Orang Pintar banyak Cara, Orang Malas Banyak Alasan

Tuesday, September 10, 2013
Orang Pintar Banyak Cara, Orang Malas Banyak Alasan

Kalau kalian sempat, sekali-kali mampirlah ke BRI di jalan Putri Hijau Medan. Kalimat di atas akan menyambut siapapun yang menginjakkan kaki ke dalam gedung berlantai tiga tersebut. Dalam satu hari saya bisa membacanya sampai puluhan kali. Dulu kalimat ini pun menghiasi tembok putih di unit kerja saya sebelumnya yaitu Tebing Tinggi.

Saya tidak bisa lebih setuju dengan apa yang terkandung di dalamnya ( ceilah bahasa guweh udah kayak vicky ajah). Bahwa hanya orang malas yang apa-apa selaluuu aja punya alasan. 

" Kok karirmu gitu-gitu terus? "
" Iya, bos saya nepotismenya tinggi sih "

" Ngerjain berkas kredit satu debitur ajaaaa lamanya minta ampun "
" Abis jaringan lelet sih, masukin data ke aplikasi jadi lama"

dst .....dst......

Ini Milikku bukan Milikmu

Monday, September 2, 2013
Tahun 2010 yang lalu saya membeli sebidang tanah beserta bangunan rumah di atasnya dengan ukuran tanah 15 m x 25 m. Cukup luas untuk hunian yang nyaman menurut saya.Rumah tersebut saat kami beli belum memiliki pagar. Maka demi keamanan, saya dan suami berencana untuk membangun pagar di sekeliling rumah. Agar tahu estimasi biaya dan titik tempat pagar dibangun, dimulailah pengukuran tanah sesuai dengan yang tertera di sertifikat tanah dan rumah tersebut. 

Saat suami mengukur bersama seorang tukang bangunan yang sedianya bakal meembangun pagar tersebut, kami dikejutkan oleh ketidaksesuaian antara sertifikat tanah dan kondisi di lapangan. Ternyata, bangunan rumah itu selama ini telah melewati batas tanah seperti yang telah dituangkan di surat tanah. Wooow panik deh saya, boro-boro mau bangun pagar, lha bangunan yag sekarang aja sudah lewat batas.Sebenarnya saya heran juga, kok selama ini yang punya tanah di sebelah ngga protes.

Tanah yang saya beli ini adalah milik nenek saya. Ketika nenek dan kakek saya meninggal dunia, anak-anaknya sepakat menjual rumah tersebut. Dan dengan banyak pertimbangan saya pun membeli rumah yang merupakan rumah masa kecil ibu saya.Sejak tahun 1970 sampai dengan saat ini tetangga kiri kanan, muka belakang tak mengalami pergeseran, sehingga disana semua saling kenal. Mungkin itulah yang menyebabkan selama ini tidak pernah ada masalah dengan bangunan rumah yang sudah masuk tanahnya tetangga.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, saya dan suami pun mendatangi tetangga rumah yang merupakan pemilik tanah sebelah. Setelah memohon maaf karena ketidaktahuan kami, suami malah meminta mereka untuk menjual sekitar 1-2 m tanah mereka agar cukup untuk membangun pagar. Syukurnya mereka mau, karena bagi mereka kehilangan satu meter tanahnya tak mempengaruhi apapun, sedangkan bagi kami satu meter itu sangat berguna . Karena sudah menganggap saudara sendiri,  kami hanya melakukan transaksi jual beli dalam selembar kuitansi yang tidak punya kekuatan hukum.


Custom Post Signature