Jadi Penulis, Siapa Takut?

Sunday, July 8, 2012
Hari ini sebenarnya saya tidak punya rencana apa-apa, pengen males-malesan di kos, sambil nuntasin baca buku-buku yang belum sempet dibuka plastiknya. Sambil tidur-tidutan lihat FB, eh ada acara seminar menulis dengan pembicara Asma Nadia. Hwaaa mupeng, tapi ya kok jauh banget ya, di Jakarta Timur. Mana ngga ngerti lagi daerahnya. Tapi.. Asma Nadia gitu, kapan lagi bisa dapat ilmu dari salah satu penulis perempuan paling produktif di tanah air. Dengan semangat saya sms panitianya, nanyain tempat acaranya dimana, sampai nanya kalo naik busway jurusan apa dan turun dimana, niat lah pokoke.

Dan akhirnya sampai juga saya di STIE Jakarta di bilangan Sunan Giri, setelah nanya sama pak satpam ditunjukin ke ruangan seminar, lantai 5 katanya. Segera saya melangkah ke arah yang ditunjukin pak satpam, cari lift kesana-sini , ngga ada. Beuugh, ni kampus ngga punya lift, padahal bangunannya tinggi. Dengan ngos-ngosan sampai juga saya di aula. Bener-bener perjuangan dah mau ikut seminar ini.

Acara dibuka dengan ice breaking oleh MC. 

" Gerakkan tangan ke atas ya, trus setelah itu kaki bawah juga digerakkan" kata si MC

Segera setelah ice breaking selesai, kata-kata si mba MC dikoreksi oleh mba Asma. Yang namanya kaki pasti dibawah. Gunakan kalimat yang efektif saat kita berbicara , pun saat menulis. Wow, belum masuk materi udah kena aja langsung ke tips menulis.

Kata mba Asma, sering para penulis, mubazir dengan kata-kata. Misalnya, bibirnya mencibir, jelas yang mencibir itu pasti bibir. Kepalanya menggelang, jatuh ke bawah, memegang dengan tangan. Tanpa perlu dijelaskan orang sudah tahu kalau menggeleng pasti kepala, kalau jatuh ya memang ke bawah dan memegang sesuatu itu dengan tangan. Sip mba, dicatet tips pertamanya.

Mba Asma menyampaikan materi dengan santai dan sangat komunikatif, disertai dengan contoh-contoh konkrit. Peserta diajak aktif dan berbaur dalam materinya. Ntar saya bagi tips menulis ala mba Asma di postingan berikutnya.

Hal pertama yang ditekankan oleh mba Asma adalah bahwa semua orang bisa menjadi penulis, asal ada kemauan. No Excuse, jangan biasakan mencari-cari alasan. Tidak punya waktu, ngga punya komputer, lagi ngga mood. Hal-hal tersebut membuat kita semakin jauh dari impian yang ingin kita raih.

Kalau dulu profesi penulis dipandang sebelah mata, maka saat ini sudah jauh berbeda. Menulis merupakan profesi yang menjanjikan, terutama bagi perempuan. karena bisa dilakukan dimanapun, oleh siapapun tanpa memandang usia, miskin-kaya , di desa atau di kota. Tidak sedikit penulis yang memperoleh materi melimpah dari karyanya. Sebutlah JK Rowling. Kalau di negeri ini adaAhmad Fuadi, Andrea Hirata, Habiburrahman EL Shirazy, contoh penulis yang sukses menggemukkan pundi-pundi keuangannya.  Namun sebaiknya , bukan materi yang menjadi alasan kita untuk menulis.

Yang membuat saya kagum, mba Asma tuh bukan hanya seorang penulis, namun menurut saya beliau seorang enterpreuner handal. Di sela-sela materi , dengan lincahnya mba Asma mempromosikan buku-bukunya, buku Isa suaminya, sampai buku-buku kedua anaknya. Tak ketinggalan promosi bisnis beliau yang meliputi tas, pakaian, dan pernak-pernik lain. Namun semuanya disampaikan tanpa terlihat promosi. Sekali merengkuh dayung semua pulau terlampaui.

Selesai menyampaikan materi, peserta diminta untuk membuat satu judul tulisan dan membuat satu paragraph pembuka. Menurut beliau, judul suatu tulisan memegang peranan sangat penting. Selain menggambarkan isi tulisan, judul juga membuat pembaca memutuskan ingin membaca tulisan kita atau tidak. Karena itu jangan ngasal milih judul. Jangan terlalu panjang dan jangan terlalu pendek. Kecuali kamu Putu Wijaya, judul harus sangat diperhatikan.

Sedangkan paragraph pembuka, berguna sebagai penarik pembaca untuk terus membaca tulisan kita atau berhenti sampai disitu. 

Dan ternyata tulisan satu parapraph yang saya buat, kata mba Asma bagus. Penokohannya kuat, karakternya jelas. Hwaaa seneng banget dinilai seperti itu. Saya pun dapat souvenir cantik dari mba Asma.


Ini paragraph yang saya buat. Sudah pasti, yang di benak saya itu langsung tergambar sosok suami :D 

"Tajam tatapannya menghunus tepat ke retinaku. Aku hanya membisu. Membiarkan ia mentransfer segala sumpah serapah yang ada dibenak. Aku tahu pasti tak akan ada kata yang keluar dari bibirnya. Selalu, hanya gesture dan perubahan raut di wajah mengisyaratkan suasana hatinya."

Opening dalam suatu tulisan, entah itu cerpen, artikel , novel, ataupun roman harus menyentak. Membangkitkan rasa ingin tahu dan sebaiknya pembaca sudah bisa meraba kira-kira kemana cerita akan kita bawa. Jangan bertele-tele. 

Hindari membuka kalimat dengan suara-suara seperti "Prang", "Bruk", Tet..tet.". Deskripsikan,  jangan dituliskan." Petir mengelegar" oke,  not "JDEEER".

Saya jadi ingat pernah membaca dimana gitu saya lupa, mungkin di grup penulis yang saya ikuti. Bahwa banyak sekali penulis yang memulai tulisan dengan bunyi-bunyian seperti itu. Yang paling populer adalah bunyi " Kriiiing" bla bla bla .... Di blog salah satu penerbit mayor menyatakan bahwa naskah yang seperti itu, langsung disingkirkan tanpa dibaca terlebih dahulu. Catet itu.

Oya, mumpung inget, Dewi Lestari juga pernah nulis tentang hal ini. Katanya, sesuatu itu harus dideskripsikan, bukan di tulis secara gamblang. Misalnya, "tertawa terbahak-bahak", it's oke, but menuliskan hahahaha, hehehe, hihihi, xixixi, not recomended untuk sebuah tulisan. Kalau nulis status FB atau twitter silahkan. Saya baca ini beberapa bulan yang lalu di blognya Dee, sejak itu saya tidak pernah lagi menggunakannya di tulisan saya. Kalau dulu, wuih di setiap tulisan pasti ada kata-kata "hahaha, hihihi ' tersebut. 

Oke sekian dulu, lanjut di postingan berikutnya yah. Yang pasti, ga rugi sama sekali ikut seminar menulis kayak gini. Dan yang bikin saya heran, berapa biayanya coba, Rp 20.000, saudara-saudara, seharga kopi yang lagi saya minum. Padahal itu sudah termasuk snack,alat tulis dan sertifikat. Jadi kalau ada seminar kepenulisan lagi, dan kita banyak alasan , itu tanda belum baca bukunya Isa Alamsah, No Excuse. Ups, saya jadi promosi. Begitu tuh, salah satu cara Asma Nadia mempromosikan buku suaminya. 

So, jadi penulis? siapa takut.



2 comments on "Jadi Penulis, Siapa Takut?"
  1. postinganya ok nok, mengalir seperti bercerita saja. Aturan orang nulis memang gitu, kayak orang bicara bukan kayak orang nulis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih. Ikut seminar mba asma juga ya ??

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature