Showing posts with label #banker's life. Show all posts
Showing posts with label #banker's life. Show all posts

Working Mom's Story: Antara Pekerjaan dan Keluarga

Monday, May 22, 2017


Dalam sebulan ini, saya ngalamin apa yang disebut pepatah bahwa “ Hidup adalah pilihan”

Beeeugh dalem banget nih kayaknya postingan, hahahah.

Yup, sering denger kan yah kata-kata mutiara tentang kehidupan.

Bahwa hidup adalah pilihan

Dalam hidup kita harus memilih

Bahwa hidup adalah bukan sebuah kebetulan

Bahwa yang namanya hidup ada setiap konsekuensi dari setiap pilihan, halah.

Sampai khatam dengernya.

Sebagai ibu bekerja, ya gitu, tiap hari dari mulai bangun pagi sudah dihadapkan oleh pilihan-pilihan. Mau pilih ngelonin anak sambil cium-cium aroma tengkuknya yang surgawi banget atau bangkit dari tempat tidur, segera mandi dan dandan sebelum si mungil keburu bangun dan malah telat ngantor.

Sampai di kantor, kerja, pas mau pulang pun kembali di hadapkan ke pilihan, mau tetep stay di depan computer sankin asiknya kerja, atau segera beresin meja dan bergegas capcus biar masih sempet main sama anak di rumah.

( Baca : Hidup Ini harus Memilih )

Iyes, kedengerannya sederhana banget kan yah.

Ya iyalah, kalau ada pertanyaan pilih kerjaan atau keluarga, pastilah jawaban semua orang lazimnya bakal pilih keluargalah. Keluarga is numero uno. Ngga ada yang memenangkan pilihan kalau ada keluarga di antaranya

Namun, ternyata jawaban semudah itu ngga selalu terjadi di setiap kondisi.

Ada kalanya keluarga memang harus di pihak yang harus dinomorduakan. Bukan berarti posisinya jadi tidak lebih penting di banding kerjaan, tapi memang ada saat-saat karena pertimbangan tertentu, pekerjaan menjadi prioritas.

Kalau di saya ini sudah terjadi beberapa kali.


Antara keluarga dan kesempatan


Tepat 4 tahun lalu, saya dihadapkan langsung ke pilihan keluarga atau pekerjaan.

Saat itu saya baru melahirkan anak pertama saya Tara. Anak yang sudah dinanti selama 5 tahun lamanya. Baru 3 hari keluar dari rumah sakit, saya ditelepon kantor, pemanggilan assesment untuk naik ke level manajer.

Tentu saja itu tawaran yang menggiurkan, naik grade, naik gaji, perubahan status plus tambahan fasilitas bakal mengikuti di belakangnya.

Namun tentu saja nantinya ada konsekuensi yang harus saya jalani. Yup, terdapat kemungkinan saya bakal mutasi. Namanya bekerja, mutasi kemana itu kan seperti bola liar, ngga ada yang tahu kemana tembakannya. Padahal, saya baru saja berkumpul dengan suami saya setelah LDR-an selama 3 tahun. Ditambah baru saja menikmati peran sebagai ibu baru.

Hadeeeeh, kala itu bener-bener dilemma deh buat saya.

Namun akhirnya saya putuskan untuk merelakan kesempatan itu berlalu. Yup, saya memilih tetap stay bersama keluarga. Ah kesempatan, walau katanya tak mungkin datang dua kali, tapi masih ada peluang untuk datang kembali kan?. Sedangkan kesempatan berkumpul bersama keluarga tidak akan bisa tergantikan.



Antara Pekerjaan dan Pengabdian


Hasek, judulnya ngeri.

Yup, kembali saya dihadapkan pada pilihan antara keluarga dan pekerjaan.

Sebulanan lalu, saya dapat panggilan pendidikan ke Jakarta. Duh seneng bangetlah pastinya. Pokoke selalu seneng kalau ada panggilan pendidikan or training karena ada kesempatan jalan-jalan ke Jakarta hahahaha. Bisa ketemuan sama temen dan bisa seminggu bebas dari rutinitas kerjaan, Cuma makan minum di diklat sambil belajarlah ya pastinya, LOL.

Udah persiapan dong, pakaian udah dipacking, tiket udah dipesan. Rencana pergi hari Minggu, dari Sabtu udah nelfon omanya Tara biar bisa jemput anak-anak. Diungsikan ke rumah oma dulu selama saya di Jakrta rencananya.

Namun, namanya manusia berencana , Tuhan juga yang menentukan. Besok pagi mau berangkat, eh malamnya mas Teguh sakit. Demam tinggi dan mulutnya sakit sampai level ngga bisa dibuka sehingga ngga ada makanan dan minuman yang bisa masuk.

Keesokan paginya saya paksa mas Teguh ke rumah sakit. Awalnya Mas Teguh nyuruh saya tetap berangkat, karena dia pikir dia bisa mengurus diri sendiri. Namun, namanya juga istri manalah tenang membiarkan suaminya ke rumah sakit sendiri.

Jadi pagi itu saya bawa Mas Teguh ke RS, setelah diperiksa segala macam ternyata harus opname karena memang suhu tubuhnya tinggi banget, 39’C dan karena sudah dua hari ngga makan apa-apa jadi kondisi tubuhnya lemes banget. Hasil pemeriksaan sementara sepertinya amandel dan disarankan untuk operasi.

Yha dhalah langsung nelfon kantor, batalin training, dan telfon ke maskapai penerbangan, batalin tiket.

Kali ini saya masih tetap memilih keluarga dibanding pekerjaan. Toh training masih bisa diikuti lain kali, namun kesehatan suami, bisa memburuk atau membaik saat itu saya tidak tau. Ngga pengen aja menyesal jika sesuatu terjadi saat saya lebih memilih kerjaan dibanding menemani suami.

Dan Alhamdulillah saya ngga pernah menyesalinya.

( Baca : Dear Rekan Kerja, Maafkan kami Para Working Mom )



Antara Pekerjaan dan Anak

Saya pikir, hal-hal seperti itu bakal membuat saya gampanglah ntar-ntar kalau ada kejadian serupa.

Namun ternyata saya salah.

Semingguan yang lalu, anak saya Tara sibuk minta ulang tahunnya agar dirayakan di sekolah. Sebenarnya ulang tahunnya sendiri tanggal 28 Mei ini, tapi karena tanggal 20 merupakan hari terakhir sekolah, maka acara ulangtahun dimajukan jadi hari kamis tanggal 19 Mei 2017.

Saya ngga ambil cuti, karena minggu sebelumnya saya sudah cuti dan tentu saja karena saat ini kondisi kerjaan di kantor lagi lumayan hectic. Jadi rencana saya, saya bakal datang menjelang jam istirahat kantor, merayakan ultah, selesai acara balik lagi ke kantor. Saya perkirakan palingan cuma 2 jam-an.

Biar ngga rempong, segala sesuatu sudah saya siapkan. Mulai dari kue ultah, balon, dekor, makanan sampai gudie bag untuk teman-teman Tara.

Yha dhalah, di hari H ultahnya, tiba-tiba ada pemberitahuan undangan meeting karena ada Kepala Divisi datang dari Kantor Pusat. Saya masih tenang karena saya pikir palingan menjelang makan siang rapat sudah selesai dan saya bisa langsung ke sekolah Tara.

Namun ternyata sampai menjelang jam makan siang belum ada tanda-tanda selesai, padahal anak TK nya juga udah mau pulang.

Sempat terfikir untuk ijin sebentar dari meeting, pergi ke sekolah Tara , ikut acaranya bentar kemudian balik lagi meeting. Namun setelah saya hitung jarak dan waktunya sepertinya ngga memungkinkan. Saya malah bakal ngga dapet dua-duanya. Dengan jarak yang lumayan jauh, kalau saya ke sekolah pasti acara sudah selesai, ntar saya balik lagi ke kantor, pasti meeting juga udah selesai.

Akhirnya dengan berat hati, saya telpon bu gurunya Tara, meminta blio untuk memulai acara tanpa menunggu saya.

Sedih?

Bangetlah.

Udah kebayang mau nyanyi-nyanyi sama Tara, potong kue, hepi-hepilah.

Mana sempet ngobrol lagi sama Tara

“ Tara, kalau bunda ngga ikut acara ulang tahunnya gimana sayang”

“ Ngga apa bunda, Tara kan anak pintar, Tara bisa ulangtahun sama kawan-kawan”


Ngga tau deh gimana menggambarkan perasaan saya. Kecewa pastinya.

Saya ngga kecewa atau marah sama kantor sih, hanya ya kecewa saja, karena semua memang di luar kuasa saya.

Nah kali ini keluarga saya kalahkan. Ultah anak saya, saya relakan berjalan tanpa saya dan saya memilih stay di ruangan meeting. Bukan berarti meeting lebih penting dari ulang tahun anak. Tapi memang ada kalanya pilihan yang terlihat gampang begini pun memerlukan pertimbangan dulu.



Yah begitulah, terkadang menjadi ibu bekerja itu memang kita dituntut untuk berani memilih diantara keluarga dan pekerjaan. Karena yang namanya seorang perempuan yang sudah menikah, pasti punya tanggung jawab di keluarga. Namun karena ia bekerja ia pun memiliki kewajiban dan tanggung jawab di kantor.

Memilih salah satu, tak berarti membuat yang lain menjadi kurang penting. Ini hanya masalah skala prioritas di waktu tertentu.

( Baca : Profesionalisme Ibu Bekerja )

Yup menjadi ibu bekerja, pasti kita akan sering dihadapkan dengan tantangan rasa bersalah bila harus mengutamakan pekerjaan di waktu tertentu, ga apa kok itu wajar saja. Namun jangan dibawa berlarut-larut karena memang harus kita sadari saat kita memilih bekerja ada konsekuensi yang harus kita jalani.

Nah menurut pengalaman nih, ada beberapa hal yang biasa saya lakukan sebelum memutuskan sesuatu, saya pengen share kepada pembaca saya siapa tau bermanfaat.

Saat kita dihadapkan pada pilihan kerjaan atau keluarga , segera ajukan beberapa pertanyaan ke diri sendiri.

Apakah bisa ditunda atau digantikan?

Ini misalnya pilihan antara pendidikan atau menemani suami sakit, kayak yang saya alami. 

Saya langsung tanyakan ini ke diri saya. 

Bisakah pendidikan ditunda atau digantikan teman?

