Showing posts with label Head Voice. Show all posts
Showing posts with label Head Voice. Show all posts

Berkah Ramadhan

Saturday, August 11, 2012
Gambar dari sini

Berkah Ramadhan

Dalam bulan ini entah sudah berapa kali saya mendengar kata-kata itu terucap. Melihat kata itu tertulis di media cetak, di status facebook , di twitter bahkan dalam perbincangan sehari-hari. 

Teman saya menulis status di FB nya. " Yey, menang lomba nih dapet uang 3 juta plus sepeda, berkah ramadhan kayaknya ". 

Yes, Ramadhan memang bulan penuh rahmah, bulan penuh pengampunan, dan tentu saja bulan penuh berkah. Kemarin-kemarin, saya sempet berujar dalam hati, apa saya bakal dapat berkah ramadhan ya tahun ini. 

Ramadhan kali ini adalah ramadhan tahun kedua saya tidak bersama suami. Ih sedih banget rasanya. Bukan sediah mikirin diri sendiri sih, kalau saya di kos-an kan banyak temen. Sahur bareng-bareng, ntar buka juga bareng. Masih ada teman lah. Kalau suami saya, dia kan sendirian di rumah. Membayangkan ia sahur sendirian hati saya teriris-iris. Berasa istri yang sangat tidak bertanggung jawab. Kalau lagi melow, bisa  menetes air mata saya setiap ingat dia disana.

Perbedaan waktu antara Jakarta dan Medan yang terpaut sekitar hampir setengah jam-an baik sahur maupun buka memang menguntungkan. Jadi, setiap sahur saya makan dulu, udah selesai baru nelfon suami, bangunin dia buat sahur. Berasa kayak orang pacaran. " Udah sahur belum, makan apa sahurnya". 

Perkara bangun membangunkan ini terkadang tidak mudah. Bisa saja saya nelfon sampai setengah jam-an dan si beliau disana ngga bangun juga. Hadeh, kalau udah begini, rasanya pengen punya pintu ajaib, agar bisa meneriaki di telinga suami, " Bangun maaaas". Apalah daya, terkadang entah karena mimpinya terlalu indah, atau suara dering telepon sudah ibarat menina bobokan, suami saya kelewatan waktu imsak. Duh Gustii.

Kalau waktu berbuka lain lagi ceritanya, suami akan kirim message " Selamat berbuka sayangku ". Setiap membacanya, bibir saya akan melengkung ke bawah, dan ujung-ujungnya pengen pulang.

Sanking pengennya saya berkumpul bersama suami, sepanjang ramadhan ini , setiap selesai sholat,  doa saya bunyinya selalu dengan nada dan melodi yang sama . " Ya Allah, berilah jalan agar hamba dan suami bisa berkumpul kembali, hanya kepadaMu kuserahkan segala urusanku".

Pagi, siang,sore, malam , doa tersebut selalu terucap dari bibir saya. Terkadang ada rasa putus asa, kenapa doa saya tidak kunjung dikabulkannya. Sampai seorang sahabat terbaik saya berkata " Yakin Win, dengan seratus persen keyakinanmu, bahwa Allah pasti mendengar doamu". Begitu terus ia menyemangati saya . Astaghfirullah, sungguh saya sama sekali tidak bermaksud meragukan ketentuan-Nya.

Tanpa bermaksud riya. Beberapa malam yang lalu, saya tumpahkan segala resah di hati kepada-Nya. Bermunajat dalam sujud panjang. saya benar-benar pasrah. Menyerahkan segalanya. Yakin apapun yang saya jalani adalah yang terbaik dari-Nya. Saya benar-benar mohon petunjuk, mohon diberi tanda. Kalau memang saya harus resign dari pekerjaan saya sudah rela. Apapun, yang penting saya mohon diberi kemantapan hati.

Dua hari kemudian, tepat hari Kamis, Allah menjawab doa saya, dengan cara yang begitu indah. 

Mungkin kalian pernah dengar kalimat ada tawa di dalam tangis, dan ada tangis di dalam tawa. Itu adalah kondisi dimana kebahagiaanmu sudah  mencapai titik kulminasi. Saat doa-doamu dikabulkan. Bukan sesuai dengan pintamu, tapi sesuai degan butuhmu. Karena tidak usah diragukan lagi, Ia yang maha tau apa yang terbaik untuk kita.

Pagi itu, saat doa rutin seperti biasa, tiba-tiba pak Kadiv memberitahukan sebuah pengumuman. Dengan cara yang begitu dramatis. 

" Ada kesempurnaan dalam angka sepuluh. bahkan angka-angka dari satu sampai sembilan tercipta untuk melengkapi kesempurnaan itu. 
Satu + sembilan, dengan awalan sama-sama 'S' adalah sepuluh. 
Dua + Delapan= sepuluh. 
Tiga + Tujuh = sepuluh. 
Empat + Enam = sepuluh
Lima + Lima = sepuluh  "

Sampai disini pak Kadiv mengambil jeda sebentar, membuat kami menerka-nerka apa yang ingin disampaikannya. Akhirnya ia melanjutkan.

" Begitupun dengan nama yang tertera di SK Mutasi ini. Dengan hurup nama awal dan nama akhir yang sama. Selamat kepada  Windi Widiastuty, kamu pindah ke daerah asalmu ".

Allahu Akbar. Mendengarnya saya hampir pingsan. Tidak menyangka doa saya terkabul sebegitu cepat. Hanya dalam hitungan hari. Tanpa bisa saya bendung, air mata saya mengalir deras. Saat diminta mengucapkan sepatah dua kata. Saya hanya mampu mengucapkan terima kasih ya Allah, terima kasih pak, terima kasih semuanya. Saya yang biasanya seperti tak pernah kehabisan bahan omongan, kali ini tak mampu  mengucapkan apapun. Sungguh Allah Maha baik. 

" Maka nikmat Tuhan  yang manakah yang kamu dustakan "

Ya, akhirnya SK itu saya terima juga. Dalam minggu ini saya akan meninggalkan kota ini. Jakarta, kota yang dulu saya caci maki, tapi ternyata memberi saya begitu banyak pengalaman berharga.

Ternyata, bahagia itu sederhana, sesederhana mendapat SK mutasi.  Alhamdulillah

Dan akhirnya saya bisa mengucapkan kata-kata itu. Berkah Ramdhan ternyata menghampiri saya. Lebih dari apapun yang pernah saya bayangkan. Ramadhan terindah yang saya jalani. Apapun kondisi hidupmu saat ini, yakinlah dengan sepenuh keyakinan tanpa keraguan setitik pun, bahwa Allah tidak tidur.












Negeri Fatamorgana

Sudah seminggu ini di kantor saya sibuk sekali. Terutama di bagian lobi bawah. Ada yang berubah. Keramik di dinding dibongkar. Meja resepsionis di geser. Mesin-mesin ATM dipindahkan. Para pekerja bangunan wara-wiri kesana-kesini. Ada apa gerangan ???.















Usut punya usut ternyata RI 1 mau datang ke kantor saya. Oh, pantesan heboh. Dari tiga hari lalu sudah diwanti-wanti sama atasan, kalau ntar hari Jum'at jangan lupa saat keluar kantor kudu pake tanda pengenal, kalo ngga nanti ga bisa masuk gedung.

Saya jadi ingat, beberapa tahun yang lalu saat saya masih berada di kota kecil bernama Tebing Tinggi, RI 1 juga pernah berkunjung ke kota itu. Tujuan kunjungannya saat itu berkenaan dengan program KUR ( Kredit Usaha Rakyat) yang diluncurkan. Peserta rombongan terdiri dari Gubernur Sumatera Utara dan direktur utama 5 bank BUMN terbesar. Wih. 

Dulu itu jalan dari Medan menuju Tarutung, di beberapa bagian banyak yang berlubang, tidak rata pokoknya kurang nyaman lah untuk pengendara kendaraan. Hal itu berlangsung bertahun-tahun. namun tiba-tiba , sim salabim,  jalan raya sepanjang Medan sampai Parapat tiba-tiba mulus lus dalam sekejab. Ngga pake lama. 

Dan saya seperti mengalami dejavu, saat melihat lobi kantor yang dalam waktu hanya 3 hari saja sudah berubah bak baru lagi. 

Pagi kemarin ( hari Jum;at ), saya berangkat kantor lebih pagi, khawatir telat kalau lift yang digunakan dibatasi. Karena denger-denger gedung bakal disterilisasi. Saat tiba di halaman kantor, udah ada beberapa paspampres yang hilir mudik. Dan yang membuat saya terbelalak takjub, tuh lantai di lapisi karpet merah mulai dari tangga hingga di depan lift. Daaaaan, si karpet masih diplastiki, hihihi lucu .





