Wanita di Era Digital: Aktif Tanpa Ribet

Wednesday, July 25, 2012


sumber:www.jalanhidup.jpg

Hidup adalah perjalanan
Membuka mata, melihat luasnya cakrawala
Di dalam perjalanan selalu ada hal istimewa
Karena perjalanan selalu akan memperkaya jiwa

Saya percaya tidak ada suatu kebetulan di dunia ini. Semua terjadi karena adanya sebab akibat. Bahkan rumput di atas pusara pun tumbuh karena suatu alasan.

Sebagai wanita bekerja , saya sering mendengar omongan miring dari orang-orang. Beberapa kali malah ada yang dengan terang-terangan mempertanyakan apa yang saya cari sehingga mau bersusah payah bekerja dari pagi sampai sore. Padahal gaji suami saya bisa dibilang cukup untuk menghidupi keluarga kecil kami.Bagi saya itu merupakan bentuk perhatian yang harus saya hargai.

Namun tak sedikit juga yang mengapresiasi pilihan yang saya jalani.

Ada yang salah dengan kata-kata bersusah payah. Karena pada kenyataannya saya sangat menikmati peran sebagai wanita karir sekaligus seorang istri.

Menurut saya, apapun pilihan yang diambil oleh seorang wanita terutama yang telah berkeluarga, bekerja di luar rumah atau menjadi full mother itu kembali ke diri masing-masing.

Sejak kecil saya selalu melihat ibu saya bangun pagi, menyiapkan sarapan kami, bersiap diri untuk kemudian pergi mengajar. Saya sangat mengagumi ketangguhan ibu. Sepulang mengajar , ia akan bergegas kuliah dan tiba di rumah hari sudah menjelang senja. Namun itu tidak dilakukan setiap hari, hanya 3 hari dalam satu minggu. Tapi entahlah, saya tidak pernah sekalipun merasa kehilangan perhatian dan kasih sayang dari ibu.

Saat saya ingin jalan-jalan ke mall ibu selalu ada. Saat saya mengenal cinta pertama ,ibu juga ada mendengarkan curhatan saya, dan saat hati remaja saya lebur , ibu ada untuk memeluk saya. Sungguh tak sekalipun saya merasa ibu mengabaikan keluarga demi pekerjaan. Bukti konkritnya, empat anak ibu memiliki prestasi belajar yang memuaskan.

Melihat itu, membulatkan tekad saya untuk tak ragu menjadi wanita karir. Saya sudah melihat contoh, bahwa ibu bekerja bisa menyeimbangkan antara keluarga dan dunia kerja.

Setamat kuliah Alhamdulillah saya langsung diterima bekerja di salah satu bank nasional. Tak lama berselang, saya pun menikah. Suami sama sekali tidak melarang saya untuk terus berkarya. Saya tidak menampik, bahwa dengan bekerja maka ada satu dua hal pekerjaan rumah tangga yag tidak dapat saya tangani. Memasak, mencuci misalnya. Tapi itu hal yang sangat mudah diatasi, karena saya melihat, para ibu yang bekerja di rumah pun kebanyakan menyerahkan pekerjaan tersebut ke tangan asisten rumah tangga.

Sampai saat ini saya belum dikarunia buah hati. Hal ini, saya tidak tahu menyebutnya seperti apa. Ada yang bilang mumpung belum punya anak, bolehlah bekerja. Ada juga yang mengatakan, gimana mau punya anak kalau kerja terus. Apapun itu, saya yakin rejeki tidak akan tertukar dan tidak akan salah alamat, apalagi datang terlambat. Menurut saya, sudah banyak doa-doa saya yang dikabulkan oleh-Nya. Kalau toh satu dua hal saya disuruh menunggu, saya akan terima itu sebagai bentuk kasih sayang-Nya.

sumber:  http://retnodamayanthi.files.wordpress.com/2008/06/wanita-karir21.jpg 

Selagi diberi Allah berupa kelonggaran dalam hal waktu, saya memanfaatkannya semaksimal mungkin. Saya merasa memiliki kemampuan yang sangat disayangkan jika tidak didaya gunakan. Bagi saya, itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur terhadap talenta yang diberikan.

Namun memang tak selamanya hal tersebut semudah yang dikatakan. Dua tahun lalu, perusahaan memutasikan saya ke Jakarta. Berpisah dengan suami di Medan. Mutasi tersebut bukan tanpa sebab, tapi merupakan apresiasi perusahaan terhadap kinerja saya. Tentu saja saya bangga, senang. Namun ada dilemma di hati, harus memilih antara meninggalkan suami atau menerima tugas tersebut.

Kesempatan tidak datang dua kali. Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya saya berangkat. Bagi saya dukungan dari suami sangat penting untuk menciptakan rasa nyaman saat bekerja. Ternyata tantangan yang saya hadapi semakin berat. Disamping tanggung jawab yang semakin besar, saya pun harus memikirkan suami di Medan. Bukan hal yang mudah bagi kami melewati semua itu.

Namun, di era digital ini, begitu banyak kemudahan yang bisa kita dapati. Semua seolah berada dalam genggaman. Jarak beratus kilometer pun dapat terjembatani dengan kecanggihan teknologi. Saya sangat bersyukur kepada Allah yang telah memberi otak-otak pintar kepada para penemu internet. Karena bantuan alat tersebut, saya dan suami bisa berkomunikasi dengan lancar. Dimanapun selama ada sambungan internet dan computer, saya bisa skype-an bersama suami. Terkadang, webcam bisa aktif nyala semalaman, sementara saya melakukan apa, suami juga melakukan pekerjaannya, berasa seperti di dalam satu ruangan.

Gambar dari sini

Disamping internet, kami juga menggunakan ponsel sebagai media berkomunikasi. Setelah ada BB, menjadi lebih mudah lagi. Setiap pagi saya akan mengirim foto diri saya, sebagai pelepas rindu. Bahkan dengan dukungan para pebisnis termasuk perbankan, memudahkan saya melakukan reservasi tiket pesawat dan melakukan pembayaran-pembayaran yang seabrek-abrek. Jadi walaupun, saya tidak ada di rumah, segala jenis tagihan seperti telepon, listrik, air, bisa teratasi hanya dengan memencet sejumlah angka di ponsel. Teknologi yang sangat memudahkan.

Hal yang dikhawatirkan tentang keharmonisan rumah tangga yang akan terganggu oleh jarak, Alhamdulillah tidak kami alami selama ini. Semoga selamanya seperti itu. Bahkan , jarak yang memisahkan membuat kami merajut rindu setiap hari. Rasanya , kembali seperti pacaran. Saling menyapa, bertanya sudah makan belum, sedang apa, persis abege jaman sekarang. Siapa sangka kami malah tambah mesra.

Saya tidak mengingkari kuantitas pertemuan dalam suatu keluarga itu sangat penting. Namun, kalau kondisi tidak memungkinkan, pilihan ada pada kita, mau menyesalinya, atau mencari cara untuk menikmatinya. Untuk menyiasatinya, saya memilih daerah-daerah yang saya kunjungi untuk perjalanan dinas yang berdekatan dengan Medan. Agar bisa sekalian bertemu suami. Malah pernah saat saya ke Bali, suami saya ajak serta selama seminggu, sekalian honeymoon deh jadinya. Selalu ada kemudahan dalam kesempitan.

Dengan keterbatasan waktu saat bertemu, membuat saya dan suami menjadi saling menghargai. Saling mengerti tanpa harus diutarakan. Kami bisa duduk berdua dalam diam, hanyut dalam kegiatan masing-masing, namun kami tahu kami ada dalam frekuensi dan gelombang yang sama.

Begitu pula, waktu yang terbatas tersebut membuat kami lebih kreatif mencari cara agar tetap bisa bersama, mengunjungi orangtua, bermain dengan keponakan, dan menghadiri undangan pesta rekan kerja atau kerabat. Hal tersebut bisa karena terbiasa.

Banyak hal yang saya dapati saat bekerja. Apalagi saya bekerja di bank yang bergerak di sektor mikro. Membantu membiayai usaha nasabah, melihat jatuh bangun mereka, memberi saja pelajaran baru tentang semangat pantang menyerah. Saya jadi tahu bagaiaman kiat-kiat untuk membangun usaha yang bagus. Selain itu, bertemu orang-orang dengan berbagai type kepribadian, makin memperkaya dan mengasah rasa empati dan toleransi yang saya miliki. Saat saya berinteraksi dengan nasabah, baik eksternal maupun internal, bisa menyelesaiakan masalah mereka, menjawab pertanyaan, dan membantu mempermudah pekerjaan mereka, hal itu bagi saya sudah merupakan kontribusi saya dalam kehidupan.

Dengan bekerja pula, saya belajar hal-hal baru, yang semakin meluaskan wawasan. Diakui atau tidak, saya dan suami bisa menjadi teman diskusi yang sangat klop, karena dia bergerak di bidang perkebunan dan industry sedangkan saya perbankan membuat kami saling take and give terhadap berita-berita dari masing-masing pihak. Menyenangkan sekali bukan, memilki teman diskusi yang kita cintai. Bahkan banyak teman suami yang sering bertukar pikiran dengan saya untuk masalah-masalah perbankan yang mereka alami.

Dan yang paling menyenangkan, saya bisa mengunjungi banyak daerah saat perjalanan dinas. Hal yang mungkin akan sulit saya lakukan kalau saya tidak bekerja. Sara pernah ke daerah rawan bencana di pelosok negeri ini. Melihat dari dekat lokasi-lokasi tersebut membuat saya semakin mensyukuri hidup ini.

Ketahun, Bengkulu
Bagi saya bekerja bukan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab terhadap keluarga. Malah membuat saya belajar untuk lebih gesit, lebih pintar mengatur waktu dan kemampuan mengatur strategi antara membagi waktu kerja, keluarga, liburan dan kegiatan social. Tak jarang saya mengambil cuti jika ada acara kantor suami yang mewajibkan saya hadir. Sebisa mungkin, bekerja tidak menjadi penghambat.

Saat saya jauh dari suami, membuat saya lebih berhati-hati dalam menjaga sikap dan perilaku. Karena saya tidak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikannya. Saya selalu mengusahakan mengabari dimanapun saya berada. Walaupun ia tidak disamping saya, saya akan selalu meminta izin padanya jika ingin pergi ke suatu tempat yang agak jauh. Bagaimanapun saya adalah tanggung jawabnya. Dan saya juga berkewajiban menjaga kehormatannya.

Demikian pula, waktu-waktu luang sepulang kerja, yang mungkin kebanyakan wanita melewatkannya dengan berbagai kesibukan di rumah, saya mengisinya dengan melakukan hal-hal yang menjadi passion saya. Membaca, menulis, berselancar di dunia maya, yang mungkin tidak akan seleluasa saat saya berada di rumah. Tidak banyak, namun ada beberapa tulisan saya yang sudah mejeng di buku dan nangkring di rak Gramedia. Saya hanya berusaha menerima keadaan dengan melakukan hal-hal yang memberi nilai lebih.Dengan teknologi digital, melalui media sosial seperti facebook, twitter saya juga sering mengikuti lomba-lomba menulis. Jadi jangan gunakan media sosial hanya untuk menghabiskan waktu. Dari hobi saya itu, saya malah berkesempatan memenangkan hadiah dari yang kecil-kecil sampai yang terbilang lumayan. Nah kan, hobi kalau ditekuni jadi sangat menyenangkan.

Antologiku
Bekerja juga turut memperngaruhi cara saya berpenampilan. Saya jadi terbiasa tampil rapi kemanapun. Setidaknya saya akan berdandan saat ke kantor.Bukan dandan yang berlebihan, seperlunya dan sepantasnya saja.  Dan karena terbiasa dengan rutinitas, maka saya pun terbiasa dengan ritual kecantikan yang membuat saya selalau merasa fresh. Agar selalu tampil segar, setidaknya melakukan perawatan wajah dan tubuh menjadi rekreasi tersendiri bagi saya. Minimal sebulan sekali ke salon, memanjakan diri, merilekskan otot-otot yang tegang . Dan untuk itu semua, saya bisa melakukannya sesering saya mau, karena saya memiliki budget dari uang pribadi yang saya hasilkan sendiri.

Bekerja juga membuat kebutuhan pakaian saya menjadi spesifik. Cukup tiga kategori, baju kerja, baju santai, dan baju kondangan atau arisan. Karena sudah terkategori demikian, saya tidak pusing. Baju kerja saya sangat simple, hanya berupa blazer dan kemeja. Dengan begitu menghindarkan saya dari belanja yang tidak perlu. Karena saya sudah tahu jenis pakaian yang saya butuhkan. Disamping itu dengan bertemu berbagai macam orang dari berbagai kalangan, memberi saya kemudahan melihat trend fashion yang lagi in. Lumayan, referensi gratis.


Satu hal yang mungkin tidak banyak disadari, keuntungan bekerja adalah memiliki networking yang luas, dari berbagai macam orang dan berbagai macam kalangan. Setidaknya saya memiliki relasi dari Sabang sampai Merauke, juga dari instansi-instansi yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Hal tersebut sangat bermanfaat, karena semakin banyak orang yang kita kenal dan mengenal kita maka semakin banyak kesempatan dan keberuntungan yang bisa kita raih.

Ya bekerja memberi saya triple bonus sekaligus, gaji setiap bulan, peluang belajar menjadi ahli, serta pengalaman yang laku dijual.


Banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang wanita, karena itu ia disebut makhluk multitasking. Di era digital ini, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan. Wanita di era digital adalah wanita yang tahu apa yang ia mau.Bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang tercipta untuk memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya .

Keterbatasan waktu dan ruang bukan menjadi penghalang untuk berkarya. Tidak ada excuse dalam setiap hambatan. Teknologi yang ada , manfaatkan sebesar-besarnya untuk mendukung segala aktivitas kita. jangan hanya sebagai pengisi waktu luang yang kurang menghasilkan.

Saya sangat mensyukuri apa yang saya miliki saat ini. Suami yang mencintai saya, keluarga yang selalu mendukung, sahabat yang peduli. Hal-hal tersebut semata-mata adalah curahan kasih sayang-Nya kepada saya. Apa yang telah diberi-Nya membuat saya semakin merasa semakin kecil .

Me, My Life
Sampai hari ini, saya masih berharap dan tak henti berdoa agar diberi jalan untuk bisa berkumpul bersama keluarga. Juga agar diberi kepercayaan menerima titipan-Nya. Sembari menunggu doa-doa saya diijabah, saya hanya bisa mengisinya dengan menghargai setiap tetes cinta-Nya dalam kehidupan saya.

Menjadi wanita bekerja diluar rumah, atau bekerja di dalam rumah, atau menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang memiliki sisi positif masing-masing. Apa yang saya utarakan panjang lebar diatas semuanya dapat dimiliki dan dilakukan oleh ibu yang bekerja di dalam rumah maupun ibu rumah tangga. 

Setiap orang mungkin ditakdirkan untuk memainkan peran yang berbeda- beda yang dibutuhkan untuk membentuk keharmonisan dalam dunia yang tak selebar daun kelor ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan suatu saat saya menjadi ibu rumah tangga. Dan karena tuntutan kebutuhan, ibu rumah tangga menjadi wanita karir. Bukankah hidup adalah misteri?. Apapun peran kita, selama kita menjalaninya dengan sungguh-sungguh, ikhlas maka akan ada imbalan dari yang maha Kuasa untuk itu semua.

Perjalanan, seperti kendaraan yang membutuhkan bahan bakar yang cukup untuk sampai di tujuan. Semoga dengan rute yang berbeda-beda, perjalanan hidup kita masing-masing berakhir di tempat yang paling indah.

Let's Check This Story















12 comments on "Wanita di Era Digital: Aktif Tanpa Ribet"
  1. kereeeeen saya pingin jadi wanita karier, pingin jadi guru :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah sama nyi, aku juga penegn jadi guru. Guru TK Nyi, seru banget kayaknya :)

      Delete
  2. wanita karir hebat nih namanya. sukses mbak

    ReplyDelete
  3. selalu keren loh tulisannya, aku belum buat yang ini:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasi mba sara. Ayo mba ikutan, asik bisa curcol sekalian ikut lomba, jadi ngga malu2 amat curcolnya, hahahaha

      Delete
  4. foto-fotonya cantik, tulisannya apik.
    Mudah2-an hadiahnya ditambah, kita bisa menang bareng-bareng
    Ini tulisan sederhana saya yang sudah dimoderasi :)
    http://fastronbloggingchallenge.com/tulisan-peserta/9-dunia-maya-dan-sentuhan-wanita

    ReplyDelete
    Replies
    1. ngga apa-apa mba, hadiahnya buat mba dwi saja, aku emang pengen nulis ini dari kemarin, malah udah bersambung . "Apa yang Dicari 1,2".Ini bagian ketiganya. :))
      kebetulan ada lomba diikutin ajah

      Delete
  5. kereen...
    suka sekali dengan endingnya.. yah hidup itu adalah misteri, masing2 punya pilihn :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba. ngga tau ke depannya gimana. kita hanya bisa merencanakan Allah yang nentukan

      Delete
  6. Wah, panjang tulisannya ya wind.
    Selalu suka dengan tulisan windi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih. iya yah, panjang, ngga tau tuh tiba2 aja udah nulis panjang xixixixi

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature