Tiba-tiba sebuah amplop
disodorkan begitu saja di meja saat saya sedang sibuk mengerjakan spreadsheet untuk
menganalisa pengajuan kredit seorang calon debitur.
Eh apa-apaan ini, pikir
saya.
“ Ini untuk ibu, makasi
udah dibantu bu” kata bapak di
hadapan saya.
Beberapa waktu yang lalu
si bapak mengajukan kredit sebesar Rp 2 M ke bank tempat saya bekerja dan saya
yang mengerjakan paket kreditnya.
“ Wah maaf pak, saya
tidak bisa menerimanya” kata saya halus sambil menyerahkan kembali amplop tersebut
“ Ga apa-apa bu, upah
capek ibu”
“ Jangan khawatir pak,
saya sudah dapat upah capek tiap bulan dari perusahaan “ jawab saya sambil tersenyum
“ Kalau gitu buat
gantiin bensin ibu deh” Si bapak tetap keukeuh
“ Saya pakai mobil
perusahaan pak, jadi minyaknya ditanggung “ Sambil kembali menyodorkan itu amplop
“ Ya sudah deh bu, ini
sebagai ucapan terima kasih saya” jawabnya belum mau menyerah
“ Kalau bapak mau
berterima kasih pada saya, cukup bapak bayar angsuran tepat waktu saja setiap
bulan dan jangan nunggak ya pak” Jawab saya tegas
“ Tuh lihat pak, ada
CCTV disitu, kalau bapak maksa, ini namanya bapak mau menjerumuskan saya, bisa
dipecat saya lho pak nerima yang beginian”
Akhirnya setelah
sodor-menyodor amplop beberapa kali, amplop putih itu pun berpindah tempat dari
atas meja saya kembali ke kantong si pemberi.
Kejadian tersebut tidak
sekali dua kali saya alami, hampir di tiap realisasi kredit saya mengalaminya.
Sebagai seorang Account Officer, indikasi suap dari calon debitur memang kerap
terjadi. Walaupun kebanyakan mereka memberi setelah kredit mendapat putusan
yang artinya konflik kepentingan sudah berlalu tetapi tetap saja yang namanya
pemberian-pemberian seperti itu bisa digolongkan kepada gratifikasi . Hal yang
sangat dilarang di tempat saya bekerja.
Apa sih suap dan gratifikasi itu?
Sebenarnya banyak yang
rancu juga mengenai kedua hal tersebut. Karena sudah menjadi kebiasaan yang
berlaku umum di masyarakat kita untuk memberi tanda terima kasih atas jasa yang
telah diberikan seorang petugas baik berupa barang maupun uang. Petugas apa
saja. Bahkan untuk mengurus KTP yang katanya gratis pun tanpa sadar kita sering
merasa tidak enak,sungkan jika tidak memberi ucapan terima kasih kepada petugas
kelurahan, walaupun jumlahnya tidak signifikan.
Kembali ke pekerjaan
saya sebagai Account Officer, pernah suatu saat saya mengurus surat
keterangan harga tanah di kelurahan setempat. Padahal surat itu hanya berisikan
keterangan harga limit atas dan bawah tanah berdasarkan data penjualan tanah
terakhir yang pernah ada di daerah tersebut. Yang membuat suratnya juga saya,
yang mengetik saya, hanya saja saya butuh tanda tangan dari si lurah plus
stempel untuk mengesahkannya. Eeeeh sampai satu jam saya menunggu, itu surat
tidak ditanda tangani juga. Alasannya banyak kerjaan lah, ada tamu lah.
Akhirnya karena saya keburu waktu dan masih banyak pekerjaan lain, saya
sodorkan saja selembar uang biru, dan tidak sampai lima menit kemudian surat
tersebut sudah terlipat rapi dan diserahkan kepada saya. Aiiih.
Awalnya saya pikir itu
hal yang biasa, namun saat saya membandingkan dengan apa yang dilakukan nasabah
kepada saya, hmmm seharusnya saya tidak melakukannya. Toh saya bisa
menghindar saat gratifikasi dan suap menghampiri saya, kok saya malah
melakukannya kepada orang lain?. Namun menjadi dilemma bagi saya, karena saya
butuh surat itu dan kalau saya menunggu sesuai prosedur bisa-bisa saya seharian
di kantor kelurahan.
Hal ini merupakan
kebiasan negative yang sudah mengakar di negara kita. Padahal praktek pemberian
gratifikasi dan suap yang lama-kelamaan akhirnya menjadi sesuatu yang lazim ini
sangat berpotensi untuk menjadi perbuatan korupsi di kemudian hari.
