun saya selalu dengan setia ngintil di belakangnya.

Saat akhirnya abang saya harus mendaftar sekolah dasar, saya terpaksa ga bisa ikutan lagi, hiks sediih sekali waktu itu. Karena ga mau pisah dan selalu ngerecokin akhirnya setahun kemudian saya didaftarkan sekolah juga. Saat itu umur saya baru 5 tahun. Dengan badan mungil dan umur yang masih kecil praktis saya selalu menjadi anak bawang di kelas. Anak bawang itu, kalau diibaratkan kartu dia itu joker, bisa kemana aja, kebal terhadap segala hukuman, dan dianggap ga pernah bersalah. Masih inget , penggilan saya dulu tuh si unyil, ada juga yang manggil ikan teri, karena saya imut-imut banget. Waktu TK malah ada temen yang suka sekali kalau duduk sambil mangku saya, xixixi.

Awalnya sih asik-asik aja, kalau ada kerja bakti di sekolah pasti dikasi kerjaan yang ringan-ringan. Mulai bermasalah, saat hari kemerdekaan tiba, tujuh belas Agustus. Udah lazim kan kalau menjelang tujuh belasan pasti banyak banget diadakan berbagai macam lomba. Lomba makan kerupuk lah, junjung botol, guli dalam sendok, balap karung, lomba lari, wah banyak deh. Saya pun sibuk ikut mendaftar, ingin  berpartisipasi dan sangat berharap bakal menang. Padahal hadiahnya ya waktu itu palingan buku tulis sama pensil.

Lomba pun dibagi dalam beberapa kategori. Salah satunya sesuai umur, ada juga sesuai kelas, misalnya kategori umur 5-7 tahun atau kelas 1-3 SD. Nah , mau ikut kategori manapaun, saya selalu menjadi peserta yang terkecil. Bisa dipastikan, tak satupun lomba tujuh belasan yang saya menangkan. Pas lomba makan kerupuk, ukuran kerupuk dengan mulut ,gedean kerupuknya, saya ngunyahnya 32 kali baru ditelen, peserta yang lain udah habis. Ikut lomba balap karung, kesrimpet terus sama si karung. Lomba lari, kaki saya kalah lebar dibanding anak lain. Hadeeeh, frustasi banget rasanya. 




Sebenarnya saya jago lompat tali, tapi entah kenapa ga pernah dilombain pas agustusan. Akhirnya lama-lama saya menyadari dengan sendirinya, pokoknya segala perlombaan yang melibatkan fisik saya harus melipir jauh-jauh, cukup jadi penonton saja. Saya sering menghayal, gimana yah biar badan saya bisa tinggi trus kaki saya bisa panjang biar bisa menang macem-macem lomba, minimal makan kerupuk.

Bertahun-tahun kemudian, setelah puluhan agustusan saya lewati, akhirnya saya menemukan si belahan jiwa. Kami tinggal di perkebunan di daerah Kisaran, Sumatera Utara. Tradisi di perkebunan setiap tujuh belasan mengadakan lomba untuk semua kalangan. Mulai dari anak-anak sampai untuk orang dewasa. Paling seru, lomba untuk suami istri. Ada lomba jogged jeruk. Jadi jeruk diletakkan diantar kening suami dan istri, terus diputar lagu dangdut dan mereka harus jogged. Siapa yang bertahan sampai akhir tanpa menjatuhkan jeruk dia yang menang. Sekali lagi saya hanya jadi penonton, soalnya malu mau ikutan.




Tapi entah mengapa, saya ingiin sekali memenangkan salah satu hadiah yang disediakan panitia. Hadiahnya sih ga seberapa, ada uang, peralatan dapur, kaos, handuk, macem-macem gitu. Dan ada piala. Wow melihat piala, mata saya berbinar-binar. Dengan tekad membara, saya kuatkan hati untuk ikut lomba apa aja deh yang penting bisa menang.

“ Yak, kepada para suami yang ingin ikut lomba gendong istri silahkan mendaftar ke meja panitia”

Aih, pucuk dicinta ulam pun tiba, dengan setengah memaksa saya seret suami ke meja panitia. Dengan wajah memelas saya bujuk dia “ Ikut yah mas, pliiisss”. Entah ikhlas entah tidak, suami saya pun mendaftakan nama kami, yess.

Tak disangka ternyata pesertanya membludak, jadilah perlombaan dibagi dalam 6 sesi. Setelah diterangkan aturannya, dan ditunjuk garis finish, saya pun segera bertengger di punggung suami. Sebelum panitia meniup peluitnya, saya bisikkan ke telinga suami, “ Mas, adek belum pernah sekalipun menang tujuh belasan, plis mas usahain ya kita menang” ;).

Priiit…….

Begitu ditiup peluit, suami pun berlari secepatnya. Ternyata ada untungnya juga saya ga terlalu ndut, jadi masih masuk dalam kategori ringan untuk digendong. Sanking serunya, penonton berteriak-teriak menyemangati. Ada pasangan yang istrinya lebih gemuk dari suami, terang saja baru beberapa langkah udah jatuh. Ada lagi yang karena gak sabaran, belum mencapai garis di salah satu ujung langsung balik menuju garis start sekaligus garis finish, akibatnya didiskualifikasi. Pokoknya lucu-lucu deh. Saya pun teriak-teriak diatas punggung suami, menyemangati dia sekaligus berpegangan erat supaya ga sampai jatuh. Udah ga peduli lagi deh, urat malu rasanya udah putus, dan ga merhatiin peserta lain.

Begitu sampai di garis finish penonton pun bersorak, horeeee… Ahahaha siapa sangka, kami jadi peserta tercepat, cihuuuy. Akhirnyaaa, saya bisa juga menang lomba tujuh belasan. Tepatnya sih suami yang menang, lah saya Cuma nangkring doang. Ga peduli lah, yang penting saya menang, horee horee.



Kalau nginget-nginget kejadian itu lagi, pasti suami saya ngomel-ngomel. Katanya, “ Sebenernya ade tuh berat tauk, mas kasihan aja ade ga pernah menang lomba makan kerupuk “. Duuh, gemes banget deh kalau dia lagi misuh-misuh gitu.

Sekarang, kalau pas tujuh belasan lagi, rasa penasaran saya tuntas sudah. Yang penting udah pernah jadi juara tujuh belasan, Puaaas deh. Tujuh belasan kali itu menjadi tujuh belasan paling membahagiakan dalam hidup saya. Tapi kalau disuruh ikutan lagi, hmmm saya ga mau  soalnya sekarang udah berat, mana kuat lagi suami gendong saya sambil lari-lari J

Itu ceritaku, kalau kamu, apa nih kenanganmu di hari kemerdekaan. Atau punya kenangan saat lebaran ?. Ikutan Kontes Kenangan Bersama Sumiyati-Radit Cellular yuks. 




Ket ; Gambar dari Google


Apa Yang Dicari 2

Friday, July 6, 2012
Apalagi yang dicari?

Pertanyaan itu menari-nari di otakku. Mengisi ruang-ruang kosong disana seperti hantu di tengah malam. Saat memutuskan pergi hanya ada satu kata yang melintas di kepalaku, " Kesempatan tidak datang dua kali" dan " Rezeki tidak boleh ditolak". Dengan mengesampingkan semua omongan orang, aku hanya fokus pada satu suara, suamiku.

Kuserahkan segala keputusan padanya.

" Pergilah, kita tidak akan tahu apa yang terjadi kalau belum menjalaninya, kalau mas larang ade saat ini, suatu saat mungkin ade akan menyesalinya"

Dan begitulah aku pergi dengan banjir airmata. Bolak -balik boarding room ke luar ke tempat ia melepasku. Satu roll tisu habis dalam sekejap. Keputusan telah dibuat, tak boleh mundur lagi.

Sehari berlalu, air mataku masih menetes. Seminggu berlalu, setiap ditelepon pasti berurai air mata. Sebulan waktu yang kubutuhkan untuk konsentrasi ke masa depan. Setahun berlalu, Jakarta-Medan ternyata hanya seperti jarak sepenggal galah.  Tidak ada jarak yang jauh, yang ada hanya jarak yang mahal.

Tak terhitung lembaran boarding pass menyesaki dompet mungilku.

Menyesal?

Pengalaman berharga tidak untuk disesali.

Dua tahun berlalu, dan aku semakin mensyukuri langkah-langkah yang membawaku ke segala tempat yang kusinggahi.

Apa lagi yang dicari?

Sayangnya , aku tak mencari apa-apa. Namun aku mendapat begitu banyak hal yang sama sekali tak terpikirkan akan kutemui. Perjalanan mempertemukanku ke pencarian yang tak tersebut.

Life is adventure.



Apa lagi yang dicari ???


"Para penumpang yang terhormat, dalam waktu beberapa saat lagi, kita akan segera mendarat di bandara Soekarno Hatta Jakarta. Waktu menunjukkan pukul enam belas lewat 20 menit dimana tidak ada perbedaan waktu antara Jogjakarta dan Jakarta “

“ Damn", sepertinya tidak akan cukup waktuku untuk mengejar penenerbangan berikutnya. 

Ternyata memilih armada yang berbeda untuk penerbangan lanjutan bukanlah ide yang brilliant, spare waktu selama dua jam yang telah kuperkirakan berantakan gara-gara alasan operasional yang sampai sekarang aku tidak tahu apa itu. Entah kenapa, para mba-mba petugas di counter ruang tunggu penumpang begitu membosankannya dengan selalu memilih alasan yang sama setiap pesawatnya delay, “ alasan operasional” fuih, alasan apa itu. Aku yakin kalau saja ada yang menanyakan alasan operasional yang dimaksud kemungkinan besar mereka tidak tahu dengan pasti apa itu. 

Yah beginilah nasib para penumpang di negeri ini, selalu harus mengalah dan cukup puas dengan sogokan kue kotak dan segelas air mineral, itu pun harus menunggu berapa lama waktu sesuai dengan pertauran yang ada. Oalaaaah…. Udah dirugikan pun tetap harus bersabar.

“ Para penumpang yang terhormat, anda dipersilahkan keluar melalui pintu depan di sebelah kiri anda”

Satu perstau  penumpang mengantri untuk keluar dari pesawat super murah yang tidak murah ini.
Dengan tergesa kuayunkan langkahku keluar dari gedung terminal 3 C . Terlihat terminal ini lain daripada terminal yang lain. Kesan mewah sengaja ditinjolkan disini. Restoran dan kafe yang mengisinya pun lebih berkelas.

Bandara, bagaimanapun mewahnya, tetap tak mampu mengusir aroma kesedihan dan perpisahan di setiap ruang udaranya. Beberapa orang menganggap bandara sebagai langkah awal untuk mencapai ke tempat tujuannya. Namun tak sedikit yang menjadikan bandara sebagai muara perjalanannya.

“Taksi”, 

“ Terminal 1 A, cepet ya pak, pesawat saya berikutnya jam lima”, kataku

Kulirik jam di pergelangan tanganku, masih ada waktu setengah jam lagi sebelum waktu boarding penerbangan berikutnya.

Jarak terminal 3C dengan 1 A tidaklah terlalu jauh, namun di hari jumat seperti saat ini, segala sesuatu menjadi tidak terukur. 

Untunglah supir taksi yang satu ini seperti mengerti kegelisahanku.Tak sampai sepuluh menit kemudian aku sudah berdiri di depan counter 27 armada singa udara ini. Tanpa membuang waktu kutunjukkan tiket dan tanda pengenalku.

“ Maaf mba, untuk tujuan penerbangan ke sumatera, di terminal 1 B. disini untuk tujuan Jawa dan luar sumatera.” Kata si petugas santun

‘ WHAT!!!!!! Pindah katanya, sejak kapan? 

Memang benar kata orang, saat kita lagi terburu-buru biasanya seluruh alam akan berkonspirasi menghambat jalan di depan kita dan menjadikan semua yang terjadi seolah-olah tidak ada yang benar. 

“ Sejak dua minggu yang lalu mba” jawabnya takjim

Hufft, tanpa berkata apa-apa segera aku mencari pintu keluar, dan berlari di sepanjang lorong yang menghubungkan terminal 1A dan 1B.

Dengan nafas yang masih terengah-enagh kuserahkan tiket dan tanda pengenalku ke mas-mas penjaga counter
.
“ Maaf mba, pesawat anda sudah take off”

Oh my God, lemaslah seluruh persendianku. Percuma saja sudah berlari-lari sepanjang lorong, ternyata masih tidak terkejar juga.  “ Kalau mba mau, kita bisa pesankan tiket untuk esok hari”

Aku sudah tidak mendengarkan lagi kata-katanya. Perlahan mataku berkaca-kaca. Ya , sudah menjadi kebiasaanku, kalau terlalu emosi pasti akan menangis. Dengan gontai kulangkahkan kakiku keluar ruangan .

Ponselku bergetar-getar, kulirik nama yang tertera di layar, ah suamiku
“ Gimana ade, dah berangkat belum”
Tanpa bisa dibendung, akhirnya aku menangis terisak-isak, "Huhuhu uda ketinggalan mas”

Kira-kira seperempat jam suamiku menenenangkanku. Kalau saja ada yang melihat, pastilah mengira aku sedang menerima kabar buruk dari keluarga. Memang tampaknya demikian. 

