Showing posts with label #GesiWindiTalk. Show all posts
Showing posts with label #GesiWindiTalk. Show all posts

Membawa Anak Ke Event Bloger ?

Wednesday, March 1, 2017
Membawa anak ke event blogger?


Jadi lagi rame nih soal sikap dan attitude blogger saat menghadiri sebuah event. Saya ngga mau bahas soal gimana attitude blogger seharusnya yah, karena namanya attitude itu mah berlaku umumlah dimanapun. Berhubungan dengan kepantasan, ngapain diajar-ajarin. Karena terkadang pantas menurut kita belum tentu pantas untuk orang lain, begitupun sebaliknya.

Saya dan Gesi mau bahas soal membawa anak ke event blogger aja.


Baca punya Gesi


Lho kok anaknya dibawa-bawa ke event, emang mau kondangan apa? , LOL

Bagi pembaca yang bukan blogger, saya jelasin dikit yah. bahwa yang namanya blogger itu sekarang ini udah sering banget dijadikan partner oleh brand-brand untuk mempromosikan atau memperkenalkan produk mereka.

Jadi kerap kali seorang blogger diundang untuk menghadiri event yang diadakan mereka, dengan tujuan agar blogger tahu apa yang ingin mereka sampaikan ke masyarakat luas, menuliskannya di blog untuk kemudian dishare biar semakin banyak orang yang tahu.

Tujuannya tentu saja agar masyarakat lebih aware dengan produk mereka.



Nah, terkadang ada beberapa blogger yang suka membawa anaknya untuk mengikuti event, sehingga terkadang mengganggu jalannya acara. Yah gimana namanya anak-anak , ngga semuanya kan kalem. Ada yang suka lari sana lari sini, ada yang suka teriak-teriak, ada yang suka mondar-mandir, bahkan ada yang hobinya gegulingan di karpet. Lucu yah.

Iya lucu, tapi jadi tidak lucu kalau itu dilakukan di event yang kadang memerlukan konsentrasi dan suasana tenang agar peserta atau undangan lain bisa tenang mendengarkan materi yang disampaikan.

Sebenarnya perkara bawa anak ke event ini memang sungguhlah masalah maha besar di dunia perblogeran.

Kenapa?

Karena ini adalah rantai setan yang susah putus.

Begini .

Hidup kebanyakan perempuan khususnya yang sudah punya anak , tidaklah sama dengan para single happy ataupun perempuan yang belum punya anak. Terkadang ada rasa jenuh yang menghampiri. Ngga cuma ibu rumah tangga, even ibu bekerja pun mengalaminya. Beberapa ada yang mengatasinya dengan menyalurkan hobinya ataupun kemudian menemukan passionnya dalam dunia blogger.

( Baca : Ekspektasi vs Realita Setelah Jadi Ibu )

Ngeblog menjadi sebuah me time, menjadi sebuah terapi, menjadi sebuah hiburan yang membuat para ibu ini tetap bisa menjalani hidup dengan normal disamping drama-drama keseharian yang you knowlah.



Setelah ia meluangkan waktu untuk ngeblog sembari mengasuh anak, eh ternyata ngeblog itu bisa menghasilkan uang. Maka para bloger ibu-ibu ini pun semakin semangat ngeblog. karena ternyata bisa banget menghasilkan uang tanpa meninggalkan anak.

Kemudian seiring perkembangan jaman, ternyata selain bisa menghasilkan uang melalui job berupa tulisan di blog, ada juga kegiatan blogger yang lain yaitu menghadiri event.

Event bloger ini bagi sebagian ibu tidak hanya sekedar untuk cari job yang korelasinya materi, tapi juga sebagai ajang untuk keluar dari sarangnya. Ketemu dengan teman sesama bloger tentulah sangat menyenangkan setelah sepanjang hari berkutat dengan pekerjaan rumah. Bahkan bagi ibu bekerja pun, menghadiri event blogger itu juga menyenangkan, karena ada banyak ilmu dan ya ketemu teman sesama bloger disana. Maka bagi mereka pergi ke event itu sekaligus sebagai hiburan, bahkan me time.

Eh tapi karena dia punya anak, maka menghadiri event itu kadang bisa jadi dilema tersendiri.

Pengen hadir, tapi anak sama siapa?
Mau hadir, tapi boleh bawa anak ngga ya?
Mau hadir, kalau bawa anak, ntar mengganggu acara ngga ya?
Ngga hadir ajalah, tapi kan sayang acaranya kayaknya seru.
Ngga hadir ajalah, tapi lagi butuh keluar rumah nih, suntuk di rumah aja
Ngga hadir, tapi nanti kalau aku nolak, aku ga bakal diundang event lagi, kan sedih.
Ngga hadir, tapi gimana dengan eksistensi, gimanaaaa? eh
Masa gara-gara event anak ditinggal sih, bawa aja ah.
Kalau setiap event ga boleh bawa anak, kapan aku hadir di eventnya, anakku kan ngga ada yang jaga.
Kalau nunggu ada yang jaga anak, kapan ilmuku nambah?



edebre
edebre
edebre
Terusin sendiri



Nah lho, ternyata dibalik kehadiran bloger yang bawa anak ke event itu mungkin sebelumnya sudah ada perang batin terlebih dahulu.

Xixixi, ini saya cuma nebak-nebak lho, tauk bener atau ngga.

Iya, kemungkinan seorang blogger yang bawa anaknya ya karena alasan-alasan di atas. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa jangan sampai kegiatan apapun untuk dirinya membuat ia harus meninggalkan anak. bisa jadi dulu dia adalah ibu bekerja yang kemudian resign, maka akan terjadi semacam monolog ke diri sendiri seperti ini

" Aku dulu memutuskan berhenti kerja biar deket anak, setelah di rumah aku jadi punya waktu ngeblog. Setelah aku seneng ngeblog , kok aku malah ninggalin anak untuk kegiatan ngeblog, jadi ngapaan aku berhenti kerja kalo begitu?"

Itu baru satu, yang lainnya ya kayak yang saya tulis di atas. Keinginan untuk bertemu teman, untuk mengupgrade diri, untuk me time, untuk keluar dari rutinitas, untuk cari duit, apalah, bisa apa saja.

( Baca : Ngeblog Itu yang kayak Gini Lho)

Maka membawa anak ke event jadi semacam hal yang lumrah bagi para blogger tersebut. Dengan alasan

" Kan udah nanya ke pembuat acara"
" Kan anakku yang penting anteng ngga ganggu orang"
" Kan gw ngga nyenggol hidup lu"
" Kamu ngga tau sih rasanya punya anak gimana"

Yang intinya adalah, membawa anak seharusnya tidak menjadi issue di kalangan blogger, bukan hal yang harus dipermasalahkan. Karena ibu dan anak harusnya ngga jadi masalah mau dimanapun berada bersama-sama. Kalau harus ninggalin anak mending jadi pekerja kantoran sekalian, ngapain jadi blogger.

Gitu terus loopnya muter. Makanya saya bilang rantai setan.

Benarkah demikian?

Biar ngga los fokus, saya bahas hanya tentang bloger yang datang ke event dan dibayar aja ya. kalau ngga dibayar ntar lain lagi ceritanya.

Kalau ditanyakan ke saya pribadi, membawa anak ke event blogger itu yay or nay, saya bakal jawab

Tergantung orangnya#Plak.

Bagos ya sis, jawabannya sangat idealis banget, cari aman aja, lol.

Ngga ding, saya bakal jawab NAY

Why?

Dalam hal ini, saya menyamakan membawa anak ke event itu sama dengan perkara membawa anak ke kantor. Menurut saya itu sama dan sebanding.