Jawabnya bisa. Pendidikan akan ada batch lain.

Bisakah kehadiran saya disamping suami digantikan orang?

Jawabnya tidak, karena suami saya type orang yang hanya mau diurus sama istrinya, dan disini dia tidak memiliki keluarga selain keluarga saya.

Maka ya udah , saya pilih membatalkan pendidikan dan stay disamping suami.


Apakah ada kemungkinan kesempatan lain?


Ini saat kejadian pemanggilan assesment saat saya baru melahirkan dan baru ngumpul bersama suami setelah 3 tahun LDR.

Apakah assesment akan ada di lain kali?

Yes ada, karena ini perusahaan besar akan selalu ada job opening,namun paling saya akan tertinggal dibanding teman seangkatan saya. 

Apakah saya siap untuk mutasi pada saat ini?

Jawabannya tidak. Saya ngga siap jika berpisah lagi dengan suami saat anak saya masih bayi banget. dan saya masih enjoy dengan jabatan saat itu.

Maka saya pilih tidak ikut assesment


Namun berbeda saat pilihannya ultah atau meeting kantor.

Kembali saya ajukan pertanyaan ke diri sendiri


Apakah bakal ada lain kali?

Jawabannya tidak. Tidak setiap saat kepala divisi datang untuk memberi pengarahan. Apa yang disampaikannya adakah yang saya butuhkan untuk melakukan pekerjaan saya ke depan. Jika saya tidak ikut meeting, saya mungkin tidak bisa menyampaikan ke anggota saya apa yang seharusnya saya sampaikan berdasarkan evaluasi kantor pusat.

Kemudian saya tanya juga pertanyaan itu untuk bagian ultah anak.

Apakah kalau saya tidak ada acara bakal tetap berlangsung?

Ya, ulang tahun akan tetap terlaksana karena acara di sekolah dan semua sudah saya siapkan.

Apakah anak saya bakal sedih?

Tentu saja,pasti lebih bahagia kalau saya ada disitu. Tapi saya bisa mengulang ultahnya kalau mau atau membuat acara sekali lagi bersama saya dan papanya di rumah. 

Maka akhirnya saya pilih meeting dibanding ultah Tara.

Jadi keputusan yang diambil tidak berdasarkan perasaan semata tapi keputusan yang diambil dengan pertimbangan logis. Dengan cara ini ,mudah-mudahan akan meminimalisir perasaan bersalah atau perasaan ngga enak misalnya.

Jadi, ibu-ibu bekerja tetap semangat yaaaa, hahah ini sebenarnya lagi menyemangati diri sendiri ceritanya. 

Jangan jadikan pilihan antara pekerjaan atau keluarga menjadi hal yang menimbulkan perasaan bersalah, sedih atau  penyesalan. Karena semua sudah melalui pertimbangan logis terbaik.

Prioritas itu ga stuck. karena prioritas selalu bergantung pada situasi, kondisi dan urgensi.

Yuk tetap semangat semuaaaa. muuah mmuah



Sterotype, Kerja di bank Harus Good Looking, Benarkah?

Tuesday, April 18, 2017

Halooo, banker’s life dah lama ngga muncul, hahahah karena saya lagi ……. Ya lagi males aja. Apasih alasan lain orang ngga melakukan sesuatu selain malas.

Tapi hari ini saya mau nulis yang ringan aja, bukan tentang produk bank.

Saya mau bahas soal stereotype bahwa pekerja di bank itu HARUS cantik

Uwuwuwuwuwuwuwu

Kenapa?

Karena bahasan ini menarik.

Saya beberapa kali membaca keluhan orang, bahkan kemarin sempet ada demo dimana saya lupa, yang isi demonya kira-kira menuntut agar perusahaan ngga pilih kasih, ngga memilih pekerja “hanya” berdasar penampilan saja. Sampai ada tulisan semacam spanduk atau apa ya namanya di kertas putih gitu isinya “ Nilai kami dari otak kami, bukan dari fisik”


Lupa, isi lengkap, tapi pointnya itu, bahwa banyak perempuan (laki-laki mungkin juga yah) yang merasa keberatan dan merasa diperlakukan tidak adil, saat perusahaan mensyaratkan penampilan sebagai salah satu criteria dalam menerima seseorang bekerja.

Ini kita batasi hanya untuk penerimaan front liner ya, dan saya batasi lagi hanya di bank, biar ga meleber kemana-mana dan ngga miss persepsi. Lha iya, karena saya kan kerjanya di bank, kurang kompeten kalau ngomongin perusahaan lain.


Benarkah sterotype bahwa bekerja di bank itu harus cantik?


Nih, saya kasih tau yah. Itu tidak benar, itu SALAH.


Iya, saya jawab salah, karena memang ngga bener itu.

( Baca : Sterotype banker )

Di bank itu ada banyaaaak banget bagian-bagiannya. Tapi bisalah kita kategorikan jadi 3 bagian besar, yaitu :


  • Front liner (front office ) yang kerjaannya ya di depan, seperti customer service, teller, satpam.
  • Back office , ini kerjaannya administratif, seperti administrasi kredit, logistik, IT.
  • Marketing, sesuai namanya ya kerjannya sebagai tenaga pemasar, kalau di bank, namanya account officer untuk bagian kredit, funding officer untuk bagian dana.


Kalau dilihat dari jalur masuknya, terdiri dari 3 jalur masuk

  • Penerimaan untuk frontliner dan back office
  • Penerimaan marketing
  • Penerimaan jalur ODP/PPS



Nah, kalau kalian bilang kerja di bank maka harus cantik/ganteng.


Salah


Karena namanya kerja dimanapun memang ada porsinya masing-masing.

Ada pekerjaan yang memang butuh kepintaran, ada pekerjaan yang butuh penampilan, ada pekerjaan yang butuh tenaga.

Tidak bisa kita pukul rata, bahwa saat sebuah perusahaan mencantumkan “ berpenampilan menarik” sebagai salah satu kriteria calon karyawannya trus kita bilang perusahaan tersebut diskriminatif.


No.

Contohnya kalau di bank, ada yang namanya penerimaan melalui jalur ODP ( Officer Development Program ) ini sejenis dengan management trainee yang tujuannya memang perekrutan untuk penempatan level manajerial.

Untuk jalur penerimaan seperti ini, mau di bank, atau mau di perusahaan apapun yang bergerak di bidang apapun, sangat jarang menerapkan penampilan menjadi syarat utama. Yang utama pasti otaknya, kepintarannya, penampilan jadi syarat penunjang.

Ngga herankan, lihat perempuan-perempuan tangguh di perusahaan oil and gas yang wajahnya biasa aja. Mungkin malah ngga menarik, mungkin pendek, mungkin item, mungkin rambutnya tidak menjuntai indah.

Ini saya pakai defenisi cantik secara umum yang berlaku di masyarakat ya.

Sama juga, kalau kalian lihat di bank-bank, untuk level ODP ke atas, banyak kok yang wajahnya biasa aja, tapi pintar-pintar kayak gw

Karena apa?

Karena memang level pekerjaannya butuh kompetensi tinggi, bukan butuh penampilan menawan.

Saya contohkan di bank. Untuk level ODP, kerjaan utamanya secara garis besar bisa dibilang adalah menganalisa.

Bisa menganalisa kredit murni atau menganalisa perkembangan ekonomi, menganalisa aturan perkreditan, menganalisa kebutuhan logisik, you named it, intinya menganalisa untuk kemudian merumuskannya menjadi suatu aturan. Atau menganalisa untuk kemudian dirumuskan menjadi prakarsa kredit. Atau menganalisa untuk kemudian diambil keputusan deal or not deal.

Intinya ya kerjaannya memang butuh kepintaran di atas rata-rata, ngga cukup cuma “cantik doang” trus bisa diterima.

Namun ada juga pekerjaan yang memang kompetensi kayak kepintaran or kemampuan analisa atau kemampuan mengambil keputusan tidak terlalu penting, tapi yang dibutuhkan adalah penampilan oke.

Inilah yang didefinisikan ke lembar persyaratan lamaran kerja menjadi good looking, berpenampilan menarik. Menarik itu defenisinya kan luas ya, karena kata teman saya cantik itu relative, jelek itu mutlak, lol. Becanda ya gengs. Maksudnya bahkan orang yang dibilang cantik pun masih relative karena sangat subjektif, makanya digunakan kalimat berpenamilan menarik, karena yang dilihat itu satu keatuan utuh, ngga hanya wajah doang, tapi sikap, body language dan pembawaan diri.

Dalam hal ini customer service atau front liner masuk kategori ini.

Front liner itu orang yang bekerja di garis depan, yang melayani nasabah, meliputi pembukaan rekening, penutupan rekening, informasi awal , tarik setor tabungan, menangani complain, yah semacam itu.

Pekerjaan ini, mungkin kita kalau orang awam melihat, bakal mikir kayak yang saya bilang di atas tadi “ Yah harusnya pilih yang pinter dong, masa lihat penampilan doang”


Ya harusnya emang pinter dan cantiklah.

Yup, mau kerja dimanapun, mana ada sih perusahaan yang mau terima orang ngga pinter, pasti semuanya mau dapat pekerja yang terbaik.

Namun untuk pekerjaan yang memang job desknya adalah pelayanan, mau perusahaan apapun pasti, PASTI bakal melihat penampilan dulu baru ke kompetensi berikutnya.

Nah ini yang harus dimengerti, bahwa kompetensi yang dibutuhkan di setiap level pekerjaan itu berbeda. Untuk frontliner, kompetensi yang dibutuhkan secara garis besar itu meliputi kompetensi pelayanan, keramahan, ketenangan, ketelitian. Kalau mau disederhanain lagi bahasanya, ya karena bagian ini ibaratnya bagian wajahnya sebuah perusahaan,jelaslah perlu yang good looking.

Apalagi bagian frontliner ini adalah bagian pertama yang akan menerima complain dari nasabah. Nah bayangkan kalau nasabah lagi marah, trus ketemu CS yang ayu, senyumnya manis, suaranya lembut, tenang, minimal pasti bakal adem dulu, ayem tentrem.

Pas datang tadi kemarahannya ada di level 10, ketemu mba CS langsung turun ke level 6, komplainnya didengerin turun ke level 4, komplainnya dilayani turun ke level 2, saat akhirnya komplainnya terselesaikan, dia udah di level nol. Keluar dari banking hall wajahnya udah berseri lagi.

Nah bayangkan, kalau mba CS nya wajahnya kurang sedap dilihat, kalau dalam kondisi biasa mungkin nga masalah, tapi orang kalau sedang marah, bawaannya udah kayak orang PMS, semua salah. Nasabah datang marah level 10, ketemu mbanya mungkin turunnya cuma di level 9, dan sampai akhirnya terselesaikan mungkin kemarahannya masih di level 4 atau 5. Keluar banking hall dia masih memendam kekesalan.

Oke, ini subjektif sekali, tapi ya itu gambaran kasarnya aja.

Ngga hanya frontliner, bagian marketing ya 11 -12. Penampilan tetap menjadi hal yang dilihat pertama kali. Karena sama dengan front liner, marketing itu pekerjaannya yang memang ketemu sama orang lain, negosiasi, menawarkan produk dengan tujuan agar si calon pembeli tertarik dan membeli dagangnnya.

Dan lagi-lagi, naturally (istilah apa ini) orang biasanya akan mudah tertarik berbicara dan memberi perhatian kepada seseorang dengan penampilan menarik.


Lho jadi jual tampang doang?




TETOT, nah disinilah miss nya.


Jadi begini mba sis yang mungkin tersinggung atau marah karena ngga keterima kerja gegara penampilan.

Saat ini jumlah suplly pekerja itu jauuuuh lebih banyak daripada ketersediaan lapangan pekerjaannya.

Nah untuk pekerjaan frontliner saja, yang sebenarnya prasyaratnya hanya lulusan D3, atau mungkin SMA, tapi yang mendaftar itu para sarjana (lha iya sekarang semua orang bisa dibilang sarjana kecuali yang ngga sarjana= logic ,LOL).

Para sarjana tumpah ruah bersaing memperebutkan jatahnya anak SMA atau lulusan D3. Dan yang mendaftar ini banyaaaaaaaaaaak banget yang penampilannya memang oke punya. Terserah yam au polesan mau alami, yang pasti good looking.

Sebulanan yang lalu, saya baru saja melakukan perekrutan pekerja untuk unit kerja saya. Saya hanya butuh frontliner kurang dari 10 orang.

Yang mendaftar berapa???? Beugh hamper seratus orang, soalnya ini hanya penerimaan lokal doang.

Sungguhlah sekarang ini banyak banget pencari kerja dibanding ketersediaan lapangan kerja (iya neng, seluruh manusia di muka bumi ini juga tau kenyataan ini).

Dan yang paling bikin saya agak merenung, yang mau diterima ini levelnya frontliner, pekerja kontrak bukan pekerja tetap alias kalau saya di posisi mereka mungkin saja saya ngga akan tertarik (MUNGKIN LHO tapi bisa jadi ngga).

Syaratnya D3 tapi yang datang widih paling hanya 2 sampai 3 oranglah yang D3, sisanya S1, dari jurusan ekonomi, informatika, teknik, hukum, dan dari Universitas negeri atau swasta yang bagus-bagus yang ngga cuma dari Medan.


Sampai bagian ini saya membatin, duh beneran mah sekarang cari kerja pasti susah banget.

Yang melamar ini beragam, dari level kepintaran biasa banget, biasa, mayan, sampai pinter. Tapi semua IP di atas 3, padahal sebenarnya syaratnya IP hanya 2,75 saja (I know, IP ngga menjamin sis tapi itu tiket melamar ya kan )

Dari level penampilan, mulai dari ehhm tidak cantik, biasa aja, mayan cantik, cantik, cantik banget, cantik sempurna.

Cantik sempurna itu yang head to toe ciamik parah. Udah cantik wajahnya, tinggi, rambutnya bagus, bicaranya santun, suara lembut, dan pintar. Nah ini yang saya sebut cantik sempurna.

Dalam perekrutan ini saya bukan si pemutus, saya hanya si perekomendasi , karena keputusan tetap di tangan TUHAN. Iyalah banyak-banyak berdoa makanya kalau lagi cari pekerjaan.

Untuk menentukan siapa yang harus direkomendasikan itu ternyata lumayan susah. Saya pikir selama ini itu hal yang mudah, ternyata ngga samsek. Karena kalau mau dibawa ke perasaan, saya mikir banget mungkin ini harapan mereka untuk bekerja, mungkin ini akan menentukan nasib mereka ke depan, dan perasaan mellow yellow lain.

BUT

Kapasitas saya bukan kapasitas yang harus mellow yellow saat ini melainkan harus berfikir untuk kepentingan perusahaan. Bisnis is bisnis.

Jadi jangan salah ya , saat kalian ngga diterima bekerja sebagai front liner ,bukan berarti itu karena penampilan kalian, sebenarnya ngga juga lho.

Bisa jadi dan saya rasa ini sangat mungkin terjadi, ya karena saingannya jauh lebih baik, udah cantik, mayan pinter pulak.

Saya bilang lumayan karena sekali lagi, kompetensi untuk frontliner itu berbeda dengan untuk ODP.

Maka saat kalian merasa, “Aku pintar, kok aku ngga diterima kerja sih untuk posisi CS atau teller, pasti ini karena aku kurang menarik”.


WRONG


Yang bener itu, saingan kamu lebih menarik dan dia juga pintar.




Jadi urutannya itu, kalau missal ekstrimnya harus memilih hanya satu pekerja untuk diterima sebagai FL, gini nih:


Sama-sama pinter, tapi satu cantik satu kurang cantik, ----> pilih yang cantik

Sama-sama cantik, tapi satu pinter satu ngga bego-bego amat --->; pilih yang paling cantik

Sama-sama tidak cantik, tapi sama-sama pintar --->; tawarkan jadi back office

Sama-sama tidak cantik, dan tidak pintar --->; lihat berkas lain

Ada yang pinter dan cantik banget , solehah pula, pinter masak, alisnya bagus --->; jadikan istri, LOL


Jadi ya tetep, yang dipilih itu yang secara penampilan menarik dan yang bisa memenuhi criteria untuk jadi frontliner. Jangan underestimate bahwa kalau yang diterima itu cantik, maka dia bego, nggalah. Masa kamu ngga yakin sih ada orang cantik dan juga pintar di dunia ini.


Berarti kalau aku ngga cantik padahal aku pinter aku ngga bisa kerja di bank?

Tetot, Wrong lagi.

Bisa banget dan ngga harus di bank.

Semua pekerjaan bisa kamu dapatkan, tapi ya cari yang memang memerlukan kompetensi yang ada di dirimu.

Kalau mau tetep kerja di bank, masuk dari jalur ODP, bersaing secara akademis.

Kamu pinter banget, yaelah ngapain melamar jadi FL, lamar perusahaan unileverlah, oil and gas, jadi penulis, jadi jurnalis

My point is.

Jangan denial jika misal kita ngga mendapat pekerjaan , trus nuduh ‘ INI PASTI KARENA PERUSAHAAN ENTU CUMA MAU PILIH YANG CANTIK AJA, HUH DASAR "DISKRIMINASI”


Kagaklah.

Ya terima kenyataan bahwa semua perusahaan yang orientasinya memang laba, ya pasti tujuannya gimana caranya memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan profit. Salah satu caranya ya dengan memilih pekerja yang fit dengan bidang kerjanya.

Fit dengan bidang kerjanya itu artinya ya sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.



  • Cari dana, melayani nasabah --- penampilan is a must
  • Back office , support --- Cari yang tekun, yang teliti, cekatan
  • Menganalisa, memimpin -- Cari yang kompetensi super komplit.


Jadi harusnya ngga perlu ada spanduk-spanduk soal deskriminiasi perusahaan dalam mencari pekerja.

Ngga perlu sama sekali, karena perusahaan juga ngga begolah nerima pekerja yang cantik doang tapi “hah hoh” misalnya.
Kalaupun ada, pasti ada pertimbangan lain, misal dia cuantik mampus level wajah Dian Sastro, body Miranda Kerr, sampe bisa dipastikan, saat ketemu client maka bisa langsung deal masuk sekian M misalnya.


MAKA

DIULANGI

MAKA


Jika kamu tidak ingin dihargai sebatas penampilanmu, jadilah perempuan yang pintar.

Jika kamu ingin dihargai bekerja lebih dari sekedar penampilan, jadilah perempuan yang cerdas.

Lagi, meskipun kamu bekerja sebagai frontliner yang sterotypenya bahwa “ Ih pasti dia modal tampang doang, otaknya pasti ngga sepadan”, ya buktikan, Buktikan ngga seperti itu, buktikan bahwa kamu diterima jadi frontliner karena kamu cantik dan pintar, karena teman kamu yang cantik yang lain toh ada yang keterima.

Jika kamu tidak terima perempuan kok didiskriminasi berdasarkan penampilan fisik saat mencari pekerjaan.


TETOT, kamu salah lagi.


Ngga ada diskriminasi, mereka hanya menempatkan sesuatu sesuai porsinya.


Saat kamu berpenampilan cantik, rupawan ,” Kok aku dimanfaatin perusahaan untuk menggaet client nih”


Ya jangan mau. Tapi karena tugas kamu adalah memang untuk membuat client deal ya gunakan keahlianmu dalam hal marketing untuk menggaet nasabah, jangan gunakan fisikmu.

Iyes, semua kendali ada di tangan kita kok sebenernya.

Kamu mau kerjaan yang mengutamakan penampilan?

Ya ada tempatnya

Kamu mau pekerjaan yang mengutamakan otak?

Banyak banget tempatnya

Kamu ngga mau dianggap diterima kerja karena penampilan doang?

Ya Buktikan


Intinya

Akhirnya ke intinya.

Jangan menyalahkan orang atas apapun kegagalan atau ketidakmampuan kita. Even itu perkara soal good looking or bad looking, karena kendali hidup bukan di tangan perusahaan-perusahaan itu, tapi ada di tangan kita.


Ngga mau terima dengan aturan perusahaan yang menurut kamu diskriminatif?

Ya ngga apa. Kamu ngga harus kerja kantoran kok, kamu bisa bikin usaha sendiri. Malah, sebenarnya, kamu ngga harus kerja kok kalau ngga mau, kalau kamu pengen jadi istri yang tidak bekerja formal ya no problema.

Tapi ya jangan ngomel, kalau ntar ngga punya duit. Jangan ngomel kalau anggaran rumah tangga harus sangat seksama diatur.

Yang pasti apapun pilihan kita ya yang menjalani konsekuensinya diri kita sendiri.

