Jadi Penulis, Siapa Takut (Bag 2)

Sunday, July 8, 2012
Sebelum mulai menulis, ada baiknya kita jabarkan dulu, apa sih manfaat dari kegiatan menulis. Kalau ngga ada manfaatnya ngapain kita buang-buang waktu untuk menulis yang belum tentu juga orang baca. Sebenarnya mungkin kita sudah banyak membaca manfaat-manfaat menulis dari buku-buku tentang kepenulisan. Tapi yang ini versinya mba Asma Nadia. 

Yang pertama, dengan menulis wawasan jadi bertambah. Jelas, karena untuk menulis sesuatu dibutuhkan riset. Tulisan tanpa riset akan kosong.  Riset bisa dilakukan dengan membaca, bertanya ke narasumber, atau  langsung terjun mengalaminya. Mba Asma cerita bahwa beliau pernah menulis cerita dengan settingan lokalisasi di daerah Bungkaran, namun beliau hanya melakukan studi pustaka. Hasilnya beliau dikritik oleh salah satu editor. Mba Asma nulis kalau disana ada gang-gang sempit, ternyata tidak ada sama sekali. Dan hal yang dilewatkan mba Asma, daerah Bungkaran itu dilewati oleh lintasan kereta api, seharusnya bunyi-bunyi kereta, suasana pinggiran rel menyatu dalam cerita, namun itu semua tidak digambarkan mba Asma. 

Saya juga pernah mengalami hal yang sama. Saat menulis flash fiction dengan tokoh seorang dokter. Ceritanya, seorang calon dokter kandungan yang bingung menghadapi pacarnya yang juga mahasiswi kedokteran hamil di luar nikah. Saya memang tidak melakukan riset sama sekali, hanya berdasarkan pengetahuan dangkal saya. Tulisan saya posting di note FB, tak perlu menunggu lama, seorang dokter langsung mengkritik habis tulisan saya. Tidak masuk akal, mengada-ada, tidak ada dokter yang panik kalau hamil, kan tahu ilmunya, mana ada koas yang waktunya lengang sampai sempet nganter pacarnya kesana-sini , begitu katanya. Awalnya saya sedikit defensif, " Terserah gue dong tulisan-tulisan gue ini, kalau mau pas sesuai keinginan ente, tulis aja cerita sendiri jangan ngerecokin tulisan orang", begitu kata hati saya.  Namun, setelah saya pikirkan, benar juga, walaupun tujuan saya mengangkat tema itu untuk memberi pesan bahwa -bahkan seorang dokter kandungan pun bisa "kecelakaan" sehingga remaja harus berhati-hati- tulisan harus tetap masuk akal. Ke depannya saya menjadi lebih berhati-hati dalam menulis, pun hanya sebuah flash fiction yag terbatas 200-700 kata saja. Tulisan bisa dilihat disini ( tapi bukan dokter di komen itu yg saya maksud ya).

Manfaat kedua, menulis dapat menyalurkan hobi. Ini khusus bagi yang hobinya memang menulis. Namun bisa juga, orang yang hobinya beternak ayam misalnya, ya nulis tentang cara beternak ayam, atau yang suka tentang keuangan, nulis tentang keuangan. Atau bagi yang hobinya menggalau di media sosial, daripada nulis curhat ngga jelas, marah-marah, bete, mending statusnya dibuat jadi tulisan. Misalnya lagi marah nih karena teman berkhianat, alih-alih nulis " Sialan, ngga nyangka aku , kamu kayak gitu, nyesel setengah mati mengenalmu, Bete " mending dirubah jadi " Berharap pada manusia bisa menimbulkan kekecewaan, karena itu letakkan kepercayaan tertinggimu hanya padaNya". Gimana, lebih baik ngga?.Syukur-syukur temen yang kita maksud menyadari kesalahannya, bukan malah menambah musuh. Ini opini saya pribadi, kalau ngga setuju ya ngga usah di retweet atau di like :)).

Terus, bisa meluaskan jaringan. Ini ngga usah dijelasin juga udah pada tahu lah ya. Contoh kecilnya, sahabat pena, jaman saya masih baca Bobo. Kalau sekarang, dengan ikut lomba nulis, sesama kontributor jadi saling kenal, trus dengan orang lain baca tulisan kita, minimal nambah teman baru lagi. Saya pribadi benar-benar merasakan ini. Sejak suka nulis, padahal yang saya tulis hal remeh temeh, tapi jadi banyak yang malah jadi teman akrab, bahkan yang awalnya hanya saling sapa di dunia maya, berlanjut ketemuan. Satu lagi, dengan menulis, saya jadi ketemu Asma Nadia, jadi kenal Fauzan Mukrim, Sanie B Kuntjoro, Clara Ng. Seneng kan ya.

Berikutnya bisa menjadi profesi. Kalau sudah jadi profesi bisa menghasilkan income. Saya pribadi, menulis sampai saat ini hanya hobi saja. Hanya hobi saja sudah menghasilkan uang, walaupun tidak seberapa. Sombong kalau saya bilang saya tidak butuh uangnya. Tapi jangan khawatir, kalau ngga butuh ya didonasikan saja. Kalau menulisnya belum menghasilkan uang??, ya bukunya yang didonasikan. Menulis bisa menjadi ladang amal dan ibadah. Sejauh ini, saya sudah memperoleh honor dari tulisan yang lolos ke media cetak, walaupun dikiiit banget, dapet voucher belanja. Lumayan banget kan. Beberapa proyek menulis yang saya ikuti bahkan tanpa bayaran sama sekali, hanya kata-kata " Semua royalti akan didonasikan ke yayasan X,Y atau Z". Masih bilang, ngga punya uang buat sedekah?. Yang benar saja prend.

Lanjut, menulis sebagai ajang pengungkapan apa yang tidak bisa kita ungkapkan secara verbal. Biasanya orang yang tertutup-Introvert,  kesulitan mengungkapkan perasaannya, marah,sedih,kecewa hanya dipendam sendiri. Ini bahaya, bisa-bisa menjadi bom waktu. Saya termasuk orang yang ekstrovert, suka bicara apa adanya. Namun ada kalanya ,saya tidak bisa mengungkapkan perasaan saya. Saat saya begitu marah dengan teman yang tidak menepati janji, atau saat saya kecewa dengan suami yang tidak mengerti perasaan saya, biasanya saya tulis di selembar kertas. Kadang bentuknya cerpen, bisa jadi puisi. Setelah itu?? saya lega. Padahal tulisan itu tidak pernah sampai ke orangnya. Tapi saya merasa masalah sudah selesai, tidak ada yang tersakiti dengan kata-kata kasar yang mungkin tanpa sadar kita keluarkan saat amarah merasuk.

Selain yang diatas, menulis juga membuka peluang untuk jalan-jalan ke belahan bumi manapun.  Sudah ke 30 negara dan puluhan kota yang disinggahi mba Asma karena menulis. Baik itu untuk mengisi ceramah, maupun seminar dan belajar kepenulisan. Keren ya. Tidak hanya itu, salah satu keuntungan meluaskan jaringan yang saya sebut diatas, dalam travelingnya mba Asma banyak mendapat tawaran menginap dari para fans ataupun teman. menghemat budget kedua terbesar dalam traveling, yaitu penginapan. Wow, menulis bikin irit.

Yang terakhir, menulis membuat kita abadi. Kalau kata Pramudya Ananta Toer, " Aku menulis karena itu aku ada". Ya, karena saat tulisan kita tercetak di dalam buku, atau di blog, atau di manapun, iya akan ada selamanya. Kata mba Asma, menulislah minimal satu buku sebelum mati. Sutan Takdir Ali Syahbana, Buya Hamka, Chairil Anwar, Shidney Sheldon, adalah penulis yang sudah tidak ada di muka bumi, namun kita masih bisa merasakan keberadaannya melalui tulisan-tulisan mereka. Bagi orangtua, saya contohkan Fauzan Mukrim, yang menulis buku khusus berisi pesan-pesan untuk River buah hatinya. Contoh lain, Mba Asma Nadia sendiri, mengatakan, ia ingin suatu saat kalau ia sudah tidak ada, saat Adam putranya punya masalah keluarga, jangan sampai membatin, kalau ada umi apa ya yang akan dikatakan umi. Tidak perlu berandai-andai karena mba Asma sudah menuliskannya di buku " Sakinah Bersamamu".

Wuih, banyak banget manfaat menulis ya. Ya sudah, jangan cuma dibaca doang. Ayo ambil kertas dan pena, atau segera ambil laptop, ipad, dan nulis sekarang juga.

Ntra nyambung lagi yah, udah maghrib saya mau balik kos dulu. See ya ;)



4 comments on "Jadi Penulis, Siapa Takut (Bag 2)"
  1. keren mb windi..jadi pengen belajar nulis..tapi buat saya nulis cerita itu koq sesulit nulis tugas akhir ya..bisa dibagi tipsnya mbak windi, buat saya yang kesulitan membuat tulisan bagi pemula...

    ReplyDelete
    Replies
    1. nanti aku sambung postingannya tentang tips menulis. Tapi bukan tips dari aku ya, lah aku juga masih belajar. Ni tips2 dari mba Asma Nadia.

      Tapi katanya sih cara cepat bisa menulis ada 3:
      1. menulis
      2. menulis
      3. menulis
      :D

      Delete
  2. Mba wiiin....jadi pengen nulis juga :D
    Bagus nih...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya sudah langsung nulis aja, ngga usah nunggu2 :D

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)

Custom Post Signature