Nyambung
postingan siapa takut jadi penulis berikutnya, dari seminar Asma Nadia. ( baca sebelumnya disini dan disono )
Setelah
kita tahu manfaat menulis, sekarang kita ngomongin modal untuk menulis. Tidak
seperti kegiatan lain yang butuh modal dalam bentuk materi, berbeda halnya
dengan menulis. Modalnya itu ngga berat, malah gampang banget, ga butuh biaya
dan bisa dilakukan siapa saja.
Pertama
dan utama adalah niat yang teguh ( kayak nama suami saya hihi ). Kalau mau jadi
penulis itu ngga boleh sambil lalu, ya harus diniatkan dari awal “ I wanna be a
writer”. Sekali kita punya niat dan alasan yang kuat, maka itu cukup menjadi amunisi seumur hidup (pasang iket kepala ). Bahkan penulis blog aja, kalau niatnya ngga teguh ya blognya bisa
kayak rumah hantu, penuh sarang laba-laba, rumput liar karena ngga pernah
dirawat sama yang punya. Lihat deh rata-rata kita pasti punya lebih dari satu
blog, tapi berapa banyak yang benar-benar terurus ( ngomong sama cermin ).
Kalau
udah punya niat, modal selanjutnya adalah banyak membaca. Yang namanya penulis
kudu suka baca. Karena sekolahnya penulis ya dari bacaan. Percuma kita ikut
seminar sana-sini, baca teori menulis ini itu, , tapi ngga pernah membaca.
Hanya saja cara penulis membaca itu harus beda dengan pembaca biasa. Dia bukan
sekedar menikmati tapi mengamati. Pilihan judul, diksi, cara si penulis buku
membangun konflik, alur crita. Pokoknya semuanya diamati. Dari situ kita
belajar.
Kalau
soal cara bertutur saya suka sekali dengan gaya Ika Natassa, mengalir dan
membawa kita larut ke tulisannya. Untuk drama, Joy Fielding is awesome, Grand
Avenuenya mantap .
Kalau
cara menyelesaikan ending cerita, favorit saya Shidney Sheldon, endingnya
selalu merangkum cerita dari awal sampai akhir. Yang tadinya misteri, terurai
semua menjadi sangat masuk akal.
Saya
kurang suka dengan ending yang To Good To Be True. Walaupun fiksi tetep aja
lebih asik kalau membumi. Bukan untuk mengkritik, tapi Tere Liye menurut saya
penulis yang bukunya sering gagal di ending. Tapi dia itu penulis yang
tulisannya keren banget, banyak banget yang bisa kita ambil dari setiap
karyanya. Tapi ya itu, beberapa endingnya kayak sinetron ( Sunset bersama
Rossie contohnya, like Kuch Kuch Ho Ta Hai ). Ngga tau juga sih selera orang
ya, ada yang suka sad ending, happy ending, open ending, closed ending.
Terserah saja. Novel Istana Keduanya Asma Nadia,menurut saya endingnya bagus
banget. Menyuruh kita berfikir sendiri. “ Arini berlari membawa luka” (kira-kira bgeitu, lupa saya )
Terus
latihan disiplin. Ih mau jadi penulis kok kayak mau ikut latihan militer aja
sih. Disipilin disini dalam arti disiplin dengan aturan yang kita buat sendiri.
Misalnya kita udah bikin rule untuk diri sendiri menulis dua halaman sehari, ya
jangan dilanggar. Kalau saya sih ga saklek-saklek amat. Pokoknya dalam satu
minggu harus nulis, gitu aja ( makanya ga jadi-jadi novelnya J) . kalau bisa buat jam biologis. Misalnya nulis dua
jam setiap hari di malam hari, atau pagi setelah subuh, atau tiap sabtu sore,
terserah. Jadi ngga moody. Sekali-kali boleh ngikuti mood, pas ngga mood ya
ngga usah dipaksakan nulis. Tapi kalau orangnya moody terus, ya kapan jadinya.
Dalam
menulis, ide memegang peranan sangat penting. Masalahnya, terkadang ide itu
datang di saat-saat ngga tepat. Waktu lagi di depan lepi, waktu luang, dengan
segelas kopi di tangan, eh kepala kosong melompong. Gitu lagi belanja di pasar,
Ting tiba-tiba ide berseliweran. Untuk itulah kita butuh notes. Atau apalah
terserah, yang berguna untuk mencatat kapanpun ide datang. Lagi nyabutin rumput,
tiba-tiba ‘ AHA” ( kata temen saya, entah darimana kata ini berasal ), langsung ambil notes ,
catet. Kalau saya yang orangnya grasak grusuk, lebih suka nulis ide di hp.
Karena hape yang jelas dibawa kemana-mana. Paling sering dapet ide, kalau lagi
ngobrol sama temen. Saat ada satu kata yang menarik, langsung buru-buru bilang
“ Tunggu-tunggu, sebentar aku catet dulu kata-katamu barusan, bagus tuh buat
tulisan “., wkwkwk, sampai kadang temen saya mutung ngga mau ngomong lagi .
Untuk
menemukan ide itu ada beberapa sumber. Bisa dari pengalaman, pengalaman masa
kecil, pengalaman sekolah, pengalaman putus cinta. Pengalaman di tempat kerja.
Jhon Grisham , Marga T adalah beberapa penulis yang menulis berdasar latar
belakang pribadi. Kalau penulis jaman sekarang tuh Raditya Dika, Andrea Hirata, Ahmad Fuadi atau antologi-antologi
yang lagi menjamur.
Bisa
juga dari mengamati. Di angkot, di terminal, di taksi, di bandara, di
perempatan jalan, dimana-mana deh. Amati semua hal, banyak ide wara-wiri di
sekitar kita.
Trus
bisa dari tokoh unik. Mungkin di kantor ada temen yang sering di Bully, bagus
banget tuh buat jadi tokoh di tulisan kita hahaha. Atau dari public figur (
kalau nonton infotainment, sebaiknya sambil membayangkan si artis dalam
imajinasi kita, Ariel contohnya , eh ). Sepatu Dahlan Iskan salah satu novel yang
ditulis berdasarkan seorang tokoh.
Atau
khayalan. Hmmm . Konon katanya, Agatha Christie itu dapet ide selalu pas nyuci
piring. Wah kerennya, pasti dia jadi rajin banget tuh nyuci piring, lah idenya
jadi best seller semua. Ehmm siapa lagi ya. Oya , saya pernah baca, JK Rowling
dapet ide waktu naik kereta api dari Manchester ke London. Ia menghabiskan
waktu di dalam perjalanannya itu dengan memikirkan plot lengkap dengan
ceritanya. Katanya sih, dia tuh cuma duduk menunggu keterlambatan kereta selama
4 jam dan semua detail bermunculan. Tentang anak laki-laki ceking berambut hitam , berkaca mata dan tidak menyadari bahwa ia adalah seorang
penyihir.. Kok bisa ya, dari kereta api malah terangkai jadi cerita penyihir.
Jadi milyuner pulak, iri.
Ngga dapet dari khayalan,
bisa jadi dari mimpi.Si Stephanie Mayer juga dapet ide gara-gara mimpi, pas
adegan Edward Cullen tertimpa cahaya matahari di hutan dan timbul kerlap kerlip
di badannya.Katanya It’s so beautiful, sangkin indahnya mimpi itu, begitu bangun
dia langsung nulis tentang si vampire itu, hadeeeh kapan ane punya mimpi yang spektakuler.
Berikutnya bisa juga dari
berita . Kayak dari VOA, dari televisi, dari koran. Seno Gumira Ajidarma banyak menulis
berdasarkan berita-berita. Seperti kumpulan cerpennya yang berjudul “Ketika Jurnalisme dibungkam sastra harus
bicara”.
Lanjut.
Lengkapi referensi. Ini udah dibahas kemarin yah. Tulisan tanpa referensi
kosong. Adanya curcol kayak tulisan saya di blog ini nih.
Jangan
lupa goal setting. Apa tujuan kita. Mau dalam setahun nerbitin buku, atau dua
tahun, atau sebulan. Sama dengan resolusi kali yah ( nunduk malu, resolusinya
terancam gagal).
Terakhir,
seperti tadi saya bilang diatas, terkadang semangat kita naik turun. Mood kita berubah-ubah.
Bisa saja sekarang berapi-api pengen jadi penulis, trus tiba-tiba di satu titik
karena banyaknya kendala, semangat itu padam perlahan-lahan. Makanya biar ga
kayak gitu, bergabunglah dengan komunitas penulis. Di FB banyak tuh. Apa
pentingnya?? Ya untuk menciptakan atmosfer yang kondusif. Saling memberi
semangat. Saling tukar ilmu, bagi-bagi pengalaman. Dan memacu kita, kalau lihat
teman udah nerbitin buku, udah nembus media, pasti lah kita akan lebih terpacu.
Ngga mau kan cuma jadi penonton.
Komunitas penulis itu juga bermanfaat untuk
melebarkan networking. Biasanya kalau sudah ada yang bisa nembus penerbit mana,
minimal kita bisa tanya-tanya tipsnya, minta no contact yang bisa dihubungi. Ah
banyak untungnya deh ikut komunitas gini. Tapi memang untuk bisa gabung ngga
sembarangan sih,biasanya mereka nentuin syarat tertentu. Ada yang pake daftar,
trus bayar berapa gitu, ntar dapet pelatihan online. Ada juga yang gratisan,
tapi pertama-tama kita harus ngirim contoh tulisan. Atau ada yang harus mereka yang
menginvite kita, bukan kita yang join langsung. Pilah-plih deh. Tapi saya
sarankan sih, pilih yang anggotanya terbatas, maksimal seratus orang lah, biar
lebih fokus. Kalau grupnya udah kebanyakan orang ngga asik juga. Sama kayak
kalau kita di kelas, semakin sedikit pasti lebih intens.
Namun
dari semua hal diatas. Ada 3 tips yang paling paten. Ini sudah terbukti
kemanjurannya. Agar bisa jadi penulis maka lakukan hal-hal berikut. Pertama ,
segeralah menulis. Kedua, menulis lagi. Ketiga, tetap menulis.
Semoga
bermanfaat
Mancaaaap...kapan ya saya bisa sekonsisten mbak Windi dan menangan di blogging contest wkwkwkw
ReplyDeleteXixixi, saya masih newbie. Itu tuh kata mba asma, kalau mau konsisten, temukan alasan yang kuat untuk menulis, biar bisa jadi amunisi kita.
DeleteMbak Windi, sy paling sering gagal di pendalaman emosi. Sy paling sulit memasuki jenis2 emosi manusia dan menuliskanya dlm kata2 yg mantep.
ReplyDeleteApa mbak Windi pernah mengalami hal yg sama ? Bagaimana solusinya ?
Pernah ???? hahahah sering banget mas. Tulisan ini saya buat sebagai hasil seminar, jadi belum tentu juga saya bisa wkwkwk #ngeles.
DeleteHmmm gimana ya?? kata beberapa penulis yang saya baca sih, bawa diri kita menjadi tokoh itu. Kata mba Asma, bisa dengan berinterkas langsung, atau sering2 membaca buku yang mirip dengan tokoh yang ingin kita tulis. Misalnya mau nulis emosi anak remaja, ya baca novel teenlit, kalo mau dapet emosi pembunuh, baca novel pembunuhan atau novel detektif. CMIIW
Mancaaaap... *ikutan kayak mbak Dwi :D*
ReplyDeleteMancaap : mangan Capcay :D
Deletekl menulis cerpen kayaknya sy blm sanggup :D
ReplyDeletesama, hahahaha
Deletembak Windi gimana sih caranya masukin link-link kayak di blognya panjenengan ini? aku kok masih belum ngeh juga ttg seluk beluk blog ini mbak :D
ReplyDeleteKamu copy dulu alamat linknya, trus ditulisan yg ingin kamu link_kan klik kata link di atas entry-an itu, disebelah insert gambar. Ntar muncul kolom, isikan alamt link tadi. Udah.
DeleteMisalnya km mau kata "disini" ngelink ke tulisanmu sebelumnya. Ya , tinggal copy url tulisanmu trus blok kata dissini, klik link, paste url tadi. Selamat $encoba
matursuwun penjelasannya mbak, kpn2 akan kucoba :)
ReplyDelete