Setelah mupeng melihat foto-foto dan ulasan emak-emak blogger di Solo, akhirnya tiba juga giliran Medan mendapat kehormatan untuk didatangi acara sekeren Dee’s Coaching Clinic, yeaaay. Oya bagi yang belum tahu, Dee’s Coaching Clinic adalah acara yang diselenggarakan oleh penerbit Bentang Pustaka di lima kota yaitu Solo, Medan, Jakarta, Surabaya, Makasar. Kota-kota ini dipilih mewakili basecampnya pembaca Dee sekaligus mewakili geografis Indonesia. Pesertanya sendiri dipilih dari pemenang lomba review novel Dee terbaru yaitu Gelombang. Saya sendiri hadir mewakili komunitas ‘Kumpulan Emak Blogger’ yang super keren itu. Aaih makmin, makasih banget yah untuk kesempatan yang telah diberikan kepada saya.
Tidak
hanya saya, ada empat emak lain sebagai wakil KEB di acara ini, yaitu mak
Annisa Fitri Rangkuti, mak Nurul Fauziah, mak Lia Cerya dan mak Pertiwi. Kalau
dengan mak Nurul dan mak Nisa saya sudah pernah ketemu di acara Tupperware,
dengan emak yang dua lagi baru kali ini, jadi sekalian Kopdar deh xixixi.
Dari kiri ke kanan: Mak Nissa, saya, Lia,Pertiwi,Nurul |
Acara
diadakan di Hotel Santika Diandra Medan pada hari Minggu jam 9.00 pagi. Duh,
baru mau berangkat aja, anak saya Tara sudah merengek-rengek minta ikut. Rasanya
tidak tega juga melihat Tara nangis gitu, tapi acara kayak gini kan tidak
setiap hari ada, boleh lah ya saya sedikit egosi. Apalagi suami mengijinkan, ya
sudahlah Tara tinggal dulu di rumah sama papa dan wawaknya.
Saya
tiba di Santika tepat pukul 9.00 WIB, setelah isi daftar hadir, dapat gudie bag
lucu, saya pun segera ke kursi yang disediakan. Sepertinya sudah hampir seluruh
peserta hadir, sedangkan Dee sendiri lagi sarapan katanya. Ya sudlah daripada
bengong, saya dan emak lain pun langsung curi start buat futu-futu hahaha,
dasar emak narsis. Si mas panitia sampai repot menggotong-gotong banner demi
foto kece kami.
Eh
lagi, asik foto-foto, sekonyong-konyong seorang perempuan berambut cepak dan
berkacamata masuk. Ih kok kayak kenal
ya, tanpa tedeng aling-aling saya langsung samperin,
“
Mba, ika Natassa ya?”.
“
Iya “ jawabnya ramah
Hwaaaa,
langsung deh norak-norak bergembira.
“Boleh
minta foto mba?”
Xixixi,
langsung aja deh si mba saya gandeng, jepret jepret. Itu tangan saya ngga sopan
banget lho pakai peluk-peluk sembarangan.
Girang banget ketemu Ika Natassa di acara Dee. Coba, kurang keren
apalagi Ika natassa ini salah satu dari banyak penulis Indonesia yang saya
kagumi. Apalagi dia juga banker seperti saya, jadi berasa sok kenal sok dekat
gitu. Ntar saya certain sendiri deh soal Ika Natassa di postingan lain.
With Ika Natassa |
Acara
pun dibuka MC yang gokil, lumayan membuat kita-kita ketawa pagi-pagi. Sambil
menunggu Dee datang, si mba MC melempar beberapa pertanyaan buat kita,
cepet-cepatan, siapa bisa jawab dapat hadiah buku. Dan, iya…. Di sesi ini saya
dapat bukunya Claudia Kaunang karena bisa jawab pertanyaan mba MC. Hahaha,
dasar emak murahan, gitu dengar kata hadiah langsung semangat 45.
Setelah
bagi-bagi hadiah, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun muncullah dari pintu masuk,
eng ing eng.
Wih,
pertama melihat Dee langsung tersepona saya, anggun dan cantik banget. Kemarin
itu, Dee pakai cardigan panjang selutut warna maruun dipadu dengan daleman
hitam dan rok kedut warna coklat muda. Cantik banget deh , dan terlihat muda
dibanding usianya. Acara pun langsung diambil alih oleh Dee.
Eh,
saya tuh focus banget dengerin Dee ngomong, soalnya jaraknya dekat sekali, jadi
lupa foto-foto jadi maaf yah kalau fotonya sedikit. Dan siap-siap, ini tulisannya panjang bener, soalnya ini bukan review tapi menceritakan kondisi disana. Kretekin jari dulu.
Asal Muasal
Jadi
nih acara DCC ini digagas oleh Dee karena Dee merasa diluar sana kita itu
kekurangan sumber pustaka buku tentang bagaimana caranya menulis atau baggimana
sih proses kreatif penulis itu, apa yang dilakukannya, apa kesulitannya.
Kalaupun ada semacam buku panduan menulis, entah ditulis oleh editor atau
jurnalis jumlahnya masih sangat sedikit, terakhir yang diingat Dee itu bukunya
Arswendo Atmowiloto yang berjudul “ Menulis itu gampang”. Wah saya sih belum baca
bukunya, tapi jadi malah pengen nyari buku om Arswendo. Nah, . Jadi Dee itu merasa
kesulitan kalau ada yang bertanya, dan nyatanya banyak sekali yang bertanya
kepadanya bagaimana caranya menulis.Xixixi biasa ya yang namanya penulis best
seller pasti kebanjiran pertanyaan itu. So, daripada harus jawab satu-satu, dan
karena Dee dan Bentang masih punya jatah promo Gelombang untuk lima kali show
lagi, jadi deh acara ini diadakan.
Tujuannya
nanti Dee mau buat semacam buku panduan atau buku petualangan menulis yang
berisi apa-apa yang ingin diketahui orang tentang menulis. Tapi, Dee ngga ingin
ngawang-ngawang, mengira-ngira apa yang kira-kira ingin diketahui, atau kendala
orang untuk menulis, makanya Dee pengen menjaring pertanyaan-pertanyaan dari
penulis-penulis wanna be kayak saya, atau penulis yang sudah punya buku, yang
pengen punya buku, yang cita-citanya pengen punya buku yang nanti akan
dikompilasi oleh beliau. Jadi, kita-kita
ini peserta DCC adalah bahan eksperimennya Dee, wkwkwkw. Eh gpp lah ya jadi
eskperimen penulis sekelas Dee, saya mah ngga nolak.
Trus
yang membuat acara ini istimewa, karena disini kita bisa puas-puasin bertanya
sama Dee. Dee terbuka banget untuk semua pertanyaan kita. Bahkan dee berkata
bahwa “ inilah saatnya kita harus egois”. Pokoknya jangan malu-malu, jangan
ragu, jangan takut, raup keuntungan sebanyak-banyaknya, ilmu yang bisa di
dapat.
Untuk
sesi pertama Dee membuka untuk 5 penanya. Saya ngga mau ketinggalan dong, langsung
angkat tangan setinggi-tigginya, apalagi kata MC nya siapa yang paling aktif
trus siapa yang live tweet nya paling oke bakal dapat hadiah Lunch bareng Dee,
wadaaaw emak narsis langsung mupeng. Pertanyaannya banyak banget, saya rangkum
saja ya, dan ditulis tidak berurutuan.
Cerita
Dee
Dee
itu senang menulis sejak kelas 5 SD tahun 1985. Ya elaa, saya mah masih umur 2
tahun saat itu, Dee udah nulis aja.
Manuskrip pertama yang diselesaikan Dee adalah pada tahun 2000. Lama ya, iya Dee bilang ada begitu banyak
naskah yang dibuatnya namun tidak selesai. Penyebabnya Karena ia merasa kesal
dengan majalah-majalah yang memberi batasan jumlah halaman untuk penulis.
Padahal ia bukan orang yang senang dikekang, inginnya ya kalau nulis ya nulis
saja ngga usah dibatas-batasi.
Apa
Modal Seorang Penulis
Yang paling utama itu, dalam menulis seorang penulis harus
mempunya niat awal. Ini sangat penting tapi sering luput dari perhatian. Kalau Dee sendiri niat dia menulis itu untuk berbagi. Kalau
saya apa yaaa?, saya sih niat nulis karena menulis itu melegakan, hahaha yaela
cetek amat niatnya mak. Oke, lanjut. Nah setelah punya niat, seorang penulis
itu harus punya tujuan yang jelas. Mau ngapain gitu lho dengan tulisannya. Dee
cerita, kalau waktu SD itu, dia sudah punya tujuan / cita-cita bahwa suatu saat
nanti saat ia jalan-jalan ke toko buku, di rak buku itu ada buku yang
ditulisnya. Itulah yang membuat ia terus bertahan menulis.
Nah setelah punya niat dan tujuan, seorang penulis itu harus punya
ide dong yah.
Tentukan
Ide Cerita
“ Ah,ideku biasa aja nih”
“ Ah ideku tidak menarik “
“ Ah ideku pasaran, sudah banyak yang nulis”
Pernah berfikir seperti itu tidak?. Saya mah pernah banget. Tiap
hari malah, hahaha.
Tapi…,yang namanya ide itu ya memang tidak ada yang baru. There’s nothing new under the sun. Ya iyalah ya, coba
kita ingat-ingat, cerita Romeo and Juliet mah biasa banget yah idenya. Atau
Cinderella, juga idenya pasaran, sinetron kita aja banyak yang niru ide Cinderella
tapi dimodif . Jadi daripada pusing, tanamkan saja dalam hati
bahwa semua ide itu sama dan biasa.
Ide itu menjadi biasa atau luar biasa ya tergantung cara
penceritaannya.
Cara penceritaan itu juga tergantung dari angle yang dipilih
penulis untuk mengeksekusi ide yang biasa tadi. Angle atau sudut pandang akan
mengubah segalanya.
Karena itu, yang namanya penulis harus memiliki “ Kamera Penulis”.
Maksudnya tuh, kalau penulis itu melihat suatu benda atau objek, kamera bakal
langsung roll on, merekam semua yang dilihat. Semua yang dipotret oleh
kamera penulis itu masukkanlah dalam bank data yang sewaktu-waktu bisa
dikeluarkan saat dibutuhkan. Kayak di Perahu Kertas, mobil yang dinamai Fuad
itu adalah mobil temannya Dee yang ada di bank data dia. Jadi kamera penulis
inilah yang membuat angle berbeda, dengan kamera ini, penulis berlatih untuk
jadi pengamat yang baik.
Angle ini bisa dituangkan dalam prolog.
Misalnya dalam buku Dee , di KPBJ. “ Cerita ini bukan terjadi di
Indonesia”. Nah ini adalah prolog, yang sebenarnya mengajak pembaca untuk
melihat sama-sama dari perspektif penulis. Tapi sebenarnya kalau penulisnya yakin, prolog ini tidak dibutuhkan,
langsung saja memasukkan angle yang diambil penulis ke dalam cerita. Jadi ngga
perlu berlindung di dalam prolog.
Angle itu bisa dituangkan dalam kalimat pembuka. Contohnya di buku
Gelombang , diawali dengan kalimat “ Hutan dapat mengubah seseorang dalam sekali
sentuhan.”
Menurut Dee, kalimat pertama itu hal yang sangat penting. Jadi,
saat kita nulis ya nulis saja, tapi luangkan waktu kemudian untuk mengulik
kalimat pertama yang tepat. Dicari dan dipikirkan supaya dapatnya pas dan enak
banget. Soalnya kalimat pertama ini semacam preambul yang mendaratkan pembaca
untuk ikut dalam angle yang kita lihat.
Biar jelas, Dee kasih lagi nih contoh kalimat pertama yang endang
bambang, di Bab nya Alfa, Sianjur mula-mula , “ Sehari setelah aku berulang
tahun, mereka menghadiahiku kegelapan”, jedeees, kena banget yah.
Bagaimana
mendapatkan Ide yang disukai Penerbit atau pasar?
Nah ini nih masalah kebanyakan penulis pemula. Belum-belum sudah
memikirkan pemikiran orang lain, pemikiran penerbitlah, selera pasarlah,
memikirkan pendapat oranglah. Tulislah apa yang paling menarik bagi kita. Dee
menyebutnya dengan rasa gatal yang tak kunjung usai, yang kita senang banget
menguliknya, yang semakin digaruk semakin enak. Kebayangkan kalau pas lagi
gatal-gatalnya terus digaruk, mertua lewat pun ngga
nampak sanking asoynya hahahah.
Semua orang itu punya rasa gatal yang berbeda-beda. Makanya setiap
penulis itu berbeda-beda temanya, kayak Ayu Utami yang selalu mengangkat tema
politik, religiolitas dan kegilaan. Atau Djenar Maesa Ayu yang selalu
mengangkat tema seksualitas.
Jadi daripada mikirin apa nih rasa gatal yang lagi trend di
masyarakat, mending temukan rasa gatal kita sendiri. Karena begitu kita ketemu
rasa gatal itu, maka itu akan menjadi inspirasi yang tak kunjung usai.
Lalu jangan juga memikirkan trend. Kalau mikirin trend,
trend itu selalu berubah. Kayak waktu Laskar Pelangi booming, rame-rame orang
nulis tentang autobiografi novel. Saat ayat-ayat cinta Booming, berserakanlah
novel-novel ala padang pasir. Gelombang trend itu memang ada masanya. Nah itu
bukan tugas kita untuk memikirkannya, Itu sebenarnya tugas
penerbit, kalau kita ngga kepilih berarti kita memang ngga masuk gelombang
itu.
Jadi mikirnya bukan apa yang penerbit suka, tapi pikirkan apa yang
kita suka karena itu akan menjadi motivasi kuat untuk kita menulis.
Find what you love and strict To it
Takar materi yang kita punya
Misalnya nih kita punya beras sekilo, ayam 3 ekor, bisa dong kita
bikin lemper buat satu RT. Tapi kalau punyanya beras satu kilo, ayam setengah,
paling bisa buat lemper buat sekeluarga doang. Jadi kita harus bisa menakar,
ini kira-kira materinya bisa sampai berapa halaman ya. Gunakan intuisi saja
untuk menakarnya. Kalau sudah sering baca buku dan nulis
pasti tahu yah, kayak buku Gelombang itu sekitar 80.000 kata, nah kalau kita
merasa sanggupnya seperempatnya ya berarti sekitar 20.000 kata atau pengen buat
200 halaman. Dari situ baru kita tentukan target.
Tentukan target menulis
Target menulis ini tujuannya agar sesuatu yang terihat abstrak,
mustahil, ngga mungkin itu menjadi lebih konkrit, lebih relaistis. Contohnya
nih, kita mau nulis buku setebal setengah dari Gelombang deh, sekitar 40.000
kata . Nah target itu harus dikuantifikasi, maksudnya dipecah-pecah. Untuk itu
, seorang penulis itu harus punya deadline.
Tentukan Deadline
Misalnya kita menetapkan deadline, bahwa kita akan menyelesaikan
novel itu dalam 6 bulan. Nah terus ukur diri, dalam seminggu itu kita kira-kira
bisa nulis berapa hari, misal 3 hari saja bisa nulisnya. Dalam 3 hari, berarti
dalam 6 bulan kita punya waktu menulis sebanyak 72 hari . Maka tinggal dibagi
40.000 kata dibagi 72 hari, dapat angka 500 kata/hari. 500 kata itu kan
kira-kira dua halaman saja ( saya barusan menghitungnya ^_^). Aduh kelihatannya
ringan lah ya kalau cuma dua halaman perhari. Apalagi blogger kayak eikeh,
nulis 500 kata mah baru pembuka. Tapi napa sampai sekarang tetap ngga punya
buku heh, ngga malu apa sama laptop #toyor diri sendiri#. Apalagi kalau target
waktunya dimolorin, jadi setahun, berarti satu halaman dalam satu hari dong,.
Aaah keciiil xixixi.
Jadi, target yang kita buat ini bakal menganulir
ketakutan-ketakutan kita. Yang dulunya berasa gelap jadi terlihat terang
benderang, yang dulunya berasa aaaah berat banget, ngga mungkin lah bisa nulis
novel, jadi terasa dapat pencerahan ya ngga?.
Bahkan kalaupun kita sehari-hari bekerja, itu juga bukan masalah,
tinggal tentukan berapa jam bisa menulis. Masih terasa berat kurangi target
kata/halamannya, tambahkan deadline waktunya, no problem. Karena intinya bukan
berapa banyak halaman atau seberapa cepat deadlinenya tapi yang penting tulisan
ini selesai, bukan hanya menjadi angan-angan belaka. Kita punya time frame, dan
punya target menyelesaikannya. Kalau ngga , inilah yang sering terjadi,
penulis-penulis wanna be (kayak saya), yang selalu berlindung dibalik alasan “
ngga moodlah”, Ngga punya waktulah”, “ngga fokuslah” edebre
edebre edebre.
Dengan demikian, kita sudah bisa menentukan saat mulai menulis di
bulan Januari, berarti di Bulan Juni tulisan kita akan selesai. Kelak saat kita
sudah menjadi penulis professional, kita sudah bersahabat dengan yang namanya
deadline. Tapi ingat jangan menulis dengan alasan deadline.
Karena deadline ini adalah tools untuk bisa menyelesaikan tulisan. Alasan
menulis itu yah untuk berbagi, untuk mengikat ilmu, untuk melihat dunia,
whatever, tapi jangan menulis karena alasan deadline, catet.
Sumber:Instagram Dewi Lestari |
Ketika nulis muncul ide lain
Jika ide itu tentang buku yang lain, maka kita harus kembali
kepada deadline, bahwa kita harus focus ke tujuan awal. Dee sendiri mengakui
bahwa ia tidak bisa membuat dua buku secara bersamaan. Kalau ada ide lain tulis
saja entah di notes entah di laptop. Garap di lain waktu, atau setelah project
yang sedang kita tangani selesai.
Dee menghimbau bagi siapapun yang memiiliki ide setengah matang,
buku setengah matang, cerpen setengah matang, pilih satu dan komit,
kuantifikasi, jadikan ia target yang konkrit. Dan begitu kita berhasil
menyelesaikannya, maka persepsi dan attitude terhadap proyek-proyek kreatif lainnya
kan berubah. Mendadak , aaah sebetulya semua bisa ditaklukkan.
Bagaimana caranya membuat novel yang Page turner ( ini pertanyaan
guweh)
Page turner itu maksudnya, saat kita membaca sebuah karya, kita tuh
tidak bisa berhenti untuk membacanya sampai akhir.
Sebelum kesana, kita harus tahu dulu itu, sebenarnya cerita itu
apa sih?.
Cerita itu adalah rangkaian sebab akibat. Begitu kita kebalik
nyeritain akibat dulu baru sebab, maka yang tiba-tiba mengalir menjadi stuck.
Jadi, jangan dibalik. Ini sebenarnya logika, tapi kita sering luput.
Dee sendiri baru menyadarinya saat ia menulis Madre. Dulunya ia
selalu menutup bab yang belakangnya conclusive alias tertutup. Dee baru sadar
bahwa yang membuat orang tertarik untuk terus membaca adalah rasa penasaran,
habis ini apa yah habis ini apa yah. Penutup bab yang conclusive tidak
menghadirkan perasaan seperti itu. Untuk membuat cerita yang page turner, setiap
bab harus kita akhiri dengan tanda tanya.
Itu kalau ngomongin novel, kalau ngomongin kalimat, perhatikan
tiap membuat kalimat, mana yang datang duluan, sebab atau akibat. Begitu kita
rapi membuatnya sebab akibat sebab akibat, walaupun ceritanya biasa saja, tapi
orang akan terus mengikuti. Itu rumusnya.
Perlu ngga Diksi yang Indah, Yang menghanyutkan?
Kata-kata indah bagi Dee lebih banyak mengungkapkan diri penulis
daripada isi cerita. Ia lebih senang saat membaca sebuah karya, ia
ditenggelamkan dalam cerita daripada ia tahu kepiawaian penulis. Buat Dee lebih
sulit menjadi penulis yang tidak kelihatan di buku, yang begitu pembaca membaca
novel, langsung engage dengan ceritanya. Bukan “ Gila nih kata2nya bagus banget nih buat di instagaram” hahaha.
Ibaratnya bermain Puppet on the string ( bener ngga ya ini?). Permainan itu menarik
karena dalangnya ngga kelihatan. Kita cuma melihat yang terjadi pada
boneka-bonekanya. Begitu tangan dalangnya muncul imajinasi kita buyar. Begitu
jugalah penulis.
Bagaimana Fiksi Yang Bagus itu ?
Fiksi yang bagus adalah fiksi yang menggabungkan imajinasi dan
realitas. Fiksi yang bagus adalah fiksi yang
seimbang antara yang bokis dengan yang nyata, Kita tahu ini fiksi tapi ada
beberapa hal dalam fiksi itu yang kita ingin untuk menjadi real. Contohnya di
novel Partikel, bukit jambul itu tidak real, tapi begitu ditubrukkan dengan hal
yang real yaitu Kota Bogor, maka seolah-olah itu nyata.
Contoh lain adalah kopi tiwus di Filosofi Kopi. Kopi tiwus itu
fiksi. Namun saat Kopi tiwus ditubrukkan dalam cerita dengan petani kopi,
dengan espresso, dengan cafelatte, sesuatu yang memang ada, maka seolah-olah
kopi tiwus itu menjadi sesuatu yang riil. Dengan begitu
cerita punya daya samar seolah-olah riil dengan mengkombinasikan antara
imajinasi dan realitas.
Jadi tubrukkan imajinasi dengan hal yang riil.
Bagaimana membangun Karakter yang hidup?
Tipsnya, beri kebiasaan dalam tokoh kita agar manusiawi.
Contohnya seperti di “Perahu Kertas” . tokoh Kugi
punya kebiasaan menghanyutkan perahu kertas, suka kura-kura ninja, suka
mendengarkan lagu-lagu eighties. Hal-hal seperti itu akan membuat tokoh riil.
Karena kita sendiri juga seperti itu. Ini akan membuat tokoh hidup, dan membuat
realitas dan imajinasi semakin padu.
Bagaimana mengolah humor supaya terlihat
cerdas
Patokannya,
pastikan saat kita menulis itu kita pun ikut tertawa. Sama halnya saat kita
menulis hal yang sedih kita pun ikut nangis. Karena penulis itu modalnya satu
yaitu conviction, yaitu keyakinan. Untuk menimbulkan conviction
itulah diperlukan riset
Pentingnya Riset
Riset
dibutuhkan agar penulis menjadi yakin tentang apa yang ditulisnya. Kalau
penulis sudah yakin, maka pembaca pun bisa dibuatnya percaya, walaupun itu
hanya fiksi belaka.
Riset
itu ada beberapa jenis:
- Riset Pustaka : melalui buku, literature, majalah, Koran
- Internet : seperti link video, foto, berita internet
- Wawancara : dengan narasumber yang pernah datang ke satu tempat atau pernah mengalami suatu kejadian
- Datang langsung ke suatu tempat
Dimana-mana riset itu ya sama saja, seperti itu. Yang membedakan adalah conviction penulis. Dee mulai menggunakan narasumber saat menulis “ Akar”.
Sebelum-sebelumnya, seperti di KPBJ, ia sama tidak pakai riset-risetan, murni
hanya berasal pemikirannya saja. Ngga pakai riset
saja sudah keren ya tulisannya, apalagi pakai riset.
Saat melakukan riset untuk “ Akar” di tahun 2001 , Dee melakukan
wawancara dengan orang yang melakukan perjalanan yang sama dengan Bodhi. Guess
what, siapa nama yang diwawancarainya?. Namanya Budi, hahahaha, ngakak saya
dengernya. Ia mendengarkan cerita Budi, setelah selesai, sampai di rumah,
barulah Dee sadar, ada kesalahan yang dibuatnya. Bahwa yang diambil Dee dari
Budi adalah hanya cerita Budi , ia belum menjadi Budi. Maka ia kembali lagi ke si Budi, dan melakukan wawancara
dengan cara yang berbeda dari sebelumnya.
“Bud disana itu kayak apa, pohonnya seperti apa, ada pohon pisang
ngga?, tanahnya kamu lihat warna apa, Udara disana seperti apa lembab atau
gimana, bikin cepat keringetan atau ngga?”
Pokoknya ia berusaha melihat dari matanya si Budi, menggunakan
panca indera Budi. Walau itu semua sih tidak ditulis di novel. Oya, hasil riset
itu paling hanya 10 persen saja yang masuk dalam cerita. Tapi 90 % nya lagi bukanlah
sampah, itu akan menjadi modal untuk conviction si penulis, membuat yakin pernah disana walau belum pernah kesana, karena kita
sudah meminjam panca indera si narasumber.
Tentang Sudut pandang tokoh
Sudut
pandang itu ada tiga jenis
1. Sudut pandang orang pertama : Aku , Saya
Ini
yang paling gampang dan paling dekat, karena pembaca langsung menjadi aku,
langsung merasakan menjadi si tokoh. Makanya tokoh Alfa itu terasa begitu dekat
karena pakai sudut pandang aku, lain ceritanya kalau memakai sudut pandang
lain.
2. Sudut pandang orang kedua : kamu
Biasanya ini untuk menulis surat
Biasanya ini untuk menulis surat
3. Sudut Pandang Orang Ketiga : Dia, Mereka
Sudut pandang orang ketiga ini terbagi dua lagi, ada yang terbatas dan ada yang tidak terbatas. Terbatas itu contohnya, kita mengikuti sudut pandang si Putri, tapi hanya sebatas itu. kita tidak bisa berbicara tentang pikirannya si Dewi, kecuali kita berpindah menjadi Dewi.
Kalau tidak terbatas itu seperti Tuhan, ia bisa tahu pikiran orang.
Disini
penulis harus hati-hati. Kadang di fiksi , penulis memakai sudut pandang orang ketiga
terbatas tapi bisa tahu pikiran orang, kan jadi ngga match.
Setelah tahu dasar-dasarnya, nah baru kita masuk ke
bagian intinya.
Sebuah novel itu terdiri dari 3 bagian besar
- Pembuka/setting/pengenalan tokoh
- Konflik
- Penyelesaian
Porporsinya
itu setting, pengenalan tokoh, ngga harus panjang-panjang. Nah babak kedua, itu
mulai terjadi konflik, jadi babak ini yang harus banyak ditulis, harus lebih
gendut dibanding bagian lain, Bagian 2 ini, dimulai saat ia keluar dari zona
nyamannya.
Kalau di
Gelombang, bagian dua ini dimulai ketika ia pergi ke Jakarta. Katalisatornya
adalah saat ia bertengkar dengan Togu Urat.
Di bagian 2 ini, pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan. Setiap mau
ketemu jawaban, ada halangan, mau ketemu lagi ada halangan. Intinya kita
menanam pertanyaan, dan mengusahakan jawabannya. Namun dijawab salah, dijawab
salah, dijawab benar eh ternyata ada sesuatu dibaliknya, begitu seterusnya,
sampai pertanyaan itu beneran terjawab. Kalau sudah demikian lanjut ke bagian
3, penyelesaian. Makanya bagian 3 ini ngga usah panjang. Karena begitu tidak ada
pertanyaan ya sudah tidak ada yang menarik, tinggal penyelesaian.
Bagaimana teknik menyusun cerita?
Teknik setiap
orang itu berbeda-beda, ada yang buat outline, ada yang buat kerangka. Untuk
menulis cerita dengan ratusan halaman, teknik menyusun cerita itu perlu
dilakukan agar tidak kehabisan nafas di tengah jalan.
Cara
paling sederhana adalah dengan menggunakan Timeline
Seperti
kisah Bodhi pada Akar. Karena memang Bodhi itu hidupnya kronologis.1978 dia ngapain,
1990 dia ngapain, kapan dia harus sampai dimana, di tahun berapa ada kejadian
apa. Ini namanya menyusun peristiwa atau kejadian.
Tapi, masalahnya setiap peristiwa tidak selalu mengandung story. Tugas penulislah menemukan cerita itu.
Itu teknik sederhana untuk novel dengan materi yang tidak terlalu kompleks.
Ada cara lain, yaitu Mind Map
Mind map
ini dibuat per tokoh.kayak dibawah ini.
Contohnya Firas. Dibuat perkantong-kantong. Kantong profesi, kantong karakter, kesukaan, konflik dengan siapa, apa obsesinya . Dari situ bisa bercabang lagi, missal obsesi Firas itu bukit jambul. Nah dari bukit jambul ada lagi yang bisa diceritain, begitu seterusnya. Kita akhirnya malah punya bahan yang begitu banyak. Mendadak dari yang tadinya kosong, jadi mempunyai begitu banyak hal yang mau diceritakan. Dan ini sebaiknya dimulai dari sebelum menulis. Kenapa?
Karena dalam menulis, kayak yang dibilang di tadi , penulis harus punya tujuan. Jadi misalnya kita ada di A mau menuju pulau B. Nah untuk menuju ke pulau B itu, ngga cukup dipikirkan di awang-awang, tapi harus dituliskan.
Untuk itu ada cara berikutnya yaitu teknik Ciprat
Ciprat
Buatlah
pulau-pulau kecil yang menjadi peristirahatan sebelum sampai B sehingga
penyeberangan kita menjadi pendek-pendek.
Gimana kalau tidak runut ?
Ngga masalah, yang penting kita tidak berhenti. Jadi bisa saja, pulau yang ini udah terpikir yang ini belum, terus aja gitu, lama-lama cerita itu bakal tersambung dengan sendirinya.
Kalau Mentok?
Yang paling gampang untuk menggerakkan cerita adalah bukan karakter, bukan setting tapi mulailah dengan satuan terkecil yaitu adegan. Mulailah dengan adegan, karena adegan itu sesuatu yang dinamis. Dia bukan narasi. Narasi fungsinya memperlambat, sedangkan adegan/ dialog fungsinya mempercepat tempo.
Cerita yang asik adalah cerita yang mengatur antara narasi dan dialog, seperti kalau nyetir mobil, rem-gas-rem gas.
Jadi begitu mentok, kembali ke adegan, mentok kembali ke adegan. Jadi bayangkan misalnya tokoh A, langsung pikirkan apa adegannya. Jadi langsung punya pulau baru untuk mulai mengambil tenaga lagi. Yang penting cerita jangan berhenti, karena semakin lama kita berhenti, maka kecepatannya semakin turun semakin turun, makin susah untuk ngegas dan bergerak lagi.
Dee menyebut teknik ini dengan “ ciprat ciprat”.
Ngga perlu urut, pokoknya mana yang terpikir tulis, terfikir tulis, cipratan-cipratan ini lama –lama akan membentuk pulau besar.
Teknik lain, Teknik Karton
Biar
gampang, bisa kita contoh cara Dee ini, buat empat karton besar, yang mewakili
tiap babak, tempel di dinding.
Sumber : Instagram Dewi Lestari |
Post it –post it yang ditempel itu merupakan adegan-adegan. Adegan yang ditulis singkat-singkat saja, misalnya Elektra ketemu bodhi. Elektra nyetrum bodhi. Dengan menggunakan psot it-post it , cerita yang tadinya berserakan , bisa kita susun sesuka hati.
Ngga perlu nunggu tamat ngisi kartonnya baru mulai nulis, tidak mengapa mulai saja menulis sambil menemukan adegan-adegan yang bisa mengisi kekosongan.
Hwaa, sampai disini gimana nih, asik banget yah cara Dewi Lestari ngasih pemahaman soal menulis. Tapi tunggu masih panjang lho ceritanya. nanti saya lanjutkan di tulisan berikutnya yah. Tentang ide awal lahirnya Supernova, siapa yang menginspirasi Dee dalam menulis. dsb dsb Ini nulisnya nyicil xixixi. Tungguin yah.
Tapi ada yang penting nih diinfoin. Setelah acara selesai, diumumkanlah pemenang live tweet yang mendapatkan hadiah lunch bareng Dee. And...... eng ing eng, pemenangnya adalah..... yup saya sendiri hahaha. senangnya ^_^
Sampai ketemu di tulisan selanjutnya yah. disini nih
Tapi ada yang penting nih diinfoin. Setelah acara selesai, diumumkanlah pemenang live tweet yang mendapatkan hadiah lunch bareng Dee. And...... eng ing eng, pemenangnya adalah..... yup saya sendiri hahaha. senangnya ^_^
Sampai ketemu di tulisan selanjutnya yah. disini nih
Seru ya pastinya acara ini..aku lagi nunggu acara yg di Surabaya saja wes...hehehe
ReplyDeleteiya mak seru banget.jangan sampai ngga ikutan
DeleteKomplit ya mak ulasannya... hehehe. Sayang kemarin daku gak sempat ikutan.. hiks.
ReplyDeletewah sayang sekali ya mak. bagus banget acaranya
DeleteWuih ulasannya panjang bingit mbak, kram ga jarinya,hohoho...duh hepi psti ya ketemu Dee,wow keren mbak. Ohya, diakan penyanyi juga, kmren sempet nyanyi ga?
ReplyDeletengga sempet nyanyi la mak, itu aja kurang waktunya. kalau bisa pengen nambah lagi. Hahaha agk pegel juga mak. tapi nulisnya nyicil kok
DeleteDuuuuuuuh wiiiiiiiiiin....materinya banyaaaak ya, tapiiiii....aku baca sampai abiiiiis, ahahahaaaaa....materinya baguuuuus soalnya.
ReplyDeleteyang aku suka banget adalah bagian analogi gatal itu, apalagi dikaitkan dengan tren, angsung berasa jleb bacanya. Soalnya...soalnya...masih banyak penulis Indonesia, bahkan yang udah menulis banyak buku, ikut trend ini.
Tengkiuuuuu ya win atas tulisannya yang sangat bermanfaat ini. Aku bookmar deh, hihiiiii
iya ki bagus banget memang materinya. apalagi kalau dengar langsng terasa bgt energynya. tapi ini udah hampir miriplah sama kejadian disana hahaha. pake kamera penulis nih soalnya nulisnya eeeaaaa
DeleteBanyak ilmu nih.
ReplyDeleteWindi kamu beruntung sekali bisa kopdar dg beliau
iya mak arin. beruntung banget aku. Ntar kalau di jakarta, usahain ikut deh, banyak banget simpenannya tuh si Dee
Deleteakuuu baca semua bukunya dan brown. bagus banget nih coaching clinicnya, serasa kepecut pengen nulis buku yah. *kepecut doang tapi entah mulainya kapan* hehehehe
ReplyDeleteayoo nlis mak, semangatin aku juga, ntah kapan nulisnya hahaha
Deletewidih asyik kayaknya. berguru langsung sama masternya. ditunggu cerita selanjutnya.
ReplyDeleteyup langsung sama masternya itu memang beda. tunggu yah, masih kutulis. ini masih nulis ciprat ciprat, belum disusun
DeleteMbaa wiiiin. Lengkap bangettt. Aku penasaran lanjutannya. Btw, ttg post it adegan dee jelasin detail ga mba? Sama mind map yang dibikin. Penasaran euy. Nunggu lanjutannya :D
ReplyDeletehmmm, ada dijelasin la, sekalian jelasin proses kreativ saat nulis supernova. sek tak inget2 lagi yah hahaha
DeleteKereeennn abisss :)
ReplyDeletesiapa maak?? sayanya apa dewi lestarinya hahaha
DeleteBerasa ikut couaching clinicnya langsung. Berapa jam tuh Mak ngetiknya?hihihi. Makasih sharingnya ya. Komplit banget :)
ReplyDeletehahaha nulisnya berjam-jam mak, tapi dcicil kok, jadi ngga berasa berat
Delete*glek* pantes ya hasil karyanya keren2 gt, prosesnya aja mantep begitu...
ReplyDeletemakasih ya mak udah berbagi hasil coaching clinicnya... lengkap :)
*nunggu cerita selanjutnya* :)
iya mak, menedngar cara berfikirnya itu bikin ngga bisa ngomong lho.
Deletewah...mantab ulasannya....
ReplyDeleteSelamat ya Mak, kopdar bareng penulis beken...
:-)
makasi mak. iya mak mantab bener. ayo mak ikut couchingnya sumpeh ngga rugi
DeleteWah thank sharingnya. Beneran humble ya Dee itu. Respek dah!!!!
ReplyDeleteKurang lebih isi pemikiran Dee sama aku itu sama. Aku juga suka mikir gitu tiap nulis fiksi. Hahaha, sori jadi narsis.
Thank a lot for the sharing.
wah mas immanuel novelnya apa judulnya, boleh dong dikirim kesini, biar tak review hahaha
DeleteWah aku mah apa atuh ketimbang Dee. Novelku masih ecek2, masih banyak belajar, mbak. Hahaha...
DeleteWe want more... we want moreee :))
ReplyDeletebukanbocahbiasa(dot)com
bawa pom pom, joget india ^_^
DeleteKeren Maak. Lengkap euy. Nunggu lanjutannya ya :))
ReplyDeletemakasi maak. tungguin yah
DeleteWahh keren acaranya ya, terima kasih sudah berbagi info,ditunggu tulisan kelanjutannya ya,ama tulisan cerita ketemu ama kak ika natassa jg :)
ReplyDeleteLangsung bookmark...makasih ya mak win udh bagi info kece beginih...
ReplyDeletePenulis handal semacam dee pun makek yg namanya mind map...lah daku..hiks..*tutup muka ah
Tfs ya mak, :D
wahh.. review acaranya udh selesai ya mak windi,, mantap kalee ah
ReplyDeleteMaterinya kompliiit, asiik bisa lunch bareng Dee jugak :D
ReplyDeleteBerasa datang dan nyimak langsung. Lha review nya komplit gini. Maaci Mak, bookmark yak. Btw, Dee idolaku banget <3 <3 <3 Aku jadi inget belom jadi nonton film nya yg Putri Bintang Jatuh blabla itu *gak ada yg nanya*
ReplyDeleteLengkaaaappp..
ReplyDeleteMakasih banyak yah Maaakk untuk sharingnya.
Yangg nggak bisa ikutan jadi tau infonya.
Suka deh kalau ada blogger yang begini :)
Mbak, aku suka banget bacanya, meski capek tapi sarat ilmu, bergizi pula, thanks banget ya :)
ReplyDeleteOiya... selamat bisa menang tweet dan bisa lunch bareng Dee *gak kebayang senengnya
Kerreen sharingnya Mak. Nunggu share yg berikutya aahh
ReplyDeleteSalam kenal ya Mak :)
keren banget ulasannya mbak...
ReplyDeletemakasih yaa mbak sharingnya bermanfaat banget
ReplyDeleteEnak ngebaca tulisannya mbak. Klo bikin novel pasti enak bahasanya. Ringan, tepat, jelas.
ReplyDeleteKapan nih bikin novel yg siap di publikasi??? Hehe
Lengkap banget maaakk..kereenn!!
ReplyDeleteSerunya berbagiii seakan-akan kita ikut Ada disana.. Thank you *Kisss kisss*
Lagi butuh amunisi soal menulis novel nemu beginian. Makasiy sharing ilmunya yaaa. Insyaallah berkah jadi ilmu yg bermanfaat yaaa mbak :)
ReplyDeletesukaaaaaaaaaaaaaaaaa
ReplyDeletemakasi mba ulasan kerennya ... #bersemangat😍😍😍😍