Sarapan Paling Indonesia

Saturday, June 30, 2012

Dari sekian banyak hal yang membuat saya cinta banget kerja di perusahaan saya sekarang ini adalah nemplok sana sini ke berbagai kota-kota di nusantara. Dan dari kesenangan itu, hal yang paling saya sukai adalah nginep di hotel. Bisa bermanja-manja ria, leyeh-leyeh menikmati kemewahan sesaat setelah sehari-hari ribet dengan urusan kantor, pekerjaan, dan kos saya yang yah standar abis lah. Dan yang paling mempengaruhi saya dalam menilai kekerenan sebuah hotel, bukan kamarnya, bukan pula kolam renangnya atau keramahan pegawainya. Yang paling membuat saya betah dan merekomendasikan sebuah hotel itu bagus atau tidak versi saya adalah sarapannya. Yup, menurut saya sarapan itu penting banget sebagai gimmicks menarik yang bisa ditawarkan ke tamu hotel.

Selama ini, juara sarapan paling enak adalah salah satu hotel keren di Medan, di depan Merdeka Walk. Itu hotel sarapannya, wuih enak banget dan super komplit. Mulai dari menu utama, nasi goreng, lontong sayur,bubur ayam,nasi perang, soto, dan bakso. Itu baru yang berat. Yang ringannya, ada salad, sushi, waffle, aneka roti, aneka buah, lupis, cenil, segala macam bubur mulai dari bubur sumsum, kacang ijo, ketan hitam. Dan juara dari segala juara, ada dimsumnya booo, dimsum goreng dan dimsum steam, Ah my favorit food ada semua disini. Aneka gorengan. Beughh, dengan noraknya saya betah nongkrong di restorannya dari jam tujuh sampe jam setengah sepuluh, bayangkan.


Nah hal unik yang saya temui, di masing-masing kota, hotel pasti menyediakan menu sarapan khas kota tersebut. Kalau hotel di Medan, menyediakan Lontong Medan dengan tauconya, lain lagi di Jogja, pasti ada menu gudeg, di Solo ada nasi liwet, di Bandung ada nasi kuning,karedok,batagor. Nah di Bali??? Saya ngga nemu makanan khasnya ada di counter makanan. Yang ada malah makanan Western, yang saya ga suka sama sekali.

Balik lagi ke kantor, saya dihadapkan pada kenyataan hidup. Menu sarapan saya, bubur ayam lagi bubur ayam lagi. Sering saya berandai-andai, kalau saja ada warung yang nyedian menu sarapan dari Sabang sampai Merauke pasti saya ngga bingung setiap paginya.

Saya jadi penasaran nih dengan sarapan-sarapan khas nusantara. Setelah nanya-nanya sama teman-teman saya yang tersebar dari Pulau Weh sampai buntutnya pulau Irian, saya berhasil mengumpulkan menu sarapan yang khas banget. Beberapa malah sudah jarang beredar. Yuks, ikut jalan-jalan bersama saya, sambil menikmati sarapan ala nenek moyang.

Kita start dari ujung Barat Indonesia. Kata teman saya yang di Aceh, makanan di samping ini adalah sarapan khas disana, namanya nasi gurih. Mungkin di kota lain ada juga yang menamainya nasi lemak. Namun yang membedakannya adalah di atas nasi tersebut ditaburi kelapa gongseng, sambal tauco, kuah lemak dan paru goreng. Yang bikin nikmat, karena nasinya dibungkus oleh daun pisang sehingga memberi aroma yang mengundang selera, apalagi ditambah kacang goreng sebagai kriuk kriuknya.

Selain nasi gurih, di Aceh Selatan ada sarapan khas suku Kluet bernama Rabee. Sayang saya tidak dapat fotonya. Rabee adalah daging rebus yang dicampur dengan sayur pakis yang telah dibumbui dengan rempah-rempah . Kemudian dicampur seluruhnya dengan kelapa gongseng yang sudah dihaluskan. Biar seger bisa ditambahi perasan jeruk nipis. Wah, ini sih kayak anyang kalau di Medan.

Bergeser ke kota yang berdampingan dengan Aceh, ibukota Sumatera Utara ini sangat terkenal dengan wisata kulinernya. Hanya ada dua rasa makanan di Medan, enak dan ueenak banget. Jadi kamu belum merasakan surganya makanan kalau belum ke kota saya yang sodap nian ini. Khusus sarapan, mungkin karena bersebelahan dengan Aceh, nasi gurih juga termasuk menu sarapan yang selalu ada. Disamping itu yang tak pernah ketinggalan adalah lontong Medan, Lupis dan Cenil. Soto Medan??. Walaupun sangat khas, namun menu soto biasanya lebih familiar disajikan buat makan siang.


Lontong Medan mungkin hampir sama dengan lontong Cap Gomeh kalau di Jakarta, bedanya, kalau di kota lain biasanya tambahan lauk berupa opor ayam, maka di Medan, lauknya adalah rendang dan tak ketinggalan tauco yang membuat rasa menjadi pedas. Kalau lupis dan cenil sih saya sering menemukannya juga ada di kota-kota lain, apalagi di Jawa. dari penampilan dan rasanya , jelas makanan ini pasti berasal dari Jawa. Konon Chenil itu katanya sih asli Cilacap. 

Perjalanan kita berlanjut, ke kota si Malin Kundang, Padang. Tidak usah diragukan lagi, warung makan paling enak ya warung makan Padang, namun coba kita lihat menu sarapannya. Di Padang, Lontong dan Soto menjadi sarapan sehari-hari.Perbedaan  lontong Padang dan lontong Medan terletak pada sayurnya, kalau di Medan biasanya pake sayur gulai gori/nangka kalau di Padang pakai gulai sayur pakis, perbedaan lain di kerupuk yang menghiasinya. kalau di Medan biasanya pakai kerupuk merah putih atau emping goreng, maka di Padang ada kerupuk yang sangat khas, yaitu kerupuk merah.Ambooi, sedap nian. 


Karena sama-sama tanah melayu, Palembang, Bengkulu dan Lampung  memiliki sarapan yang hampir mirip. Salah duanya yaitu Burgo dan Laksan. Terdiri dari tepung sagu yang dicampur dengan ikan. Disajikan dengan kuah santan. Kayak gulai kali ya. Karena daerah pesisir makanan khas di daerah ini hampir sebagian besar terbuat dari bahan baku ikan. Modifiksi mpek-mpek.

Nyebrang ke Pulau Jawa, Betawi punya sarapan khas yaitu Nasi Ulam. Nasi putih yang ditaburi dengan parutan kelapa yang digongseng kering pedas gurih, lalu dikasi lalap yang terdiri dari toge pendek,kemangi dan timun. Tambahannya bisa pake tempe goreng atau bakwan. Kalau pengen pedas, tinggal disiram kuah kacang.

Ada juga tahu telor, sesuai namanya ya campuran tahu sama telor yang diomlete gitu deh, disiram saus kacang. Dan tak ketinggalan soto betawi yang segar. Kata teman saya kadang ada juga yang suka makan nasi uduk campur jengkol. Ga kebayang saya, pagi-pagi sarapan jengkol. tapi pasti maknyus deh

Gambar disamping ini namanya Awug, khas Jawa Barat. hampir mirip dengan putu, hanya saja cetakan nya berebeda, pake cetakan seperti membuat nasi tumpeng. Terbuat dari tepung beras, kelapa, gula merah dan daun pandan. 

Jadi ingat saya kalau di Medan ini makanan khas Siborong Borong, namanya Ombus-ombus. Beda pulau tapi sarapannya sama aja ternyata. Kalau di Jember namanya berubah jadi Orog-orog.

Khas Sunda yang lain, namanya Nasi Tutug Oncom.. Nasi yang dicampur dengan sampuran oncom,kencur,bawang putih,cabe rawit. DImakan dengan lauk lainnya, sesuai selera.

Masih sanggup kan, baru separuh Indonesia nih. Gila, Indonesia luas banget ternyata. Berikutnya kita ke Klaten. Kota Jogja dan Solo saya lewatkan karena udah tahu semua kan ya, khas nya Gudeg dan Nasi liwet. Di Klaten itu ada sarapan yang bernama Tahu Lethok. Dimakan bersama dengan gudangan atau kalau di Sumatera namanya urap dan kerupuk. 



Masih di Jawa. Jawa Timur punya nasi Krawu khas kota Gresik. Nasi putih pulen yang disajikan dengan daun pisang disertai irisan daging sapi, jeroan, terasi dan serundeng. Enak banget deh ini, saya biasa makannya dulu sewaktu kerja praktek di Petrokimia Gresik. Kangeen.

Langsung nyebrang ya ke Pulau Madura. Nasi jagung  merupakan makanan khas disana. Terdiri dari nasi putih yang dicampur dengan jagung dilengkapi dengan sayur-sayuran seperti urap. Rasanya agak sedikit manis. Tapi jangan khawatir ada sambalnya kok kalau mau berasa pedes-pedes.

Udah di Madura, kita ke Lombok. Dan ternyata di Lombok, sarapannya ya nasi kuning. pelengkapnya sama dengan di Bandung, ada teri, lalapan dan di tambah sambal jika ingin terasa pedas. Tapi saat saya jalan-jalan ke Lombok, saya sarapan pakai nasi putih dan plecing kangkung. Ih kangkungnya itu lho, kok bisa ya enak banget, kinyis kinyis, beda sama kangkung di tempat lain. Karena konon katanya kangkung di Lombok nanemnya di air kolam. Itu kata temen saya lho.

Capek mengelilingi pulau Jawa dan Nusa Tenggara, kita meluncur ke Kalimantan. Di Kalimantan Selatan atau Banjar ada sarapan khas yang bernama Katupat Kandangan. Hampir sama dengan lontong sayur, tetapi uniknya, makanan berkuah ini lebih nikmat kalau dimakan langsung pakai tangan. Apa sebab?, karena jika dengan tangan, Katupat bisa lebih mudah diurai dan kuahnya juga lebih meresap. Diatas Katupat diberi ikan Haruan dan bawang goreng, kalau ikan haruan ngga ada, bisa diganti dengan telur itik.


Sementara itu Kalimantan Barat, kotanya si hantu Pontianak,  memiliki Sate yang sangat khas, karena disiram dengan kuah kaldu yang diaduk dengan minyak samin, namanya sate kuah. Campuran kuah kacang dan kaldu membuat lidah menari salsa, hmm Yummy. 

Melompat Ke Sulawesi, tak lengkap rasanya tanpa menyinggung Coto Makasar yang terkenal itu. Selain Coto, masakan khas Sulawesi lainnya adalah Binte yang berasal dari Poso. Berupa sop jagung, biji jagung ditambahi dengan ikan suwir, daun bawang dan bawang goreng. Rasanya gurih asin. Hmm Sehat benar kayaknya yah. 

Selain Binte aja juga Bassang, bubur jagung juga namun rasanya manis. 

Mungkin memang di Sulawesi selera masyarakatnya adalah makanan berkuah, karena di Palu pun, yang disukai untuk sarapan adalah Sop Kaledo, yaitu sop kaki lembu Donggala.

Selain makanan di atas, ada juga sarapan khas Sulawesi yang sudah mulai jarang dimasak orang yaitu La'Nya'. terbuat dari sagu yang dikeringkan menjadi tepung kemudian dicampur dengan kelapa parut yang masih muda. Trus semuanya dicampur jadi adonan, dipipihkan kaya mau  buat pizza. Kemudian diatasnya ditaburi gula merah , lalu digulung seperti mau buat dadar. Nikmat disajikan dengan teh atau kopi.


Wah ngga kerasa kita sudah sampai di ujung kepulauan Indonesia.Kita akhiri, perjalanan kita dengan menikmati sarapan Papeda khas Papua. Papeda terbuat dari sagu yang disiram air panas, biasanya dimakan dengan ikan kuah kuning. Sebagai pelengkap bisa ditambahi sayur kangkung atau daun pepaya. Rasanya tawar. Cara makannya nih yang unik. Harus dihisap, ga bisa dikunyah, soalnya mirip bubur bayi gitu sih ya.

Hwaaa, dah selesai nih keliling Indonesianya. Gimana? udah kenyang atau tambah laper. Sebenarnya itu masih sebagian yang saya tahu, masih banyak lagi sarapan khas nusantara yang tidak saya sebutkan. Karena keterbatasan saya tentunya. Kamu silahkan tambahkan sendiri sarapan khas daerahmu yang belum sempat saya ulas. 

Nah kalau sudah begitu, rasanya cintaaaa banget sama Indonesia. Kalau sarapan saja sudah begitu menggoda apalagi menu makan siang dan makan malam ya??. Hmm , tampaknya saya harus sering-sering minta dinas ke daerah-daerah nih.

Baiklah, selamat sarapan penduduk Indonesia.



Gambar dari berbagai sumber.
Artikel ini dari berbagai narasumber dari Sabang sampai Merauke. Special thanks to Warga BAW yang dengan antusias menginformasikan sarapan khas daerah masing-masing.Juga warga BRI yang tersebar dari ujung Sumatera sampai Irian Jaya.






Akhirnya Tiba Juga


Dan salah satu hasil ke ge-je-an saya selama ini akhirnya tiba dengan selamat di depan pintu rumah. Hampir sebulan sejak pengumuman , kirain penyelenggaranya udah lupa sama saya. Sayang saya lagi di Jakarta, jadi yang menyaksikan momen bersejarah itu adalah suami saya, halah. 

Sebuah mesin cuci merk Samsung, hadiah dari kompetisi "Molto mencari ayah romantis" yang saya ikuti beberapa waktu lalu. Jadi ini lomba sharing cerita mengapa suami kita pantas kita sebut romantis. Jangan tanya seberapa romantis suami saya ya?. Yang pasti juri menilai cerita saya layak menang, horeeee. Alhamdulillahi rabbil alamin.

Kebetulan banget nih, suami saya baru ulang tahun tiga hari lalu, ga perlu beli hadiah lagi :). Harapannya sih kemarin bisa menang hadiah utama berupa jalan-jalan ke Paris, ternyata belum layak. Gpp, dapet mesin cuci aja senengnya bukan main. Sekarang ngga perlu ngelaundry tiap minggu. Udah bisa nyuci di rumah sendiri. 

Saya ngga nyangka lho ternyata hadiahnya benar-benar dikirim dari Jakarta, kirain ada perwakilan di Medan gitu. Mana masih dipetiin lagi. Bikin penasaran. 

Nah ini dia si tersangka, udah nangkring di dapur. Selamat mencuci suamiku sayang. And happy Birthday.



Terima kasih Molto. Semoga makin jaya

I'm a Quiz Hunter


Akhirnya tiba juga masa saya bosen bersosmed ria. Jadi males nulis status di FB, males twitteran, pokoknya males aja. Tapi saya ngga punya kerjaan lain. Kalo lagi bengong, buka hape ujung-ujungnya pasti ngeliat tweet,liat fb aaargh, kurang kerjaan banget saya.  And karena kurang kerjaan itu, akhirnya saya jadi cari kerjaan lain, Tuh FB saya pantengin satu-satu iklan yang berbaris di sebelah kanan. And yippie, saya punya kerjaan baru. Yup ikut macem-macem kuiz.

Jadi sekarang, tiap hari saya klak klik setiap iklan yang ada. Like semua page yang ada. Dan, ikutan kuiz yang diadain mereka. Sampai saya menulis artikel ini, saya udah ikutan hmm…… berapa kuiz ya. Nivea,Vaselin,Rexona,Nescafe,Dulux,Daihatsu,BCA,Telkomsel. Parah, bener-bener efektif dah waktu yang saya punya sekarang. Dan setiap kuiz selalu mensyaratkan terpampangnya sebuah foto. Nah saya punya kerjaan tambahan satu lagi. Foto-foto geje setiap pagi.

Diluar kenarsisan saya dengan ikut kompetisi, kuiz atau lomba itu, saya rasa bagus banget tuh cara produk-produk tersebut mengiklankan diri. Minimal yang mau ikut kuiznya harus nge-like, udah gitu kan kita mau ngga mau jadi baca produknya mereka.  Teknik marketing yang murmer.

Semoga saya beruntung deh , nyangkut satu dua hadiahnya. Kalo ngga ada yag menang??.
Ya cari kuiz yang lain lagi :))

Jilbab, Hati atu Fisik?

Thursday, June 28, 2012
Mana lebih penting jilbabi hati dulu apa jilbabi fisik?

Ini hanya cerita tentang awal mula aku memutuskan mengenakan jilbab. Just sharing aja.

Aku memutuskan membalutkan hijab menutupi auratku saat usiaku menginjak usia tujuh belas tahun, kelas dua SMA. Masa-masa puber yang sangat menggelora. Gelora hura-hura, senang-senang dan gelora khas remaja yang menginjak usia ingin diakui sebagai insan yang beranjak dewasa.

Aku berjilbab tanpa dasar ilmu yang cukup. Aku hanya tahu jilbab itu wajib,Titik. Aku tidak tahu etika berjilbab yang baik bagaimana, wanita muslimah yang baik itu seperti apa,aku tidak tahu sama sekali. Bagiku yang penting saat itu aku menutup auratku. Jadi walaupun berjilbab aku tetap pacaran. Yah saat itu aku tidak mengerti hukum pacaran dalam Islam. Aku hanya mengerti kalau pacaran dilarang karena dapat mengganggu sekolah karena jadi tidak konsentrasi belajar, itu saja. Sama sekali tidak tahu bahwa itu dilarang agama. Tidak tahu bahayanya dan tidak mau tahu.

Dengan ilmu yang sangat minim itu aku pun nekad berjilbab. Jilbab pertamaku hanya dua biji. Warna putih dan biru sesuai dengan warna seragam sekolah. Alasan utamaku berjilbab salah satunya karena aku merasa lebih cantik kalau mengenakan jilbab. Selain itu untuk menutupi tubuhku yang terkesan kurus. Di samping itu karena di kelasku hanya ada dua orang cewek muslim, aku ingin terlihat berbeda dengan jilbabku.

Kelakuanku setelah berjilbab dan sebelum berjilbab tidak ada bedanya. Aku masih suka kumpul bareng cowok-cowok di kelas. Masih suka teriak-teriak. Masih suka tertawa ngakak, dan belum bisa menjaga pandangan.

Sampai suatu hari saat pelajaran agama Islam di kelas, seorang teman bertanya pada guruku,

"Bu,mana lebih baik,cewek yang berjilbab tapi akhlaknya tidak baik atau cewek tidak berjilbab tetapi akhlaknya baik"

Terus terang pertanyaan itu sangat menohok hatiku. Karena di dalam kelas itu hanya aku yang berjilbab, sedangkan yang lain belum mengenakan jilbab. Pertama mendengarnya aku emosi. Aku merasa pertanyaan itu ditujukan untukku. Yah karena teman cewekku yang lain memang lebih kalem dan lebih santun dibanding aku.

Namun untunglah jawaban bu guru menenangkanku. Sejatinya seorang perempuan itu wajib menutup auratnya terlepas dari bagaimanapun akhlaknya. Seharusnya seorang wanita yang sudah berjilbab harus lebih memperhatikan kelakuannya. Menjaga dan memperbaiki akhlaknya setiap saat. Tidak boleh menjadikan hal yang satu untuk menunda berjilbab, termasuk alasan menjilbabi hati dahulu baru kemudian jilbabin fisik. Itu hanyalah akal-akalan orang yang belum siap menutup auratnya saja. Entahlah

Sejak itu aku mulai mengurangi kebiasaanku berteriak-teriak di kelas. Beberapa teman ada yang bilang bahwa aku berubah, jadi ga asik lagi. Hihihi akhirnya aku mulai sedikit kalem walau belum bisa dibilang santun.

Di samping itu berjilbab membuat penampilan menjadi praktis. Kalau dulu aku setiap pagi heboh mengeringkan rambut agar penampilan ☀☺Ќξ²☀;) .., sekarang tidak perlu lagi. Cukup selembar kain segiempat yang menutup kepalaku, hanya dikancing di bawah leher, hup aku sudah selesai berpakaian, sesimpel itu. Siapa bilang pakai jilbab ribet ?.

Hanya saja setelah mengenakan jilbab, ada beberapa kegiatan yang tidak bisa kuikuti lagi. Seperti ekstrakurikuler yang kupilih yaitu tari. Saat itu sekolahku akan mengadakan pentas seni untuk merayakan hari pendidikan nasional. Aku yang sedianya menjadi salah satu penari utama di perayaan tersebut terpaksa rela melepaskan acara itu. Awalnya guru tariku membujukku untuk melepas jilbab khusus untuk pentas tersebut. Karena tari yang akan kami bawakan adalah tari sunda berpasangan. Dimana kostumnya mengenakan kebaya yang terbuka di bagian bahu. Tentu saja aku menolaknya, aku ingin tetap menari tapi dengan memakai jilbab. Guruku tidak mengabulkan permintaanku. Akhirnya kuputuskan untuk mengundurkan diri dari acara tersebut.

Sebenarnya aku sedih sekali, karena sudah latihan selama sebulan lebih untuk pentas akbar tersebut, tapi ya hidup adalah pilihan.

Memang setelah mengenakan jilbab, banyak kegiatan yang harus aku lepas dan batasi. Seperti misalnya olahraga. Aku yang sangat suka berenang terpaksa menahan diri untuk tidak sering-sering berenang. Kalau sudah kebelet pengen berenang, aku harus memakai baju renang khusus muslimah dan mencari waktu selang yang sepi. Seiring semakin banyaknya pelajar yang berjilbab, maka sekolahku memberikan hari khusus untuk kegiatan berenang para muslimah berjilbab. Alhamdulillah selalu ada kemudahan.

Kendala lain yang pernah kualami, saat hendak berfoto untuk kepentingan ijazah kelulusan. Syarat pasfoto yang diminta adalah harus kelihatan telinganya. Sampai sekarang aku tidak tahu apa korelasi antara telinga dengan syah nya sebuah ijazah.

Pada hari yang ditentukan didatangkanlah seorang photografer ke sekolah untuk mengambil foto para siswa dan siswi. Foto digelar di halaman sekolah. Aku dan teman-teman berjilbab lainnya bersikeras tidak mau difoto tanpa jilbab. Namun keinginan kami tidak dikabulkan. Pihak sekolah hanya memberi dispensasi kepada kami, berupa izin untuk tidak ikut sesi foto massal. Kami diberi ruangan khusus untuk berfoto. Tapi tetap harus membuka jilbab. Apalah daya akhirnya foto yang terpampang di ijazah SMA ku adalah foto tanpa jilbab. Miris

Dulu saat aku pertama kali berjilbab, begitu banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi. Namun seiring waktu,jilbab semakin diterima masyarakat kita. Bahkan sekarang sudah seperti trend. Dari mulai desa sampai kota, menjamur wanita-wanita berjilbab. Mulai dari pekerja kantoran sampai artis pun banyak yang sudah menyadari kewajiban menutup aurat. Semoga ke depannya aku dan semua wanita tetap istiqomah dengan pilihan jilbab ini. Bukan sekedar trend sesaat atau ikut-ikutan belaka. Pun demikian dengan wanita-wanita yang memutuskan untuk menjilbabi hatinya dahulu baru kemudian menjilbabi fisiknya, semoga hatinya segera terjilbabi. Amin

Cinta Sejati Akan Selalu Menemukan Jalan

Sunday, June 24, 2012


Judul Buku      : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit   : 2012
Ukuran             : 512 halaman, 20 cm
Harga              : Rp 72.000,-
ISBN               : 978-979-22-7913-9
Genre              : Novel Dewasa

“Jika kita buang air besar di hulu Kapuas, kira-kira butuh berapa hari kotoran itu akan tiba di muara sungai,melintas di depan rumah papan kami?
Pertanyaan aneh yang keluar dari mulut seorang bocah kecil bernama Borno. Mungkin kita semua pernah mengalaminya, dimana saat kanak-kanak, begitu banyak pertanyaan berseliweran di otak. Hal-hal tidak masuk akal yang membuat orang yang ditanya kehabisan kata, jengkel dan geleng-geleng kepala. Namun dari semua pertanyaan, tidak ada yang bisa mengalahkan tentang pertanyaan yang satu itu, apalagi kalau bukan soal cinta. Itulah pertanyaan besar dalam hidup Borno.
Borno adalah yatim dari seorang nelayan. Tersengat ubur-ubur kabarnya.  Di lorong rumah sakit, Borno terduduk seorang diri,menatap kosong ke segala arah.Seorang gadis kecil berdiri di depannya dengan pandangan kuyu, sekuyu dirinya. Terhanyut dalam diam, sampai kabar tak masuk akal itu di dengarnya. Sebelum jantungnya berhenti berdetak, ayahnya menyetujui untuk mendonorkan jantungnya kepada seorang pasien gagal jantung yang telah lama menunggu donor namun belum juga mendapatkannya. Umurnya dua belas tahun saat itu, ia tidak pernah tahu, apa yang membuat ayahnya meninggal dunia, sengatan ubur-ubur atau pisau bedah dokter.
Setelah kematian ayahnya, hidup Borno berlanjut. Selepas SMA ia bekerja di sebuah pabrik karet,pekerjaan yang tidak disukainya.” Semua pekerjaan baik”, kata ibunya. “ Aku tahu bu, tapi tidak semua pekerjaan itu bau”. Bukan karena bau ia meninggalkan pekerjaan pertamanya, harga karet yang terjun bebas membuat pabrik gulung tikar, Borno pun berganti pekerjaan menjadi penjaga palang masuk di kapal Feri. Namun ternyata Feri adalah musuh tiga turunan keluarganya. Bang Togar yang merupakan teman dekat almarhum bapak menentang keras pekerjaan itu. Ia diberi ultimatum satu bulan untuk meninggalkan pekerjaan itu. Diboikot oleh pengemudi sepit atas perintah bang Togar, Borno pun menjalani pekerjaannya. Namun akhirnya,ditinggalkannya juga kapal Feri tersebut, karena ada uang haram terselip di antara gaji bulananannya. Setelah itu ia bekerja serabutan, mulai dari menjaga warung Cik Tulani, sampai membantu tetangga mencari kucing yang hilang.
Hingga, suatu pagi, Borno memulai pekerjaan barunya, pekerjaan yang membawa banyak kisah, termasuk bertemu dengan kisah cinta sejati-salah satu pertanyaan terumit selain berapa lama waktu yang diperlukan kotoran berhiliran dari hulu Kapuas hingga ke muaranya di laut Cina Selatan.
“Jangan pernah jadi pengemudi sepit Borno”
Wasiat ayah dilanggarnya. Borno akhirnya resmi menjadi pengemudi sepit, sebuah perahu kecil yang biasa disebut sebagai ojek perahu yang menghubungkan tepi Kapuas satu ke tepi yang lain.
Hari pertama ia menjadi pengemudi sepit, seorang gadis berbaju kurung kuning berpayung merah duduk manis di atas sepitnya. Sepeninggal gadis tersebut, sebuah surat bersampul merah, di lem rapi dan tanpa nama tertinggal di dasar sepitnya. Alamak, inilah asal muasal seluruh cerita. Tanpa membuang waktu Borno segera mencari gadis berbaju kuning tersebut. Yayasan tempat gadis itu mengajar dijambanginya, kejar-kejaran dengan boat fiberglass di sungai Kapuas demi menemui di gadis. Saat matanya tertumbuk ke si gadis, hatinya mencelos kecewa. Disana di tepi sungai Kapuas, seorang gadis peranakan cina sedang membagi-bagikan angpau persis seperti yang ada di tangannya.
“ Abang Borno mau angpau?”. Sepenggal kalimat dari si gadis menjadi pembuka cinta bersemi di hati Borno.
Pertemuan-demi pertemuan yang memang sengaja diciptakan Borno membuat ia semakin dekat dengan si gadis. Mei, nama yang baru diketahui Borno di pertemuan yang entah sudah ke sekian kali dengan sebuah insiden kecil akibat kegugupan Borno membuat lelucon tentang nama-nama bulan yang sering dijadikan nama orang.
Suatu pagi, Mei meminta Borno mengajarinya mengemudikan sepit, namun malang , pagi yang dijanjikan itu pula Pak Tua-orang yang sudah dianggap Borno sebagai pengganti ayahnya- sakit keras dan membuat Borno lupa akan janjinya. Padahal itu adalah hari terakhir Mei di Pontianak, ia harus kembali ke Surabaya tempat tinggal keluarganya. Itulah perpisahan pertama Borno dan Mei.
“ Cinta itu macam musik yang indah. Cinta sejati akan membuatmu tetap menari, meskipun musiknya telah lama berhenti”
Sepenggal nasihat pak Tua membuat Borno tetap tegar melewati hari-hari dilanda kerinduan kepada Mei.
“ Tetap semangat abang “
Ditambah lagi pesan Mei, membuat Borno semangat melanjutkan hidupnya. Tak dinyana ternyata ia memiliki bakat dalam hal permesinan. Berbekal uang hasil penjualan sepitnya dan hasil penjualan rumah ayah Andi-sahabat karibnya sekaligus partner bisnis- ia pun memulai usaha bengkel. Jatuh bangun usahanya termasuk penipuan mulai dari awal pembukaan bengkel tidak membuat Borno menyerah. Hingga akhirnya Mei menginjakkan kaki kembali ke Pontianak.
Namun tampaknya, kisah cinta Borno harus menghadapi badai. Di tengah-tengah cerita, muncul seorang dokter cantik bernama Sarah. Kehadiran Sarah menguak rahasia selama bertahun-tahun, ditambah sikap ayah Mei yang tidak bersahabat dengan Borno.
“ Kau dan Dia hanya akan saling menyakiti” peringatan ayah Mei membuat Borno bertanya-tanya.
 Tak lama setelah itu, Mei pun pergi meninggalkan Borno tanpa alasan.
“ Maafkan aku abang, sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi “.
Ada apa sebenarnya?, Siapa Sarah?, dan kenapa ayah Mei berkata seperti itu?, Apakah ada hubungannya dengan angpau merah tersebut ?.
Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah, sebuah novel dengan kearifan lokal yang kental. Dengan gaya bahasa yang ringan tanpa membuat kening berkerut ditambah lagi sempilan komedi yang membuat kita terbahak, membuat novel ini kaya rasa kaya makna. Bohong, kalau ada yang mengatakan ini novel kisah cinta. Novel ini lebih dari sekedar kisah kasih dua anak manusia.
Seperti biasa Tere Liye selalu membeberkan sisi lain dari sebuah cerita. Kekeluargaan, ketulusan, sikap pantang menyerah tersampaikan dengan jelas tanpa kesan menggurui. 
“ Tidak ada yang akan memecat kau hari ini. Seluruh pegawai bengkel ini adalah keluarga bagiku. Andi, bapaknya Andi, kau, montir lain, semuanya keluarga. Membiarkan kau mendekam lebih lama di sel dingin itu saja aku tidak tega, apalagi memecat kau.”
Saat membaca bagian ini saya sungguh terharu. Membayangkan bagaimana rasanya menjadi Lai, montir bengkel yang dianggap keluarga sendiri oleh bosnya, bahkan setelah berbuat kesalahan masih diberi kesempatan. Andai saja para atasan membaca buku ini, mereka harus belajar lebih banyak lagi tentang memenangkan hati pegawai dan membuatnya loyal seumur hidup.
Tidak melulu soal cinta, kisah persahabatan Borno dan Andi pun turut mewarnai kisah di novel ini.
“ Habiskan masa-masa sulit kau dengan teman terbaik, maka semua akan lebih ringan. Hanya teman terbaiklah yang nekat mengerjai kau sampai sebegitu, karena dia percaya kau tidak akan benar-benar marah padanya”
Ampuh sekali pesan pak Tua, saat Borno begitu kesal pada Andi karena Andi membohonginya dengan mengatakan Mei sudah kembali disaat Borno benar-benar merindukannya.
Namun bukan Borno namanya kalau tidak membalas perbuatan Andi. Beberapa hari kemudian ia pun balik mengerjai Andi dengan menyuruh Andi memborngkar mesin vespa seorang pejabat yang telah diwanti-wanti ayah Andi, agar jangan disentuh sedikitpun. Tak pelak, Andi pun terpaksa mengungsi dari rumahnya karena bapaknya mengamuk padanya.
Sama seperti di novel-novel sebelumnya, Tere Liye selalu berhasil menampilkan tokoh –tokoh di tulisannya dengan karakter yang kuat. Kalau dalam “Bidadari-Bidadari Surga”, ada kak Laisa yang sangat menginspirasi, maka di novel ini Pak Tua adalah karakter yang sungguh mempesona. Banyak quote-quote yang keluar dari mulutnya membuat kita mengangguk-angguk setuju, terdiam , dan tersadar akan kebenarannya.
“ Borno, jangan pernah menilai sesuatu sebelum kau selesai dengannya, mengenal dengan baik”
Nasehat Pak Tua saat Borno mempertanyakan sikap ayah Mei yang tak bersahabat.
“ Cinta adalah perbuatan, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi”
Menohok,  sering kita mengumbar kata cinta berulang-ulang pada seseorang yang bertahta di hati, namun terkadang kita lupa, bahwa satu perbuatan kecil lebih berarti dari ucapan yang bertubi-tubi.
Selain tokoh Pak Tua, karakter lain turut memperkaya keseluruhan jalan cerita sehingga tidak monoton berpusat di tokoh utama. Koh Acong, pemilik toko kelontong berdarah Tionghoa, Cik Tulani si pemilik warung makan berdarah Melayu, dan tentu saja bang Togar dengan perangainya yang meledak-ledak. Namun ternyata di balik wajah sangar dan suara kerasnya, bang Togar berhati lembut. Bahkan ia memberi tips-tips kencan pertama kepada Borno
Yang pertama, Jadilah diri sendiri, kau tak perlu bergaya seperti anggota grup musik ternama. Cukup jadilah diri sendiri, Borno,seorang pengemudi sepit. Tips kedua, Jadilah pendengar yang baik, wanita manapun suka itu. Yang ketiga, pusatkan perhatian pada dirinya. Dia,dia, dan dia, itulah topik kau sepanjang hari, bahkan bila perlu kau puji sol sepatunya.Yang terakhir, yang paling penting, penutup. Katakan bahwa kau senang menghabiskan waktu bersamanya, bilang bahwa ini jauh lebih hebat dibanding mengantar Gubernur Kalimantan Barat menyeberangi Kapuas.
“ Aku belum pernah mengantar Gubernur bang “ Potong Borno.
Disini saya tergelak melihat reaksi Borno diceramahi bang Togar yang super galak. Apakah Borno berhasil mempraktekkan saran bang Togar??.
Hmm tampaknya kamu harus bersabar membacanya sampai akhir.
Hal yang paling menarik dari karya Tere Liye kali ini adalah setting tempat cerita yang tidak biasa. Kalau Jakarta, Jogja, Bali, Surabaya sudah biasa diangkat menjadi latar, maka kali ini kota Pontianak dengan segala keunikannya tersaji apik menyatu dengan kisah cinta Borno dan Mei.
Novel-novel yang pernah saya baca dengan setting lokasi yang kuat adalah novel karya Sidney Sheldon, Jhon Grisham dan Paulo Coelho. Membacanya, kita seperti ikut melihat, menyaksikan dan berada di dalam suasana yang diceritakan. Pun di novel Tere Liye kali ini.
Pontianak adalah kota yang dibelah oleh sungai terpanjang di Indonesia dan dilewati oleh garis imajiner terpanjang di dunia. Tapi daya tarik kota ini tidak cuma terletak pada fakta geografisnya. Sejarah kota Pontianak diinformasikan secara mengalir oleh Tere Liye.
Saya jadi tahu bahwa kata Pontianak berasal dari nama hantu yang ditemukan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada tahun 1771. Kuntilanak ( atau Puntianak dalam bahasa melayu ), hantu wanita legendaris yang dicirikan dengan rambut panjang, gaun putih, dan tawa melengking. Pemuda tersebut kemudian mengusirnya menggunakan meriam. Bola besi yang ditembakkannya jatuh persis di persimpangan antara sungai Kapuas dan Landak, kawasan subur yang kemudian berkembang menjadi kota Pontianak.
Pemukiman tumbuh, pusat kekuasaan baru lahir. Syarif Abdurrahman menjadi Sultan. Dia mendirikan mesjid jami dan Istana Kadriyah, lalu membawa Pontianak jadi salah satu pusat ekonomi di Kalimantan bermodalkan  sistem transportasi air. Kapuas, sungai yang membelah kota, merupakan sungai terpanjang nomor satu di Indonesai dan nomor 139 di dunia.
Istana Kadriyah menjadi salah satu tempat penting di cerita ini, tempat Borno dan Mei janjian bertemu pertama kalinya. Dominasi warna kuning yang digambarkan Tere Liye membuat saya penasaran. Belakangan saya baru tahu bahwa warna khas Melayu ini melambangkan kewibawaan dan budi pekerti.
Landmark ikonik Pontianak lainnya yang turut melengkapi novel ini adalah Tugu Khatulistiwa, Di tahun 1928 seorang ahli geografi asal Belanda berkunjung ke Pontianak untuk menentukan titik Khatulistiwa.
Peristiwa paling ditunggu wisatawan di Tugu Khatulistiwa adalah kulminasi matahari, yakni momen di saat mentari berada tepat di atas garis khatulistiwa, matahari benar-benar berada di atas kepala dalam arti sebenarnya, hingga membuat semua bayangan raib selama beberapa detik. Peristiwa ini lazimnya terjadi dua kali per tahun, yakni antara 21-23 Maret dan 21-23 September.
“Membaca, membuat cakrawala  terbuka”, terbukti telak di novel ini. Saya yang sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di Pontianak menjadi lebih tahu keadaan geografis, sejarah dan budaya kota tersebut. Bahkan Tere Liye menyelipkan pertandingan sepit yang menjadi tradisi tahunan di tepian sungai Kapuas sampai adat istiadat suku dayak sebagai tambahan pengetahuan bagi pembacanya. Tidak cukup sampai disitu, kisah Borno dan Andi tertangkap saat ingin melintasi petugas perbatasan negara menuju Kuching juga menginformasikan hal-hal yang mungkin tidak akan kita dapat di novel lain.
Laiknya sebuah karya, tentu ada kekurangan yang tidak dapat dinafikkan.
Hal pertama yang mengganggu saya adalah cover. Kalau ini murni penilaian subjektif. Menurut saya cover memegang peranan penting bagi sampainya sebuah karya ke tangan pembaca. Pemilihan warna orange mungkin dimaksudkan untuk menggambarkan suasana senja di tepian Kapuas. Namun warna tersebut kurang eye-cathing untuk sebuah novel dengan kisah semanis madu. Hal ini termaafkan, karena jaminan nama penulis yang sudah tidak diragukan lagi kapasitasnya.
Satu hal yang menjadi catatan saya. Dalam setiap bukunya, kita tidak pernah tahu seperti apa sosok Tere Liye si penulis. Tidak ada informasi apapun mengenai dirinya. Biarlah, kita memang tak perlu secara kasat mata melihat biografi si penulis. Namun dari tulisannya, kita kenal orang seperti apa yang menulis kisah sedemikian indah dan menyentuh nurani.
Berikutnya, jumlah halaman yang begitu tebal ( 512 halaman), membuat cerita sedikit bertele-tele di awal. Saya yang biasanya membaca tulisan Tere Liye sekali lahap, kali ini harus terpotong beberapa kali.
Dan yang terakhir, khas Tere Liye dengan ending yang selalu penuh kejutan. Sepanjang cerita saya sering menebak-nebak jalan ceritanya, seperti halnya Andi yang suka berimajinasi terhadap cerita orang, dan sayangnya tebakan saya sering salah. Namun kali ini ending yang disajikan menurut saya To good to be true. Surprising, namun terkesan nyinetron.
Terlepas dari sedikit kekurangan yang ada, “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah” sukses membuat saya iri akan kisah perjuangan cinta Borno dan Mei. Kembali mengutip petuah bijak Pak Tua,
“ Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memekasakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendirilah yang akan memberikan jalan baiknya.”
Bagi anda yang ingin membaca kisah ketulusan, semangat, perjuangan tanpa menyerah, dan  para pecinta yang sedang gundah dan galau, novel ini menyajikannya sepaket komplit. Agar kita bisa belajar cinta sejati yang ditawarkan Borno, bukan cinta membabi buta, hanya cinta sederhana, seperti layaknya air. Air di laut akan menguap, menjadi hujan, turun di gunung-gunung tinggi, kembali menjadi ribuan anak sungai, menjadi ribuan perasaan, lantas menyatu menjadi Kapuas. Cinta sejati tidak pernah memiliki ujung, tujuan , apalagi hanya sekedar muara.
Selamat Membaca.

Resentator       : Windi Teguh
Diikutsertakan dalam Lomba Resensi Gramedia Pustaka Utama

Lagi Galau ( Dulu )

Eh, saya nemu blog saya jaman dulu tahun 2007-an. Ternyata udah pernah bikin blog tapi kemudian lupa password jadi ga pernah diintip lagi. 

Tulisan saat-saat menggalau, menuju usia 25 dan panik lihat orang-orang satu persatu menemukan belahan jiwanya. Syukurlah masa-masa itu sudah terlewati.

Apa kamu pernah mengalaminya?


Kenapa ya sulit sekali menentukan kapan waktu yg tepat untuk menikah. Akhir2 ini aku kepikiran terus soal nikah,apalagi temenku si Eka kayanya juga lagi pusing soal ini.

Apa iya ya kalo dah umuran 25 harus nikah?

Trus kalau belum ketemu orang yang tepat gimana ?.

Emang ada ya orang yg bener-bener tepat ?

Hmmm mungkin  ga ada orang yg tepat hanya saja waktu yg tepat, nah kapan dong waktu yg tepat itu ?.

Tapi kalo ngomonginnya aja udah bikin seneng apalagi jalaninnya yah

Kalo kata seseorang menikah itu seperti makan nasi kotak, wih rasanya serem banget, aku kan ga suka nasi kotak.

Trus ada juga yang bilang menikah itu seperti main enggrang ( itu tuh yang pake kayu panjang trus dinaikin ) . 

Apalagi itu, kan susah naiknya, harus jaga keseimbangan , harus hati2.
hmmm apa iya serumit itu ?

Menurutku menikah itu kaya makan coklat, manis , kadang2 eneg juga tapi pasti ketagihan hehe.

Halah sok tau amat nikah aja belum

sumber :http://windiwidiastuty.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal

Pulang

Friday, June 22, 2012
Yes, it's friday again. Selalu happy kalau jum'at tiba. Hari-hari lain seneng juga, tapi Jum'at itu menurut saya master of the day. Everything that we do in Jum'at is always be grateful and meaningful. 

Di kantor saya, Jum'at itu hari mudik sedunia. Jadi jangan coba-coba membuat rapat di hari jum'at sore, peserta rapatnya pasti sudah resah bin gelisah begitu jam dinding bergeser ke angka empat. Saya termasuk salah satunya. Hanya saja jika yang lain rutin pulang setiap Jum'at saya tidak. Paling banter dua minggu sekali. Khusus Jum'at ini saya ngga pulang, soalnya Rabu kemarin baru balik dari Medan.

Ngomong-ngomong soal mudik dan soal pulang, saya jadi inget acara di TV yang dulu sering saya tonton. Lupa saya nama acaranya, dimana seorang selebritis ditodong buat nunjukin isi tas atau isi dompetnya. Saya suka banget nih acara, soalnya terkadang banyak barang-barang aneh yang ga kepikiran tapi ada di tas mereka. Dulu ada artis yang bawa kaos kaki kemana-mana di dalam tasnya. 

Nah sekarang saya  mau ngulik isi tas saya. Mau mudik atau ngantor biasa, isi tas saya tuh ga ada bedanya. Ya itu-itu aja. 


Ini tas yang saya gunakan untuk kerja. Kalo mudik? ya ini juga. Dinas ke luar kota? ya ini juga. Sebagian orang mungkin punya beberapa tas kerja. Saya sih punyanya satu doang, kalo udah rusak baru beli lagi, hemat pangkal ga miskin. Lagian ini tas benar-benar multifungsi, walaupun bentuknya mungil ( 28cm x 23 cm ), tapi muat semua kebutuhan saya.


Apalagi bentuknya yang so simple. Sebelum ini saya pake ransel juga ke kantor, tapi ukurannya rada gedean dari yang sekarang, ga diisi apa-apa aja berat. Tapi kalau yang ini, dia ringan banget. Terus selain bisa dipake ngeransel, bisa juga dipake gaya selempang, atau cukup ditenteng saja. Keren kan.

Isi ransel saya ini nih :

Laptop



Laptop mini ini setia banget menemani saya selama dua tahun. Suami memberikannya sebagai hadiah ulang tahun saya yang ke 27. Semua kegiatan menulis saya terarsip disini. Tidak hanya itu, laptop ini juga yang menemani saya menghabiskan waktu-waktu luang di kos, nonton film, dengerin musik, internetan. TOP banget deh. Tapi sekarang sih udah mulai agak lemot. Kayaknya perlu diinstall ulang, soalnya virusnya juga udah beranak pinak di dalam.

Buku


1  
     Yang satu ini udah pasti gak mungkin ketinggalan, selalu ada di tas. Saya suka mati gaya kalau berada di bandara kelamaan.  Berhubung penerbangan kita kalau delay suka ga punya perasaan , maka saya selalu membawa penghilang suntuk yang paling ampuh. Tak terasa perjalanan dua jam pun lewat begitu saja. Kalau bukunya agak tipisan, biasanya saya bawa lebih dari satu. Biar kalau yang satu abis di baca masih punya stok yang lain. Pernah saya lupa bawa karena sebelumnya saya baca dulu di kantor, eh malah ketinggalan, terpaksa saya beli buku di bandara. Males banget, di bandara kan harga bukunya juga ga punya perasaan.


      Hard Disk External dan Paramex



Hard disk eksternal dan Paramex, dua benda yang wajib saya bawa. Hardisk ini berisi file-file film favorit saya. Isinya macem-macem, mulai dari film serial kayak Friends, Desperate Housewives, film-film blockbuster dan tentu saja serial Korea. Kecuali saat naik Garuda, saya pasti nonton film di pesawat. Favorit saya Friends, bisa ketawa ketiwi sendiri saya ga peduli sama penumpang di sebelah. Walau ipad udah merajalela dan nonton di laptop kayaknya udah ketinggalan jaman, saya enjoy aja, seruu.

Paramex??. Wah obat yang satu  ini juga gak boleh ga ada di tas saya. Saat migraine saya kambuh, ga ada obat lain yang bisa ngilangin sakitnya secepat obat murahan ini. Paling lama dua jam, wesewes ewes bablas pusingnya. Kata orang sih bahaya, tapi saya udah ketergantungan sepertinya.


Dompet dan Payung



Benda berikutnya adalah dompet dan payung. Dompet saya cukup praktis, bisa memuat hape, kartu-kartu dan duit. Kalau sampai ini hilang, bisa pusing saya. Biasanya saya ga masukin ni dompet ke dalam tas, dipegang saja. Karena ukurannya yang tidak terlalu besar, si dompet ini pernah ketinggalan di pesawat. Udah sampai di luar baru saya sadar, terpaksa deh balik lagi. 

Payung juga demikian. Cuaca yang sering berubah-ubah membuat saya memasukkan payung sebagai benda yang wajib saya bawa kemanapun. Agar tidak memberati tas, saya pilih payung yang ringan dan ukurannya kecil. Payung ini yang milihin suami saya, saat  kami jalan-jalan tiba-tiba turun hujan. Payung yang saya punya kan hanya satu, kecil lagi, jadi kami beli lagi satu buah, motifnya batik, lucu kan.

Kosmetik

Kemudian dompet kosmetik saya. Walau jalan kemana-mana harus tetap cantik dong. Isinya sih hanya kosmetik dasar, bedak, tabir surya, krim malam, lipstik dan eye shadow. Semua masuk dalam satu tempat. Dari semua kosmetik tersebut,  the must be taken item adalah krim malam. Katanya sih untuk mencegah penuaan dini, halah. Tapi bener lo,beda banget kondisi wajah saya kalau malamnya pake krim malam atau ngga. Keliatan lebih seger dan lebih cling cling gitu.

Mukena


And the last but not the least, mukena. Karena bahannya dari parasut, jadi bisa disumpel-sumpelin ke tas biar ga makan tempat. Dimana pun bisa langsung sholat tanpa harus ngantri memakai mukena mushola umum.

Semua muanya itu adalah benda-benda yang memang saya butuhkan. Tidak ada barang yang tidak penting yang saya bawa. Apalagi untuk pulang ke rumah, cukup bawa seperlunya saja. Karena memang seperti itulah konsep pulang. 

Pun dalam konteks pulang yang hakiki. Hendaknya kita hanya membawa dan memikirkan yang kita butuhkan selama perjalanan. Yang ga dibutuhkan,? mending ditinggal saja daripada nantinya malah memberatkan kita,



Custom Post Signature