Showing posts with label Head Voice. Show all posts
Showing posts with label Head Voice. Show all posts

I'm Boring

Thursday, April 4, 2013
Saya punya seorang sahabat yang SAHABAT banget. Rasa-rasanya sudah terlalu banyak tentang dirinya saya sempilkan di setiap postingan di blog ini. Dari dirinya saya banyak mendapat pelajaran hidup, mulai dari yang paling mempengaruhi dan merubah hidup saya yaitu berpositif thinking ke setiap situasi sampai yang paling memacu semangat saya yaitu, " Tiada hari tanpa prestasi". Yup, benar, dia sohib saya itu selalu membakar semangat saya dengan meneriakkan yel-yel itu " Ayo gan kamu bisa, tiada hari tanpa prestasi atau minimal tiada bulan tanpa prestasi".

Wiih , bayangkan bagaimana membaranya hati saya mendengar teriakan yel-yel tersebut, terpacu untuk lebih dan lebih lagi. Kenapa saya begitu terpacu oleh kata-kata sohib saya tersebut, alih-alih mengacuhkannya?. Karena saya percaya padanya.

Nah, belakangan saya kehilangan motivasi itu. Sudah hampir dua minggu ini, saya tidak menorehkan prestasi apapun. Tidak memenangkan lomba apapun ( kecuali kuis kecil di FB). Dan itu membuat saya merasa down sejenak. Apakah saya sudah kadaluarsa?. Apa kreativitas saya sudah mati? atau menuju kematian?

Duuuh, rasanya tidak bergairah. Bahkan untuk menulis beberapa kalimat ini pun saya harus berjuang keras menepis rasa malas yang menghinggapi.

Apa kalian pernah merasakannya?

Work Without Passion is Poison

Wednesday, March 20, 2013
Tips Membagi Waktu Untuk Ibu Bekerja

tips membagi waktu untuk ibu bekerja


Pagi ini dapat mention dari mba leyla hana di FB tentang keheranannya dengan didriku dan para wanita pekerja lain yang siang ngantor, malam masih sempet nulis dan ngekuis, pagi udah bangun lagi buat kerja. " Pakai doping apa ya?"

Lucu aja bacanya. Kadang-kadang saya juga heran sih dengan kekuatan fisik ya, ( eeeaaaa ) yang bisa tahan sampai malam-malam buat nulis ( catet buat nulis) bukan buat yang lain. Bahkan pernah sangkin getolnya mau ikutan lomba dan lagi in Good mood saya pernah menyeret suami ke Dunkin DOnuts dekat rumah malam-malam. Kenapa harus ke Dunkin?, karena disana wifinya kenceng banget, kalau di rumah suka ilang timbul. Dan saya adalah type orang yang ngga afdol rasanya kalo nulis ngga tersambung sama internet. Kecuali nulis cerpen, masih bisa tapi kan saya jarang banget nulis cerpen. Jadilah dari malem sampai pagi kita nongkrong di gerai donut tersebut. Untungnya saat itu ada siaran bola jadi suami ngga bete nungguin saya.

Nasehat-Nasehat Dalam Hidupku

Friday, March 1, 2013



Walaupun saya ngga percaya dengan yang namanya horoskop, tapi berdasarkan pengamatan dan penelitian selama bertahun-tahun, saya melihat banyak persamaan-persamaan sifat pada orang-orang yang dinaungi oleh zodiak yang sama. Kebetulan atau tidak, teman-teman saya banyak yang ternyata satu zodiak dengan saya, dari mulai saat SMP, saat saya mulai heboh ngintip ramalan bintang di majalah Gadis, sampai SMA dan kuliah. Tapi waktu kuliah saya sudah tidak mempercayainya, karena langganan saya kuliah itu majalah Annida, yang ngga ada ramalan bintangnya.

Ini Alasan Kenapa Hamil Itu Menyenangkan

Sunday, February 3, 2013
Alasan kenapa hmil itu menyenangkan

Dulu, saya suka heran sama perempuan yang hamil berkali-kali. Di benak saya saat itu, "Apa ngga capek ya hamil terus" atau " Kan katanya melahirkan sakit, kok masih mau terus sih".

Ternyata setelah mengalami sendiri, saya jadi tahu mengapa hamil itu ngga bikin bosen, mauuu terus. Kalau menurut saya pribadi ada beberapa alasan tak terbantahkan

Bisa Makan Sepuasnya

Mulutmu Harimaumu

Tuesday, January 15, 2013

Hari ini timeline media social baik twitter, facebook, blog, kompasiana ramai membicarakan pernyataan seorang calon hakim agung. Benarlah kata penyanyi Bob Tutupoli

“ Memang lidah tak bertulang,
Tak terbatas kata-kata
Tinggi gunung sribu janji
Lain di muluuut lain di hati”

Terselip salah kata sangat fatal akibatnya. Namun untuk kasus yang ini beda, bukan lain di mulut lain di hati, tetapi apa yang terucap di mulut mencerminkan isi hati. Menunjukkan minimnya rasa empati. Jangan berharap dapat simpati.

Saat kuliah dulu, ada seorang dosen saya yang kalau bicara kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah makian, kata-kata kotor. Mungkin bermaksud untuk mencairkan suasana kelas, tapi kalau ujung-ujungnya menganggap diri begitu hebat dan merendahkan orang lain , maka dapat disimpulkan apa yang terucap adalah cerminan isi hati.

“ Jika yang keluar adalah hinaan, bisa jadi yang tersimpan di dalam memang sesuatu yang hina”.

Sungguh sial nasib si calon hakim agung, maksud hati hanya bercanda, apa daya menuai luka. Angan untuk menjadi hakim agung pun tinggal sebatas mimpi. Konfirmasi di media sambil menitikkan air mata?. Rasa-rasanya public sudah jemu dengan sandiwara ala pejabat yang seperti pepesan kosong semata. Do you think Indonesian are idiot?, think again.
Balik lagi ke judul tulisan ini “mulutmu harimaumu”. Hati-hatilah saat bicara, termasuk hati-hatilah saat menulis. Jangan sampai termakan omongan sendiri. Jangan pernah mengatakan sesuatu yang mungkin akan kau langgar di kemudian hari.

Contoh ringan, jangan pernah mencibir pengguna blackberry, siapa tahu suatu saat kau akan menggunakannya karena tuntutan pekerjaan atau tuntutan lingkungan. Itu hanya contoh yang sangat kecil. Kau tak harus membenci sesuatu jika tak ingin bersinggungan dengannya. Sama halnya dengan kau tak harus menghina para pemuja jengkol jika memang kau tak ingin memakannya.

Ada seorang teman yang dulu sempat menulis bahwa ia tidak mengerti kenapa orang lain suka sekali berinterkasi di FB, namun sekarang ia addict di dalamnya. Hey, jaman berubah, seleramu bisa berubah friend.

Mulutmu harimaumu, berhati-hatilah.

Jangan pernah meremehkan kuis hunter hanya karena kau tak suka ikut kuis kecil-kecilan karena kau tak tahu betapa senangnya memperoleh hadiah yang kelihatan seperti noktah-noktah itu namun kalau dikumpulkan bisa menjadi gundukan noktah, membentuk garis , akhirnya menjelma lukisan yang indah. It’s called portofolio.

Jangan pernah menganggap penggila lomba blog berselipkan komersilitas sebagai penulis murahan. Karena suatu saat kala kau bosan dengan rutinitas bisa jadi kau tergiur untuk menyelam di dalamnya. Apalagi saat kau mengecap manisnya sebuah kemenangan.

Mulutmu harimaumu, berhati-hatilah

Begitu pun saat kau merasa statusmu adalah status terbaik di muka bumi. Jangan remehkan para ibu rumah tangga hanya karena kau bahkan mungkin tak akan sanggup selama 24 jam penuh berkutat di dalam istana kecilmu. Siapa tahu suatu saat kau terbentur pilihan hingga memaksamu melepaskan sepatu bertumitmu dan menikmati indahnya rengekan balitamu.