Dalam riwayat Imam At-Turmudzi, Rasulullah saw bersabda, “Allah
melaknat orang yang menyuap dan menerima suap” (HR. Tirmidzi). Imam Ahmad dan
Hakim juga meriwayatkan hadits: “Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap,
yang menerima suap, dan yang menjadi perantara.”
Hii ngeri, jangan sampai
kita dilaknat Allah gara-gara menjadi perantara suap-menyuap atau gratifikasi
itu. Jadi jangan semata-semata menyalahkan pemerintah, menuding seseorang yang
melakukan korupsi atau menerima gratifikasi ataupun suap secara sepihak.
Bukannya membela mereka, tetapi kita perlu tahu, bahwa tak jarang masyarakat
sendiri, kita yang turut menyuburkan praktek tersebut.
Contoh kecil, saat kita
ditilang polisi karena melanggar lalu lintas. Kebanyakan orang tidak mau repot.
Daripada harus mengurus ke persidangan, dengan alasan tidak waktu dan malas
ribet akhirnya kita memilih memberi “ uang Permintaan maaf” kepada polisi di
jalan tersebut. Nah lho, berarti kita sudah menyuap si polisi, dan si polisi
telah melakukan korupsi kecil-kecilan terhadap pendapatan negara. Hiyaaaaa,
lingkaran setan bukan?
Nah dari
kejadian-kejadian di atas, mana nih yang termasuk suap mana yang termasuk
gratifikasi.
Menurut pengertiannya
suap itu berarti menerima sesuatu atau janji yang dimaksudkan supaya ia berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya.
Sedangkan gratifikasi
itu pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian
uang,barang,diskon,komisi,pinjaman tanpa bunga,fasilitas penginapan,perjalanan
wisata,pengobatan cuma-uma dan fasilitas lainnya ( Sumber ).
Jadi, saat ditilang
polisi itu namanya suap, karena membuat polisi tidak jadi melakukan perbuatan
penilangan sesuai tugasnya. Memberi uang kepada lurah pun termasuk suap, karena
membuat ia melakukan tugasnya. ( Gileeee saya sudah melakukan tindak penyuapan
nih ).
Sedangkan gratifikasi,
ya contohnya si nasabah saya itu, walaupun syukurnya tidak saya terima.
Suap itu dilakukan sebelum pekerjaan berlangsung, sedangkan
gratifikasi biasanya setelah pekerjaan selesai, makanya sering disamarkan
dengan ucapan terima kasih.
Tidak hanya di bank atau
di jalanan, atau di kelurahan,kemungkinan terjadinya praktek suap dan gratifikasi
bisa terjadi di institusi manapun, tak terkecuali pada perusahaan pelayanan
public.
Trus apa kabar Korupsi?
Menurut Undang-undang,
Korupsi adalah tindakan melawan hukum yang bertujuan untuk memperkaya diri
sendiri / kelompok, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan
keuangan atau perekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang
sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Suap dan gratifikasi
yang dewasa ini menjadi sesuatu yang terbilang biasa-biasa saja di keseharian
kita ternyata merupakan cikal bakal perbuatan korupsi di kemudian hari..
Kok Bisa?
Ya iya, entar si
petugas-petugas yang terbiasa menerima suap dan gratifikasi tadi, lama-kelamaan
menjadi suatu hal yang dianggap wajar. Maka saat ia memangku jabatan tertentu,
bisa-bisa dengan mudahnya ia melakukan korupsi. Misalnya saat melakukan
pemesanan material atau barang logistic, saat melakukan tender, dia bisa saja
memenangkan kontraktor atau vendor yang memberi penawaran tertinggi yang
menguntungkannya ( bukan menguntungkan perusahaan ). Trus nanti dia merasa
sudah berjasa dong, memenangkan tender si kawan, akhirnya ia meminta imbalan,
udah disuap di awal nerima gratifikasi lagi. Trus lama-lama, makin biasa, mulai
deh naik-naikin tagihan secara tidak wajar. Harga barang A yang seharusnya Rp 1
M misalnya dimark-up jadi dua kali lipatnya. Jadi deh korupsi. Ingat, maling
itu ngga terlahir jadi seorang pencuri tapi banyak hal yang mempengaruhi.
Selain kebanyakan kalau ditangkap ngakunya karena terpaksa, factor kebiasaan
dan pemahaman nilai-nilai moral yang salah pun menjadi pemicunya.
Selama ini kita terlalu
berpatokan pada tindak korupsi yang segede gaban. Kasus Hambalang, Century,
Gayus Tambunan merupakan contoh korupsi yang nyata terjadi dan diblow up media.
Padahal tanpa kita sadari sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari pun kita
bisa jadi adalah para pelaku korupsi itu sendiri.
Ngga usah jauh-jauh.
Contoh korupsi terkecil adalah korupsi waktu. Yang paling gampang ya korupsi
waktu sholat.
Ingat lagunya band Wali
“ Subuh kesiangan
Zuhur kelewatan
Ashar kerepotan
Maghrib di perjalanan
Isya kecapekan”
Dengan alasan pekerjaan
menumpuk, tanpa sadar kita sudah mengkorupsi waktu yang menjadi haknya sang
Pencipta. Tidak hanya untuk para pekerja, bahkan ibu rumah tangga pun bisa juga
melakukan korupsi yang satu ini. Kerepotan mengurus anak, masak buat keluarga,
pada akhirnya kelelahan pun membuat para ibu melewatkan waktu sholat atau
sholat dengan terburu-buru.
Kalau terhadap Allah
saja kita berani berbuat korupsi apalah lagi terhadap manusia, terhadap perusahaan
tempat kita mencari nafkah.
Jam kerja sibuk
facebookan.
Saat rapat heboh BBM-an
Internet kantor dipakai buat donlot film, donlot lagu plus
lihat-lihat youtube yang lagi in
Waktu istirahat
dilebihin sejam dua jam untuk belanja dan keperluan pribadi
( ambil kaca)
Yup, dari hal sepele
pun, korupsi ternyata sudah menjadi menu sehari-hari kita.
Sebagai seorang muslim,
tentu korupsi adalah termasuk perbuatan yang diharamkan dalam agama. Karena
korupsi sama saja dengan mencuri, mengambil yang bukan haknya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara)
beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki
(upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah
kecurangan.” (HR. Abu Dawud).
Muslim Anti Korupsi?
Ya seorang muslim,
harusnya memiliki sikap “anti Korupsi” dalam hidupnya. Korupsi apapun, baik
korupsi materil maupun korupsi non materil
Gimana caranya?
Dengan 3 M ( Kayak yang
dibilang AA Gym )
- Mulai dari yang kecil
- Mulai dari diri sendiri
- Mulai dari saat ini
Dengan 3 jurus tadi,
insyaAllah korupsi bisa berkurang di muka bumi ini.
Mulai dari yang kecil
Seperti contoh-contoh
tadi. Jangan facebookan di kantor apalagi sampai menggunakan fasilitas kantor.
Korupsi waktu kudu dikendalikan nih
Jangan sekali-kali
memark-up biaya-biaya yang akan diklaim kantor. Contohya biaya pengobatan,
biaya perjalanan dinas. Walau jumlahnya ngga signifikan tapi kalau dilakukan
berjamaah akan terasa sekali pengaruhnya.
Mulai Dari Diri Sendiri
Ngga usah nunjuk-nunjuk orang,
nengok ke kanan dan ke kiri. Kalau bertekad anti korupsi langsung dipraktekkan
dari diri sendiri.
1. Salah satunya dengan tidak berupaya melakukan
suap atau gratifikasi lagi dengan alasan apapun termasukbiar cepat dilayani.
2. Melaporkan jika masih ada oknum-oknum yang
melakukan praktek-praktek suap, gratifikasi maupun korupsi melalui Lembaga Anti
Korupsi ( KPK contohnya)
Sesuai Firman Allah SWT
“ Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika bukan mereka
sendiri yang merubahnya”
Jadi kalau bukan kita, siapa lagi?
Mulai Dari Sekarang
“ Ngga akan korupsi kalau udah kaya”
Jangan sampai kita menunda-nunda niat yang ada di hati, apalagi untuk berbuat kebaikan. Kalau kita
bertekad untuk menjadi pribadi yang anti korupsi ngga usah pakai syarat
macam-macam sama diri sendiri. Karena kita tidak tahu sampai kapan jatah usia
kita di muka bumi ini. Mulailah dari saat ini juga.
“ Demi Masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal saleh”
Korupsi merupakan penyakit bangsa. Penyakit akut yang sebenarnya
kita tahu obatnya tapi tidak mau memakannya. Karena itu sebagai seorang muslim,
dengan jumlah orang hampir 85% dari total penduduk Indonesia. Jika kita
bersinergi dan bersatu untuk sepakat Say No To Corruption, Muslim Anti Korupsi,
Insya Allah yang namanya Korupsi bisa hilang di bumi pertiwi.
Jalan-jalan di mari yuuks
Wahhhh keren nih makasih ya infonya
ReplyDeletekudu ikutan nih :D SUkses buat mu
Wah, calon juara lagi, nih. Sukses, Mak. :)
ReplyDeletebakalan menang lg nih kayaknya :D
ReplyDeleteMakasih sudah diinfo ya Wind. Mudah2an sempet ikutan.
ReplyDeleteGood Luck Sista! :) | razattazar.blogspot.com
ReplyDeletetaraaaaaa,, keren bagnet tulisan mak TARA ni,,
ReplyDeletewah semoga berhasil
ReplyDelete