“Lho, kok kamu ngomongnya gitu sih, berarti kamu juga deskriminatif, kenapa ngga memperjuangkan agar pemerintah menerapkan aturan anti diskriminatif terhadap syarat penerimaan karyawan untuk perusahaan-perusahaan tersebut ?”


Ehhm, karena menurut saya, sebenarnya itu justru bisa dibilang salah satu bentuk keadilan lho.

Keadilan yang mungkin hanya bisa kita mengerti kalau kita pernah berada di posisi ketiganya. Posisi si Pintar, posisi si good looking, posisi si tidak good looking.

Adil, karena, jika dia pintar dan tidak menarik secara fisik , maka dia bisa punya pilihan pekerjaan belakang layar atau yang memang mengandalkan otak untuk mencari nafkah.

Adil, karena jika dia berpenampilan menarik namun tidak terlalu pintar, maka dia masih punya peluang bekerja, tentu saja dengan lowongan pekerjaan yang memang lebih ke kebutuhan penampilan.

Jika dia pintar sekaligus good looking, yah dia memang layak untuk mendapatkan apa yang diterimanya dari anugerah Tuhan sekaligus apa yang diusahakannya.

Jika dia tidak good looking dan tidak pintar?, yah dia memang harus berusaha lebih keras, tapi yakinlah dia akan punya cara untuk tetap bertahan hidup.

So, kadang yang kita pandang sebagai diskriminatif malah sebenarnya bisa jadi itu keadilan lho.


Yang ngga setuju , no problema yah.



Makdarit

Biar ngga stress dan nyalah-nyalahin aturan, pertama terima kenyataan. Kenyataan bahwa semua perusahaan apapun, bisa dipastikan akan melihat penampilan dulu sebagai saringan awal, jika mereka membutuhkan pekerja yang tidak perlu kompetensi edebre-edebre yang tinggi.

Kedua, kalau ngga mau terima, ya ngga usah terima, ngga ada yang paksa kita terima kok.


Makdarit kedua

Sebagai ibu, sebagai perempuan, kalau kita ngga suka dengan aturan yang kita anggap diskiriminatif tersebut, saat kita punya anak, AYO DIDIK ANAK KITA supaya ngga perlu bersinggungan dengan aturan-aturan tersebut.

Iyes, didik anak kita agar kelak ia bisa menghidupi diri sendiri tanpa perlu mengandalkan penampilan.

But in my opinion, saya tetap merasa bahwa menjaga penampilan tetap diperlukan, apapun ceritanya, karena orang pertama lihat kamu ya pasti dari penampilan dulu, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju.

Didik anak kita, agar kelak ia tidak perlu melamar di perusahaan dimana syarat pertamanya adalah “ berpenampilan menarik”

Ini juga berlaku untuk anak laki-laki.

Dan yang terakhir, yang merasa penampilan kita ngga secantik orang lain, jangan sedih. Karena bagaimanapun juga, selain jadi artis, pekerjaan yang mencantumkan syarat utama adalah kepintaran bukan penampilan menarik, percaya deh salarynya jauuuh melebihi yang andalannya adalah penampilan.


Pilihan ada di tanganmu ladies #wink





Disclaimer : Tulisan ini murni opini pribadi, tidak mewakili perusahaan atau pihak manapun.




DP KPR 0 %?

Saturday, February 18, 2017



Rame-rame soal DP 0% yang kemaren sempet disinggung-singgung bakal diterapkan dalam pembiayaan KPR, membuat banyak orang bertanya-tanya.

Bener ngga sih DP 0% itu bisa dilakukan?

Awal mendengarnya, saya agak mengernyit, Haaaah emang ada pembiayaan KPR dengan DP 0 %.

0 % lho bukan 0 rupiah.

Lho beda ya?

Beda lah.

Yuk mari kita bahas.

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Sebelum Mengajukan KPR di Bank

Tuesday, February 7, 2017
Hal-Hal Yang Harus Diketahui Sebelum Mengajukan KPR di Bank.



Banyak teman yang bertanya soal KPR ke saya, ya udah sekalian aja ditulis yah di edisi #Banker'sLife kali ini.

Bagi pasangan muda, rumah memang kebutuhan pertama yang biasanya akan dipenuhi setelah menikah.

Tapi namanyalah pasangan muda, biasanya saat awal menikah, kondisi finansial belum mapan bener, jadi mau punya rumah pun kudu kredit


Keuntungan dan Kerugian Kredit Pembelian Rumah


Menurut saya pribadi, kredit untuk membeli rumah adalah salah satu kredit yang boleh banget jadi pertimbangan keluarga. Alasannya simpel sih :


  1. Rumah itu kebutuhan primer, dibanding ngontrak ya mending beli.
  2. Harga rumah bakal melonjak setiap tahun, maka semakin cepat beli semakin baik.
  3. Ngumpulin uang untuk beli rumah secara tunai , kemungkinan besar tidak akan terkejar oleh inflasi, jadi misal harga rumah saat ini 300 juta, trus kita ngumpulin selama 5 tahun, eh 5 tahun lagi harga rumah udah 600 juta, jadi ngga terkejar.
  4. Jangka waktu kredit kepemilikan rumah biasanya panjang, jadi ntar makin lama seiring dengan peningkatan income (kondisi ideal demikian) maka cicilan akan terasa makin ringan.
  5. Kredit Kepemilikan Rumah, dilindungi oleh asuransi jiwa, sehingga jika amit-amit kepala keluarga kenapa-kenapa, keluarga yang ditinggalkan sudah memiliki tempat tinggal. Selain itu juga dilindungi oleh asuransi kebakaran, sehingga kalau ada forje major, rumah kita tetap terlindungi.
  6. Investasi rumah selama ini tidak akan rugi, karena alasan sederhana, jumlah penduduk semakin banyak, tapi lahan yang tersedia tetap.

Namun tentu saja ada kelebihan pasti ada kekurangan. Beberapa orang punya prinsip untuk membeli rumah secara tunai aja, alias nunggu duit terkumpul baru beli. Ini juga baik sih, karena memang kredit kepemilikan rumah ada beberapa kekurangan, yaitu :

  1. Suku bunga KPR biasanya lumayan tinggi, sehingga kalau kita hitung total angsuran secara keseluruhan pokok dan bunga, jumlahnya bisa dua kali lipat harga beli rumah. Misal kita beli rumah harga 300 juta, maka kalau ditotal angsuran rumah seluruhnya bisa mencapai 600 jutaan.
  2. Karena angsurannya lumayan gede, jadi bakal mengurangi penghasilan keluarga bisa sampai 30-40 persen sebulan.
  3. Yang namanya kredit pasti ada biaya-biaya, seperti biaya administrasi, biaya, provisi, biaya pengikatan agunan, asuransi, notaris, jadi bakal lumayan juga dibanding kalau beli rumah secara tunai.

Itu sih kelebihan dan kekurangan kalau mau kredit rumah atau memilih ngumpulin duit baru kemudian beli rumah secara tunai.

Oke, sampai disini tau ya lebih kurangnya.

Nah bagi, para pasangan muda yang ngga punya uang tunai seharga rumah yang diinginkan, bisa menggunakan fasilitas KPR dari bank. 

Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)

Disini saya bahas KPR BRI aja ya, karena saya kurang begitu tahu KPR di bank lain. 

Apa itu KPR?

KPR adalah kredit konsumer  yang ditujukan untuk kebutuhan pembelian property.

Sebenarnya KPR BRI itu ngga hanya ditujukan untuk membeli rumah saja, ada beberapa property yang bisa dilayani melalui fasilitas KPR yaitu :

  • Apartemen, rusunami, condotel
  • Ruko, gudang, kantor.
Jadi ngga cuma rumah ya, mau beli apartemen atau rusunami juga bisa melalui KPR, bahkan beli ruko juga bisa. 

Untuk pembelian rumah sendiri, di BRI bisa dilayani pembelian rumah baru, rumah second, renovasi rumah, maupun membangun rumah.

Iya jadi ngga cuma beli rumah saja, kamu mau renovasi, ataupun mau bangun rumah bisa melalui KPR BRI.

Syaratnya apa aja ?

Syarat untuk mendapat fasilitas KPR di BRI hampir sama kok dengan syarat kredit lainnya. 
  • Hanya untuk Warga Negara Indonesia
  • Berusia Minimal 21 tahun atau kalau belum 21 tahun, maka harus sudah menikah
  • Untuk pegawai atau pengusaha, minimal sudah 2 tahun bekerja / membuka usaha
  • Maks usia untuk karyawan aktif pada saat KPR jatuh tempo adalah 55 tahun, sedangkan untuk profesional atau wiraswsta adalah 65 tahun. 
Syarat umumnya cuma itu.

yang perlu diperhatikan hanya masa kerja, dan usia untuk menentukan jangka waktu. 

Jadi misal sekarang pas ambil KPR usianya sudah 45 tahun, maka kalau dia karyawan, jangka waktu maksimal KPRnya hanya 10 tahun, sedangkan kalau dia profesional atau wiraswasta bisa sampai 15 tahun.

Dokumennya apa saja yang harus dipenuhi ?

Dokumen yang dibutuhkan untuk pengajuan kredit ngga ribet sama sekali.

Untuk pekerja dengan gaji tetap

  • FC KTP suami istri, FC Kartu Keluarga, FC NPWP
  • Pasfoto terbaru suami istri 3x4 2 lembar
  • FC rek tabungan 6 bulan terakhir (khusus utk pekerja yang memiliki gaji tetap)
  • Slip Gaji terakhir dan SK Pegawai untuk Pegawai.
Untuk Wiraswasta (pengusaha) dan Profesional :


  • FC KTP, KK, NPWP Pasfoto suami istri 3x4 2 lembar
  • Surat Ijin Usaha (SIUP, TDP, SUrat Ket Lurah, Ijin praktek.
  • Copy Akte Perusahaan 
  • Lap keuangan 2 tahun terakhir atau rekap hasil usaha 6 bulan terakhir + bukti transaksi usaha.

Nah ngga susah kan syaratnya. Hampir samalah dengan mengurus apa-apa di bank, itu-itu juganya.

Kalau udah lengkap syarat-syaratnya, trus ketemu nih rumah yang mau dibeli, ya udah silahkan hubungi pekerja banknya, minta hitungkan berapa maksimal kredit yang bisa diberikan dari harga rumah yang mau dibeli.

Rumah yang bagaimana yang boleh dibiayai KPR ?

Ada yang nanya di kolom komentar, jadi saya tambahin nih :

Rumah yang bisa dibiayai KPR adalah rumah baru atau rumah second. Bahkan rumah mau direnovasi juga bisa, mau bangun rumah juga bisa.

Untuk pembelian rumah baru, ada dua kondisi :

Kondisi bangunan ready


  • Kalau bangunannya udah jadi, dan itu dibangun oleh developer, maka syaratnya , ada PKS antara developer tersebut dengan BRI. Jadi kamu harus tanyakan ke petugas banknya, developer mana aja yang kerjasama dengan BRI. Atau boleh juga dibalik, tanya ke developer, bank mana yang kejasama dengan dia.
  • Sertifikatnya sudah dipeah per unit
  • Trus proses AJB, balik nama, pengikatan HT harus melalui rekanan BRI.

Kondisi Bangunan Indent


Nah ini yang banyak, kalau beli di perumahan baru, biasanya kita sepakat dulu mau beli, serahkan booking fee baru mereka ntar bangun. Ga apa bisa juga kok dibiayai KPR, syaratnya :

  • Developernya kerjasama dengan BRI
  • Terdapat payment garantee
  • Merupakan fasilitas KPR pertama bagi calon debitur
  • Sertifikat masih induk/telah pecah
  • Proses AJB, balik nama, pengikatan HT harus melalui rekanan BRI.


Kalau rumahnya udah jadi tapi rumah baru, ngga ada developernya, bisa ngga?

Bisa juga, sama aja. Yang pasti suratnya harus udah Sertifikat. Kalau belum, bersedia ditingkatkan menjadi SHM. Prosesnya sama aja, ntar pembeli dan penjual melakukan akad jual belinya di depan notaris dan petugas BRI. Setelah semua proses KPR selesai, uangnya langsung masuk ke rekening penjual.

Saya pernah jadi pembeli dan pernah jadi penjual . Malah kalau rumah second, ngga ribet lho, karena semua udah jadi, tingal proses jual beli sama balik nama doang.


Prosedur Pengajuan KPR:


  1. Pilih dulu rumah yang mau dibeli
  2. Datang ke bank, ajukan permohonan kredit dan bawa dokumen persyaratan tadi . Jika beli via developer lebih mudah, ntar bakal dibantu developernya.
  3. Petugas bank akan cek SID untuk mengetahui pinjaman kita di bank lain. Selain itu petugas bank akan survey ke lokasi rumah yang akan kita beli.
  4. Berdasarkan hasil SID dan slip gaji, maka petugas bank akan menghitung jumlah angsuran maksimal kita.
  5. Petugas bank memberitahu kita jumlah maksimal yang bisa kita ambil dan jumlah maksimal angsuran berdasar gaji kita.
  6. Silahkan minta simulasi berdasar angsuran yang kita inginkan, atau berdasar jumlah kredit yang kita butuhkan atau berdasar jangka waktu yang kita mau.
  7. Jika sudah sepakat, hubungi penjual rumah atau developernya.
  8. Nanti pihak bank akan memberi jadwal akad kredit, setelah proses permohonan kredit dikerjakan dan permohonan kredit disetujui oleh pemutus.
  9. Pemohon KPR menyetor jumlah sharingnya
  10. Lakukan akad kredit antara penjual dan pembeli disaksikan notaris dan petugas bank.
  11. Bank mencairkan kredit yang diminta. Penjual menyerahkan asli bukti kepemilikan rumah ke bank untuk disimpan sebagai jaminan.
  12. Selesai



Maksimal Angsuran.

Nah untuk tahu berapa kredit yang bisa diberikan bank, maka akan dihitung dulu maksimal angsuran yang bisa dibayar calon debitur berdasarkan jumlah penghasilan dan angsuran pinjaman yang sudah dimilikinya.

Untuk maksimal angsurannya 

  • Untuk Penghasilan  < 15 juta

 [ 40% x THP ] - Angsuran Pinjaman lain 




  • Untuk Penghasilan  15 - 25  juta

 [ 45% x THP ] - Angsuran Pinjaman lain 


  • Untuk Penghasilan  > 25 juta

 [ 50% x THP ] - Angsuran Pinjaman lain 



THP itu adalah penghasilan per bulan yang ditransfer ke rekening yang sifatnya tetap.

Jadi gini contohnya :

Gaji suami istri  : Rp 10 juta
Angsuran mobil : Rp 1,5 juta
Maka maksimal angsuran : [ Rp 10 juta x 40%] - Rp 1,5 juta = Rp 2,5 juta

Berarti maksimal angsuran yang bisa dibayar nasabah adalah 2,5 juta

Jumlah Kredit.

Dari jumlah maksimal angsuran, baru bisa diketahui berapa maksimal kredit yang bisa diberikan.

FYI yah, kalau kita ngambil KPR, bank tidak memberikan kredit sejumlah harga rumah seluruhnya. Misal harga rumah 300 juta, ya bank ngga akan kasih 300 juta untuk kreditnya. 

Kenapa?

Karena bank bukan ibu bapakmu  hanya memberi sejumlah prosentase tertentu. Jadi biar si nasabah ngga modal dengkul gitu lho. Mau beli rumah ya harus punya sharing, bukan jadi bank semua yang membiayai.



Jadi misal nih harga rumah 300 juta, berdasar penilaian bank nilainya juga Rp 300 juta, type 70, maka maksimal kredit = 80% x Rp 300 juta = Rp 240 juta.

60 jutanya gimana?

Ya pakai duit kamu sendiri. Terserah gimana, pokoke bank hanya membiayai sebesar itu.

Kemudian dicocokin, dengan tabel angsuran yang ada di bank.

Untuk kredit Rp 240 juta, dan angsuran maksimal 2,5 juta berapa lama jangka waktunya.

Udah, selesai.

Atau bisa juga alurnya dibalik. Kita udah tau nih mau minjem kredit berapa, tanya angsurannya untuk jangka waktu sekian tahun berapa, kemudian barus cocokin dengan maksimal angsuran yang bisa kita bayar. 

Sama aja.

Biaya- Biaya

Nah ini termasuk yang sering banget ditanyakan orang, berapa biayanya?

Setidaknya ada 4 biaya yang harus dikeluarkan :

  1. Biaya Provisi : Biasanya 1 % dari plafond (jumlah kredit)
  2. Biaya administrasi : sesuai jumlah kredit yang diberikan
  3. Biaya asuransi kebakaran : dibayar sekaligus sesuai jangka waktu kredit
  4. Biaya asuransi jiwa : dibayar sekaligus sesuai jangka waktu kredit. Asuransi ini, jika si nasabah meninggal dunia sebelum jangka waktu kredit berakhir, maka kredit akan lunas, dan rumah jadi milik nasabah.
  5. Biaya notaris.
Nah biaya notaris itu untuk beberapa kepentingan ( untuk harga rumah sd 500 juta)
  • Akta perjanjian Kredit : 0.5% dari jumlah kredit
  • Akta Jual Beli : 1 % dari transaksi ( harga pembelian rumah bukan jumlah kredit)
  • Balik Nama : 1 % dari nilai transaksi ( harga pembelian rumah bukan jumlah kredit)
  • SKMHT : maksimal Rp 500 ribu
  • APHT : sesuai nilai kredit  sekitar 2 juta sampai 3,5 juta
  • Roya : Maksimal 1 juta
Oya ada lagi yang namanya pajak pembelian dan pajak penjualan yang masing-masing ditanggung oleh penjual dan pembeli. Ini di luar urusan dengan bank ya, tapi dengan kantor pajak, namun bisa diurus oleh notaris.



Wuih lumayan yaah. Iya, kalau ditotal, biasanya biaya-biaya itu sekitar maksimal 10 persen dari harga rumah. 

Biaya di atas hanya perkiraan, kalau mau pasti harus dihitung petugas bank, sesuai jumlah kredit dan harga rumah. Jangan dijadikan patokan ya, itu cuma ancer.

Nah, jadi, saat membeli rumah dengan KPR, nasabah juga harus menyediakan uang untuk membayar biaya-biaya di atas.

Biaya-biaya itu tidak boleh dipotong dari kreditnya, karena kan ntar kredit langsung masuk ke rekening si penjual, jadi si pembeli atau si pemohon KPR harus sedia uang sendiri.

Kelihatan lumayan ribet ya. Lha emang ngga gampang, tapi ngga sulit kok asal semua syarat dipenuhi. 

Pesan saya sih, jangan mengambil kredit KPR di luar batas kemampuan. Misalnya berdasar hitungan, Harga rumah Rp 400 juta, trus maksimal kredit yang diberikan yaitu 80 % dari harga rumah adalah Rp 320 juta. Berarti kan kita harus punya uang 80 juta. Nah karena memang ngga ada 80 jutanya, jadi maksain kredit senilai Rp 400 juta dengan cara naikin harga rumah, biar prosentasenya dapet.

Ya kalau ngga ketauan sih sepanjang jumlah gaji mencukupi, bisa aja, tapi ntar bakal rugi di jumlah pajak pembeli yang harus dibayarkan.

Ngerti kan?

Kalau ngga ngerti ya udahlah ngga usah dipikirin , LOL.



Nah, gitu deh, Hal-hal yang harus diketahui sebelum mengajukan KPR di Bank.

Oya,  saat ini di BRI ada promo untuk program Take Over KPR.

Jadi kalau kamu punya pinjaman KPR di bank lain,  pindahin deh pinjamannya ke BRI karena ada tawaran menarik yaitu :

  • Bunga 8,9% fixed 5 tahun
  • Bebas biaya provisi
  • Bebas biaya admin
Mayan banget lho ntar berkurangnya angsuranmu.  

Semoga bermanfaat.








Lebih Aman Bertransaksi di BRI, Dengan Menu Baru Penonaktifkan ATM Sendiri

Friday, December 30, 2016



Yak, yang lagi siap-siap mau liburan, pasti dooong ATM udah full tank, siap buat difoya-foyakan pas akhir tahun, wahahahaha.

Sebagai pegawai bank yang baik dan budiman, saya mau ngingetin aja, untuk lebih berhati-hati ntar saat bertransaksi di ATM yaaaaa sodara-sodara dan nasabahku tercintah.

Soale kan beberapa waktu lalu pernah ya terjadi pembobolan dana nasabah di bank. Modusnya sih sebenarnya udah lama, yaitu pembobolan kartu atm melalui proses skimming melalui alat yang disebut skimmer.