Pun cibiran sinismu terhadap para perempuan bekerja, yang berjibaku meringankan beban keluarga dan sedikit memberi kesempatan pada dirinya untuk mengaktualisasikan diri. Bisa jadi, dalam hitungan hari kau pun harus berlarian bersaing dengan matahari pagi demi rezeki yang kau bawa pulang saat matahari berganti dengan rembulan.

Mulutmu harimaumu, maka kerangkenglah dengan rantai yang akan menjagamu. Karena bisa jadi hari ini ia memakan lawan, besok-besok kau yang ditelannya

Mulutku harimauku, ia pernah melumatku bulat-bulat. Jangan sampai kau pun mengalaminya teman.

RIP M.Daming Sanusi

Dilema, Antara Pekerjaan dan Mendukung Korupsi

Monday, January 7, 2013
sumber gbr: harianterbit.com

Kemarin-kemarin waktu ada lomba dengan tema tentang korupsi saya ngga pernah ikutan, kenapa? karena dunia saya sangat erat sekali dengan yang namanya korupsi. Dan saya sering terjebak di dalamnya. Jangan berprasangka macam-macam dulu, bukan berarti kerja di bank berarti korupsi, tapi sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan saya.

Saya bertugas sebagai account officer. Kerjaan saya memberi kredit kepada nasabah yang membutuhkan dan dianggap layak sesuai analisa yang saya lakukan. Nah, dalam proses analisa tersebut, ada beberapa tahapan yang mengharuskan pihak bank berhubungan dengan instansi lain. Misalnya untuk penilaian agunan, saya harus memiliki data harga pasar wajar nilai tanah di daerah lokasi agunan nasabah berada. Biasanya saya meminta ke kantor kelurahan. 

Seperti kemarin pagi. Ada tanah nasabah yang harus saya nilai, maka demi keabsahan penilaian dan keakuratan data pergilah saya ke kantor kelurahan setempat. Ketemu dengan pak lurahnya, saya jelaskan maksud kedatangan saya. Intinya saya minta surat keterangan dari beliau kisaran harga terendah dan tertinggi di wilayah binaannya tersebut. Duuuh susaah banget mintanya, alasannya dia ngga berwenang lah, takut salah ngasih data lah, bla bla bla dan ujung-ujungnya si pak lurah ngomong gini , 

" Wah mba, kalau saya ngeluarin surat keterangan gini, udah banyak dong uang masuk saya".

Nah lho, coba dicerna sendiri maksud perkataannya tuh apa. Setelah basa-basi ngomong sana sini, belum juga ada tanda-tanda si dia akan mengeluarkan surat yang saya butuhkan itu. Ya sud lah, saya keluarkan uang 50 ribu, ngga sampai 5 menit kemudian surat keterangan pun sudah di tanda tangani lengkap dengan stempelnya.

Saya sadar saya salah dalam hal ini, turut menyuburkan tindakan sogok menyogok. Tapi mau gimana lagi ya, saya butuh surat tersebut, karena atasan saya tidak mau kalau saya menilai agunan tanpa dasar tertulis. Kalau saya ngga kasih uang, si lurah ngga mau ngeluarin surat. Dilema... dilema. Mungkin saya memang terlalu lemah dalam hal ini. Typical warga negara yang tidak baik. tapi sekali lagi, mau gimana lagi?

Hal tersebut tidak hanya terjadi sekali. Saat ada nasabah yang nunggak dan agunannya harus dilelang. Pihak bank berkewajiban untuk memberi surat peringatan 1 sampai 3 untuk si nasabah. Kebanyakn nasabah yang sudah mengunggak itu susahnya minta ampun ditemui, seperti hilang ditelan bumi. Bahkan banyak yang sudah kabur dari rumahnya. padahal surat peringatan hanya boleh diterima oleh si empunya hutang, bisa suami atau istrinya. Nah sialnya si sitri atau suami pun biasanya ikut kabur. Cara lain yang bisa ditempuh adalah meyerahkan surat tersebut kepada instansi pemerintahan setempat. karena menurut hukum, mereka sudah diberi kuasa oleh negara untuk mewakili warganya. Nah instansi setempat yang paling dekat adalah lagi-lagi kantor kelurahan. 

Dan cerita berulang, saat saya menyerahkan surat peringatan untuk nasabah tersebut lagi-lagi si lurah banyak alasan , ini itu lah, bilang " emangnya kita kantor pos", duuuh padahal udah dijelaskan juga tentang UU yang mendasarinya, tetep aja ngga mau. Pengen banget ngomong sama si lurah " Ya sudah pak, kalau ngga mau dititipin surat ya ngga usah jadi lurah, masa mau jabatannya ngga mau kerjaannya". Tapi buat apa? bukannya malah selesai, malah kasihan ntar teman-teman saya yang lain bisa-bisa makin sulit kalau ada perlu kesana. Dan akhirnya dari dompet saya pun keluar lagi selembar uang warna biru tersebut.

Masalahnya, trus yang ganti uang yang saya keluarkan siapa dong?. Bank tempat saya bekerja tuh punya aturan keras mengenai GCG ( Good Coorporate Governance) yang melarang keras para pekerja menerima seuatu baik uang atau bingkisan dari nasabahnya. Kalau ketauan, ancamannya ngga main-main, bisa langsung turun jabatan atau malah sampai diPHK. Sudah banyak sekali kejadian teman atau rekan kerja di tempat lain yang terkena hukuman jabatan gara-gara yang namanya gratifikasi ini. Nah dilema banget kan?. Seperti makan buah simalakama. 

Ternyata memberantas korupsi itu ngga segampang teori yang banyak dibahas di tivi-tivi, di media cetak. Lah dari lingkungan terkecil saja sudah seperti itu.  Jangan bilang saya turut menyuburkan korupsi tersebut. Sudah beberapa kali teman-teman saya mau menerapkannya. Minta surat keterangan ke lurah ngga ngasih uang pelicin. Ditunggu sehari dua hari ngga keluar-keluar juga, sampai seminggu juga ngga keluar. Alasannya lurahnya keluar kota lah, sekdes nya rapat lah, dan lain-lain. Begitu dikasi amplop, ngga sampai satu jam tuh surat langsung terketik rapi. Mengerikan. Padahal dalam pekerjaan saya, kami butuh cepat karena nasabah juga maunya cepat, target menunggu di depan mata, persaingan perbankan semakin gila. Huh, capee deh.

Jadi, what should i do? saya ngga tau. Semoga saja di lain waktu saya bisa menemukan cara untuk bisa mendapat surat-surat tersebut tanpa mengeluarkan uang seperak pun. Dan semoga saja tidak semua kantor kelurahan seperti itu, mungkin saya saja yang ketiban sial.




Selamat Jalan Dr Nukman

Wednesday, November 7, 2012
Beberapa hari ini sepertinya saya dikelilingi berita-berita tentang kematian. Kematian.... walaupun kata itu bukanlah kata yang asing bagi telinga saya, terjadi hampir setiap saat dan dimana saja namun tak pelak saat mendengar tentang kematian seseorang, sontak saya akan terdiam, terkejut, mungkin akan dibarengi dengan kata-kata " kok bisa?, bagaimana?, kapan ?, cepat sekali ?" dan kata-kata tanya lainnya.

Apalah lagi kalau kematian tersebut adalah seseorang yang kita kenal.

Siang tadi saya dapat SMS dari kakak ipar yang mengabarkan bahwa dokter langganan saya dan suami meninggal dunia. Duh, saya kaget bukan kepalang. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Itu kalimat yang pertama terlintas di pikiran saya. Setelah itu saya cepat-cepat menelepon suami mengabarkan hal tersebut. Suami pun kaget bukan main.

Nama dokter tersebut adalah Dr.Nukman Muluk. Ia seorang dokter spesialis andrologi. Saya mengetahui namanya dari kakak ipar saya di Jakarta. Setelah searching di internet dan membaca begitu banyak pasangan sami istri yang merekomendasikannya,akhirnya saya putuskan untuk menemuinya. 

Dua tahun yang lalu, saat saya dan suami sudah begitu resah karena tak jua ada tanda-tanda kehidupan di rahim saya, kami pun berkonsultasi ke seorang dokter spesialis kandungan di Medan. Apa katanya ? dia memvonis kami sudah tidak akan bisa lagi memiliki keturunan dengan cara alami. Satu-satunya cara adalah dengan bayi tabung atau inseminimasi buatan. Tentu saja kami tidak percaya begitu saja. Suami selalu menguatkan saya, dia bilang InsyaAllah kami akan memiliki keturunan.

Maka sekitar 5 bulan yang lalu, saat saya masih di Jakarta, kami pun mendatangi Dr Nukman ini. Bentuk dari ikhtiar kami. Syukurlah si dokter memberi semangat kepada saya dan suami. Setelah pemeriksaan menyeluruh, ia memberi resep obat-obatan yang harus diminum rutin.

Beliau adalah dokter yang sangat bersahaja dan selalu mempermudah pasiennya. Bahkan saya dan suami selalu mendapat prioritas waktu berkonsultasi karena beliau tahu suami saya di Medan. Setiap hari Senin ia sediakan waktu khusus untuk kami, jadi begitu saya dan suami datang, kami bisa langsung konsultasi tanpa ikut antrian, karena setelahnya suami saya harus mengejar pesawat kembali ke Medan. Ah semoga saja, akan ada Dr Nukman Dr Nukman lain yang berhati seperti beliau.

Dua bulan terakhir sebelum saya dinyatakan hamil, kami berhenti berobat. Karena sudah memasuki bulan Ramadhan, dan tak lama kemudian saya dimutasi ke Medan. Rencananya kami akan melanjutkan pengobatan setelah selesai lebaran. Syukurlah belum sempat konsultasi lagi, ternyata saya sudah positif. Alhamdulillah.

Mendengar berita kematian beliau, ada rasa kehilangan di hati saya. Walaupun saya yakin, kehamilan saya semata karena karunia Allah SWT, namun dokter tersebut turut andil dalam memompa semangat kami. Ia tidak serta merta memvonis kami seperti yang dilakukan dokter sebelumnya. Terkadang semangat yang diberikan kepada kita malah justru menjadi obat untuk segala jenis keputusasaan.

Selamat jalan Dr Nukman. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu di dunia ini. Dan semoga Allah mempermudah segala urusanmu karena dirimu sudah mempermudah banyak urusan orang lain di dunia ini.

Dia yang Telah Kembali

Monday, November 5, 2012
Setelah membaca blog salah satu korban kecelakan bus yang tak lain adalah mahasiswi kedokteran FK Undip-almamater saya- jadi kepikiran terus,  bahwa ajal itu bisa datang kapan saja. Membaca postingan demi postingan di blog nya membuat saya merinding. Apalagi di salah satu tulisannya tanggal 1 november 2012 yang bercerita tentang kematian. Hanya selang beberapa hari kemudian si akhwat pun menghadap-Nya,   Setelah itu saya jadi ingat apa yang dikatakan Pramudya Ananta Toer, " Aku menulis karena itu aku ada", dan kata-kata Asma Nadia di salah satu seminar yang saya ikuti, " Tujuan saya menulis agar setelah saya mati, anak-anak saya masih bisa merasakan kehadiran saya di tengah-tengah mereka" kira-kira begitu. Benarlah, setelah kematian, salah satu yang tersisa adalah kenangan. 

Tiba-tiba saya takut, takut kala ajal menjelang tidak ada yang saya tinggalkan di dunia ini. Bukan berupa harta, tapi sesuatu yang bisa membawa manfaat bagi orang lain. Saya juga takut, calon bayi saya tidak mengenal saya. Takut saya akan hilang begitu saja di telan masa.


SUngguh Pada setiap diri manusia terdapat pembelajaran. 
Hari ini aku belajar dr seorang akhwat yang begitu cepat dipanggil-Nya. bahwa sekecil apapun ilmu, catatan,sharing yang kita bagi, yang kita tulis ,jika dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepadaNya maka pasti akan bermanfaat bagi orang lain, sekaligus memberi inspirasi pada jiwa2 yg mungkin tersesat selama ini. 

Dan Menulis adalah salah satu cara mengabadikan diri. Menulis untuk kebaikan pastinya.

Anakku, doakan bunda supaya bisa selalu berbagi kebaikan melalui tulisan yang tak seberapa ini.

Custom Post Signature