“ Mau kemana mba” sekonyong-konyong ada seorang pria menghampiriku. Ah aku malas menjawabnya, paling-paling calo bandara yang sering berkeliaran. Sudah terlalu sering aku melihat para calo yang menawarkan jasanya. Tampak seperti menolong namun karena mereka-mereka inilah terkadang harga tiket melonjak naik. Bukan pemandangan aneh lagi jika tadinya tiket sudah habis di internet, kira-kira satu jam menjelang keberangkatan  ada yang menawarkan dengan harga yang tentu saja sudah selangit. Namun melihat pakaian yang dikenakannya, sepertinya ia adalah salah seorang petugas di bandara ini. 

“ Medan”, jawabku singkat

“ Ketinggalan pesawat ya mba, kalau mba mau saya bisa bantu mencarikan tiket untuk penerbangan berikutnya, tapi nambah 300 ribu ya mba”

Wah, seperti mendengar nyanyian selamat datang aku mendengarnya. Tanpa pikir panjang akupun mengiyakannya. Dengan bantuan, orang yang bernama Doni ini akhirnya aku bisa mendapatkan tiket untuk penerbangan malam itu. Syukurlah.

***
Cerita itu terjadi dua tahun yang lalu. Saat aku memutuskan menerima tawaran promosi dari kantor. Awalnya hanya coba-coba, iseng-iseng berhadiah. Setelah beberapa kali test, ternyata dari kantor cabang tempat aku bekerja hanya aku satu-satunya yang dinyatakan lulus. Dilema pun melanda. Antara ingin mengaktualisasikan diri dan tanggung jawab terhadap keluarga. Dengan diskusi yang sangat singkat karena waktu yang mepet, suami mengijinkanku menerimanya. Setahun pendidikan membuatku harus berpisah darinya.

Sebenarnya hal tersebut sudah aku pikirkan sebelum memutuskan pilihan ini. Namun ternyata kenyataan yang ada jauh lebih berat dari yang kubayangkan. Apalagi ditambah dalam lima bulan aku harus OJT ( On the Job Training) di Jogjakarta. Lengkaplah sudah, bukan saja jarak tempuh yang semakin jauh, plus harus melakukan dua kali penerbangan ditambah lagi budget yang harus disisihkan semakin besar. Oh nasib….

Pacaran jarak jauh? itu sih biasa. Suami istri jarak jauh?, belum punya baby?, sungguh bukan  hal biasa.

Banyak temanku mempertanyakan keputusanku. Apalagi yang aku cari?. Jika seluruh kebutuhan hidup sudah terpenuhi, apalagi yang dicari??

Ya, Apalagi yang dicari ????

Lagi Galau ( Dulu )

Sunday, June 24, 2012
Eh, saya nemu blog saya jaman dulu tahun 2007-an. Ternyata udah pernah bikin blog tapi kemudian lupa password jadi ga pernah diintip lagi. 

Tulisan saat-saat menggalau, menuju usia 25 dan panik lihat orang-orang satu persatu menemukan belahan jiwanya. Syukurlah masa-masa itu sudah terlewati.

Apa kamu pernah mengalaminya?


Kenapa ya sulit sekali menentukan kapan waktu yg tepat untuk menikah. Akhir2 ini aku kepikiran terus soal nikah,apalagi temenku si Eka kayanya juga lagi pusing soal ini.

Apa iya ya kalo dah umuran 25 harus nikah?

Trus kalau belum ketemu orang yang tepat gimana ?.

Emang ada ya orang yg bener-bener tepat ?

Hmmm mungkin  ga ada orang yg tepat hanya saja waktu yg tepat, nah kapan dong waktu yg tepat itu ?.

Tapi kalo ngomonginnya aja udah bikin seneng apalagi jalaninnya yah

Kalo kata seseorang menikah itu seperti makan nasi kotak, wih rasanya serem banget, aku kan ga suka nasi kotak.

Trus ada juga yang bilang menikah itu seperti main enggrang ( itu tuh yang pake kayu panjang trus dinaikin ) . 

Apalagi itu, kan susah naiknya, harus jaga keseimbangan , harus hati2.
hmmm apa iya serumit itu ?

Menurutku menikah itu kaya makan coklat, manis , kadang2 eneg juga tapi pasti ketagihan hehe.

Halah sok tau amat nikah aja belum

sumber :http://windiwidiastuty.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal

Custom Post Signature