Karena walau bloger itu bukan pekerjaan resmi, dan yang namanya blog itu adalah jurnal yang ditulis secara personal, namun saat seorang bloger memutuskan untuk menerima job, atau mendapat uang dari blognya maka sepantasnya dia memposisikan dirinya saat menerima job or kerjaan itu sebagai kegiatan profesional.

( Baca : Tentang Profesionalisme Ibu bekerja )

Yang saya maksud profesional disini, berarti ada guideline yang jelas. Iya saat menulis di blog, kamu itu adalah personal, namun saat menerima job ya kamu jadi pekerja, karena kamu dibayar dan disitu ada kewajiban yang harus kamu lakukan atas sejumlah imbal jasa yang kamu terima.

Tapi kan blogger bayarannya ngga gede?

Siapa bilang. Yuk hitung.

Misal gaji pekerja pegawai biasa Rp 4 juta/bulan.
Berarti sehari = 4 juta/ 25 = Rp 160.000,- perhari.

Blogger dibayar berapa tiap datang event?

Wew saya ngga tau jawaban kalian apa. Tapi saya kira pasti di atas itu, dan pastinya acara ngga seharian kayak di kantor bukan?

Oke, mungkin ada alasan, kan blogger ngga digaji setiap hari beda dengan pegawai kantoran, but tetep kan yah dia dibayar, yang artinya dia bekerja

So, bisa yah kita bilang blogger yang nerima job untuk datang ke event dan dibayar, maka sama dengan sedang bekerja. Yang bayar brand, yang kerja dia  bersama bloger lain, para wartawan, dan awak media lain.

Clear.

Nah, karena blogger tidak hadir sendirian disana, sama dengan seorang karyawan tidak bekerja sendirian di kantor, maka kita sebagai pekerja tidak bisa seenaknya sendiri. Tidak bisa kita hanya berfikir, ah yang penting aku udah ijin sama bos, ah yang penting anakku anteng ngga ganggu orang, ah kalau anakku ngga dibawa trus anakku sama siapa di rumah.

Untuk jawabannya kembali, coba bayangkan kalau pertanyaan itu ditanyakan kepada ibu bekerja.

Ya sami mawon. Saat seorang bloger memutuskan untuk nerima job or menghadiri event dan dibayar, sebaiknya ia sudah memikirkan konsekuensinya. Ini konsekuensi yang bisa diprediksi ya, beda sama kondisi ibu bekerja yang tiba-tiba anaknya sakit atau tiba-tiba ARTnya pulang kampung ngga bilang-bilang .

( Baca : Dear Rekan Kerja, Maafkan Kami para Working Mom )

Kecuali untuk event yang memang mandatorynya membawa anak ya. Kayak event susu, or playground, or tema-tema parenting yang memang mengharuskan bawa anak, maka membawa anak jadi sesuatu yang wajar-wajar saja.

Ini memang harus bawa anak


Tapi jika bukan acara yang diperuntukkan untuk kehadiran anak, walaupun di undangan tidak tertulis " dilarang membawa anak" ataupun pihak penyelenggara sudah mengizinkan sebaiknya seorang bloger harus berfikir ulang untuk membawa anaknya ke acara.

Saya kasih tau alasanya.


  • Orang lain yang sedang bekerja, tentu ingin bekerja secara tenang (ingat sama dengan kerja di kantor)
  • Anak-anak memang menggemaskan, namun akui saja mereka itu kadang berisik, kadang lari-lari kesana kemari, kadang nangis, kadang guling-guling, kadang minta makan, minta dikawanin ke kamar mandi, mondar-mandir dan yang pasti mereka bosenan, kalau udah bosen biasanya cranky, nangis. Wah banyak deh. Yang tentu saja itu bisa menganggu orang lain yang saat itu sedang bekerja dan berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya dengan sebaiknya.
  • Saat kita membawa anak ke tempat kerja, tentu kita ngga akan seratus persen konsen ke kerjaan. Semulti tasking multi taskingnya perempuan, tetep aja kalau ada anak di samping kita, pasti pikiran kita terbelah, ekor mata kita pasti ngikutin gerak-geriknya. Akibatnya apa yang disampaikan di acara ngga akan maksimal kita perhatikan or dengarkan (padahal kita dibayar untuk itu)
  • Mau ngga mau saat anak kita berisik, atau nangis, atau berbuat selayaknya anak-anak, kita jadi menuntut orang sekitar untuk mengerti. karena saat misal anak kita nangis trus orang sebelah bilang " Ssssst diem dek" kita pasti tersinggung. ya ngga sih?
Nah itu tuh alasan yang harus kita pikirkan. Jadi ngga semata soal diri kita pribadi, tapi ada hak orang lain juga disana dan tentu saja karena kita bekerja atas nama blog kita yang artinya blog kita itu diwakilkan oleh diri kita sendiri sebagai brandnya, ya kita juga harus menampilkan personal yang mencerminkan branding kita (halah belibet)

Kok susah sih?

Lha iya, siapa bilang bekerja itu gampang. 

Ngeblog itu ngga susah, boleh seenaknya kamu, semaunya kamu sesuai tujuan ngeblogmu, karena memang blog itu sifatnya personal. Namun saat kamu memutuskan memperoleh uang dari blog, menjadikan blog sebagai sumber penghasilan, ya bersikaplah profesional.


Saya ngga ngomongin soal urusan dapur ya. Iya dapur orang siapa yang tau. Mau kamu nerima rate berapapun untuk job yang kamu terima itu urusanmu, tapi saat melibatkan orang lain, itu jadi ngga hanya urusan diri kita sendiri.

Terus bagaimana? kalau penghasilan saya dari blog dan anak saya ngga ada yang jaga, saya harus gimana?

Mungkin bagi blogger yang memang penghasilannya dari ngeblog, hadir ke event dan meninggalkan anak menjadi sesuatu yang mustahil, karena ngga ada anak yang jaga. Nah saat seperti itu, mintalah bantuan pak suami. Kalau memang memungkinkan ajaklah suami ke tempat acara, minta bantuan suami untuk jaga anak, kalau bisa ya ngga usah masuk ke tempat acara juga, karena alasan dia atas tadi. Tapi tentu kamu harus pastikan bayarannya sebanding dengan pengeluaranmu.



Kalau ngga bisa?

Ya ada baiknya, kamu pilih opsi untuk tidak menghadirinya. Toh job bisa dalam bentuk lain, ngga harus dari event.

Iya,ngga ada salahnya lho,menolak event kalau memang kondisi kita ga memungkinkan

Kalau kamu tetep kekeh mau bawa anak, anak-anak guwe kok, penyelenggara aja ngga melarang, sebodo teuing sama orang lain.

Ya ngga apa. It's up to you, but ya kamu juga ngga boleh marah kalau ada orang yang merasa terganggu.

Sama dengan membawa anak ke kantor or ke tempat kerja karena berbagai alasan, ya kita juga harus siap kalau ada yang komplain baik terang-terangan komplain ke kita atau komplain sambil bisik-bisik.

Saya pribadi sebagai ibu bekerja beberapa kali membawa anak saya ke tempat kerja, biasanya sih ke acara semacam outing kantor gitu yang acaranya cenderung santai. Tapi tetap anaknya ngga ikutan ke acara. Dia di kamar or main di hotel, sementara saya mengikuti acara kantor. Sehabis acara baru saya main sama anak.

Ni tara ikut ke kantor hari Sabtu pas saya lembur


Karena apa?

Karena memang kantor, or tempat kerja bukanlah tempat yang tepat untuk anak. Bahkan di sekolah yang notabene penuh dengan anak-anak, sangat jarang kan kita lihat ibu gurunya ngajar sambil bawa anak. Kalaupun ada , tentu ada yang akan merasa tidak nyaman. 

So, terserah kamunya mau menganggap pekerjaanmu or profesimu ini sebagai kerjaan ecek-ecek atau kerjaan yang harus disikapi secara profesional. Apapun itu kembalinya ntar ke diri sendiri kok.

But sekali lagi, ini murni pendapat pribadi saya dengan sudut pandang saya yang notabene sehari-hari sebagai ibu bekerja, punya dua anak, dan memiliki support system yang baik.

Makanya walau saya Nay untuk membawa anak ke event, tapi saya juga ngga ngejudge ibu-ibu yang bawa anak. Saya mengerti kemungkinan mereka punya pertimbangan sendiri.

Dan karena saya memang pilih-pilih banget untuk ikut event, jadi ya pengalaman soal berinteraksi dengan ibu-ibu blogger yang bawa anak ke event itu belum terlalu banyak.

Pernah sekali di acara susu yang notabene memang acara parenting, tapi formatnya seminar, banyak banget ibu yang bawa anak. padahal sudah disediakan playground di luar ruangan untuk anak. tapi ga ada yang mau naruh anaknya disitu, hampir semua bawa anaknya masuk ke ruangan. Saat itu saya kasihan dengan narasumbernya, karena dia ngga bisa ngomong, suaranya ketutup dengan suara tangisan dan teriakan anak-anak. MC nya sampai berkali-kali meminta agar anak-anak dibawa ke playground saja.

Saya yang duduknya agak di tengah, yah lumayan denger sayup-sayup, ngga tau gimana yang duduk di belakang.

Mungkin memang perlu dipikirkan bagaimana baiknya agar kedua pihak bisa terakomodir dengan baik tanpa pihak lain dirugikan

Membawa anak ke event bukan hal yang memalukan, percayalah itu sama juga dengan membawa anak ke kantor juga bukan hal yang memalukan. Tapi kita harus ingat bahwa dalam hal bekerja, ada guideline yang harus kita ikuti. Karena kita kerja ngga sendirian, ada orang lain juga yang berhak melakukan pekerjaannya dengan baik.

Namun, penting diingat juga, bahwa kondisi tiap orang berbeda, jadi ngga bisa juga kita sembarangan menjudge orang. yah kembalilah ke pilihan masing-masing.

#sungkemdulusamaemakemak





Sex Education Untuk Anak, Perlukah?

Thursday, February 23, 2017
Sex education untuk anak, perlukah?



Kalau pertanyaan ini diajukan kepada orangtua manapun saat ini,pastilah jawabannya beragam.

Ada yang akan langsung menjawab perlu, dan saya yakin pasti masih ada yang menjawab tidak perlu.

Yang menjawab tidak perlu, kebanyakan adalah orangtua yang masih menganggap sex adalah sebuah hal yang tabu dibicarakan.

Ngisinin, malu,rikuh, ngga enak.

Padahal, yang namanya sex itu kan sesuatu yang alamiah pada manusia, jadi seharusnya ngga perlu malu membicarakannya, jika dalam koridor dan tujuan yang tepat.

Apalagi belakangan, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak semakin sering terjadi, hiii bikin parnoan. Apalagi saya, yang punya dua orang anak perempuan. Eh tapi ngga hanya anak perempuan sih, anak laki-laki juga sama saja perlakuannya.



Jujur saja, saya sempat kecolongan dalam memberikan sex education kepada Tara. Walau sudah sering membaca soal sex education, saya sempat berfikir " Ah nanti sajalah, sebentar lagi, belum saatnya".

Sampai entah gimana, suatu hari (auuuuuu, udah kayak dongeng belum nih), waktu saya menemani Tara bobo sambil minum susu (Tara minum susu sambil tiduran), saya lihat tangan kiri Tara dimasukin ke celananya.

Jadi tangan kanan pegang botol susu, tangan kiri dimasukin celana. Saya ngga kaget sih, soalnya sebelumnya kan saya sudah punya ponakan dan pernah melihat hal yang sama. Sambil sayang-sayang Tara, langsung saya bilang " Tara, tangannya ngga boleh dimasukin ke celana, kotor ya".

Eh ternyata Taranya marah. Setiap saya keluarin tangganya, langsung ditepisnya. " Bundaaaaaa....... Tara mau pegang", saya ambil tangannya, gitu lagi. Duh T________T.


Ternyata kata ART saya, Tara memang udah sering begitu.

Pernah juga pas pipis, saya melihat Tara ketawa-ketawa sendiri. Saya pikir dia lagi ngapain ternyata sambil cebok dia pegang-pegang kemaluannya dan merasa geli sendiri.

Nah, disitulah saya langsung dhueng gitu " Ah iya ternyata aku belum pernah ngasih edukasi ke Tara soal sex) huhuhu.




Nah, bagi ibu-ibu yang pernah mengalami hal serupa, yaitu melihat anaknya memegang kemaluannya, atau menggesek-gesek kemaluannya, atau malah memegang kemaluan temannya, ngga usah cemas, ngga usah malu dan ngga usah khawatir ya bu.

Ternyata, memang pada anak, ada yang tahapan psikologi yang memang wajar terjadi.

Kebetulan, saya punya seorang teman kantor yang istrinya adalah penggiat di dunia anak, namanya mba Fadhila Wulandari. Kemarin, saya dapat edukasi penting nih dari si mba Wulan soal tahapan psikoseksual anak ini. Saya bagi sekalian disini biar banyak yang tahu.

Jadi, mba Wulan mengatakan bahwa tahapan psikologi anak ini, menurut Sigmund Freud dinamakan tahapan psikoseksual. Ketika anak yang sedang mengalami fase ini, namun terlewat tanpa arahan maka akan berpengaruh pada terbentuknya perilaku anak ketika mereka telah dewasa 😢

Oleh karena itu penting sekali bagi orangtua untuk memahami tahap perkembangan psikoseksual anak sehingga kita bisa melakukan upaya penguatan pijakan kepada mereka sehingga mampu menghantarkan setiap fase tersebut dengan tepat dan tuntas 😍💪

Nah tahapan psikoseksual menurut Sigmud Freud ada beberapa fase :

1. Fase oral 

Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. 

Freud menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda (mainan, jari jemari, dll) kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh anak 👨‍👨‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👦🍼

Menyusui merupakan salah satu fase untuk pemenuhan fase pertama ini. Maka aktifitas menyusui hingga 2 tahun memberikan efek psikologis yang besar kepada anak. Salah satunya ketika sang anak telah dewasa, kelak ia memiliki konsep diri yang baik 👍🏻

2. Fase anal 

Berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (toilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus).

Mengeluarkan feses dari anus adalah hal yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan orang dewasa di sekitarnya 😊😇

Di fase ini, pembiasaan toilet training (tidak dibiasakan memakai diapers sehari2) di usia yang tepat, akan berpengaruh pada kemampuan pengendalian dirinya 👍🏻

3. Fase Pahllic.

Berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelaminnya. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus komplex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan😀😊

Pada tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. Maka ada kasus yg ditemukan (di sekolah saat toilet training) seorang anak perempuan yang berusaha menyentuh penis anak laki2. Kemudian diberikan penguatan pijakan tentang konsep diri terkait ciri-ciri gender dan stereotype yang melekat 😎

4. Fase Latensi

Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas. Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas. Maka pada masa ini, perlu pendampingam intensif dari ortu untuk menyiapkan pijakan ketika menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki - laki

5. Tahap Genital

Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas. Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui hubungan seksual dengan lawan jenis


Pyuuuuh, tuh kan, ternyata fase memegang kemaluan di anak itu memang ada.

Nah, masih menurut mba Wulan nih, ada hal-hal preventif yang bisa dilakukan orangtua agar setiap tahapan psikoseksual ini bisa terlewati dengan baik.

1. Memahami tahapan psikoseksual untuk bekal penguatan pijakan sesuai tahapan perilakunya. Sehingga kita bisa memberikan respon yang tepat jika hal tersebut dialami oleh anak kita 👍🏻

2. Menggunakan buku sebagai media pendukung pembelajaran. 

Mungkin untuk saat ini belum banyak buku sex education. Nah untuk buku, orangtua harus mendampingi anak saat membacanya, biar tidak salah pengertian.

Jangan asal marah dengan buku yang beredar,  karena harusnya ya orangtua aware juga terhadap apa yang dibaca anaknya.  Temanin kalau bisa malah,  saat anak membaca.

3. Ketika kita melihat indikasi anak melakukan perilaku yang memasuki tahapan psikoseksual. Maka kita berikan pernyataan tidak langsung sesuai fakta tentang apa yg kita lihat  ☺😎

(Contoh : "Bunda melihat, ada yang menggesekkan alat kelamin" "Adik sedang apa? Apa yang dirasakan?" Berikan respon yang wajar, sehingga bisa terjalin komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak. Bereaksi marah menghambat anak mendapatkan arahan yang tepat terkait perilaku tersebut 👍🏻

Ketika bisa berkomunikasi dua arah lanjutkan dengan memberikan pijakan logis tentang sebab akibat perilaku tersebut ditinjau dari kesehatan


Begitu ya bu ibu, jadi jangan langsung panik-panik ngga menentu kalau melihat anaknya sampai di tiap fase psikoseksualnya itu.

Balik maning ke pengalaman pribadi. Dulu Tara itu saya dapati suka memegang kemaluannya di usia 2 tahunan, masih kecil banget kan. Tapi ngga apa, walau masih kecil gitu, anak-anak sudah bisa kok diberitahu.

Ada beberapa hal yang saya lakukan dalam hal memberi sex education kepada Tara, dan mudah-mudahan Tara bisa nangkepnya.

Memberi Tahu Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan

Kirain gampang, ternyata agak susah, hahahaha.

Jadi Tara saya beritahu perbedaan laki-laki dan perempuan dengan bahasa yang mudah dipahaminya. Caranya ngga gimana-gimana sih. Misal saat Tara mau sekolah, kan Tara pakai jilbab, jadi saya bilangin, " Tara pakai jilbabnya, anak perempuan pakai jilbab dulu ya"

Trus dia bakal nanya " Puan puan itu apa bunda" xixixi

Ya udah jelasin aja sekalian. "Perempuan itu kayak bunda, kayak tante, kayak oma, adek Divya, kalau papa itu laki-laki"

Trus Taranya bingung, malah lanjut nanya.

"Ibu guru bunda"
"Ibu guru perempuan"
"Oma"
"Oma perempuan"
"Pak satpam"
"Pak satpam laki-laki"

Gituuu terus sampe habis semua yang dikenalnya. Tapi gitu saya yang balik nanya, eh ketuker ketuker T_____T.

Ngga apa, lakukan aja terus sambil dikasih tau bedanya perempuan sama laki-laki.

" Bunda, bunda pakai ini ya"( Tara nunjuk-nunjuk bra saya di lemari)
"Iya, soalnya bunda perempuan jadi pakai beha,kalau papa ngga karena papa laki-laki"

" Bunda pakai itip ya (lipstik)"
" Iya, kan bundanya mau cantik, karena bunda perempuan, kalau papa ngga pake lipstik, karena papa laki-laki"

"Karena papa ganteng ya bundaaa"



Hal-hal seperti itulah.

Kayak kalau sholat bunda dan Tara pakai mukena, papa pakai peci.

Tara ngga boleh mandi sama papa, karena Tara perempuan papa laki-laki.

Saya belum bisa memastikan apakah Tara mengerti benar dengan apa yang saya bilang, tapi paling tidak dia udah bisa nyimpulin satu hal.

" Bunda kalau abang-abang itu laki-laki ya, kalau kakak kakak itu perempuan" xixixixi.


Memberi Tahu Area Tubuh Mana Yang Tidak Boleh Disentuh

Yup, kita bisa lho mengajarkan ke anak bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh orang. Kalau di saya, saya melakukanya di saat-saat saya bisa nunjukin bagian tubuh Tara dengan jelas.

Saat apakah itu?

Yak benar. Saat mandi.

Sampai sekarang Tara masih suka mandi bersama saya. Jadi ya udah sekalian mandi saya kasih

Saat mandi, sekalian saya kasih tahu mana bagian-bagian tubuh yang ngga boleh dipegang oleh orang lain selain saya.

Bagian dada, perut dan daerah seputar celana.

Biar gampang dicerna anak, sebelumnya saat mau bobo gitu saya kasih Tara nonton video edukasi sex untuk anak ini. Video ini lumayan jadi favorit Tara selain Upin Ipin, soalnya bahasanya mudah dimengerti anak-anak.

Tonton ya





Memberi Tahu Bahwa Dia Tidak Boleh Disentuh oleh Orang Asing

Abis nonton videonya, saya tanya lagi soal isi video. Tara suka banget nih permainan tanya jawab begini.

Saya : " Tara, Tara ngga boleh ya dicium atau dipegang-pegang sama sembarangan orang"
Tara : " Iya bunda"
Saya : " Kalau dicium satpam boleh ngga"
Tara : " Ngga boleeeh"
Saya : " Tukang becak?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Bapak satpam?"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Abang gojek"
Tara : " Ngga boleh"
Saya : " Kalau ada yang pegang Tara, tara harus ngapain?"
Tara : " Teriak, jangaaaaaaan, tidak boleeeeeh"

Persis deh kayak anak yang teriak di video itu

Taranya ngerti ngga?

Sepertinya sih ngga terlalu ngerti, tapi karena sering diulang-ulang, saya berharapnya dia inget.


Mengajarkan Rasa Malu

Ini saya lakukan misal kalau dari kamar mandi abis mandi harus pakai handuk ke kamar. Handuknya dililit dari dada sampai mata kaki. Taranya sih seneng banget, dia suka karena berasa orang dewasa.

Kadang Taranya masih suka juga sih lari aja dari kamar mandi langsung ke kamar, saya bilangin aja " Ih malu ih Tara, masa telanjang-telanjang, malu ih"

Lama-lama dia malah minta handuk sendiri, kalau handuknya ga ada kadang ga mau keluar dari kamar mandi. Tapinya kadang dia lupa juga.


Pokoke ngga pantang menyerah deh memberi sex education ke anak.

Hal-hal itu sifatnya memang hanya preventif tapi penting dilakukan. Nah ntar kalau anaknya udah lebih gede bisa dijelaskan sekalian alasan logisnya.

Kalau di usia Tara ini palingan saat dia pegang-pegang kemaluan , saya melarangnya dengan  alasan kotor, bau, kalau udah gedean dikit bisa dijelaskan dari segi kesehatan.

Jangan memberi alasan "Tidak boleh, pokoknya tidak boleh"

Wah anaknya malah makin penasaran ntar. Kok ga boleh sih, kok dilarang sih.

POKOKNYA TIDAK BOLEH.

Karena mereka berhak tau kenapa sesuatu itu dilarang, biar tidak mengulanginya lagi dengan sukarela.

Intinya, sebagai orangtua kita harus tahu tahap-tahap perkembangan anak termasuk tahapan soal psikoseksualnya, biar kita bisa mempersiapkan juga reaksi kita kalau menemukan anak kita yang udah mulai penasaran dengan alat kelaminnya. Jangan malu atau merasa awkward membicarakannya.

Kenapa?

Ya karena kalau ngga dari kita,  dia bakal dapat informasinya dari luar,  dari temannya,  dari tivi.  Iya kalau bener,  kalau aneh-aneh gimana.

Kayak jaman kita dululah,  saya ngga pernah dapat pendidikan sex.  Saya tau istilah masturbasi aja dari teman.  Bukan dari buku pelajaran.

Makanya dulu penasarannya kayak apa sama yang namanya sex.

Makanya saya ngga mau anak saya ngga tau apa-apa kayak saya dulu trus mencari tau dari teman,  dari novel (((NOVEL))) . Pembaca Fredy S  mana suaranyaaaaa, xixixux.

Pokoke saya pengennya anak saya ngga merasa sex itu sesuatu yang tabu, tapi juga ga menganggap itu boleh dilakykan sembarangan. Dari hal-hal kecil yang diajarkan sedari dini semoga malah bisa lebih mengontrol keingintahuannya.

Respon dan arahan yang tepat, mudah-mudahan bisa memberi pemahaman yang baik bagi anak, dan menghindarinya dari perilaku seksual yang menyimpang serta melindunginya dari kekerasan dan pelecehan seksual.



Nah gimana nih, sudahkah kita memberi sex education kepada anak?, Menurut ibu-ibu disini perlu ngga sex education ke anak?, cerita dong gimana cara kalian memberi sex education ke anaknya.

Istri Selalu Salah?

Saturday, February 18, 2017
Istri Selalu Salah?

Judulnya kok nelongso amat ya.



Ini gegara status seorang ibu yang seliweran di timeline saya.

Disitu si ibu nulis kalau dia hanyalah wanita biasa, yang tak luput dari dosa dan salah. Namun seberapa banyak pun yang dilakukannya sampai ia lupa makan, lupa mandi dan lupa akan kepentingan pribadinya demi kepentingan keluarga, eh tetap juga disalahkan suami.



Baca punya Gesi :
Ibu Boleh Mengeluh Kok



#Save_Emak2
SAYA hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa dan salah, iyaa ini lah SAYA yang merangkap jadi IBU sekaligus IRT...
. Bangun kesiangan yang salah SAYA
. Masak ke siangan + gak enak yang salah SAYA
. Anak sakit yang salah SAYA
. Anak jatoh yang salah SAYA
. Anak gak doyan makan yang salah SAYA
. Anak gak doyan nyusu yang salah SAYA
. Anak rewel yang salah SAYA
. Cucian baju + piring numpuk yang salah SAYA
. Setrikaan baju numpuk yang salah SAYA
. Rumah berantakan yang salah SAYA
. Kamar mandi kotor yang salah SAYA
. Kamar tidur berantakan yang salah SAYA
. Air matang habis yang salah SAYA
. Sampah dapur numpuk yang salah SAYA
. Uang bulanan habis tak tersisa yang salah SAYA
. Dll
dosa apakah saya? Sampai2 begitu banyak salah yang saya perbuat. Bahkan saking banyaknya terkadang saya juga sering pelupa yaa LUPA yang menjadi kebiasaan.
. Lupa mandi, sehari sekali udah alhamdulillah
. Lupa makan, klo gak berasa laper gak akan makan
. Lupa sampoan, klo gak berasa gatel banget gak bakal sampoan
. Lupa gosok gigi, 1hr sekali aja udah alhamdulillah
. Lupa gmn caranya manjain diri sendiri
. Lupa gmn caranya nangis karna kadang selalu berusaha pura2 kuat dan gak cape
. Lupa gmn caranya buat sabar saking banyaknya sabar
. Lupa gmn caranya tidur pules minimal 7jam full tanpa bangun tengah malam bikin susu ganti popok dll
Nikmat ini sungguh luar biasa rasanya,,,,
semoga lelahku menjadi berkah menjemput surga yang dinantikan.
Aamiin.




Membacanya kok saya sedih yah. Sedih sekaligus sebel.

Iya sedih karena saya tahu, banyaaaak banget istri-istri seperti gambaran di status itu ada di sekitar saya. 

Bangun kesiangan : salah istri

Rumah berantakan : salah istri

Masakan ngga enak : salah istri

Kerjaan rumah ngga beres : Salah istri

Pokoke suami taunya pulang ke rumah, rumah dalam keadaan bersih,rapi dan wangi.

Padahal dia ngga tau seharian si istri berjibaku ngurus anak. Yang tadinya rumah udah diberesin rapi, eh si kakak minta buatin kapal-kapalan dari kardus. Kapal jadi, adeknya minta buatin pudding. Puding dimakan berserakan. Belum sempet beresin, kakaknya minta mandi. Kelar mandiin kakak, adeknya pup, gitu terus sampe si papa pulang, dan yang dilihatnya adalah rumah berantakan. Tinggal salahin istri.

Itu baru perkara beberes rumah, belum perkara anak.

Anak sakit : salah istri

Anak jatuh : salah istri

Anak ga doyan makan : salah istri

Anak rewel : Salah istri

Ini gengges banget deh kalau ada suami macam gini.

Emangnya tuh anak, cuma anak si ibu doang, bapaknya ngapain?

Padahal saat anak jatuh, anak sakit, anak ngga doyan makan, yang pusing tujuh keliling itu ibunya. Yang ngga bisa tidur di malam hari itu ibunya.

Maka saat ada suami yang nyalahkan istri untuk kejadian itu, rasanya pengen di smekdon aja rasanya.

Saya baca di sebuah web parenting, bahwa sebuah rumah tangga yang isinya salah satu selalu menyalahkan yang lain atau keduanya saling menyalahkan adalah sebuah rumah tangga yang tidak sehat.

Ya gimana mau sehat kalau kondisinya demikian.

Ceria tidaknya sebuah keluarga itu ya tergantung istri. Kalau istri bahagia, riang maka biasanya seisi rumah juga bakal ketularan bahagia. Sebaliknya saat istri ngambek, sedih,murung, seisi rumah juga kecipratan auranya.

Ini saya ngerasain bener. Kalau saya lagi migren aja, dan ngga bisa ngapa-ngapain, rumah langsung heniiiing gitu, ngga rame. Kalau saya sehat, suami dan anak-anak heboh yang minta main kesanalah, kesinilah.

Happy mom raise happy kids.

Maka biar rumah tangganya sehat, ya emaknya juga harus sehat, tidak sering disakiti hatinya.

Karena hati seorang istri itu bakal patah saat suami selalu menyalahkannya.

Sebenarnya apa sih penyebab suami kok sering nyalah-nyalahin istri begitu?

Menurut saya penyebabnya adalah tidak adanya rasa saling memahami diantara suami istri.

Kenapa tidak memahami?


Karena KURANGNYA KOMUNIKASI

Iya, menurut saya mah semua itu bisa disebabkan salah satunya karena komunikasi yang tidak berjalan baik di keluarga.

Bayangkan kalau seharian kita udah capek masak di dapur. Pas giliran suami makan, eh ternyata rasanya kurang enak. Bukannya menyemangati istri, si suami malah nyalahin si istri “ Gimana sih ma, masa masak gini aja rasanya hambar, bisa masak ngga sih?”

Wah, kalimat suami yang demikian itu bisa bikin hati seorang istri patah berkeping-keping. Kepercayaan dirinya bias melorot sampai titik terendah.

Nah biasanya, yang sering saya lihat, si istri bakal diam saja. Mungkin dalam hatinya sedih luar biasa, tapi di permukaan ya dia diam saja. Tidak menunjukkan bahwa hal itu menyakitinya.

Karena suami ngga tau kalau perkataannya itu menyebabkan istrinya sedih, ya besok-besok bakal diulang lagi.

Kalau kebetulan si istri adalah type introvert, bisa-bisa lama kelamaan blio akan kehilangan kepercayaan diri karena selalu dianggap salah. Abis itu lama-lama dia depresi . Karena depresi dia jadi berlaku kasar ke anak. Anak jadi kurang kasih sayang. Kalau kurang kasih sayang, bisa jadi si anak jadi sosok yang kasar juga.

Happy mom raise happy kids.

Jadi, kembalinya ke anak-anak kita, ya anak-anak si suami itu juga

Makanya , saat seorang suami menyakiti hati istri, dia sudah ikut menyakiti anak-anaknya.

Karena itu buat para istri :

KOMUNIKASIkanlah perasaanmu dengan pasangan. Jangan pernah memendam perasaan sendiri.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa istri yang baik itu yang nurutan, yang ngga banyak protes, yang ikhlas terhadap apapun perlakuan suami. Well, itu Cuma di angan-angan aja .

Iya mungkin kamu bakal dianggap istri penurut, tapi kamu sedih, kamu nelangsa, maka apa artinya sebutan istri penurut itu. Kita menikah kan bukan untuk dapat sebutan istri penurut, tapi untuk hidup dengan kasih sayang bersama suami.

Karena itu, jika kamu merasa apa-apa kok kamu selalu disalahin, komunikasikanlah dengan pasangan.

Omongin apa-apa yang bikin kita sedih, yang bikin kita ga suka diperlakukan seperti apa. Kalau dikomunikasikan dengan baik tentu ngga akan ada salah-menyalahkan.

Saat istri bangun kesiangan , si suami langsung sebel, ngomel

“ Kenapa sih Mama, kok bangunnya kesiangan, papa kan jadi kesiangan juga”

Nah kalau suami marah hanya gara-gara kita bangun kesiangan, sebaiknya dijawab aja oleh si istri.

“ Iya mas, aku kesiangan, karena tadi malam boboin si kakak sampai tengah malam”

Jangan diam saja, kalau memang kita kesiangan karena begadang jaga anak ya disebutkan. Biar suami juga ngeh bahwa kesiangannya kita bukan yang disengaja, ngeh juga kalau anak kita sakit. Malah harusnya ya ajak aja dia ikut begadang sekalian, biar sekalian tau.

Pun saat anak sakit, anak jatuh, katakan bahwa kita juga sedih, jadi ngga usah nambahin perasaan bersalah lagi.

Jangan malu ngungkapin perasaan kita ke suami kalau dia nyalah-nyalahin kita, bilang bahwa kita ngga suka disalahin, biar suami tahu. Karena kadang yang namanya suami itu ngga peka hatinya.

Mereka terkadang harus distated bahwa kita marah, bahwa kita bête, bahwa kita ngga suka, karena kalau ngga ya tidak tahu.

KOMUNIKASI adalah penjembatan kesalahpahaman dan perekat hubungan suami istri.

Namun memang ngga semua kejadian saat suami marah or nyalahin kita, kita harus jawab. Ada saat-saat kita perlu diam saja.

Pernah pas Mas Teguh pengen beliin mainan buat tara. Jam udah menujukkan pukul 7 malam, trus dia nyuruh saya buru-buru ganti baju, biar toko mainannya ngga sempet tutup. Secepet-cepatnya saya ganti pakaian ya tetep makan waktulah. Bener sampe di tempat, tokonya udah tutup. Trus Mas teguh marah dan menyalahkan saya.

“ Tuh kan ade, coba tadi cepet dikit ganti bajunya kan masih keburu.

Kalau begini sih saya milih didiemin aja.

Kenapa?

Karena sebenarnya mas Teguh bukan marah sama saya. Dia hanya marah karena tokonya tutup sehingga ngga bisa beliin mainan untuk anaknya. Kan ngga mungkin dia marah sama tokonya, lagian pegawai toko juga udah ga ada. Yang ada di hadapannya ya saya, jadi saya yang dimarahin..

Jadi dia marah Karena pengen marah aja.

Kalau yang kayak gini saya diemin aja. Paling besoknya kalau udah lupa, bakal saya ajak lagi ke toko itu.

Apa artinya kita ngga boleh mengeluh?

Iya, saat baca komen-komennya,  ada yang bilang kalau ibu-ibu yang ngeluh itu ngga ikhlas. Duh. Lha gimana, masa udah ngerjain pekerjaan rumah tangga sendiri, sampai lupa makan ,lupa mandi, masih disalah-salahkan juga, kan yang ka**ret suaminya, bukan soal ikhlas ga ikhlas istrinya. Ih gemes sama yang komen.

Ngga lah moms, kita bolehlah ngeluh. Mengeluh itu kan manusiawi. mengeluh bukan berarti ngga ikhlas. mengeluh mungkin pertahanan terakhir kalau udah ngga didengerin lagi.

But, tetep menurut saya, komunikasi itu harus dilakukan

JANGAN BAPER

Yup, jadi para istri juga kadar bapernya boleh dikurangi. Karena memang ada saatnya suami tuh suka marah ngga jelas entah karena apa.

Mungkin karena banyak kerjaan di kantor, mungkin tim bolanya kalah, atau mungkin dia lagi bokek. Kalau marah model begini, udah diemin aja.


Cintai Dirimu

Iya kalau diri sendiri ngga cinta , jangan harap orang lain melakukannya.

Jadi saat kamu merasa apa yang dilakukan suami membuatmu tersakiti, bicarakan. Jika ngga bisa juga, minta bantuan konselor.

Kalau sering disalahkan suami bukan berarti kamu yang salah mutlak, jadi jangan nrimo aja kalau sampai ada kekerasa verbal.

Buat para suami di luaran sana.


Ketahuilah bahwa mengurus pekerjaan rumah itu adalah never ending story nya para istri. Jangan pernah sekalipun menyalahkan istri atas 3 hal berikut :

-rumah berantakan

- cucian belum dijemur

-setrikaan menumpuk

Kamu menikahi seorang wanita bukan seorang pembantu. Jadi seharusnya kamu menyediakan ART untuk membantu istrimu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Jika kamu tidak sanggup melakukannya, dan istrimu bersedia melakukannya, maka berterima kasihlah 100 kali lipatnya. Karena setiap penghargaan darimu sekecil ucapan terima kasihpun bakal menggugurkan rasa lelahnya.

Kemudian, jangan pernah pula kalian salahkan istri untuk hal berikut :

- Anak jatuh

- Anak sakit

- Anak ngga mau makan

Karena percayalah, orang yang paling repot saat anak kalian jatuh, sakit, ngga mau makan itu ya dia, istrimu, bukan dirimu. Jadi ngga ada seorang ibu yang ingin anaknya sakit, jatuh atau ngga lahap makannya.

Maka saat itu terjadi, saat anak sakit atau saat anak jatuh tunjukkan rasa khawatir alih-alih marah. Ambil alih pekerjaannya yang lain kalau perlu. Karena sudah menjadi hal lumrah, satu dua hari anak sakit, maka hari ketiga istrimu yang bakal jatuh sakit.

Tau apa artinya?

Yang repot ya dirimu juga nantinya. Makanya, jangan salahkan mereka.


Buat para remaja

Keluhan ibu-ibu di temlen itu menunjukkan bahwa yang namanya menikah itu ngga gampang. Dan mencari suami yang mengerti perasaan istri itu ngga mudah. Maka bagi kalian yang berencana menikah, lakukanlah wawancara singkat or Tanya-tanyalah minimal tentang pandangan-pandangan hidup blio, tanya tentang pendapatnya soal pekerjaan rumah tangga. Apakah dia yg berpikiran tugas rumah adalah tugasnya istri doang atau dia juga mau bersama-sama melakukan.

Apakah dia mau ikut urus anak atau bagi dia tugas istri urus anak, sedangkan suami fokus cari nafkah. Tanya hal-hal yang menurutmu penting biar punya gambaran menghadapinya ntar.

Ga ada jawaban salah benar. Yang ada, kira-kira kamu bisa ga kompromi dengan pandangan dan jawaban-jawabannya. Biar ga kaget aja ntar.

Penting juga memilih pasangan yang memiliki selera humor yang bagus, karena menikah itu banyak awan-awannya dek, jadi kita akan jauh lebih relaks saat bersama pria yang mudah ketawa untuk hal-hal remeh. Karena kemungkinan dia bakal gampang memaafkan kesalahan-kesalahan kecil.

Iyalah pria humoris biasanya ngga gampang marah.#uyel2Masteg.

Seperti doa si ibu di status, semoga segala yang dilakukan para ibu di dunia ini menjadi peringan langkahnya di kemudian hari. AAmiin


















Orangtua vs Kakek Nenek

Wednesday, February 8, 2017
Orangtua vs Kakek Nenek



Kalau kalian pikir kita sebagai orangtua adalah orang yang paling menyayangi anak-anak kita, kalian pasti salah besar.

Kenapa?

Karena, dibanding kita, kakek nenek adalah orang yang jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih sayang sama anak-anak kita, wahahaha.



Bener ngga?

Nanti saya kasih tau jawabannya.

Hari ini mau ngomongin soal orangtua vs kakek nenek.

Baca Punya Gesi :



Bagi kebanyakan orangtua jaman sekarang, apalagi yang suami istri bekerja, kehadiran orangtua dalam membantu menjaga anak tentu menjadi semacam penyelamat kehidupan.

Iyalah, hari gini, ninggalin anak sama ART aja bagi sebagian adalah hal yang horor dan ngga masuk akal. Kecuali saya tentunya.

Kenapa?

Karena bagi saya yah kondisinya memang ngga memungkinkan sih anak dititipin ke orangtua. Pertama karena jauh, kedua karena ibu saya bekerja, ketiga karena saya juga ngga mau. Keempat,  karena ibu saya juga ga mau jaga anak-anak saya.

( Baca : Nitipin Anak Sama ART? Ibu Macam Apa Kamu?)


" Pokoknya mama ngga mau ya ntar masa tua mama harus urus anak-anak kalian"

Duh itu ibu saya bilangnya saat saya masih gadis lho, LoL.

Bagi saya sih sah-sah aja ibu saya ngomong gitu.  Karena sebagai anak , saya juga ga pernah kepikiran buat nitipin anak-anak saya sama kakek neneknya.

Bukannya ga percaya atau gimana,  tapi biarlah mereka kalau sama cucunya yang bagian main cilukba aja.

Disclaimer,  bagi saya orangtua memutuskan mau nitipin anak sama kakek neneknya atau sama nanny atau ke daycare,  pastiah sudah dengan pertimbangan masing-masing. Jadi ga masalah samsek.


Nah sama dengan ortu yang mengalami kegalauan saat nitipin anak ke nanny or daycare,  orangtua yang menitipkan anak ke kakek nenek juga terkadang mengalami dilema ya bu ibu.

Soalnya banyak kejadian, pola asuh yang udah capek-capek diterapkan orangtua ke anak, eh bisa berantakan gitu si anak ketemu kakek neneknya.



Ini sih saya denger dari curhatan temen-temen, karena saya ngga mengalami langsung. Kakek neneknya Tara dua-duanya kerja sih, jadi palingan omanya Tara sekali-sekali doang ketemu sama cucunya, jadi ngga sampai yang intervensi gitu dalam hal mendidik dan pola pengasuhan anak.

Tapi tetap ya kadang saya suka yang bertentangan gitu dengan omanya Tara, karena ada beberapa hal dalam mengurus anak yang kami ngga bisa mencapai kata sepakat. Bedaaaa aja gitu.

Ya wajarlah ya, namanya juga oma-oma, pasti merasa pengalaman hidupnya lebih banyak jadi menganggap kita ngga tau apa-apa.

Sebaliknya, bagi kita orangtua masa kini, merasa ilmu pengetahuan kita lebih mumpuni dibanding ibu kita. ya dhalah sampai kapan ngga akan ketemu, bisa ribut terus, xixixi.

Beberapa hal yang biasanya bertentangan nih kalau di saya :

Mitos vs Fakta

Jadi ibu saya tuh dalam beberapa hal masih agak-agak suka menghubungkan sesuatu ke mitos, kalau sama saya ya ngga masuk akallah.

Misal saat Tara lahir, di usia 40 hari, sama ibu, Tara dipasangin semacam benang-benang gitu di kepala, di perut sama di pegelangan tangan dan kaki. yang masang sih bukan ibu saya, tapi tukang pijet langganan ibu. Kataya biar anaknya ngga diganggu makhluk halus.

Lha gitu tukang pijetnya pulang, dan ibu saya pulang dari rumah saya, ya langsung guntinglah, potong, kresh, selesai.

No, no barang-barang ghaib di badan anak saya.

Faktanya: biar anak ga diganggu makhluk halus ya didoain,  bukan dipakein benang-benang.

Ada juga saat Tara jatuh dari ayunan, pas saya cerita di telepon, ibu langsung suruh saya siram air di bawah ayunan. Ya ngga saya lakukan, wong jatuhnya bukan karena lantai kok.

Kadang ibu saya sempet menggumam gitu ," Dibilangin orangtua ngga percaya"



Huhuhu, ya gimanaaaa, masa kayak gituan dipercaya.

Belum lagi soal bedong, habis deh saya diceramahin gara-gara ngga makein Tara bedong sampai minimal 3 bulananlah.

Tara lepas bedong, di usia 2 minggu, Divya lebih parah, ngga saya pakein gurita sama sekali.


Dokter vs Boli-boli

Namanya aja udah aneh ya.

Jadi ada istilah orangtua itu yang bernama boli-boli. Boli-boli itu adalah kondisi anak mau pinter.

Anak demam panas, kalau kita sebagai ortu masa kini pasti otomatis bakal bawa ke dokter, atau minimal kasih obatlah, jika suhunya udah di atas 38 derajat celcius.

Nah kalau sama oma, kadang dibilang itu cuma boli-boli, ngga perlu khawatir, palingan demam karena mau pinter. Mau pinter duduk, mau tumbuh gigi, mau pinter jalan, atau mau pinter ngomong.

Anak demam versi saya : Anak sakit, bawa ke dokter

Anak demam versi oma : Boli-boli, mau pinter.

Apa lagi yaaaa, banyaklah, yang ngga boleh keluar rumah sebelum 40 hari, ga boleh termakan beras mentah, pantang lewat jemuran, ngga boleh meras baju anak keras-keras,  harus ke kompor abis pulang dari mana mana. Aaaagh  banyak banget kalau dijembrengin.

( Baca : Mitos- Mitos Seputar Bayi )

Tapi overall sih omanya Tara ngga saklek-saklek amat kayak oma-oma yang sering saya baca dikeluhkan ibu-ibu di fesbuk.

Setidaknya si oma tau tentang ASI eksklusif, tau soal MPASI setelah 6 bulan, dan beberapa hal mendasar lain. Laaaaf.



Itu baru soal mitos dan fakta,  belum soal nilai-nilai yang kita tanamkan.

👸 Tidak semua keinginan Tara harus dipenuhi.  anak boleh kecewa.  Nangis karena keinginannya ga diturutin ya boleh-boleh aja,  no problema.

👵 Cucu adalah si Putri kecil.  Kalau bisa dipenuhi kenapa ngga?. Oma paling ngga tega lihat cucunya nangis.

Untungnya ini ngga sering terjadi,  karena saya ngga segan bilang sama ibu apa yang boleh dan apa yang ngga boleh.

👸Saya masih pikir-pikir mau beli baby walker atau ngga,  karena baca-baca artikel ternyata baby walker ngga baik untuk tumbuh kembang tulang anak.

👵 Tiba-tiba omanya datang ke rumah sambil bawa baby walker pink unyu-unyu untuk cucu kesayangan.

Untuk yang satu ini saya masih mau mengalah.  Karena utuk urusan beli-beli mainan kadang saya diuntungkan sih,  hahahaha. Kan mayan kalo dibeliin oma.



Akhirnya baby walkernya sebentar aja dipake,  karena untungnya Tara lumayan cepat jalan.


Jadi, sekali lagi, perbedaan pola pikir kita dan orangtua kita memang ngga bisa dihindari.

Nah, kembali ke pernyataan saya di paragraf awal, kenapa kakek nenek itu begitu.  Kenapa mereka kelihatan jauuh lebih sayang sama cucu dibanding kita, walau sayangnya itu kadang bikin gengges ortu.

Ternyata memang ada alasannya.

Ternyata oh ternyata, hal itu disebabkan karena ada semacam misi "balas dendam" kakek nenek yang dilampiaskan ke cucunya.

Balas dendam?

Maksudnya begini, balas dendam bukan dalam arti negatif, tetapi balas dendam dalam arti yang berbeda.

Jadi, pada saat dua orang manusia berubah status menjadi orangtua, maka saat itu pula ia memiliki dua tanggung jawab sekaligus kepada anak-anaknya yaitu tanggung jawab menyayangi dan tanggung jawab mendidik.

Ya mendidik moral, kepribadian, tingkah laku, termasuk agama dan pendidikan ilmu pengetahuan.

Wooow berat ya tugas orangtua.

Makanya yang namanya orangtua dimana-mana hampir sama, walau gimanapun sayangnya sama anak, tapi tetap ada misi mendidiknya.

Jadi kalau anaknya salah ya dimarahi, anaknya nangis kejer mau minta makan permen segabruk ya didiemin, dibiarin daripada giginya rusak. Padahal dalam hati iba banget, pengen meluk si anak saat dia nangis, tapi dikuat-kuatin demi tidak kalah dengan rengekan.

Yang pasti pola pengasuhan orangtua ngga melulu isinya sayang-sayangan.

Kadang si anak harus dilarang kalah melakukan sesuatu yang berbahaya, kadang dimarahi, dicereweti, banyaklah sesuai cara masing-masing orangtua.

Nah,  saat si orangtua ini beralih peran menjadi kakek nenek, mereka ingin menebus apa yang sebenarnya ingin dilakukannya dulu yaitu pure menyayangi darah dagingnya tanpa ada tanggung jawab embel-embel mendidik.

Wajarlah si kakek nenek jadi super duper sayang sama si cucu. Jadi over perhatian,  over manjain. Karena mereka merasa ngga punya tanggung jawab mendidik. Taunya ya mereka sebagai kakek neneknya, oma opanya, eyangnya, boleh melimpahkan kasih sayang sebanyak-banyaknye ke cucu.

Makanya, saat anak kita nangis minta manjat lemari dan kita melarangnya misalnya, maka saat itulah si kakek nenek merasa perlu turun tangan menjadi Hero bagi cucunya. Dengan senang hati mereka akan menggendong si cucu dan membiarkannya menaiki lemari, yang bikin kita sport jantung, padahal niat kita melarang untuk mengajarkan anak bahwa itu bahaya , ngga boleh.

Saat anak kita nangis minta beli mainan yang kita tahu kalau di rumah bakal jadi sampah doang, maka saat itulah kakek nenek muncul dan menjadi hero again, beliin mainan demi melihat cucunya bahagia.



Iyes, di sisa usianya, salah satu kebahagiaan mereka adalah membahagiakan cucu, melihat senyum di wajah lucu cucunya, alih-alih derai air mata yang membasahi.

Jadi jangan heran ya kalau perlakuan orangtua dan  kakek nenek kepada cucunya itu berbeda.

Ya jelas berbeda karena misinya juga udah berbeda.

Jelas berbeda karena tanggung jawanya juga berbeda.

Makdarit, sebagai orangtua masa kini yang mungkin suka bertentangan dengan kakek nenek dalam hal pengasuhan, perlakuan atau dalam hal penanaman nilai-nilai pada anak, jangan buru-buru antipati dan pasang tembok pemisah.

1. Pahami Perasaan Kakek Nenek

Pahami dulu, bahwa niat kakek nenek sebenarnya simpel, yaitu tadi mau menebus apa yang dulu ngga sempat dilakukannya ke kita, anaknya.

Kemudian pahami juga bahwa mereka terkadang hanya ingin ikut berperan dalam mengasuh anak kita.

2. Komunikasi

Namun sebagai orangtua, kita jangan sampai kalah. Jangan sampai mengalah untuk hal-hal prinsipil yang memang mau kita tanamkan ke anak, karena memang ini fasenya peran kita sebagai pendidik bagi anak.

Kuncinya adalah KOMUNIKASI.

Komunikasikan ke orangtua apa yang kita mau.

Saya pernah bilang ke omanya Tara, kalau saya dan mas Teguh tidak membiasakan anak ke mall untuk bermain, padahal omanya hobi banget bawa Tara ke mall. Alasan kami simpel karena keselamatan dan keamanan Tara. Kalau diomongin baik-baik omanya ngerti kok. Yang dulunya sebulan bisa sampai 4 kali ngajakin ke mall sekarang berkurang jadi paling sebulan sekali, malah kadang 2 bulan sekali.

Gantinya?

Ya tetap bawa main Tara, tapi ke USU, lihat rusa, atau ngga ke tempat makan yang ada mainannya.

Karena untuk ukuran main ke mall itu, bagi saya pasukan yang bawa Tara harus komplit ada papanya juga, biar saya ngga deg-degan.

( Baca : Membawa Bayi ke Mall )

3. Beri Mereka Pengakuan

Bagi kakek nenek, apalagi yang usianya sudah beranjak senja, perasaan dihargai, disayangi itu penting banget, biar mereka ngga merasa ditinggalkan kita anaknya, dan biar mereka tetap merasa bahwa kita seneng kok anak kita diasuh, dijaga, diajak main sama kakek neneknya.

Sering-seringlah mengucapkan pelabelan untuk kepemilikan cucunya.

Halah belibet.

Gini contohnya: Misal anak kita bisa jalan, jangan lupa cerita ke kakek neneknya, " Wah oma, cucunya udah bisa jalan lho sekarang"

" Oma, cucunya rindu oma nih, kapan oma kesini"

" Oma, ini cucunya mau ngomong, " sambungin via telepon.

Pokoke sering-sering menyebut " CUCU OMA nih" daripada " Anakku" sebagai tanda bahwa kita ngga melupakan mereka sebagai kakek neneknya.

Begitulah ibu-ibu, jadi orangtua itu tantangannya memang buanyak dan ga mudah, hehehehehehe, apa siiiih.

Pokoke, jangan sampai perbedaan pola pikir dan pola asuh orangtua vs kakek membuat hubungan kita panas ya bu ibu.

Ingat bagaimanapun mereka dulu yang menyayangi kita dengan segenap jiwanya, sama dengan seperti saat ini kita menyayangi anak kita.

Jika ada yang masih bisa ditolerir biarlah. Kalo udah prinsipil silahkan ngobrol. Jangan ngga diobrolin tapi kita marah-marah,  yeee jangan gitu yah.

Karena cucu adalah muara Kasih sayang mereka saat ini,  Sumber bahagia di hari tuanya,  maka tak perlu merasa bersaing.

Komunikasi...  Komunikasi....  Komunikasi...

Kalau kalian gimana nih soal hubungan orangtua vs kakek nenek kepada cucu. Banyak perbedaan atau fine-fine aja, share dong.







Custom Post Signature