Dan begitulah, akhirnya hari ini si bapak datang ke kantor saya, tepat waktu sesuai jadwal . Panser-panser berderet di belakang kantor. Para paspampres siap siaga, polisi berjaga-jaga di tiap pintu masuk dan keluar. Dan yang paling lucu dari kedatangan si bapak adalah kenorakan penghuni kantor yang begitu antusias foto-foto, Dimana coba?????. Yup di depan mobil dengan plat polisi RI 1. jiiaha.







Hmm, entah untuk ke berapa kali si bapak akan selalu disambut dimanapun dengan penampakan yang dikondisikan bagus, indah, tertata dan teratur. Segala sesuatu terlihat seperti yang diinginkan. Dengan kondisi ideal. Instan. 

Sebenarnya ada untungnya juga kalau pejabat pemerintah atau siapa saja yang berpengaruh di negeri ini berkunjung ke suatu daerah atau suatu tempat. Perhatikan saja, pasti tiba-tiba semua tertata dengan rapi. jalan-jalan menjadi bersih. Fasilitas yang kiranya akan digunakan, akan diganti baru. Tapi ya gitu, itu hanya sementara. Sama dengan kita yang langsung beres-beres rumah kalau mau lebaran. Kenapa? karena mau ada tamu. Setelah lebran lewat?. Yah balik lagi ke kondisi semula.

Apakah beliau tahu semua itu? Dan sampai kapan, pemimpin negeri ini mau saja disuguhin dengan fatamorgana?. Kalau seperti itu, darimana ia bisa melihat kondisi bangsa yang sesungguhnya. 

Tanya kenapa??

Not Everything Is About You

Sunday, July 22, 2012
Barusan nonton Desperate Housewife ( again and again ). Episode Susan mau periksa kehamilannya ke dokter kandungan. Karena sahabatnya Bree juga lagi hamil ( hamil boongan ), maka Susan minta alamat dokter kandungan langganan Bree. Tentu saja Bree berusaha berkilah, dengan mengatakan dokternya jauhlah dan sejumlah alasan. Sebab sebenarnya Bree tidak hamil, hanya kamuflase untuk mempersiapkan jika nanti putrinya yang masih remaja dan hamil diluar nikah melahirkan, akan diakuinya sebagai anaknya. Namun karena Susan terus memaksa akhirnya Bree mencomot begitu saja nomor telepon dan alamat dokter kandungan yang ada di buku telepon. 

Dengan riang gembira Susan pergi ke tempat praktek sesuai dengan alamat yang diberi. Ternyata, dokter yang diberi Bree adalah dokter khusus aborsi ( hii ngeri juga bayanginnya ). Untunglah Susan selamat dari tangan si dokter. Sekembalinya ke rumah, Susan marah besar pada Bree. Bree yang lagi kalut karena dikabarkan bayi di kandungan anaknya mengalami masalah tidak terlalu mempedulikan kemarahan Susan. Hingga Susan terus ngomel ke Bree, mengatakannya teman yang tega bla bla bla. Dengan gusar akhirnya Bree membentak Susan, " Oh My God Susan, Not everything is about you". Susan pun terdiam.

Saya jadi ikut terdiam , dan langsung merenung. Betapa terkadang kita bersikap seperti Susan. Merasa everything is about me. Atasan marah, langsung ngerasa dia benci sama kita. Teman tiba-tiba jadi pendiam, curiga dia udah males ngomong sama kita. Suami ngga mau diajak ngobrol, nuduh udah ngga sayang. Anak ngga mau makan, langsung sedih merasa masakan kita ngga enak. Padahal bisa jadi mereka memiliki masalah masing-masing.

Ternyata atasan anaknya dirumah sakit, jadi agak sensitif. Teman kita ternyata lagi sakit gigi. Ternyata lagi, klub sepakbola suami kemarin malam kalah. Dan anak kita barusan dikasih coklat sama tantenya, pantes kenyang. Nah lo.

Dulu saya punya tetangga, yang selalu kegeeran.  Saat suaminya naik jabatan di kantor, dia akan cerita, kalau teman suaminya banyak yang iri. Atau saat anak-anaknya sukses, dia akan bilang, semua orang mengira ia nyogok padahal memang anaknya yang pintar. Atau saat ia beli mobil baru, ia akan bilang si Anu pasti mikir suami saya korupsi, padahal dia nabung, begitu seterusnya.

Betapa sering kita merasa semua orang mengikuti gerak-gerik kita. Emang kita siapa? artis bukan, pejabat belum, calon presiden bukan juga. 

Contoh kecil,saat seseorang menulis status di sosmed. Maksudnya teman hanya mengungkapkan perasaannya eh kita malah ngerasa itu status no mention untuk kita. Dia ngritik siapa trus kita kegeeran itu ditujukan untuk kita. Yang paling parah kalo sampe bikin status tandingan, ditambah lg menggunjingkannya di  ruangan tertutup,via inbox,bbm bahkan sms-an. Apalagi sampai ngumpulin massa untuk menyerang status yg kita kira adalah kritik ke kita.hadeeeh berabe kan kalo salah alamat.  Sosmed itu media umum,jadi jgn dikit2 sensi. Kalo ada yg protes dg orang yg suka makan jengkol trus kita mencak2 ngerusuhin statusnya dg kekeuh semeukeh menyuruh dia mengedit jadi protes sama penyuka pete,itu namanya kegeeran tingkat dewa.

Friends,meskipun kita termasuk orang yang mungkin terbilang berbeda di lingkungan kita, bukan berarti semua orang aware kok sama kegiatan kita. So, not everything is about you. Semua orang juga punya kesibukan sendiri, punya masalah sendiri, punya prestasi sendiri. Jangan selalu merasa apa yang kita lakukan disoroti orang.

Lakukan saja kegiatan kita, tanpa berprasangka orang lain membicarakannya. Kata nenek bergunjing itu dosa, apalagi menggunjingkan orang yg tidak punya masalah dengan kita hanya karena solidaritas,hayooo pernah ngga ?

Kalau kata Asma nadia, jangan jadi Muslimah yang nyebelin deh :)).



Potong Saja Kukunya, Jangan Kaki Yang Diamputasi

Wednesday, April 18, 2012


Sebenarnya saya mau nulis ini dari beberapa minggu yang lalu, tapi tersebab beberapa hal yang membuat saya seolah-olah dikejar waktu, akhirnya baru sempet corat-coret sekarang. Makanya harap maklum kalau isu yang diangkat sudah begitu basi. Mudah-mudahan yang baca ga sakit perut hehehe.

Kira-kira dua minggu yang lalu saya berada dalam kondisi kesehatan yang sangat rendah. Malam hari sepulang dari Medan tubuh saya menggigil hebat. Malam itu saya demam tinggi. Tapi keesokan paginya saya paksakan diri untuk ke kantor, soalnya saya baru cuti selama seminggu. Dan sakit setelah cuti adalah suatu hal yang sangat diharamkan di kantor saya.

Setelah memeriksakan diri ke dokter, didiagnosa saya menderita infeksi saluran kemih atau dalam bahasa gaulnya ISPA ( Infeksi Saluran Pipis Akut). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri dan bakteri inilah yang menyebabkan saya demam yang diikuti rasa menggigil. Namun, lagi-lagi saya tidak mau istirahat di kos, karena pekerjaan yang menumpuk setelah cuti panjang tadi.

Tapi apa daya, dihari keempat saya ambruk juga. Demam saya tinggi sekali, kepala pusing, perut mulas dan pinggang saya sakit bukan main. Pagi-pagi buta saya keluar dari kos, menyetop taksi langsung menuju rumah sakit terdekat, sendiri.

Saya langsung menuju IGD ( instalasi Gawat Darurat), mendaftarkan diri saya yang diikuti dengan pertanyaan dokter jaganya.

“ Siapa yang sakit mba”
“ Saya dok”
“ Tadi kesini diantar siapa?”
“Sendirian”

Kemudian si dokter dan perawat saling memandang ( emang aneh ya ke dokter sendirian?)

Saya beritahu, biaya pendaftaran pasien di rumah sakit tersebut adalah Rp 120 ribu. Catatan : ini adalah rumah sakit umum dengan fasilitas ala kadarnya dan pelayanan yang memprihatinkan ( saya sempat dibentak sama perawatnya karena saya protes kok tangan saya yang diinfus sebelah kanan, saya minta yang kiri saja)

Kemudian setelah menanyakan keluhan saya, saya pun disuruh berbaring di tempat tidur yang tersedia. Periksa tensi, ambil darah, nampung urine, dibawa ke lab. Hasil lab keluar, positif saya memang terkena ISPA plus typus. Biaya lab Rp 176 ribu. Saya dianjurkan untuk opname. Saya pasrah saja. Toh di kos juga ga ada yang merawat saya.

Maka saya harus mendaftarkan diri lagi untuk rawat inap. Setelah melihat harga kamar, saya putuskan untuk menempati kamar kelas II. Biaya satu malam Rp 245 ribu. Sebelum dipindahkan ke kamar, saya diinfus dulu, plus diijeksikan antibiotik. Biaya tindakan gawat darurat Rp 138 ribu. Obat-obatan plus administrasi Rp 325 ribu. Total biaya yang saya keluarkan, bahkan saya belum diantar ke kamar adalah Rp 1.004.000. Heeeeh, sampai disini saya ingin menarik nafas panjang. Dompet saya langsung kosong.

Kamar kelas II diisi oleh tiga orang pasien. Di sebelah saya, terbaring seorang ibu yang ditunggui anak lelakinya. Entah berapa kali si ibu merengek untuk dibawa pulang oleh anaknya. Saya dengar dia berbisik pelan ke lajangnya.

“ Ibu sudah sehat kok, besok pulang aja ya, sayang uangnya”

Saya hanya bisa menghela nafas panjang (lagi).

Tak lama, masuk pasien baru. Gadis remaja, demam berdarah. Ia ditemani oleh ibunya. Mungkin karena bosan si ibu jalan-jalan ke tempat tidur saya. Berbincang ala kadarnya. Dari situ saya tahu ia seorang janda, pekerjaanya berdagang. Sampai detik ia berbincang dengan saya, ia sudah harus mengeluarkan uang Rp 3 juta untuk biaya berobat putrinya, karena ia diwajibkan si rumah sakit untuk membayar biaya kamar langsung sepuluh hari di depan. Itu belum termasuk obat-obatan dan pemeriksaan lab.

Siangnya teman kantor saya datang menjenguk. Melihat kondisi rumah sakit yang sepertinya bisa diramalkan saya akan bertambah sakit disitu, maka saya dipindahkan teman saya ( atas persetujuan kantor) ke rumah sakit yang jauh lebih baik . Syukurlah…

Rumah sakit yang baru berbeda 180 derajat dari RS pertama. Bagai surga dan neraka perbandingannya ( kaya pernah aja kesana  hihi ). Rumah sakit ini wangi, bersih, mewah, dan pelayanannya sangat memuaskan. Namun, “ ada rupa ada harga”, selama dua hari saya dirawat disitu, biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp 5.600.000. Untunglah saya tidak harus mengeluarkan biaya sepeser pun, karena saya dijamin oleh perusahaan.

Setelah pulang dari RS, hati saya teriris-iris, membayangkan dua pasien yang sekamar dengan saya kemarin. Bayangkan, saya saja yang punya penghasilan tetap dan belum mempunyai tanggungan merasa berat sekali harus mengeluarkan uang sebesar 1 juta lebih  di rumah sakit yang pertama. Itu adalah rumah sakit umum, tempat dimana masyarakat kelas menengah ke bawah berobat.

Alangkah mahalnya biaya kesehatan di negeri ini. Baru mendaftar sebagai pasien saja sudah harus mengeluarkan biaya ratusan ribu rupiah. Belum obat-obatannya. Pantas lah banyak orang sakit yang tidak mau berobat ke rumah sakit. Mati mengenaskan di deretan rumah-rumah kardus. Menikmati perih dalam diam.  Boro-boro menyisihkan dana kesehatan, kalau untuk meredam nyanyian di perut pun harus berfikir sampai rigit terkecil.

Makanya, orang miskin dilarang sakit.

Saat isu kenaikan BBM menguar, akal sehat saya berkata, kenaikan adalah hal yang tidak dapat dihindari. Secara logika, ketersediaan bahan bakar di alam semakin lama semakin menipis. Sudah merupakan prinsip ekonomi, semakin sedikit barang yang tersedia, dan semakin besar permintaan, maka harga akan semakin melangit. Supply yang berbanding terbalik dengan demand akan membuat pricing gonjang ganjing.

Kemarin-kemarin saya tidak terlalu pusing dengan wacana kenaikan BBM. Toh saya jalan kaki ini. Gaji saya juga masih cukup walau tidak berlebih untuk memenuhi kebutuhan saya sendiri. Namun setelah kejadian di rumah sakit tersebut, saya memilih membuang akal sehat saya.

Kalau saya saja merasa sesak nafas saat mengeluarkan uang untuk biaya kesehatan saya sendiri, bagaimana lagi dengan saudara-saudara kita yang tidak punya pekerjaan tetap. Yang pendapatannya dibawah UMR. Yang untuk makan besok saja harus dicari hari ini. Bagaimana dengan nasib tukang cuci di kos saya yang gajinya hanya sebesar tiga buah novel “ Serial Anak Emak”  karya Tere Liye.

Walaupun secara gamblang saya menyadari, bahwa subsidi BBM itu memang memberatkan keuangan negara. Saya juga baca berita, harga minyak mentah dunia semakin melambung. Saya juga tahu, di negara-negara lain BBM harganya jauh lebih mahal dari di negeri kita.

Tapi……

Saya ga peduli kalau gara-gara BBM ga jadi naik, APBN bakal jebol
Saya juga ga mau tahu kalau APBN jebol akan berbahaya bagi ekonomi bangsa
Saya ga mau ambil pusing jika dengan terancamnya ekonomi kita menyebabkan para investor kabur membawa uang mereka

Saya benar-benar ga mau tahu.,

Yang saya tahu, saya baru melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana berartinya lembaran-lembaran ribuan di dompet seorang janda yang anaknya terserang penyakit mematikan. Lembaran yang mungkin saat ini bisa ditukar dengan seliter beras, namun bisa dipastikan akan berkurang nilainya saat kebijakan sang penguasa itu terealisir.

Yang saya tahu, bukankah negara punya ahli-ahli ekonomi yang handal. Ahli-ahli berdebat di gedung parlemen. Menteri-menteri yang mumpuni di bidangnya. Saya setuju rakyat tidak boleh tergantung pada subsidi pemerintah. Saya juga setuju , negara perlu mengurangi biaya untuk melangsingkan APBN yang semakin hari semakin gemuk.  Tapi…….. bisa tidak yang dicabut jangan subsidi BBM. Cabut saja subsidi dari pos lain. Kurangi biaya yang membebani anggaran negara, kecuali BBM. Apa saja, asal bukan BBM.

Orang idiot juga tahu, kenaikan harga BBM punya efek domino terhadap harga barang-barang kebutuhan pokok yang lain. Bahkan jauh sebelum kenaikan benar-benar terjadi.

Biaya rapat yang beritanya sampai menghabiskan milyaran rupiah, SPJ pejabat negara yang bisa untuk makan ratusan pengemis di Jakarta bahkan mungkin ribuan. Kalau perlu hentikan dulu semua pembangunan infrastruktur yang tidak bersinggungan langsung dengan hajat hidup orang banyak terutama rakyat kecil. Ngapain pajak dialokasikan untuk pembangunan, kalau yang menikmati pembangunan tersebut orang yang digembar-gemborkan sebagai orang yang tidak layak disubsidi BBM. Apa gunanya menginjeksikan ke pikiran rakyat bahwa selama ini subsidi BBM turut dinikmati oleh orang yang tidak berhak kalau toh akhirnya mereka juga yang paling banyak menikmati pajak yang dikumpulkan dari tetes keringat dan darah rakyat yang katanya justru dibela tersebut. Omong kosong. Benar-benar basa-basi busuk.

Kalau bisa hanya memotong kuku kaki, Buat apa harus mengamputasi kakinya??

Saya sarankan sebaiknya , para manusia setengah dewa tersebut sekali-kali disuruh ikut tantangan hidup di belantara Jakarta dengan uang seminim mungkin di dompetnya, dan disuruh kerja seperti rakyat jelata. Biar tahu apa arti uang sepuluh ribu, yang mungkin selama ini hanya digunakan untuk beli sebotol air mineral di pesawat. Ups , saya lupa, mana pernah mereka naik pesawat kelas ekonomi yang harus tabah menunggu delay berjam-jam.

Atau boleh jadi mereka harus melewati On The Job Training dulu ke daerah-daerah yang jauh dari bling –bling metropolitan agar belajar kebersahajaan dan lebih terasah empatinya.

Mungkin saya sok tahu. Mungkin apa yang saya tulis ini pemikiran yang sangat sempit. Yang ga pakai akal sehat, ga logis. Whatever lah.

Walau demikian saya mengerti, beratnya beban menjadi pemimpin negeri ini. Seperti makan buah simalakama. Sebenarnya, saya tidak pernah tahu seperti apa buah simalakama itu. Tapi saya yakin rasanya tidak pahit. Sebab kalau pahit, toh buktinya masih mau terus-terusan memakannya. Buktinya lagi, masih banyak yang berebut untuk memakannya.

Custom Post Signature