Korupsi Temannya Setan

Tuesday, November 5, 2013

Tiba-tiba sebuah amplop disodorkan begitu saja di meja saat saya sedang sibuk mengerjakan spreadsheet untuk menganalisa pengajuan kredit seorang calon debitur.

Eh apa-apaan ini, pikir saya.

“ Ini untuk ibu, makasi udah dibantu bu” kata bapak di hadapan saya.


Beberapa waktu yang lalu si bapak mengajukan kredit sebesar Rp 2 M ke bank tempat saya bekerja dan saya yang mengerjakan paket kreditnya.

“ Wah maaf pak, saya tidak bisa menerimanya” kata saya halus sambil menyerahkan kembali amplop tersebut

“ Ga apa-apa bu, upah capek ibu”

“ Jangan khawatir pak, saya sudah dapat upah capek tiap bulan dari perusahaan “ jawab saya sambil tersenyum

“ Kalau gitu buat gantiin bensin ibu deh” Si bapak tetap keukeuh
“ Saya pakai mobil perusahaan pak, jadi minyaknya ditanggung “ Sambil kembali menyodorkan itu amplop
“ Ya sudah deh bu, ini sebagai ucapan terima kasih saya”  jawabnya belum mau menyerah

“ Kalau bapak mau berterima kasih pada saya, cukup bapak bayar angsuran tepat waktu saja setiap bulan dan jangan nunggak ya pak” Jawab saya tegas

“ Tuh lihat pak, ada CCTV disitu, kalau bapak maksa, ini namanya bapak mau menjerumuskan saya, bisa dipecat saya lho pak nerima yang beginian”

Akhirnya setelah sodor-menyodor amplop beberapa kali, amplop putih itu pun berpindah tempat dari atas meja saya kembali ke kantong si pemberi.

Kejadian tersebut tidak sekali dua kali saya alami, hampir di tiap realisasi kredit saya mengalaminya. Sebagai seorang Account Officer, indikasi suap dari calon debitur memang kerap terjadi. Walaupun kebanyakan mereka memberi setelah kredit mendapat putusan yang artinya konflik kepentingan sudah berlalu tetapi tetap saja yang namanya pemberian-pemberian seperti itu bisa digolongkan kepada gratifikasi . Hal yang sangat dilarang di tempat saya bekerja.


Apa sih suap dan gratifikasi itu?

Sebenarnya banyak yang rancu juga mengenai kedua hal tersebut. Karena sudah menjadi kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat kita untuk memberi tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan seorang petugas baik berupa barang maupun uang. Petugas apa saja. Bahkan untuk mengurus KTP yang katanya gratis pun tanpa sadar kita sering merasa tidak enak,sungkan jika tidak memberi ucapan terima kasih kepada petugas kelurahan, walaupun jumlahnya tidak signifikan.

Kembali ke pekerjaan saya sebagai Account Officer, pernah suatu saat saya mengurus surat keterangan harga tanah di kelurahan setempat. Padahal surat itu hanya berisikan keterangan harga limit atas dan bawah tanah berdasarkan data penjualan tanah terakhir yang pernah ada di daerah tersebut. Yang membuat suratnya juga saya, yang mengetik saya, hanya saja saya butuh tanda tangan dari si lurah plus stempel untuk mengesahkannya. Eeeeh sampai satu jam saya menunggu, itu surat tidak ditanda tangani juga. Alasannya banyak kerjaan lah, ada tamu lah. Akhirnya karena saya keburu waktu dan masih banyak pekerjaan lain, saya sodorkan saja selembar uang biru, dan tidak sampai lima menit kemudian surat tersebut sudah terlipat rapi dan diserahkan kepada saya. Aiiih.

Awalnya saya pikir itu hal yang biasa, namun saat saya membandingkan dengan apa yang dilakukan nasabah kepada saya, hmmm seharusnya saya tidak melakukannya.  Toh saya bisa menghindar saat gratifikasi dan suap menghampiri saya, kok saya malah melakukannya kepada orang lain?. Namun menjadi dilemma bagi saya, karena saya butuh surat itu dan kalau saya menunggu sesuai prosedur bisa-bisa saya seharian di kantor kelurahan.

Hal ini merupakan kebiasan negative yang sudah mengakar di negara kita. Padahal praktek pemberian gratifikasi dan suap yang lama-kelamaan akhirnya menjadi sesuatu yang lazim ini sangat berpotensi untuk menjadi perbuatan korupsi di kemudian hari.