Apa itu skimmer?

Skimmer adalah alat elektronik berukuran relatif kecil yang berfungsi merekam data ketika nasabah melakukan transaksi di mesin ATM,

#Banker'sLife : Hal-Hal Yang Harus Kamu Ketahui Tentang Tilang Online

Monday, December 26, 2016


Tentang Tilang Online

Salah satu birokrasi paling nyebelin di negara ini adalah semua hal yang berurusan dengan kepolisian.

Hayooo, iya ngga?

Soale belum apa-apa di pikiran kita pasti ntar bakal ribet, pasti ntar bakal lama. Karena harus sidang segala ke pengadilan, mana sempaaaat, masa cuti cuma gara-gara sidang.

#Banker's Life: Biar Kere Yang Penting Kece

Tuesday, December 20, 2016

Kemarin baca tirto id. artikelnya Arman Dhani Biar Utang Yang penting Gaya.

Ada kalimat yang menarik.

Pada 2013, Kadence International-Indonesia merilis hasil riset Share of Wallet yang mereka lakukan. Hasilnya 28 persen masyarakat Indonesia berada dalam kategori "Broke", atau kelompok yang pengeluarannya lebih besar ketimbang pendapatannya, sehingga mengalami defisit sekitar 35 persen. Pengeluaran ini dilakukan untuk hidup mewah di luar penghasilannya. 

Udah lama sih ya datanya, udah 3 tahun yang lalu juga. Tapi kemungkinan masih relevan sampai saat ini melihat trend gaya hidup, terutama bagi masyarakat urban yang memang ngeri-ngeri sedap awak melihatnya.

#Banker's Life : Yang Harus Kamu Ketahui Tentang Kartu Kredit

Monday, November 28, 2016
Hal-hal Yang Harus Kamu Ketahui Tentang Kartu Kredit




Holaaa, yang belum tahu, di Windiland, tiap Senin sesinya #Banker'sLife ya.

Kemarin ada yang request untuk ngomongin kartu Kredit. Yo wis mari kita obrolin wae.

Disclaimer : tulisan ini berdasarkan pengalaman penulis, bukan berdasar aturan khusus bank tertentu.

Kartu Kredit Itu Apa?

Ini saya jelasin dikit dulu yah, karena walaupun kartu kredit bukan benda asing lagi di masyarakat, tapi masih banyak juga yang belum tahu sebenarnya kartu kredit itu apa sih.

Sama ngga dengan kartu debet?.

Ya bedalah, namanya aja udah beda, xixixi.

#Banker'sLife : Sebelum Komplain ke Bank, Perhatikan Dulu Hal-Hal Ini

Monday, November 21, 2016


Halooo, selamat hari Senin Ceria. Mau ngasih tau nih, mulai hari ini di blog Windiland bakal ada jadwal tetap setiap minggunya, biar ngeblognya lebih terarah maksude.

Nah, setiap Senin, jadwalnya Banker's Life.
Saya bakal nulis postingan yang ada hubungannya dengan bank dan keuangan.

Bisa soal kehidupan saya sebagai pegawai bank, bisa bahas produk-produk bank, atau promo-promo yang sedang jalan nih di bank. Mungkin juga berisi tips-tips seputaran bertransaksi menggunakan produk dan layanan perbankan.

Mengelola Keuangan Keluarga Ala Ibu Bekerja

Monday, October 19, 2015
Dulu, saat masih single, rasanya gaji saya yang tak seberapa itu kok cukup-cukup aja ya buat hidup. Eh giliran nikah, yang berarti punya penghasilan tambahan dari suami kok yaaa kayaknya kebutuhan hidup itu makin lama makin besar. Apalagi setelah punya anak, widih rasanya gaji sebesar apapun pengennya lebih lagi lebih lagi.

Dapat suami yang orangnya sloooow banget. Apa-apa dibawa nyantai. “ Tenang aja dek, rezeki udah ada jatahnya, ngalir aja jangan khawatiran gitu”

Iya sih rezeki emang udah yang ngasih, lha giliran udah ditangan kalau ngga diatur piye dong. Bisa-bisa capek-capek kerja, cuma dapat tagihan doang, ngga bisa punya apa-apa dan ngga bisa ngapa-ngapain. Ya gitu kalau jodohnya suami yang anteng, nyantai kayak di pantai.

Saya mah ogah ngikutin gayanya dia. Kalau sama-sama begitu, bisa hajablah rumah tangga kami. Makanya sebagai istri yang peduli masa depan keluarga #cieeee, walau sederhana, saya punya lho perencanaan keuangan simple untuk keluarga tercintah.

Stereotype Banker

Thursday, July 2, 2015


Sterotype bisa melekat di profesi apa saja, ngga terkecuali banker. banyak banget orang menempelkan image tertentu ke orang yang kerja di bank, padahal kadang ngga semua benar. Sebenernya pengertian banker sendiri ngga semata orang yang kerja dibank sih. Tapi biar gampang, maksud kata banker disini adalah orang yang kerja di bank. Jangan ditimpuk pake kamus ya eykeh.

Banker = Jago Ngitung Uang


Jadi katanya stereotype seorang banker itu adalah jago ngitung. Hahahaha, bener banget tuh. Saya sering mengalaminya berkali-kali. Kalo ada acara-acara sering didaulat jadi bendahara lah, jadi tukang ngumpulin duit lah, lhaa malah menjurus jadi kasir. Sepertinya orang-orang membayangkan kalau kerjaan banker di kantor itu ngitungin duit mulu. Ada sih yang memang kerjaannya demikian, itulah Teller, emang kerjaannya ya ngitung duit. Tahu kan kalau teller di bank itung ngitung duit bisa cepet banget, bahkan pada jago-jago ngitung duit pakai 3 jari, sreeet sreeet. Makanya dianggap banker ngitung duit? Keciiil. Xixixi, padahal ngga semua teller juga lho jago ngitung duit manual gitu, apa pada ngga tau ya sekarang mah para teller ngitung duit pakai mesin hitung uang, tinggal letakin di mesin, mesinnya yang ngitung sendiri.

Karena saya ngga pernah jadi teller, kadang tengsin juga kalau didaulat ngitung duit cepet-cepet, yang ada ntar malah ketelingsut lagi. Aku tidak ahli ngitung duit cyiiin, ahlinya ngabisin duit.




Gambar dari sini


Banker = Ahli Ekonomi

Disamping dianggap jago ngitung, banker itu sering dianggap ahli ekonomi.

Dulu saat ikut suami tinggal di perkebunan ( di unitnya), tanpa pakai pertimbangan, saya langsung ditunjuk jadi seksi ekonomi, soalnya ada kata ekonomi, dan banker harusnya ahli ekonomi. Padahal tugas seksi ekonomi itu kebanyakan terkait dengan kegiatan menghasilkan uang kayak ngadain bazaar, jualan apa gitu. Lhaa coba apa hubungannya sama banker.


Banker = Ahli akuntansi dan Keuangan


Selain itu banker juga dianggap ahli akuntansi dan ahli keuangan. . Ini juga ngga sepenuhnya benar. Memang di bank ada divisi yang khusus ngurusin soal keuangan, investment, global market gitu, namanya Divisi Treasury, tapi juga ngga bikin mereka semua jadi jago ekonomi dan ahli keuangan sih. Job desknya juga beda-beda yah. Ada juga divisi yang khusus ngurusin pembukuan ,akuntansi. Nah di satu divisi itu sendiri, tugas masing-masing orang beda-beda. Ada yang khusus ngurusin pajak, ada yang khusus ngurusin laporan publikasi, dan ada yang memang tugasnya ya membuat jurnal akuntansi yang biasa dimengerti orang. Jadi sangat spesifik, tidak bisa digeneralisir.


Banker = Financial Planner

Gara-gara dianggap sebagai ahli perencanaan keuangan, saya sering banget dimintain pendapat untuk perencanaan keuangan orang lain. Ditanyain asuransi apa yang bagus. Bahkan pernah dikirimin inbox minta wawancara soal financial planner dan wealth management. Duh, itu bukan keahlian saya.

Ditambah lagi, dianggap juga kalau keuangan saya pasti yang sehat walafiat, tertata rapi dan terencana dengan baik. Hahaha, kalau untuk ini sih saya masih mengusahakannya demikian. Bukan karena saya banker tapi karena yang namanya keluarga memang wajib punya perencanaan keuangan yang baik.


Mungkin belum banyak yang tahu kalau financial planner itu ada profesinya. Maka kalau mau merencanakan keuangan, tanyalah ke ahlinya langsung. Jadi ngga tepat kalau mengatakan banker itu pasti ahli keuangan. Walau demikian, ngga sepenuhnya salah juga, soalnya pas saya jadi account Officer dulu, selain tugasnya sebagai marketing dan menganalisa kredit, tak jarang saya juga harus ngasih semacam saran dan solusi untuk keuangan debitur. Tujuannya ya tentu saja, biar keuangan si debitur sehat, usahanya maju dan bisa bayar kredit tepat waktu.


E tapi walau anggapan-anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, di bank saya kerja, kami memang dituntut untuk bisa segalanya. Makanya dulu pas pendidikan segala macam ilmu digelontorkan , mulai dari akuntansi, makro ekonomi, mikro ekonomi, logistic, hukum, perkreditan, investasi, operasional perbankan, sampai menata berkas kredit pun dipelajari. Tapi begitu kerja di lapangan, kalau kebetulan penempatan di kantor pusat, maka yang dikerjakan ya akan sangat spesifik. Bahkan di satu divisi pun, beda bagian saja kerjaannya sudah beda banget. Kayak misalnya nih, di bagian perkreditan kayak saya ini. Ada yang khusus berkutat dengan kebijakan dan aturan, ada yang nangani khusus asuransi, notaries, dan appraisal, ada yang nangani khusus portofolio kreditnya, dan ada yang khusus soal hukum perkreditan dan legalitasnya. Nah lho, jadi walau satu divisi, kalau nanya ngga dengan orang yang nangani ya ngga ngerti. Ngerti sih tapi ngga mendalam.


Tapi giliran penempatan udah ke cabang atau ke unit kerja, malah memang dituntut harus mengerti semua itu. Karena yang namanya nasabah, kadang mana mau tahu kita kerja di bagian apa. Tahunya pokoknya kita pegawai bank, dimana pegawai bank harus tahu kalau dia mau nanya soal tabungan, kredit, atm, reksadana, e banking, kartu kredit, bahkan sampai masalah penukaran uang. Xixixi beratnya laaah hidup banker.

Positifnya sih, kalau saya, jadi berusaha tahu juga kerjaan bagian lain. Untungnya di kantor kami, setiap briefing pagi, bergilir masing-masing bagian mempresentasikan pekerjaannya. Jadi walau bukan kerjaan dan bagian kita, minimal tahulah apa yang lagi menjadi issue, apa yang baru, apa yang sedang bermasalah. Minimal kalau ditanya orang ngga blank-blank banget.

( Baca : Dapat Gaji dari BRI tanpa Jadi Pegawai BRI )


Tapi, dari semua anggapan itu, juaranya adalaaah ……….


Banker = Suka ngintipin rekening Orang

Ini anggapan yang parah banget. Suatu saat saya berpapasan sama teman SMA yang udah bertahun-tahun ngga pernah bersua. Ketemunya juga ngga sengaja saat dia lagi ngambil ATM di kantor saya. Eh udah ngobrol bas bis bus bentar, pas saya mau pamit, dia tiba-tiba ngomong “ Win, ntar kamu jangan ngecek-ngecek isi tabunganku ya, soalnya itu cuma rekening numpang lewat aja, tabunganku yang beneran ada lagi”, LOL

Ya ampuuun, speechless mendengarnya. Kayak yang ngga ada kerjaan aja sih akyu ngecek-ngecek rekening orang. Rekening suami sendiri aja ngga pernah kuintip, hahaha. Lagian yah, FYI, pekerja bank itu yang punya akses untuk melihat no rek nasabah itu cuma segelintir book. Yang punya akses untuk ngintipin kamu punya tabungan berapa, kreditmu ada berapa juga ngga sembarangan. Bahkan kalau kita ketauan membocorkan data atau rekening nasabah kita bisa dituntut lho, kena pasal kerahasiaan bank. Jadi jangan khawatir ya, tenang-tenang aja sono nyimpen uang di bank, ngambil kredit di bank, kecuali kamu nunggak, yang ngga berkepentingan ngga akan tahu kok berapa saldo di rekeningmu.


Banker = Gaji besar berlimpahan materi

Uhuuuuk didoain aja deh supaya benar #ngelus dada



Banker = Cantik, Ganteng, Rapi, Wangi


Masa siiih. Coba kita lihat














Oiya ya cantik dan kasep- kasep hahaha.


Jujur aja deh, kalo kalian ke bank trus nemuin teller atau CS yang ngga bening, pasti kzl kan yaaaah, xixixi. Malah jangan-jagan ada yang ke bank cuma buat ngecengin teller sama cs-nya. Kalau anggapan ini sepertinya hampir benar , tapi yah balik maning ke selera orang. . .Tapi memang penampilan menjadi pertimbangan dalam penerimaan pekerja. Apalagi untuk frontliner ada standar tinggi badan tapi ya ngga kayak pemilihan miss universe juga. Pokoknya yang penting ngga parah-parah banget, asal memenuhi syarat dan lulus test , maka bisa diterima jadi pegawai bank. Nah setelah resmi jadi pekerjanya, baru deh dikasih aturan dalam berpenampilan. Ada aturan rambutnya harus gimana, baju warna apa saja yang boleh dipakai, model baju yang dilarang. FYI banker itu ngga boleh lho pakai rok di atas lutut. Jadi kalau ada pegawai bank yang pakaiannya seksi-seksi, dianya aja tuh yang ngga profesional.


Mengapa penampilan sangat penting untuk seorang banker?

Karena bisnis bank adalah bisnis kepercayaan. Dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat kita, orang lebih mudah mempercayai seseorang yang berpenampilan rapi, wangi, cantik. Jadi jangan salahkan dooong kalau harus memilih satu diantara dua pekerja yang sama pinter, sama nilai testnya , trus yang dipilih yang lebih cantik. siapa yang salah cobaaa siapaaaa #mulai lebay.


Trus, jadi yang benar, apa dong kerjaan banker ?


Yaaa, semuanya benar. Di Bank itu, ada berpuluh Divisi yang mengerjakan berbagai hal yang intinya mengerucut ke pelayanan kepada nasabah. Jadi kami punya divisi khusus kredit ( ini pun dibagi-bagi lagi), ada Divisi khusus Dana, Divisi yang tugasnya ngurusin keuangan perusahaan dan pembukuannya, yang ngurusin aturan pelayanan, logistic, treasury, manajemen risiko, yang ngurusin khusus transaksi internasional, dan ada Divisi Hukum yang kerjaannya khusus ngurusin permasalahn hukum di bank. Ini adanya di Kantor Pusat sana di Jakarta.


Trus, semua kebijakan yang digodok di sono, diturunkan ke kantor wilayah sebagai coordinator, trus di lempar maning ke Kantor Cabang dan Kantor Unit, yang mana mereka-mereka disinilah yang akan nasabah temui.

Dan satuan terkecil yang ada di bank yang sering kalian temui itu terdiri dari Customer Service yang tugasnya sebagai pintu awal pelayanan, tempat nanya-nanya informasi, tempat buka tabungan, tempat nasabah berkeluh kesah, complain , etc etc.

Trus ada juga yang namanya teller, yang nasabah temui untuk nyetor duit, ngambil duit, nukar duit, transfer, bayar tagihan. Belakangan fungsi teller ini sudah tergantikan dengan teknologi, kayak ATM yang bisa menggantikan fungsi teller untuk ngambil uang, bayar tagihan, transfer, semualah yang biasa dilakukan teller bisa dilakukan ATM. Trus ada juga CDM ( Cash Deposit Machine) yang fungsinya menggantikan fungsi teller dalam hal penyetoran uang. Jadi sekarang ini ngga harus ke teller kalau mau nyetor atau nabung. Cukup di CDM saja sudah bisa. Makanya jangan kaget, kalau ke depannya, profesi teller ini mungkin akan menghilang.

Lalu, ada yang namanya account officer, yang nasabah hubungi kalau mau mengajukan kredit, kalau di unit namanya mantri. Ada juga yang namanya Funding Officer yang tugasnya nyari dana ke nasabah.

Selain itu ya pekerja support, kayak IT, logistic, petugas SDM, satpam dan tentu saja Pemimpin unit kerja .

Nah, jadi jangan langsung menganggap teman kamu yang kerja di bank ngga cakap cuma karena dia ngga ngerti saat kamu tanyain reksadana. Atau langsung memandang sepele saat dia ngga bisa ngitung duit cepat ala teller. Bukannya membela diri, tapi yah kadang memang ada kok yang ngga tau, samalah ya kayak orang kerja di tempat lain juga.































Kurang Kece Aja

Monday, April 27, 2015
Pernahkah kalian berada di suatu kondisi dimana ekpsektasi tidak sesuai dengan kenyataan ?.

Contohnya saat saya kuliah di Semarang, pertama kalinya saya makan risol isi rogut. Bayangan saya, yang saya gigit adalah rasa gurih bercampur pedas dari sayur-sayuran yang ada di dalam balutan risoles. Seperti itu gambaran risol versi saya. Makanya saat gigitan pertama, saya langsung mual dan kecewa. Yah, risol kok manis sih. Berasa ketipu mentah-mentah sama yang jual risol. Padahal ya si penjual juga ga pernah bilang kalau risolnya pedas atau manis. Salahnya saya juga yang ngga nanya.  Perasaan saat itu, sakit maaak.Hiks, risolku kok begini??? Kembalikan uangku !!!

Hampir [Gagal] jadi Bankir

Kalau saja  satu keluarga yang selamat dari kecelakaan Air Asia jurusan Surabaya-Singapura tidak salah jadwal keberangkatan mungkin nama mereka akan ada di deretan para korban.

Kalau saja pada saat tsunami Aceh, tidak bertepatan dengan perayaan ultah BRI, mungkin akan banyak sekali pekerja bank tersebut yang menjadi korban.

Alumni Tekim Murtad

Sunday, April 26, 2015
Ika natassa adalah satu dari sekian banyak bankir yang hidup di muka bumi ini yang sukses menceritakan kehidupan bankir dengan sangat mulusnya. Semulus wajah Alexa di Divortiare, semenawan Kiara di Antologi Rasa, dan Segemerlap hidup Andrea di My Very Yuppy Wedding. Sampai-sampai saat membacanya saya langsung pengen menjedutkan kepala ke dinding, itu bankir dimana sih kok hidupnya bisa asoy geboy gitu, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kehidupan bankir di Kampung Pon yang satu ini #sedih.

Cerita Bankir

Sore ini pas ke Gramedia, saya terusik dengan hasil pencarian saya atau tepatnya hasil pencarian yang tidak saya temui.  Ceritanya saya iseng nyari buku-buku entah novel, karya sastra, buku non fiksi, buku motivasi yang ada hubungannya dengan profesi  bankir. Ih ternyata sedikit sekali. Dari hasil pencarian hanya 4 buku saja, yaitu bukunya Ika Natassa, trus the banker Ranny Affandi, buku Bankir sesat si Icanx sama satu lagi saya lupa judulnya, buku tentang kisah bankir konyol yang lain.

Rumput Tetangga [Selalu] lebih Hijau

Wednesday, July 10, 2013
Minggu ini di grup BB saya lagi hangat membicarakan tentang hasil tes manajer yang seharusnya saya ikuti beberapa waktu lalu.

" Si A jadi MP di Kuta, si B di Medan PH,si C, di Jakarta kota"

Seneng denger kabar teman-teman yang berhasil lulus dan melaju ke jenjang karir berikutnya. Namun ternyata tak dapat saya pungkiri terselip sedikit rasa iri di hati.

" Duh, enaknya mereka, sudah selangkah di depan saya".

Sebagai manusia biasa terkadang kita memang tak bisa terhindar dari rasa iri melihat kesuksesan orang lain. Isltilah "Rumput tentangga lebih hijau" itu benar adanya. Di satu sisi banyak teman saya yang mungkin iri melihat hidup saya, saya pun demikian melihat mereka.

Ada ketakutan-ketakutan akan tertinggal dibanding teman-teman seangkatan yang ujung-ujungnya menjadi " Kalau saja kemarin saya ikut", " Mungkin saja bisa penempatan Medan", dst dst andai andai yang katanya pintu masuknya setan pun menguasai saya.

Kemudian saya lihat wajah putri kecil saya yang sedang menyusu dengan semangatnya. Ah, tiba-tiba saya malu pada diri sendiri, malu pada sang Pencipta. Saya ini sudah dilimpahi banyak rezeki tapi kok ya masih tidak bersyukur juga, masih merasa kurang juga.

" Sesungguhnya orang yang berkecukupan adalah orang yang di hatinya selalu merasa cukup dan orang fakir adalah orang yang hatinya selalu rakus " (HR.Ibnu Hibban )

Plak, tertampar rasanya. Berarti mungkin saya masih termasuk orang fakir. Hmmm semoga di Ramadhan ini saya bisa mencuci otak saya dan menjadi orang yang berkecukupan dengan selalu merasa bersyukur.

Efek Domino: Waspada Bahaya Miras dan Minol Bagi Remaja

Tuesday, April 30, 2013

Sebulan yang lalu saya mengunjungi salah seorang debitur di daerah Rantau Prapat. Karena si debitur adalah pemasok TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit yg mana sehari-hari menghabiskan waktu di lapo tuak,maka saya pun menemuinya disana sekaligus melihat langsung aktivitas usahanya. Di Sumut terutama di daerah-daerah Kabupatennya,lapo tuak memang menjadi semacam central point untuk berkumpul.Merupakan pemandangan biasa bagi saya melihat para lelaki berkumpul di lapo tuak sambil minum minuman tradisional yang terbuat dari nira tersebut. Namun hal yg membuat saya terkejut adalah saat mendapati beberapa remaja bahkan anak-anak yang ikut meneguk tuak.

Kuta Rock City Part 1

Monday, February 4, 2013
Gara-gara suka menunda-nunda pekerjaan, saya hampir kelupaan kalau mau nulis tentang perjalanan saya waktu ke Bali bareng sohib saya.

Jalan-jalannya udah setahun yang lalu, waktu saya masih kerja di Kantor Pusat di Jakarta,  tapi baru sempat nulisnya sekarang. 

Di perusahaan saya, setiap pekerja mempunyai jatah untuk mengikuti pendidikan or training sebanyak dua kali dalam setahun. Pendidikannya boleh apa saja, tetapi lebih diutamakan yang berhubungan dengan bidang tugas kita. Dan ada aturan tak tertulis, untuk pekerja khususnya yang di kantor pusat, tempat pendidika n diutamakan hanya yang berada di Jawa-Bali saja. Soalnya kemarin-kemarin waktu dibebasin boleh dimana saja, banyak pekerja yang milih pendidikan ke Batam, trus ujung-ujungnya nyebrang ke Singapur, halah, dasar ya anak muda , teteeep aja pendidikan pun disemepet-sempetin sambil jalan-jalan ( iya dong, kapan lagi).

Tentang Kredit di Bank

Saturday, September 15, 2012
kredit di bank


Bagaimana cara mendapatkan kredit di bank

“ Win, aku punya rumah, lokasinya strategis, besar lagi, bisa ga aku agunkan di bank dan dapet kredit?’

Seorang teman menghubungi saya seminggu yang lalu. Bukan pertama kalinya saya mendapat telepon bernada serupa dan menanyakan hal yang sama. Mulai dari teman, sodara, teman suami, teman adek, temen ortu, pokoknya siapa saja yang tahu saya kerja di bank.

Just Do It

Sunday, September 2, 2012

Marketing???. It’s a big No No job to me.

Dari dulu saya selalu menghindari apapun pekerjaan yang berhubungan dengan marketing. Alasannya, karena saya menyadari saya bukan orang yang luwes, tidak juga supel, dan yang utama , ga bakat.

Saat lulus kuliah, saya sempat  bekerja di salah satu perusahaan gas. Saat itu saya diterima sebagai management trainer. Jadi selama 3 bulan masa trainee saya bekerja berpindah-pindah dari satu bagian ke bagian lain. Sebulan saya bertugas di bagian pengolahan dan produksi gas di daerah Cibitung. Pabriknya yang sudah canggih membuat saya asik-asik aja kerja disitu. Semua sudah otomasi. Control pun dilakukan via computer yang terkoneksi dengan segala macam peralatan pabrik. Menurunkan dan menaikkan tekanan. Mengatur suhu, semua dilakukan hanya dengan memencet tombol di ruang controlling. It’s ok to me. Ruangannya bersih, ber-AC, nyaman lah pokoke. Apalagi saya juga dibantu oleh beberapa operator yang sudah sangat ahli. 

Setelah dianggap menguasai seluk beluk pengolahan, kemudian saya ditugaskan ke pabrik di Medan karena mereka akan ekspansi dan membangun pabrik baru. Jadilah saya si sarjana Teknik Kimia harus nyemplung dan berkutat dengan segala tetek bengek pembangunan sebuah pabrik. Termasuk membaca blue print pabrik dan simbol-simbol yang bikin mata kelilipan, ra mudeng blas. Tapi yah lama-lama jadi ngerti juga kerjaan anak teknik sipil Seharian panas-panasan di lokasi pembangunan, ibarat perawan di sarang penyamun, saat itu saya bekerja diantara para kaum adam. Yang paling tidak saya sukai dari pekerjaan itu adalah, beratnya sepatu safety yang harus saya pakai. Ditambah mesti pakai helm saat bekerja, aaagh ga ada manis-manisnya lah. Bisa dipastikan hanya dalam waktu satu bulan, kulit saya yang sudah mati-matian di lulurin , akhirnya hitam juga. Namun demikian , saya masih sanggup melewatinya.

Bulan ketiga, saya dipindah lagi ke bagian sales engineering. Sales??. Yup. Jelas dari namanya, pasti kerjaannya jualan. Tapi yang namanya sales engineering itu ga cuma jualan doang. Produk utama pabrik tersebut adalah gas (N2,O2,Argon ). Salah satu konsumen saya saat itu adalah rumah-rumah sakit di Medan. Mereka butuh N2 dan O2 untuk operasi. Jadi kerjaannya ga Cuma jualan gasnya, tapi termasuk merencanakan letak dan instalasi aliran gas agar tepat dan sesuai dengan rancangan dan design bangunan rumah sakit. Termasuk memberi pengarahan cara pemakaian gas-gas tersebut, yang mana kalau tidak ditangani dan digunakan sesuai procedural dapat menyebabkan kecelakaan.

Makanya setiap tahu ada rumah sakit yang akan dibangun, saya segera bergerilya jualan disana. Mendekati pihak rumah sakit. Tawar menawar harga, ikut tender, meninjau lokasi, dst dst. Dan ternyata, dari ketiga pekerjaan yang saya jalani di satu perusahaan, pekerjaan marketing ini adalah yang tersulit.

Saat saya di bagian pengolahan, semua ada di teori. Bisa dipelajari, Kalau tekanan naik, tinggal gedein volume, biar tekanan turun, buka valve. Untuk memisahkan oksigen, nitrogen, argon dari udara udah ada caranya, pada suhu berapa mereka akan terpisah di tabung destilasi, berapa tekanannya. Begitupun saat merancang pabrik, sudah jelas spec bahan-bahannya, berapa jarak, berapa maksimal beban yang aman. Namun saat di marketing, sama sekali ga ada ilmu pastinya. Just Learning By Doing

Kemarin-kemarin saya sempat juga nyoba-nyoba marketing dengan masuk dalam sebuah MLM kosmetik. Adakah yang berhasil saya jual?. NOTHING. Dari mulai daftar sampai sekarang saya ga jual apapun. Alasannya sih sebenarnya cukup simpel, karena saya saja ga interest untuk memakai produknya, jadi bagaiamana saya mau menawarkan sesuatu yang saya pun tidak menggunakannya.

Dan sekarang, saya harus berkutat di dunia marketing lagi. Kali ini saya ga jualan produk yang kasat mata. Karena bisnis utama di perusahaan saya ini adalah bisnis dengan modal terbesar berupa kepercayaan.

Kerjaannya?. Saya akan bekerja sama dengan para pengusaha atau individu berpotensi dimana kami akan menjadi partner bisnis mereka, saling membantu dalam mengembangkan usaha yang mereka geluti. Berbeda dengan marketing lain, disini saya tidak hanya menjual produk, kemudian mendapat keuntungan dari hasil jualan tersebut terlepas dari apakah pembeli butuh atau tidak, puas atau tidak dengan produk yang ditawarkan.

Jadi saya harus memastikan bahwa, partner bisnis saya benar-benar membutuhkan produk yang saya tawarkan. Untuk itu saya akan menganalisa usahanya, termasuk saya membantunya mengetahui prospek bisnis ke depannya dan memberi masukan serta saran yang bermanfaat untuk perkembangan bisnisnya. Jika ternyata ia butuh tambahan modal kerja, atau tambahan buat investasi, atau untuk menggantikan biaya yang sudah dikeluarkannya, maka perusahaan kami akan menjalin kerjasama sesuai kebutuhannya. Tidak kurang dan tidak lebih. Untuk itulah dibutuhkan saling percaya diantara kami. Saya percaya dia tidak ingkar janji. Dan ia juga percaya bahwa saya akan membantunya di saat susah maupun senang. Asik banget kan kerjaan saya.

Pada kenyataannya, saya sangat baru dalam bidang ini. Dan dalam waktu yang singkat ini saya dapatkan bahwa marketer sejatinya adalah seorang artis. Dimana ia harus selalu tampil menyenangkan , tak peduli apapun suasana hatinya. Harus terus berinovasi agar client tidak bosan dan berpindah ke lain hati, Makanya dibutuhkan kreativitas disini, tak sekedar ilmu pasti. Jadi segala teori yang diberi dan ditulis oleh buku-buku tentang marketing is bullshit. Itu hanyalah pendukung, sebagai dasar agar kita tahu ilmunya saja . Pada akhirnya seni berkomunikasi dan empati menjadi kunci kesuksesan. Jadi jangan pernah remehkan seorang tenaga marketing. Karena butuh keterampilan dan kesabaran luar biasa untuk sukses menjalaninya.

Untuk itu, saya perlu belajar banyaaak banget untuk menjadi marketer handal ( ceilah ), doakan sayah yah saudara-saudara. Oya, nama pekerjaan saya adalah Account Officer. Jadi, kalau kalian butuh partner bisnis yang memiliki satu visi yaitu ingin melihat usaha anda tumbuh dan berkembang dan mengutamakan rasa saling percaya sebagai landasannya, , cari saya yah.

Sekarang kalau mendengar kata Marketing?

Marketing is Art, so Just Do it..

Custom Post Signature