Orang pintar banyak cara, orang bodoh banyak alasan
Kata-kata itu terpampang besar-besar di atas spanduk ukuran jumbo menghiasi sudut-sudut strategis Kanca BRI Tebing Tinggi.
Sebagian
dari diri kita memang selalu berupaya mencari dalih untuk apapun hal
yang kita lakukan jika tidak sesuai dengan yang seharusnya. Misalnya,
terlambat datang ke kantor, maka otomatis otak kita tanpa sadar akan
mencari, menelusuri file di dalam, merangkainya menjadi kalimat yang
keluar dalam bentuk alasan. Karena ban motor kempes, bangun kesiangan,
angkotnya mogok. Dan segala macam bentuk pembenaran lain.
Saat
keragaan unit kerja tidak tercapai, kembali kita mencari-cari alasan.
Persaingan bisnis, nasabah ditarik bank lain, sampai menyalahkan target
yang terlalu tinggi.
Apakah itu salah ??. Menurut saya
itu alamiah,natural. Adalah hal yang sangat manusiawi, kita akan
melindungi diri kita dari perasaan tak berdaya, tak mampu dan berusaha
memindahkan factor penyebab ke sesuatu di luar diri kita pribadi.
Namun
kalau terlalu sering berdalih, maka benar apa yang dikatakan Dahlan
Iskan, apa gunanya yang Maha Segalanya memberikan kita suatu alat
tercanggih di dunia bernama “Otak”. Tentu agar kita bisa menemukan cara
yang lebih baik untuk memperkecil terjadinya gap antara harapan dan
kenyataan.
Dulu saat di kanca Tebing Tinggi, spanduk
ukuran Jumbo itu seperti hakim tanpa wujud. Daripada terkena klausa
kalimat kedua mending langsung angkat tangan menyerahkan diri, tidak
perlu berdalih apalagi berbohong seperti yang terjadi di persidangan
Nazaruddin vs Angelina Sondakh. Kalau salah, ya bilang salah, setelah
itu jangan diulangi dan temukan cara agar tak terjadi kesalahan
berulang. Titik.
Adalah seorang Pria kelahiran 26
Februari 1966 yang mempopulerkan kalimat diatas spanduk tersebut.
Perawakannya sedang , berkumis tipis, dan berpenampilan selalu necis.
Jika hari ini memakai celana coklat, maka, dasi berwarna senada
,demikian juga sabuk dan sepatu.
Walaupun asalnya dari
Purwodadi, jangan bayangkan sosoknya seperti orang jawa kebanyakan,
yang lemah lembut dengan suara halus. Suaranya tegas, to the point
dalam menyampaikan arahan dan instruksi. Pandangan matanya, hmmm
membuat para pekerja tertunduk dan tak berani menatap terlalu lama.
Ia datang di saat yang sangat tepat. Istilah The right man in the right place and the right time
cocok sekali menggambarkan keadaan pada saat itu. Jajaran pekerja kanca
BRI Tinggi, yang dari sononya adalah orang-orang pilihan dengan
kualitas yang mumpuni di bidangnya, memang perlu seseorang yang
mengerti benar bagaimana membuat nasi yang terlanjur menjadi bubur
menjadi lebih nikmat dengan ditambah kerupuk, bawang goreng dan sambal.
Saat
itu yang dibutuhkan kanca Tebing Tinggi bukan koki yang bisa mengolah
segala macam bahan makanan menjadi masakan dengan cita rasa tinggi.
Yang dibutuhkan adalah keahlian mengkombinasi masakan jadi yang telah
ada sehingga menjadi lebih lezat dan menggungah selera. Bagaimanapun
segarnya soto thamrin pasti tidak akan nikmat kalau dimakan bersama
rawon . Demikian juga menyajikan pecel dan gado-gado bersamaan adalah
hal yang mubazir.
Disinilah Kepiawaian pria lulusan
jurusan perikanan Undip ini teruji. Awalnya mungkin karena lidah yang
belum terbiasa, maka saat mencicipi masakan yang dihidangkan terasa
asing. Ada yang berbeda. Beberapa langsung memuntahkannya, tanpa
memberi kesempatan enzim-enzim di mulut bereaksi dan menstimulus lidah
mengecap berbagai rasa . Ada juga yang menelan dengan setengah hati.
Yang lain, mencoba menikmati sambil mendengarkan alunan musik ringan.
Hmm lezat.
Yup. Tidak perlu menunggu lama, sampai menu-menu si koki andalan tercium aromanya ke tetangga sebelah, sampai ke istana induk.
The
rising star yang dicapai para frontliner, mengantarkan pria ini ke
pulau Dewata dan membawa pulang hadiah jutaan rupiah. Seperti oase di
padang gurun setelah sekian lama kemarau prestasi tak menjambangi
kantor yang berseberangan dengan bank pesaing tersebut. Tentu saja
pencapaian itu bukan hasil kerja seorang diri. Tetapi merupakan sinergi
dari seluruh pihak, baik pemimpin sebelumnya, pekerja sendiri, yang
didukung penuh oleh motor penggerak yang sedang dikemudikan saat itu.
Man jadda wa jadda, siapa bersungguh-sungguh akan berhasil
Ibarat
kecambah . saat yang satu memunculkan tunasnya, yang lain pun akan
turut bermunculan. Begitulah, rasa-rasa yang hambar satu persatu mulai
ditemukan resep pelengkapnya. Dari Lay out kantor yang semakin rapi,
hingga angka NPL yang perlahan namun pasti mulai beringsut turun pun
membuat semakin lega pernafasan.
Tampaknya, selain kerja
keras, Dewi fortuna pun tak mau jauh-jauh dari sisinya. Entah mengapa
setelah sekian kali undian untung beliung ada, baru saat itulah angin
puting beliung Britama singgah dan mengeluarkan mobil Nissan Xtrail
dari pusarannya di kanca Tebing Tinggi.
Saya tidak dapat
menguraikan satu persatu , kesan-kesan yang saya rasakan selama
kepemimpian beliau. Tapi yang pasti, bagi saya beliau adalah sosok
pemimpin berkarakter, tahu apa yang harus dicapai dan mengerti
bagaimana menuju kesana. Mungkin terkadang beliau agak keras kepada
bawahan. Slogan di spanduk tersebut, merupakan tamparan keras bagi
jiwa-jiwa rentan selama ini. Termasuk saya pribadi. Awalnya berfikir,
tidak adakah kata yang lebih halus??. Namun sepertinya saya tahu
jawabannya sekarang.
“ Walaupun nasi padang,
dimana-mana tampilan restorannya sama, menunya sama, cara penyajiannya
sama, namun ada sedikit yang membedakannya. Gulai yang dijual di Jawa
lebih encer sedikit santannya dari yang di Sumatera. Demikian juga
rendangnya, sedikit lebih pedas yang dijual di Sumatera dibanding yang
di Jawa “
Oya, hampir lupa., The right man in the right place and the right time itu bernama Huru Priyono Ambarwito. Selamat Ulang Tahun pak. Semoga tambah disayang penghuni langit dan bumi.
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga senang yah main kesini :)