Dalam riwayat Imam At-Turmudzi, Rasulullah saw bersabda, “Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap” (HR. Tirmidzi). Imam Ahmad dan Hakim juga meriwayatkan hadits: “Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantara.”

Hii ngeri, jangan sampai kita dilaknat Allah gara-gara menjadi perantara suap-menyuap atau gratifikasi itu. Jadi jangan semata-semata menyalahkan pemerintah, menuding seseorang yang melakukan korupsi atau menerima gratifikasi ataupun suap secara sepihak. Bukannya membela mereka, tetapi kita perlu tahu, bahwa tak jarang masyarakat sendiri, kita yang turut menyuburkan praktek tersebut.

Contoh kecil, saat kita ditilang polisi karena melanggar lalu lintas. Kebanyakan orang tidak mau repot. Daripada harus mengurus ke persidangan, dengan alasan tidak waktu dan malas ribet akhirnya kita memilih memberi “ uang Permintaan maaf” kepada polisi di jalan tersebut. Nah lho, berarti kita sudah menyuap si polisi, dan si polisi telah melakukan korupsi kecil-kecilan terhadap pendapatan negara. Hiyaaaaa, lingkaran setan bukan?

Nah dari kejadian-kejadian di atas, mana nih yang termasuk suap mana yang termasuk gratifikasi.

Menurut pengertiannya suap itu berarti menerima sesuatu atau janji yang dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya.

Sedangkan gratifikasi itu pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang,barang,diskon,komisi,pinjaman tanpa bunga,fasilitas penginapan,perjalanan wisata,pengobatan cuma-uma dan fasilitas lainnya ( Sumber ). 

Jadi, saat ditilang polisi itu namanya suap, karena membuat polisi tidak jadi melakukan perbuatan penilangan sesuai tugasnya. Memberi uang kepada lurah pun termasuk suap, karena membuat ia melakukan tugasnya. ( Gileeee saya sudah melakukan tindak penyuapan nih ).

Sedangkan gratifikasi, ya contohnya si nasabah saya itu, walaupun syukurnya tidak saya terima.

Suap itu dilakukan sebelum pekerjaan berlangsung, sedangkan gratifikasi biasanya setelah pekerjaan selesai, makanya sering disamarkan dengan ucapan terima kasih.

Tidak hanya di bank atau di jalanan, atau di kelurahan,kemungkinan terjadinya praktek suap dan gratifikasi bisa terjadi di institusi manapun, tak terkecuali pada perusahaan pelayanan public.

Trus apa kabar Korupsi?

Menurut Undang-undang, Korupsi adalah tindakan melawan hukum yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri / kelompok, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Suap dan gratifikasi yang dewasa ini menjadi sesuatu yang terbilang biasa-biasa saja di keseharian kita ternyata merupakan cikal bakal perbuatan korupsi di kemudian hari..

Kok Bisa?

Ya iya, entar si petugas-petugas yang terbiasa menerima suap dan gratifikasi tadi, lama-kelamaan menjadi suatu hal yang dianggap wajar. Maka saat ia memangku jabatan tertentu, bisa-bisa dengan mudahnya ia melakukan korupsi. Misalnya saat melakukan pemesanan material atau barang logistic, saat melakukan tender, dia bisa saja memenangkan kontraktor atau vendor yang memberi penawaran tertinggi yang menguntungkannya ( bukan menguntungkan perusahaan ). Trus nanti dia merasa sudah berjasa dong, memenangkan tender si kawan, akhirnya ia meminta imbalan, udah disuap di awal nerima gratifikasi lagi. Trus lama-lama, makin biasa, mulai deh naik-naikin tagihan secara tidak wajar. Harga barang A yang seharusnya Rp 1 M misalnya dimark-up jadi dua kali lipatnya. Jadi deh korupsi. Ingat, maling itu ngga terlahir jadi seorang pencuri tapi banyak hal yang mempengaruhi. Selain kebanyakan kalau ditangkap ngakunya karena terpaksa, factor kebiasaan dan pemahaman nilai-nilai moral yang salah pun menjadi pemicunya.

Selama ini kita terlalu berpatokan pada tindak korupsi yang segede gaban. Kasus Hambalang, Century, Gayus Tambunan merupakan contoh korupsi yang nyata terjadi dan diblow up media. Padahal tanpa kita sadari sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari pun kita bisa jadi adalah para pelaku korupsi itu sendiri.

Ngga usah jauh-jauh. Contoh korupsi terkecil adalah korupsi waktu. Yang paling gampang ya korupsi waktu sholat.
Ingat lagunya band Wali

“ Subuh kesiangan
Zuhur kelewatan
Ashar kerepotan
Maghrib di perjalanan
Isya kecapekan

Dengan alasan pekerjaan menumpuk, tanpa sadar kita sudah mengkorupsi waktu yang menjadi haknya sang Pencipta. Tidak hanya untuk para pekerja, bahkan ibu rumah tangga pun bisa juga melakukan korupsi yang satu ini. Kerepotan mengurus anak, masak buat keluarga, pada akhirnya kelelahan pun membuat para ibu melewatkan waktu sholat atau sholat dengan terburu-buru.

Kalau terhadap Allah saja kita berani berbuat korupsi apalah lagi terhadap manusia, terhadap perusahaan tempat kita mencari nafkah.

Jam kerja sibuk facebookan.
Saat rapat heboh BBM-an
Internet kantor  dipakai buat donlot film, donlot lagu plus lihat-lihat youtube yang lagi in
Waktu istirahat dilebihin sejam dua jam untuk belanja dan keperluan pribadi
( ambil kaca)

Yup, dari hal sepele pun, korupsi ternyata sudah menjadi menu sehari-hari kita.

Sebagai seorang muslim, tentu korupsi adalah termasuk perbuatan yang diharamkan dalam agama. Karena korupsi sama saja dengan mencuri, mengambil yang bukan haknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan.” (HR. Abu Dawud).


Muslim Anti Korupsi?

Ya seorang muslim, harusnya memiliki sikap “anti Korupsi” dalam hidupnya. Korupsi apapun, baik korupsi materil maupun korupsi non materil

Gimana caranya?

Dengan 3 M ( Kayak yang dibilang AA Gym )

  1. Mulai dari yang kecil
  2. Mulai dari diri sendiri
  3. Mulai dari saat ini

Dengan 3 jurus tadi, insyaAllah korupsi bisa berkurang di muka bumi ini.

Mulai dari yang kecil

Seperti contoh-contoh tadi. Jangan facebookan di kantor apalagi sampai menggunakan fasilitas kantor. Korupsi waktu kudu dikendalikan nih

Jangan sekali-kali memark-up biaya-biaya yang akan diklaim kantor. Contohya biaya pengobatan, biaya perjalanan dinas. Walau jumlahnya ngga signifikan tapi kalau dilakukan berjamaah akan terasa sekali pengaruhnya.

Mulai Dari Diri Sendiri

Ngga usah nunjuk-nunjuk orang, nengok ke kanan dan ke kiri. Kalau bertekad anti korupsi langsung dipraktekkan dari diri sendiri.

1.   Salah satunya dengan tidak berupaya melakukan suap atau gratifikasi lagi dengan alasan apapun termasukbiar cepat dilayani.
2.    Melaporkan jika masih ada oknum-oknum yang melakukan praktek-praktek suap, gratifikasi maupun korupsi melalui Lembaga Anti Korupsi ( KPK contohnya)

Sesuai Firman Allah SWT

“ Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika bukan mereka sendiri yang merubahnya”

Jadi kalau bukan kita, siapa lagi?

Mulai Dari Sekarang

“ Ngga akan korupsi kalau udah kaya”
Jangan sampai kita menunda-nunda niat yang ada di hati, apalagi untuk berbuat kebaikan. Kalau kita bertekad untuk menjadi pribadi yang anti korupsi ngga usah pakai syarat macam-macam sama diri sendiri. Karena kita tidak tahu sampai kapan jatah usia kita di muka bumi ini. Mulailah dari saat ini juga.

“ Demi Masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh”

Korupsi merupakan penyakit bangsa. Penyakit akut yang sebenarnya kita tahu obatnya tapi tidak mau memakannya. Karena itu sebagai seorang muslim, dengan jumlah orang hampir 85% dari total penduduk Indonesia. Jika kita bersinergi dan bersatu untuk sepakat Say No To Corruption, Muslim Anti Korupsi, Insya Allah yang namanya Korupsi bisa hilang di bumi pertiwi.





Jalan-jalan di mari yuuks
7 comments on "Korupsi Temannya Setan"
  1. Wahhhh keren nih makasih ya infonya

    kudu ikutan nih :D SUkses buat mu

    ReplyDelete
  2. Wah, calon juara lagi, nih. Sukses, Mak. :)

    ReplyDelete
  3. Makasih sudah diinfo ya Wind. Mudah2an sempet ikutan.

    ReplyDelete
  4. Good Luck Sista! :) | razattazar.blogspot.com

    ReplyDelete
  5. taraaaaaa,, keren bagnet tulisan mak TARA ni,,

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature